Anda di halaman 1dari 34

Referat

EPILEPSI PADA WANITA


Disusun Oleh :
Anggia Fabelita
Virdhanitya V

Pembimbing :
dr. Sri Handayani, Sp.S
OUTLINE

• PENDAHULUAN
• TINJAUAN PUSTAKA
• KESIMPULAN
Pendahuluan
 Epilepsi  Gangguan kronis pada otak yang dapat mempengaruhi
baik pria maupun wanita pada semua usia.
 Kelainan ini ditandai dengan terjadinya kejang berulang, spontan
(unprovoked), dengan sifat kejang yang sama dan menyebabkan
konsekuensi neurobiologi, kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi
ini.
 Banyak wanita dengan epilepsi mengalami perubahan pada
frekuensi dan tingkat keparahan kejang pada siklus reproduksi,
termasuk pubertas, selama siklus menstruasi, masa kehamilan, dan
pada saat menopause.
TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI

• Epilepsimenurut World Health Organization (WHO) 


Gangguan kronik pada otak yang menunjukkan gejala
berupa serangan kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik berlebihan pada sel-sel saraf otak (neuron)
yang timbul tiba-tiba dan biasanya berlangsung singkat.
EPIDEMIOLOGI

• Sekitar 50 juta orang di dunia memiliki epilepsi. Perkiraan


proporsi epilepsi aktif pada populasi umum pada waktu
tertentu yaitu antara 4 sampai 10 per 1000 orang.
• Di Indonesia, prevalensi epilepsi yaitu 0.5-0.6% dimana
diperkirakan terdapat 1,5 juta orang dengan epilepsi.10
Kejadian epilepsi pada laki-laki sebesar 5,88 dan wanita
sebesar 5,51 tiap 1000 penduduk.
ETIOLOGI
• Epilepsi idiopatik atau epilepsi primer yang tidak memiliki
penyebab yang dapat diidentifikasikan.
• Penyebab Epilepsi sekunder atau Epilepsi simtomatik :
- Kerusakan otak dari cedera prenatal atau perinatal
- Kelainan kongenital
- Sindrom genetik tertentu
- Akibat penyakit neurologi lain (seperti alzheimer)
- Infeksi pada otak dan selaput otak (seperti meningitis,
ensefalitis, neurocysticercosis)
- Tumor otak, cedera kepala berat, penyumbatan atau
kelainan pembuluh darah otak
PATOFISIOLOGI

• Patofisiologi dasar serangan epilepsi ialah gangguan


fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps.
• Epileptic (seizure) apapun jenisnya selalu disebabkan oleh
transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola
yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut
asinkronisasi dari impuls
 Secara teoritis hal yang menyebabkan itu antara lain :
- Fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang
optimal  Pelepasan impuls epileptik berlebihan 
Konsentrasi GABA yang kurang.
- Pada penderita epilepsi mengandung konsentrasi GABA
yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). Hambatan
oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post
sinaptik.
- Fungsi neuron eksitatorik berlebihan  Pelepasan impuls
epileptik yang berlebihan  pencetus impuls (eksitatorik)
yang terlalu kuat  meningkatnya konsentrasi glutamat
di otak. Pada penderita peningkatan kadar glutamat pada
berbagai tempat di otak.
Klasifikasi Epilepsi
• International League Against Epilepsi (ILAE)
membagi kejang menjadi 2 kelompok utama: kejang
onset fokal dan kejang onset umum.
- Kejang fokal sederhana
- Kejang fokal kompleks
- Kejang tonik-klonik umum sekunder
- Kejang absence atau petit mal
- Kejang mioklonik
- Kejang klonik
- Kejang tonik
- Kejang umum tonik-klonik primer atau Grand mal
- Kejang atonik
Epilepsi pada wanita
 Pada wanita faktor hormonal sangat berperan penting
dalam kejadian terjadinya epilepsi. Dimana estrogen
mempunyai efek epileptogenik ringan , efek estrogen
menurunkan GABA dan sebagai agonis dari glutamat.
 Sedangkan Progesteron sebagai anti epileptogenik
lemah.
 Maka dari itu akibat dari efek estrogen yang melebihi dari
progesteron sehingga meningkatkan ambang kejang
pada wanita
Epilepsi pada wanita

