Anda di halaman 1dari 16

EPILEPSI PADA

ANAK
FIRDHA ANNYSSA
111 2016 2092
PEMBIMBING: DR. HJ.
SRIWATI PALAGUNA,
SP.A, MARS
Latar Belakang
Epilepsi pada anak merupakan salah
satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sehingga menjadi penyebab utama
kunjungan ke pusat pengobatan terutama
bagian emergensi. Angka epilepsi lebih
tinggi di negara berkembang dengan
insiden mencapai 100:100.000.
Hampir 70% dari penderita epilepsi memberikan
respon baik terhadap pengobatan, sisanya sebanyak
30% penderita tidak mendapatkan pengobatan yang
semestinya. Penderita epilepsi dan keluarganya
mendapat stigma yang buruk dari masyarakat. Oleh
karena itu, perlu diagnosis dini terhadap epilepsi agar
dapat diobati secara tepat sehingga penderita
mengalami remisi.
Tinjauan Pustaka
 Definisi
Epilepsi merupakan kondisi neurologis kronik
yang paling umum terjadi pada orang dari segala
umur, ras, dan kelas sosial yang ditandai dengan
kejang berulang dalam waktu lebih dari 24 jam.
Kejang terjadi ketika suatu aktivitas listrik abnormal
pada otak menyebabkan perubahan yang tidak
disadari pada pergerakan dan fungsi tubuh,
sensasi, kesadaran, dan tingkah laku.
 Epidemiologi
insiden epilepsi lebih tinggi di negara berkembang
dibanding negara maju. Di indonesia, setidaknya
terdapat 700.000- 1.400.000 kasus epilepsi dengan
pertambahan sebesar 70.000 kasus baru tiap tahun.
Dari jumlah ini diperkirakan 40-50% kasus terjadi pada
anak.
 Etiologi dan Faktor Resiko

Dari etiologi dibagi menjadi 2 kelompok:


1. Epilepsi primer/ epilepsi idiopatik
2. Epilepsi sekunder/ epilepsi simptomatik
Adapun faktor resiko dari epilepsi:
1. Faktor prenatal: asfiksia
2. Faktor perinatal: prematur, partus lama,
persalinan dibantu alat seperti forcep
dan vakum
3. Faktor postnatal: kejang demam, tumor
otak, infeksi susunan saraf pusat
4. Faktor herediter
 Patogenesis
 ManifestasiKlinis dan Klasifikasi
1. Kejang parsial simplek
Biasanya sebagian kejang dialami
hanya beberapa detik. Penderita
mengalami sensasi, gerakan, atau, kelainan
psikis yang abnormal tergantung daerah
otak yang terkena.
2. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama
dengan kejang parsial simplek, tetapi yang
paling khas terjadi adalah penurunan
kesadaran dan otomatisme.
3. Kejang absen
Kejang ini terdiri dari penurunan kesadaran
dan penghentian semua aktivitas motorik.
4. Kejang mioklonik
Kontraksi singkat otot atau sekelompok otot.
Hal ini dapat terjadi sekali atau berulang-ulang.
5. Kejang klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan
kejang mioklonik, tetapi kejang yang terjadi
berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2
menit.
6. Kejang tonik
Bentuk kontraksi otot tonik dengan
kesadaran berubah, kontraksi menyebabkan
ekstensi leher, kontraksi otot wajah, dengan
mata membuka secara luas dan melihat ke
atas, kontraksi otot respirasi.
7. Kejang tonik-klonik
Kesadaran hilang dengan cepat dan
disertai kontraksi yang menetap dan masif di
seluruh otot. Fase tonik berlangsung 10-20 detik
dan diikuti fase klonik yang berlangsung sekitar
30 detik. Tampak jelas fenomena otonom,
seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan
takikardi.
8. Kejang atonik
Hilangnya tonus mendadak dan
biasanya total pada otot anggota badan,
leher sehingga penderita bisa tiba-tiba
jatuh ke tanah seperti boneka kain.
 Diagnosis
1. Anamnesis: onset dan durasi, gejala penyerta,
frekuensi kejang, faktor pencetus, periode bebas
kejang, riwayat pengobatan, riwayat keluarga,
riwayat perinatal dan persalinan.
2. Pemeriksaan fisis: observasi cara berjalan, interaksi
sosial, pemeriksaan fisik sistem, serta pemeriksaan
neurologis.
3. Pemeriksaan penunjang:
 EEG (Elektroensefalografi)
Rekaman aktivitas listrik neuron otak.
Normalnya tidak ditemukan gelombang
abnormal.

 Pemeriksaan cairan serebrospinal


Umumnya normal, namun biasa
dilakukan pada pendertia dengan proses
degeneratif.

 CT Scan dan MRI


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai