Anda di halaman 1dari 19

Di Susun Oleh :

Putri Lailatul munazat


Selvia Destiani
BAB 1
PEMDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah keluarga yang utuh terdapat ayah, ibu, dan anak. Seorang ayah memiliki peran sebagai kepala keluarga yang
mencari nafkah dan ibu sebagai pengatur dalam keluarga atau bisa dikatakan sebagai ibu rumah tangga. Ayah dan ibu
bertanggung jawab dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Namun, pada kenyataannya, di masyarakat terdapat anak yang tidak memiliki orang tua, baik di karenakan ditinggal
meninggal dunia atau yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Figur anak dalam keluarga yaitu anak yang seharusnya patuh
terhadap perintah orangtua,selalau siap membantu orangtua dalam keadaan duka, menjaga nama baik keluarga dan orangtua.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak dengan jumlah penduduk yang mencapai 225
juta jiwa (Anonim, 2008). Sugiri Syarief sebagai Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
mengungkapkan bahwa Indonesia bukan saja dihadapkan oleh besarnya jumlah penduduk, tetapi yang juga memprihatinkan
adalah masih rendahnya kualitas SDM di Indonesia sehingga berdampak adanya anak-anak yang terlantar. Menurut
Kementrian Sosial hingga tahun 2011 lalu mencatat, jumlah anak terlantar mencapai 4,8 juta jiwa. Ini belum termasuk anak-
anak yatim piatu yang berada di sejumlah panti asuhan (Sahlan, 2012).
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (dalam Putra, 2011) panti asuhan adalah suatu lembaga usaha
kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak
terlantar serta melaksankan penyantunan dan pengentanan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti atau perwalian
anak memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas dan tepat
memadai perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa
atau insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional.
Dalam panti asuhan tidak hanya terdapat anak-anak tetapi ada juga remaja. Biasanya anak yang sudah remaja/
sudah lebih lama tinggal di panti asuhan harus menjadi kakak untuk anak yang lebih kecil daripada mereka.
Remaja yang berada di panti asuhan tentu memiliki problema tersendiri yang berbeda dengan anak-anak. Remaja yang berasal dari
kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas lagi mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Menurut Hurlock (dalam Ali dan Asrori, 2009). Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk
golongan anak-anak tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal
sebagai fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Menurut Monsk, dkk (dalam Ali dan Asrori, 2009) remaja masih belum mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.
Menurut Gandaputra (2011) mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori self confidence dibagi
menjadi dua yaitu self confidence positif dan self confidence negatif. Remaja yang memiliki self confidence negatif pada panti asuhan
“X” sebesar 96 orang (52,17%). Untuk remaja panti asuhan “X” yang memiliki self confidence positif sebanyak 88 orang (47,83%).
Banyak remaja yang kurang memiliki self confidence untuk dapat mengembangkan dirinya, terutama dalam hal
bersosialisasi dilingkungan sekitarnya. Hal ini dilihat saat mereka berada pada suatu kondisi dan situasi tertentu, sebagai contohnya
adalah apabila seorang remaja dihadapkan pada komunitas baru (masuk pada lingkungan yang baru). Gejala ketidak percaya diri tersebut
muncul ketika seorang remja berbicara atau memulai pembicaraan dengan orang yang baru di kenalnya, mudah cemas dan sering salah
berucap ketika berbicara.
Akan tetapi, tidak semua remaja mengalami self confidence yang rendah, tetapi banyak juga remaja yang memiliki self confidence yang
tinggi. Dilihat dari sudut perkembangan remaja, seorang remaja sangat rentan dengan self confidence yang dimilikinya. Remaja yang
memiliki self confidancenya rendah akan menghambat pertumbuhannya dalam beraktifitas dilingkungan sekitar tempat tinggalnya, baik
di sekolah, rumah, keluarga maupun masyarakat.
Self Confidence terbentuk melalui proses perkembangan manusia pada umumnya, khususnya dalam berinteraksi dalam
lingkungan. Menurut Saranson (dalam Amin, 2011), Self confidence terbentuk dan berkembang melalui proses belajar secara individual
maupun sosial. Saranson juga mengemukakan bahwa proses belajar sosial secara individual berhubungan dengan umpan balik dari
lingkungan melalui pengalaman psikologis.
Self confidence disini memiliki arti suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinannya tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya, Hakim (dalam Amin,
2011). Bandura (dalam Amin, 2011) mengatakan bahwa self confidence sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan dan
keterampilan untuk sukses.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat self confidence pada anak yang tinggal di panti asuhan
dan fakor-faktor apa saja yang mempengaruhi self confidence pada anak yang tinggal di panti asuhan. Hasil penelitian akan dipaparkan
dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul ‘..........................’
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

