Anda di halaman 1dari 36

dr.

Ni Made Adi Tarini, SpMK


 Angka kematian:
 50%  apabila tidak diobati dan penderita tidak mempunyai kekebalan
 10%  dengan terapi (CDC Manual for the Surveilans of Vacciine Preventable Diseases, 2017).

 Angka kematian Difteri rata-rata 5 – 10% pada anak usia kurang 5 tahun dan 20% pada dewasa
(diatas 40 tahun)(CDC Atlanta, 2016).
 Penyakit Difteri tersebar di seluruh dunia. Terutama: cakupan vaksin rendah, kumuh
 Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 7347 kasus dan 7217 kasus di antaranya (98%) berasal dari
negara-negara anggota WHO South East Asian Region (SEAR).
 Indonesia:
 2013: 775 kasus (19% dari total kasus SEAR)
 2014: 430 kasus 2014 (6% dari total kasus SEAR)
 2015: 529 kasus
 2016: 591

 Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/ Kota dan pada tahun 2016 menjadi 100 Kabupaten/ Kota.
 Batang langsing
 Membulat pada kedua ujung
 Pleomorphic
 Gram positif
 Tersusun seperti huruf cina
 Memiliki granule metakromatik
(Babes-Ernst body)
 Berasal dari bahasa
Yunani ”diphteriae” = kulit
 Corynebacterium diptheriae strain toksin
 Terinfeksi bakteriofaga (virus bakteri)
 Bakteriofaga membawa gen penghasil toksin
(tox+)
 Tidak semua C.diphteriae menghasilkan toksin
 Toksin menghambat elongasi factor
2 kematian sel
 Manusia adalah satu-satunya reservoir
 Penularan terjadi secara droplet (percikan ludah) (kontak erat)
 Misalnya: batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi
di kulit
 Karier asimtomatik penting dalam penularan
 Suspek Difteri adalah orang dengan gejala faringintis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya
disertai demam tidak tinggi dan adanya pseudomembran putih keabuabuan yang sulit lepas, mudah
berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi. Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan
faring.
 Probable Difteri adalah orang dengan suspek Difteri ditambah dengan salah satu gejala berikut:
 Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu).
 Imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster.
 Berada di daerah endemis Difteri.
 Stridor, Bullneck.
 Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit.
 Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut.
 Myocarditis.
 Meninggal.

 Kasus kontak adalah orang serumah, teman bermain, teman sekolah, termasuk guru dan teman kerja
yang kontak erat dengan kasus.
 Kasus carrier adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium diphteriae.
 Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus suspek Difteri dengan hasil kultur
positif dan atau PCR positif yang telah dikonfirmasi dengan Elek test
 Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus yang memenuhi kriteria
suspek Difteri dan mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium.
 Kasus kompatibel klinis adalah kasus yang memenuhi kriteria suspek Difteri
namun tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium (butir 1 di atas) maupun kasus konfirmasi hubungan epidemiologi
(butir 2 di atas)
 Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan 1 kasus klinis Difteri, baik
yang sudah ada atau yang belum ada hasil laboratoriumnya serta harus
dilaporkan secara berjenjang dan dilakukan penyelidikan epidemiologi dalam
waktu 1 x 24 jam.
Gram Neisser Albert
Pewarnaan albert
Makna

 Hanya bisa mengetahui


Corynebacterium sp (difteroid)
 Menguatkan suspek
Tinsdale Medium dan Loffler
Tellurite Agar medium

Kultur dilanjutkan dengan uji biokimia


(katalase (+), urea (-), Nitrate (+)  spesies
C. diphteriae
• Kertas saring mengandung antitoksin,
diletakkan tegaklurus goresan kultur
• Jika bakteri menghasilkan toksin, akan
terbentuk garis presipitat dg sudut 45
derajat
PCR SEROLOGI

 Mendeteksi gen pengode toksin  Lebih cepat dibandingkan Elek (3


jam)
 Hasil cepat langsung dari swab
 Dari kultur
 Bisa mendeteksi pada kuman mati
 100% sesuai dengan Elek
 Supportive bukan konfirmasi
 Berbagai teknik: immunoblotting,
passive hemagglutination, dsb
 Media transport Amies
 Spatula/ penekan lidah
 Alat Pelindung Diri
 (Jas Laboratorium Lengan Panjang,
Sarung Tangan, Masker bedah)
 Additional: penutup kepala, google
 Posisi petugas pengambil berada
disamping kanan penderita.
 Pasien dipersilahkan duduk dengan
sandaran dan tengadahkan kepala
penderita.
 Jika pasien di tempat tidur maka pasien
diminta terlentang
 Pasien diminta membuka mulut dan
mengatakan “ AAA
 Buka swab dari pembungkusnya, dengan
spatula tekan pangkal lidah , kemudian
usapkan swab pada daerah faring dan tonsil
kanan kiri. Apabila terdapat membran putih
keabuan usap disekitar daerah tersebut
dengan menekan agak kuat (bisa sampai
berdarah)
 Buka tutup media Amies masukkan segera
swab (swab harus terendam media) tutup
rapat.
 Posisi petugas pengambil berada
disamping kanan penderita.
 Pasien dipersilahkan duduk dengan
sandaran dan tengadahkan kepala
penderita.
 Jika pasien di tempat tidur maka pasien
diminta terlentang.
 Buka swab dari pembungkusnya,
masukkan swab pada lubang hidung
sejajar palatum, biarkan beberapa
detik sambil diputar pelan dan ditekan
(dilakukan untuk hidung kanan dan
kiri).
 Buka tutup media Amies masukkan
segera swab (swab harus terendam
media) tutup rapat.
 Sebelum dilakukan swab luka, luka
jangan dibersihkan terlebih dahulu
untuk mendapatkan jumlah spesimen
yang cukup dan organisme yang
maksimal.
 Lakukan swab luka pada daerah
yang dicurigai, putar swab searah
jarum jam sekali saja, Lalu tarik
kapas swab dengan hati-hati,
masukkan ke dalam media transport
amies
 Nama
 Umur
 Jenis Kelamin
 Tanggal dan Jam Pengambilan
 Tidak lebih dari 48 jam setelah
pengambilan.
 Tidak diperkenankan menggunakan
pendingin/ice pack.
 Diberi alamat lengkap pengirim dan
alamat lengkap laboratorium yang
dituju disertai no telepon.
TRANSPORTASI SPESIMEN:
TRIPLE PACKAGING
 BLK propinsi Bali / RSUP Sanglah Denpasar
 Pemeriksaan kultur dan isolasi Corynebacterium diphtheriae,
Toksigenitas dengan PCR dan Elek test serta serologi dapat
dilakukan.
 Laboratorium Pusat Penyakit Infeksi-Pusat Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes Kemenkes, Jakarta
 Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK), Surabaya
 B/BTKLPP atau Laboratorium provinsi yang mempunyai
kemampuan pemeriksaan difteri.
 Tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat pasien Difteri harus sudah memiliki imunisasi
lengkap.
 Bila pasien dirawat, tempatkan dalam ruang isolasi (single room/kohorting), tidak perlu tekanan
negatif.
 Lakukan prinsip kewaspadaan standar, antara lain: kebersihan tangan dengan 5 indikasi WHO.
 Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan indikasi:
 Masker bedah
 Apabila dalam kontak erat dengan pasien (jarak <1 meter), selain masker juga harus menggunakan sarung
tangan, gaun, dan pelindung mata (seperti: google, face shield)
 Apabila melakukan tindakan yang menimbulkan aerosolisasi (misal: saat intubasi, bronkoskopi, dll) dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan masker N95
 Pembersihan permukaan lingkungan dengan desinfektan (chlorine, quaternary ammonium compound, dll.)
 Terapkan etika batuk, baik pada tenaga kesehatan maupun masyarakat.
 Bagi pasien yang harus didampingi keluarga, maka penunggu pasien harus menggunakan APD (masker
bedah dan gaun) serta melakukan kebersihan tangan.
Item Airborne Droplet Kontak
Ruangan Single room Single room Single room
bertekanan negatif
(ACH>12x/menit)
APD N95 Masker bedah Sarung tangan dan
gaun
Transportasi Dibatasi, pasien Dibatasi, masker Gaun
masker N95 bedah
Contoh penyakit TB, campak, varisela Difteri MDRO, pus dan diare
profuse
 Penyelidikan epidemiologi (pelacakan) harus dilakukan secepatnya (<24 jam)
setelah mendapat laporan adanya KLB.
 Hasil wawancara diupayakan agar bisa diketahui :
 Indeks kasus atau paling tidak dari mana kemungkinan kasus berawal.
 Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya.
 Cara penyebaran kasus.
 Waktu penyebaran kasus,
 Arah penyebaran penyakit
 Siapa, dimana, berapa orang yang kemungkinan telah kontak (hitung pergolongan umur).
Untuk mempermudah kemungkinan penyebaran kasus, sebaiknya dibuat peta lokasi KLB
dan kemungkinan mobilitas penduduknya
 Persiapan pemberian profilaksis dan imunisasi (ORI)
 Siapapun yang kontak erat dengan kasus, 7 hari sebelumnya dianggap berisiko tertular
 Kontak erat penderita atau karier meliputi :
 Anggota keluarga serumah
 Teman, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi rumah
 Kontak cium / seksual
 Teman di sekolah, teman les, teman mengaji, teman sekerja
 Petugas kesehatan di lapangan dan di RS
 Semua kontak erat harus dicari gejala dan tanda-tanda Difteri dan diawasi setiap hari
selama 7 hari dari tanggal terakhir kontak dengan kasus ini  pemeriksaan
tenggorokan untuk menemukan pseudomembran dan pengukuran suhu
 Erythromycin selama 7-10 hari
 Vaksinasi
 Skrining
 Dilakukan pengambilan specimen, pada:
 Seluruh kontak erat serumah.
 Kontak paling erat (keterwakilan) dari Tetangga, Teman sekolah, Teman Mengaji, Teman
Les, Teman Sekerja, kerabat, kontak cium /seksual, petugas kesehatan.
 Spesimen diambil dari penderita adalah usap hidung dan usap tenggorok,
demikian juga dengan kontak erat yang dicurigai menjadi karier.
 Namun dengan keterbatasan yang ada, untuk mengetahui adanya karier pada
kontak erat, specimen yang diambil adalah usap hidung saja.
 Pengambilan spesimen dilakukan sebelum sasaran tersebut mendapatkan
profilaksis dengan Eritromisin.

Anda mungkin juga menyukai