 Epilepsi Pubertas
 Epilepsi fokal mengalami peningkatan frekuensi
bangkitan disekitar waktu menarke
 Kejang umum idiopatik seperti epilepsy mioklonik pada
masa remaja( juvenile myoclonic epilepsy) adalah tipe
kejang yang paling sering muncul saat akil balik
 Epilepsi pada Menstruasi
 Epilepsi katamenial adalah epilepsy yang terjadi selama
menstruasi, beberapa hari menjelang atau sesudah
menstruasi. Bangkitan pada epilepsy katamenial lebih
sering terjadi pada jeni fokal kompleks. Diagnosis
berdasarkan pada catatan harian tentang peningkatan
frekuensi dan lamanya bangkitan epilepsy saat
menjelang , selama dan sesudah menstruasi serta pila
menstruasi
Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium maupun
pemeriksaan lain
Anamnesis
 Kejang seperti apa
 Kejang nya pada sebagian tubuh atau seluruh tubuh atau dari
sebagian tubuh menjadi seluruh tubuh
 Kejangnya sperti apa? Apa pasien kelojotan? Apa pasien
terlihat sperti melamun tp tubuhnya kejang?
 Brp lama kejadian kejang
 Sudah brp kali kejang sperti ini dalam setahun?
 Penurunan kesadaran apa tidak, dan brp lama?
 Keadaan pasien sbelum kejang seperti apa? Apa pasien merasa
ada mencium bau2 tertentu , melihat sesuatu, pusing? ( aura)
 Pada saat selesai kejang gimana keadaan pasien? Apa mulut
berbusa? Mata mendelik keatas?
 Apa pasien sebelumnya demam? Kurang makan?
 Apa pasien sedang menstruasi? ( epilepsi Katamenial )
Pemeriksaan fisik

 Kesadaran
 Gcs
 Tanda vital : TD, nadi , RR , Suhu
 Reflek pupil, RCL, RCTL
 Kekuatan motorik
 Sensoris
 Reflek fisiologis, reflek patologis
 Rangsang meningeal
Pemeriksaan penunjang

 Laboratorium
 Pemeriksaan LCS ( lumbal Pungsi )
 CT- Scan
 MRI
 EEG
 Pemeriksaan Psikis
 Terapi epilepsy katamenial
 Tambahkan OAE yang bekerjaa cpeat sperti klobazam. Dosis
klobazam 20-30mg / hari dalam 2-4 hari sebelum , selama dan
setleah menstruasi
 Obat tambahan lain adalah asetozolamid yang diberikan 5-10
hari sebelum, selama dan sesudah haid. Ada 2 dosis yang
dianjurkan adalah
 Dosis 250 mg 1-2x per hari selama 5-7 hari sebelum , selama dan
sesudah menstruasi
 Dosis 5 mg/kgBB/ hari selama 3hari seblum , selama dan sesudah
menstruasi

 Terapi hormone menggunakan progesterone dan progestin


Epilepsi Pada Kehamilan
 Menurut International League Against Epilepsi (ILAE),
o Epilepsi yang telah diderita sebelum kehamilan
o Termed gestational epilepsi,
o Gestational onset epilepsi
 Disebabkan karena pengaruh hormonal, metabolik, dan psikis.
 Peningkatan produksi estrogen oleh plasenta dan kelenjar adrenal janin
dapat menurunkan ambang kejang dan memperburuk epilepsi
 Dapat menyebabkan komplikasi maternal dan fetal/neoantal.
 Komplikasi maternal : bangkitan berulang (hipoksia), status epileptikus,
bangkitan saat persalinan, hipertensi kehamilan, persalinan preterm.
 Komplikasi pada fetal/neonatal : keguguran kelainan kongenital, hipoksia,
kurangnya usia kehamilan dan BBLR, kelahiran preterm, IQ rendah dan
perilaku abnormal
 Teratogenitas OAE
 Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada
kehamilan .
 Terdapat peningkatan efek teratogenesitas yang lebih
tinggi pada ibu yang menggunakan asam valproat serta
penggunaan politerapi.
 Pemberian asam folat pada perempuan yang
merencanakan kehamilan pada saat hamil terutama pada
trimester I dengan dosis 1-5 mg perhari untuk mencegah
defek neural tube.
 Berhubungan positif dengan IQ anak yang lahir dari
perempuan yang mengkonsumsi OAE
 OAE generasi baru rendah teratogenik
 Gabapentin untuk terapi add-on pada epilepsy fokal , tersedia
dalam bentuk tablet, dosis epilepsy 2400-4800 mg/ hr
 Lamotrigin merupakan antifolat lemah dan bekerja sebagia
mdoulasi kanal natrium, speektrum luas , merupakan lini
pertama untuk epilepsy umum dan parsial. Bentuk sediaan
berupa tablet dan dispersible tablet dengan dosis pemeliharaan
monoterapi 100-400mg / hari
 Oxcarbazepin tersedia dalam kemasan tablet dan suspense oral,
dosis antara600-2400 mg/ hari.
 Topiramat, obat dengan spectrum luas pada epilepsy fokal dan
umum sekunder, tersedia dalam bentuk tablet dan sprinkle
capsule dengan dosis harian 75-400 mg/ hari
 Zonamide, suatu sulfonamide memilik spectrum luas. Efektif
pada epilepsy fokal dan epilepsy umum refrakter. Sediaan dalam
bentuk kapsul dengan dosis pemeliharaan 1500-500mg / hari
 Setelah persalinan
 Strong evidence
 ASI tetap diberikan
 Diperhatikan apakah ada kesulitan minum dan efek sedasi pada bayi
 Weaker evidence
 Kadar OAE dipantau sampai minggu ke 8 pasca persalinan
 Bila oae dinaikan selama kehamilan turunkan kembali sampai
kekadar dosis sebelum kehamilan untuk menghindari toksisitas
Tatalaksana perempuan dengan
epilepsy dan kehamilan

 Sebelum hamil: strong evidence( Class 1)


 Terapi diberikan optimal sebelum konsepsi
 Bila memungkinkan ganti ke OAE yang kurang teratogenik dan
dosis efeketi harus tercapi sekurang-kurangnnya 6 bulan
sebelum konsepsi
 Diberikan asam folat (0,4mg/hari ) selama masa reproduksi dan
dilanjutkan selama kehamilan
 Saat hamil
 Strong evidence( Class I )
 Jenis OAE jangan diganti bila tujuannya hanya untuk
mengurangi risiko teratogenik
 Penggunaan pollifarmasi atau asam valproate perlu dilakukan :
 Pemeriksaan kadar alfa-fetoprotein serum meningkat
 Pemeriksaan USG level II
 Amniosentesis untuk pemeriksaan kadar alfa fetoprotein dan
asetilkolinesterase dalam cairan amnion
 Weeker evidence ( class III)
 Penyandang epilepsy dengan bangkitan terkontrol, kadar OAE
diperiksa sebelum konsepsi, awal tiap terisemster dan pada bulan
terakhir kehamilan, juga dapat dipantau bila ada indikasi (
misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan kataatan minum
obat)
 Diberikan vitamin K 10mg/ hari dalam bulanterakhir kehamilan
pada penyandang menggunakan anti epilepsy yang menginduksi
eznim p450( fenorbarbital,fenitoin, karbamazepin)
 Persalinan pada penyandang epilepsy
 Persalinan harus dilakukan diklinik atau rumah sakit dengan
fasilitas untuk perawatan epilepsy dan unit perawatan
intensif untuk neonates
 Persalinan dpat dilakukan secara normal pervaginam
 Selama persalinan, OAE harus tetap diberikan . apabila perlu
penyandang epilepsy dapat diberi dosis tambahan dan atau
obat perntereal terutamabila terjadi partus lama
 Terapi kejang saat melahirkan dianjrukan sebaiknya
digunakan lorazepam, diazepam, fenitoin iv. Dosis lorasepam
0,07 mg/kg jika perlu dapat diulangi setelah 10 menit.
Diazepam 10 mg iv dab febutiub 15-20 mg / kg diikuti dosis 8
mg/kg / hr, diberikan 2kali / hari secara iv atau oral
 Vitamin K 1 mg im diberikan pada neonates saat dilahirkan
oleh ibu menggunakan OAE penginduksi – enzim untuk
mengurangi risiko terjadinya perdarahan. Pemeruan ulang
vitamin K2 mg oral pada neonates dilakukan pada akhir
minggu pertama dan akhir minggu ke -4
 Menyusui pada perempuan dengan epilepsy
 Fenitoin dan asam valproate mempunyai proporsi ikatan pada
protein cukup tinggi sehingga kadarnya dalam ASI cukup rendah
 Karbamazepin dan fenorbarbital terdapat d dalam ASI dengan
kadar yang lebih tinggi
 Lamotrigin dan topiramat mempunyai ikatan protein yang
rendah sampaai sedang, demikian pula konsterasi yang
ditemukan pada ASI
 Gabapentin , dana levetisetam tidak ada ikatan protein dan
mempunyai konstrasi yang ekuivalen dengan serum maternal
dan ASI
 Epilepsi pada menopause
 Pada masa perimenopause, terjadi peningkatan risiko untuk terjadi awitan
bangkitan dan keparahan epilepsy . menopause dapat mengurangi
frekuensi kejang pada epilepsy katamenial, bangkitan yang terjadi pada usia
lanjut, dan bangkitan yang terkontrol dengan baik
 OAE yang menginduksi enzim P450, umumnya masih digunakan pada
perempuan menopause. OAE jenis ini dapat mempengaruhi metabolism
kalsium dan menekan produksi bentuk vitamin D aktif yang akan
meningkatkan risiko gangguan tulang sperti osteoporosis, osteopenia,
osteomalasia, dan fraktur. Dianjurkan menggunaka OAE non induksi enzim
yang dilaporkan lebih baik untuk perempuan. Valproate juga meningkatkan
risiko terjadinya kelainan tulang walaupun mekanisme belum diketahui
 Terapi sulih hormon jg bs dipakai pada epilepsi menopause
Diagnosis banding

 Sinkope
 Gangguan jantung
 Hipoglikemia
 Keracunan
 Histeria
Tatalaksana

 Tatalaksana epilepsy secara umum meliputi tiga bidang:


 1. Penegakan diagnosis yang mengenai jenis bangkitan,
penyebabnya dengan tepat.
 2. Terapi
 3. Rehabilitasi, sosisalisasi, edukasi
Terapi obat epilepsi pada wanita

 Golongan hidantoin ( tidak baik pada kehamilan)


 Golongan obat epilepsi lain sperti : Sodium valproat
 Golongan Barbiturat : Fenorbarbital( DOC dari epilepsi
pada kehamilan )
Pencegahan

 Asupan nutrisi yang baik


 Pemilihan obat yang bener pada pasien wanita epilepsy
yg hamil agar tidak terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan.
Prognosis

 Pasien epilepsy yang mengalami kehamilan prognosisnya


lebih buruk dibandingkan wanita normal. Karena
pengaruh dari epilepsy tersebut selain berbahaya buat
janin dan ibu. Dan juga banyak efek samping dari obat
epilepsy yang memiliki efek samping yang beraneka
ragam pada saat kehamilan bagi bayi
KESIMPULAN
• Epilepsi pada wanita sangat erat kaitannya dengan faktor
hormonal yang dimiliki oleh wanita, diantaranya adalah
hormon estrogen dan progesteron. Dimana estrogen telah
terbukti memiliki sifat prokonvulsan yang dapat meningkatkan
aktivitas kejang dengan menurunkan batas ambang kejang.
Sedangkan progesteron telah terbukti memiliki sifat
antikonvulsan. Bangkitan epilepsi seringkali berhubungan
dengan menarce, siklus menstruasi, dan menopause.
• Mengingat hal tersebut, maka dalam menangani wanita
dengan epilepsi harus memperhatikan berbagai perubahan
fisiologi yang terjadi pada pasien. Pemilihan Obat Anti Epilepsi
dan penjelasan mengenai epilepsi pada penderitanya sangat
diperlukan agar penderita dapat memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesehatannya.

Anda mungkin juga menyukai