 1.Bagaimanakah gambaran kepercayadirianpada remaja yang tinggal di panti asuhan?


 2.Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayadirian pada remaja yang tinggal di panti asuhan?
 3.Apakah upaya panti asuhan agar remaja di panti asuhan mempunyai kepercayadirian yang tinggi?

 1. Tujuan Penelitian
 Tujuan dari penelitian ini adalah;
 untuk mengetahui bagaimana gambaran kepercayaandiri pada remaja yang tinggal di panti asuhan
 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaandiri pada remaja yang tinggal di panti asuhan
 Untuk mengetahui uapaya panti asuhan agar remaja di panti asuhan mempunyai kepercayaandiri yang tinggi

 2. Manfaan Penelitian
 Manfaat Teoritis
 Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai pemahaman diri dan rasa percaya diri yang ada
pada masa remaja
 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para remaja yang tinggal di panti asuhan, agar mereka
dapat memiliki self-confidence di dalam kehidupannya. Bagi pembaca diharapkan mendapat pengetahuan tentang self confidence
dalam kehidupan yang dijalani. Bagi pengurus panti asuhan diharapkan dapat memberi dukungan kepada remaja serta semua orang
yang tinggal di panti asuhan sehingga mereka memiliki self confidence dalam dirinya walaupun mereka tinggal di panti asuhan.
Bagi peneliti diharapkan dapat memahami materi dan teori yang di ambil dalam penelitian yang di ambil. Bagi peneliti
lain diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk penelitian yang lebih mendalam mengenai Self Confidence pada remaja
yang tinggal di panti asuhan.

3.Metode penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data dengan metode wawancara .Wawancara merupakan percakapan
antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan
informasi dimana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai .
Dalam metode wawancara ini penulis mewawancarai Panti Asuhan yang ada di Desa Purwawinangun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Self Confidence

1. Definisi Self Confidence

Menurut Widoyoko (dalam Lestari, 2002) Self Confidence diartikan sikap positif seorang individu yang
memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten
melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya
bahwa dia bisa, karena dia didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi, serta harapan yang realistik terhadap
diri sndiri.
Hakim (dalam Amin, 2011) menyebutkan self confidenceyaitu suatu keyakinan seseorang terhadap segala
aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinannya tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai
berbagai tujuan di dalam hidupnya. Bandura (dalam Amin, 2011) mengatakan bahwa self confidence sebagai suatu
perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan untuk sukses.
Self confidence terbentuk melalui proses perkembangan manusia pada umumnya, khususnya dalam berinteraksi
dalam lingkungan. Menurut Saranson (dalam Amin, 2011), kepercayaan diri terbentuk dan berkembang melalui proses belajar
secara individual maupun sosial. Saranson juga mengemukakan bahwa proses belajar sosial secara individual berhubungan
dengan umpan balik dari lingkungan melalui pengalaman psikologis. Proses belajar sosial tejadi melalui interaksi individu
dengan lingkungan sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa self Confidence adalah aspek penting dalam kepribadian manusia yang terbentuk
melalui proses belajar dengan lingkungan sosial.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Confidence

Calhoun dan Acocella (1990) merumuskan self Confidence ke dalam 3 faktor, yaitu :

a. Orang Tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh seseorang dan yang paling kuat.
Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih dipercaya dari pada informasi yang diberikan oleh orang lain
dan berlangsung hingga dewasa. Anak-anak tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh
kesukaran dalaam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama anak
berkonsep diri negatif. Orang tua yang menciptakan kehidupan beragama, suasana yang hangat, saling menghargai,
saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga dan diwarnai kasih sayang dan rasa saling percaya akan
memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang dan membentuk konsep diri anak yang positif.
Orang tua yang selalu mengekang, over protektif dan kaku akan memberikan dampak yang negatif terhadap
perkembangan konsep diri remaja.
b. Kawan Sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur
dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri. Remaja akan berusaha
untuk dapat menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya. Meskipun standar
yang ditetapkan oleh kelompok kadang-kadang tidak sesuai dengan pribadi remaja itu sendiri. Jika anggota kelompok
menunjukkan perilaku positif maka dapat diasumsikan perilaku tersebut akan mempengaruhi anggota lain.
c. Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, siapa bapaknya, ras dan lain-lain
sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu. Sikap lingkungan yang
membuat seseorang takut untuk mencoba, takut untuk berbuat salah , semua harus seperti yang sudah ditentukan. Karena ada
rasa takut dimarahi, seseorang jadi malas untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi jika
lingkungan memberikan kesempatan dan mendukung hal positif remaja sesuai tugas perkembangannya maka remaja akan
mempunyai pandangan yang positif terhadap kemampuannya.
3. Karakteristik Self Confidence

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai self confidence yang proporsional menurut Hakim (dalam Lestari,
2002) diantaranya adalah:
a. Percaya akan kompetensi atau kemampuan diri hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun
penghormatan orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis (mengorbankan hal-hal yang prinsip) demi diterima oleh orang lain atau
kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain (tidak jatuh mental), berani menjadi diri sendiri.
d. Punya pengendalian diri yang baik dan emosinya stabil.
e. Memandang keberhasilan atau kegagalan dari usaha sendiri, tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak
tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain.
f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi diluar dirinya.
g. Memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, seseorang tetap mampu
melihat sisi positif dirinya dan situssi yang terjadi.

Sebaliknya disebutkan ciri atau karakteristik individu yang tidak memiliki self confidence, diantaranya adalah:
a. Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok.
b. Menyimpan rasa takut atau kekhawatiran terhadap penolakan.
c. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri,
namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik pada diri sendiri.
d. Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif.
e. Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil.
f. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri).
g. Selalu menempatkan atau memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu.
h. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan
atau penerimaan serta bantuan orang lain).
B. Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan

1. Remaja

a. Definisi Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence
mempunyai arti yang lebih luas lagi mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Hurlock (1980).
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak tetapi belum
juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal sebagai fase
“mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Menurut Monsk, dkk (dalam Ali dan Asrori, 2009) remaja masih belum mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.
Masa remaja menurut Mappiare (dalam Ali dan Asrori, 2009), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun
bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (2008) adalah antara
11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
1). Usia 11 tahun adalah usia pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder (kriteria fisik) dan pada masyarakat Indonesia umumnya usia
tersebut sudah dianggap akil baligh sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
2). Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, terutama dikalangan masyarakat menengah atas di Indonesia, kebanyakan individu
pada usia itu masih tergantung pada orangtua karena belum mempunyai penghasilan sendiri. Jadi batas usia 24 belum dapat
memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial dan psikologis, dan masih dapat digolongkan sebagai kategori remaja.

Menurut WHO (dalam Sarwono, 2008) remaja adalah suatu masa ketika :
1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual.
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pengertian remaja dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang
berusia antara 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria dimana sedang mengalami perkembangan pesat dalam
kemampuan intelektual dan dalam fase mencari jati diri.
b. Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2008) dalam penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja :
1). Remaja Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri
dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pemikiran-pemikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Ketika dipegang bahunya oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi
erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini yang menyebabkan
para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

2). Remaja Madya (Middle Adolescence)


Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan. Ia senang jika banyak teman yang menyukainya. Ada
kecenderungan “narcistic”, yaitu mencinti diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana : peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis , idealis atau materialis, dan sebagainya.
Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-
kanak) dengan mempercepat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

3). Remaja akhir (Late Adolescence)


Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini :
a.Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b.Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru
c.Terbentuk identitas seksual yang tidak ak an berubah lagi
d.Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan
diri sendiri dan orang lain
e.Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public)
c. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta
berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa
remaja menurut Hurlock (1980) antara lain :
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
d. Mencapai kemandirian emosional
e. Mampu mencapai kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota
masyarakat
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga
Tugas perkembangan pada remaja menurut Robert Havinghurst (dalam Sarwono, 2008) adalah sebagai berikut :
a. Menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif
B Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana pun
c. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan)
d. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emsi terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya
e. Mempersiapkan karier ekonomi
f. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga
g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab
h. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya
d. Sikap yang Ditunjukkan Remaja

Menurut Bischof (dalam Ali dan Asrori, 2009) masa remaja seringkali dikenal sebagai masa mencari jati diri, oleh
Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa
kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh
remaja (Ali dan Asrori, 2008) yaitu :
1) Kegelisahan
Kegelisahan dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan, atau kenginan
yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai
untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan
kemampuannya. Selain itu, di satu pihak mereka ingin mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah
pengetahuan. Tetapi di pihak lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani
mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan
kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah.
2) Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri
dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami
kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu
menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja
ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Remaja sesungguhnya belum begitu berani mengambil resiko dari tindakan
meninggalkan lingkungan keluarganya yang jelas aman bagi dirinya. Tambahan pula keinginan melepaskan diri itu belum
disertai dengan kesanggupan untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang tua dalam soal keuangan. Akibatnya, pertentangan
yang serig terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.
3) Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan
atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan
remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan
menyalurkan khayalan melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada prestasi dan jenjang karier,
sedangkan remaja putri lebih mengkhayal romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab, khayalan ini
kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstrktif, misal timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
4) Aktivitas berkelompok
Berbagai macam keinginan para remaja seringkali dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang sering
terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua seringkali melemahkan atau bahkan
mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan
rekan sebayanya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai
kendala dapat diatasi bersama-sama.

5) Keinginan mencoba segala sesuatu


Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity) karena didorong oleh rasa ingin tahu yang
tinggi, remaja cenderun
g ingin bertualang menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu, didorong juga
oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan orang dewasa.
Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi,nremaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa
melakukannya. Seolah-olah dalam hati kecil berkata bahwa remaja ingin membuktikan kalau sebenarnya dirinya mampu seperti yang
dilakukan oleh orang dewasa. Remaja putri seringkali mencoba kosmetik baru, meskipun sekolah melarangnya.
2) Panti Asuhan

a. Definisi Panti Asuhan

Menurut Bolding dan Forman (dalam Arvin, 1996) penempatan pada panti asuhan adalah khusus diberikan oleh
badan sosial lokal untuk anak yang ditinggalkan, sangat diabaikan atau disiksa. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(dalam Endarmako, 2007) panti asuhan berasal dari kata panti yang berarti kediaman, rumah, pondok, tempat tinggal dan
asuhan yang berarti menjaga, merawat, membesarkan.
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (dalam Putra, 2011) panti asuhan adalah suatu lembaga usaha
kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak
terlantar serta melaksankan penyantunan dan pengentanan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti atau perwalian
anak memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas dan tepat
memadai perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa
sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional.
Menurut Muhsin (2003) bahwa panti asuhan didalamnya ada sistem dimana terdapat santunan, bantuan, dan
pertolongan kepada anak yatim dilakukan dengan melayani kesejahteraan dan kebutuhan fisik, mental, dan sosial.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa panti asuhan adalah tempat tinggal untuk menjaga,
merawat, membesarkan anak yang ditinggalkan, sangat diabaikan atau disiksa dimana memiliki tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, pelayanan pengganti atau perwakilan anak memenuhi kebutuhan fisik, mental
dan sosial yang mana anak tersebut diharapkan sebagai generasi penerus cita-cita bangsa yang akan turut aktif dalam bidang
pembangunan nasional.
b) Sistem Panti Asuhan

Menurut Muhsin (2003) menyatakan bahwa sistem panti asuhan memiliki dua pola yang diterapkan dalam pengasuhan dan
perawatan, yaitu sebagai berikut :
1) Anak-anak yatim yang ditempatkan pada rumah pengasuh bersama keluarganya yang disediakan dalam panti. Keluarga inilah
yang mengurus dan mengasuh mereka selama diluar kegiatan panti dan sekolah. Tiap rumah ditentukan jumlah santri yang
tinggal bersama keluarga pengasuh didalam panti.
2) Anak-anak yatim ditempatkan dalam suatu asrama bersama-sama. Pemisahan asrama dilakukan hanya berkaitan dengan
perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Pada asrama laki-laki dan perempuan ditempatkan seorang atau beberapa
orang pengasuh atau pembina sehari-hari.

c) Self confidence pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan


Remaja adalah masa yang sulit bagi seorang anak, dimana seorang anak mulai berkembang secara fisik, pemikiran,
dan psikologisnya. Masa remaja sering dikatakan sebagai masa dimana seorang anak berusaha untuk menemukan jati dirinya,
membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam proses pencarian jati dirinya, yaitu teman sebaya, keluarga, orang tua,
lingkungan sekolah, maupun masyarakat, (Putri & Hadi dalam Nazwali, 1996).
Masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas (Erikson dalam Nazwali, 1996). Ada
empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, moratorium, foreclosure, dan identitiy achieved
(Papalia, 2001). Tahapan remaja terdiri dari remaja awal dan remaja akhir.
Banyak hal yang terjadi di panti asuhan, semua remaja yang tingal di panti asuhan berhak memiliki self confience
yang positif, dimana di dalam panti asuhan terdapat keterbatasan dan konflik yang terjadi pada masa remaja. Kepercayaan diri
atau yang sering disebut Self Confidence merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di kalanga remaja.
Menurut Widoyoko (dalam Lestari, 2002) Self Confidence diartikan sikap positif seorang individu yang
memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi
yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri.
Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana
ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan percaya bahwa dia bisa, karena dia didukung oleh pengalaman, potensi
aktual, prestasi, serta harapan yang realistik terhadap diri sndiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi self confidence adalah orangtua, kawan sebaya, masyarakat. Biasanya remaja yang
tinggal di panti asuhan memiliki self confidence yang rendah. (Misnadiarly 2007) mengatakan bahwa self confidence yang rendah akan
membuat keyakinan diri seseorang menjadi rendah juga. Faktor dukungan kawan sebaya, masyarakat dan hilangnya dukungan orang
tua terhadap remaja yang tinggal di panti asuhan mengakibatkan pada umumnya seorang remaja memiliki Self Confidance yang
rendah.
Self Confidence telah dibangun remaja sejak masa kanak-kanak, tetapi tinggal di panti asuhan membuat sebagian
remaja menjadi bermasalah terhadap Self Confidence yang mereka miliki. Bagi remaja yang mendapatkan dukungan sosial yang baik
dan menerima keadaan dirinya maka Self Confidence-nya akan meningkat, tetapi bagi remaja yang tidak mendapatkan dukungan
sosial yang baik dan tidak dapat menerima keadaan dirinya maka Self Confidence-nya akanan menurun.
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran KepercayadirianRemaja di Panti Asuhan

Dalam melatih kepercayaandiri ,dilakukan kegiatan SAOMI ,saomi adalah kegiatan edukasi kepada anak-anak panti
asuhan yaitu pihak panti memasukan program-program melatihan kemandirian remaja , terutama pada mental anak yang pihak
panti asuh .
Sedangkan anak mempuyai karakteristik yang berbeda-beda , misalnya ada yang pemalu (kurang percayadiri) dan
ada juga yang sangat percayadiri, Tetapi pada umumnya remaja datang ke panti asuhan ini untuk menuntut ilmu ,sehingga
remaja tidak peduli akan keberadaannya. Lambat laun remaja menjadi termotivasi oleh pihak panti yang selalu membimbing
remaja ke arah yang lebih baik. Malah remaja menjadi anak yang berprestasi disekolahnya.
Pnulis menyimpulkan kepercyaan............dengan cara ditanamkannya pelatihan mental ,kemandirian, dan memberi
motivasi remaja lebih percayadiri dalam mengahadapi segala hal yang membimbing remaja ke arah yang lebihbaik .

