Anda di halaman 1dari 12

Outbreak Response

Immunization (ORI)
Difteri
UPT Puskesmas Sukarame
Januari 2018
DIFTERI
 Difteri merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae yang
sangat mudah menular dan berbahaya
karena dapat menyebabkan kematian
akibat obstruksi larings atau miokarditis
akibat aktivasi eksotoksin.
Selain difteri farings, tonsil, dan larings,
difteri juga menyerang difteri hidung dan
difteri kulit.
Difteri sangat menular melalui droplet
dan penularan dapat terjadi tidak hanya
dari penderita saja, namun juga dari
karier (pembawa) baik anak maupun
dewasa yang tampak sehat kepada
orang-orang disekitarnya.
Suatu wilayah dinyatakan dalam status
Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri jika
ditemukan minimal 1 (satu) kasus difteri
klinis.
Difteri klinis adalah orang dengan gejala
laringitis, naso faringitis atau tonsilitis
ditambah pseudomembran putih
keabuan yang tak mudah lepas dan
mudah berdarah di faring, laring dan
tonsil dan dilaporkan dalam 24 jam.
Dasar Hukum :
• Sesuai Permenkes Nomor
1501 Tahun 2010
PENYEBAB KLB :
• Karena terjadinya Immunity Gap kekebalan dalam
populasi karena akumulasi kelompok yang rentan
terhadap difteri, baik karena tidak mendapat imunisasi
atau karena imunisasinya tidak lengkap.
• Faktor kepadatan penduduk serta kepadatan hunian
rumah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
rumah dengan kapadatan lebih dari lima meningkatkan
risiko terjadinya penularan. Kejadian Luar Biasa lebih
sering terjadi pada wilayah dengan kepadatan
penduduk tinggi.
• Risiko KLB juga meningkat pada wilayah dengan
mobilisasi penduduk tinggi.
Berbagai strategi untuk menanggulangi
kejadian Difteri antara lain:
• Melakukan penyelidikan epidemiologi dan penemuan
kasus, kontak dan karier pada seluruh kasus Difteri. Hal ini
untuk menentukan ada atau tidaknya penularan dan
penyebaran kasus Difteri
• Melakukan rujukan segera kasus difteri ke rumah sakit,
serta memberikan antibiotika profilaksis pada kasus kontak
dan karier. Kemudian dilakukan tatalaksana kasus di Rumah
Sakit sesuai prosedur, seperti dengan menempatkan kasus
di ruang isolasi, serta mengurangi kontak dengan orang lain
• Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri agar
mencapai cakupan minimal 95%.
• Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI)
kasus difteri sebanyak 3 (tiga) putaran.
Tujuan Outbreak Response
Immunization (ORI):
(1). Memutuskan rantai penularan dengan
segera;
(2). Menurunkan jumlah kasus difteri ;
(3). Mencegah agar penularan tidak meluas
dengan memberikan imunisasi difteri
kepada kelompok usia tertentu.
STRATEGI ORI :
• Dilaksanakan sebanyak 3 putaran, dengan target
cakupan >90%.
• ORI dilaksanakan dengan interval 1 dan 6 bulan,
pada kelompok sasaran usia 1 – <19 tahun (kelas
3 SLTA).
• Terdapat 3 macam jenis vaksin yang
dipergunakan untuk ORI, yaitu : Vaksin DPT-HB-
Hib (Penta valen) untuk anak usia 1 s/d <5 tahun,
Vaksin DT untuk anak usia 5 s/d <7 tahun; dan
Vaksin Td untuk usia 7 s.d <19 tahun
Lanjutan...........

• Selain hal tersebut, strategi ORI dilakukan


dengan melibatkan organisasi profesi
(IDAI, IDI, IBI,PPNI, dan lainnya) untuk
meningkatkan keberhasilan. ORI
dilaksanakan di sekolah-sekolah,
Posyandu, Puskesmas dan Faskes lainnya.
STRATEGI BUKAN ORI
• Penguatan program imunisasi rutin (bayi, Baduta
dan BIAS);
• Penjangkauan sasaran yang tidak atau belum
lengkap status imunisasi rutinnya;
• Perbaikan manajemen program, seperti kualitas
rantai dingin vaksin serta pelayanan imunisasi;
• Peningkatan kinerja surveilans PD3I (Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi);
• Tetap mempertahakan cakupan imunisasi rutin
difteri tetap tinggi dan merata (minimal 95%).

Anda mungkin juga menyukai