B. Fakto-faktor Yang Mempegaruhi Kepercayaandiri Remaja di Panti Asuhan

a. Faktor pergaulan
Faktor pergaulan ini sangat mempengaruhi remaja ,karena apabila remaja bergaul dengan teman yang pendiam
maka remaja akan kurang percayadiri ,dan sebaliknya apabila remaja bergaul dengan anak-anak yang aktif disekolahnya
remaja akan terbawa menjadi percayadiri yang tinggi dan remaja akan berpengetahuan yang luas sehingga ,dapat
menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
b. Faktor dorongan,arahan/ motivasi
Faktor dorongan/motivasi sangat berpengaruh terhadap remaja ,karena apabila remaja tidak dimotivasi oleh orang
terdekat takutnya remaja menjadi pendiam(tidak percayadiri) dan tidak ada kemauan ke arah yang lebih baik dan takutnya akibat tidak
adanya motivasi/arahan remaja merasa tidak adanya dorongan/arahan sehingga berdampak negatif. misalnya bergaul dengan
sembarang orang ,dan terbawa arus yang tidak baik(negatif) .

Kesimpulan:
Dengan dorongan,arahan/motivasi sangat berpengaruh bagi remaja untuk mementukan jalan hidupnya ,karena apabila remaja kurang
termotivasi oleh orang- orang terdekat remaja menjadi kurang percayadiri dan berakibat negatif terhadap lingkungannya.
Dengan adanya pergaulan yang mengarah ke hal-hal positif remaja bisa percayadiri dalam melkukan segala sesuatu dan adanya
kemauan untuk mencoba hal yang baru yang mengarah ke hal yang lebih baik dan menjadi berani dalam menghadapi suatu hal yang
bermanfaat untuk kelangsungan hidupnya.yaandiri yang Tinggi

C. Upaya Panti Asuhan Agar Remaja di Panti Asuhan Mempunyai Kepercayaandiri yang Tinggi
Memberikan tugas kepada remaja ,misalkan pada saat ada tamu, dan pihak panti tidak ada dipanti, remaja yang harus
melayani tamu dengan baik dan sopan , tetapi tidak hanya di panti saja diluar pantipun remaja harus bersikap sopan. Dengan
memberikan tugas seperti itu kepada remaja , hal-hal seperti itu bisa menjadi latihan mental,kepercayadirian remaja itu sendiri.
Bergotong royong baik dimasyarakat maupun dilingkungan panti adalahsalah satu cara untuk melatih kepercayaandiri
remaja, karena dengan hal-hal seperti itu remaja dapat berinteraksi dengan orang-orang dimasyarakat /lingkungan sekitarnya dan
remajapun bisa menjadi lebih percayadiri.

Kesimpulan :
Dengan adanyanya pelatihan mental seperti itu remaja dapat bersosialisasi dengan orang yang baru dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Oleh karena itu hal-hal seperti itu dapat menjadikan remaja menjadi lebih percayadiri.
BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada Bab IV, maka diperoleh kesimpulan dan saran sebagai
berikut:

A. Kesimpulan

Dengan ditanamkannya pelatihan mental ,kemandirian dan memberi motivasi remaja lebih percayadiri dalam
mengahadapi segala hal yang membimbing remaja ke arah yang lebihbaik .melalui dorongan,arahan/motivasi juga sangat
berpengaruh bagi remaja untuk menentukan jalan hidupnya ,karena apabila remaja kurang termotivasi oleh orang- orang
terdekat remaja menjadi kurang percayadiri dan berakibat negatif terhadap lingkungannya.
Adapun pergaulan yang mengarah ke hal-hal positif remaja bisa percayadiri dalam melakukan segala sesuatu dan
adanya kemauan untuk mencoba hal yang baru yang mengarah ke hal yang lebih baik dan menjadi berani dalam menghadapi
suatu hal yang bermanfaat untuk kelangsungan hidupnya.
Dengan adanyanya pelatihan mental seperti itu remaja dapat bersosialisasi dengan orang yang baru dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu hal-hal seperti itu dapat menjadikan remaja menjadi lebih
percayadiri.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai