Anda di halaman 1dari 102

IRIGASI DAN

BANGUNAN AIR I

MATERI KULIAH :
1. Pendahuluan
2. Perencanaan Daerah Irigasi
3. Kebutuhan Air Irigasi
4. Perencanaan Saluran
5. Perencanaan Bangunan (Bangunan
Bagi/Sadap/Pelengkap)
BUKU PEGANGAN

• Ditjen Pendidikan Tinggi, Irigasi dan Bangunan Air,


Penerbit Gunadharma
• Direktorat Irigasi I, Standar Perencanaan Irigasi,
Galang Persada
• Kodoatie, Sjarief, Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu, Penerbit Andi
• UU No.11 Tahun 1993 tentang Sumber Daya Air
• PP No.20 tahun 2006 tentang Irigasi
PENDAHULUAN
• Air merupakan bagian dari sumber daya alam yang
bersifat terbarukan dan dinamis (sesuai waktu
sepanjang tahun)
• Untuk tanaman, kebutuhan air mutlak. Jika kekeringan
tanaman akan mati.
• Pemanfaatan air, untuk :
- Air baku
- Irigasi
- PLTA
- Pengelontoran
- Lalu lintas air
- Rekreasi
- Perikanan
• Irigasi sangat penting untuk dikembangkan di
Indonesia, karena negara kita adalah negara “agraris”
• Berdasarkan sejarah kehidupan manusia, diketahui
bahwa hubungan manusia dengan sumber daya air
termasuk irigasi sudah terjalin berabad-abad lalu.
Beberapa Negara/kerajaan besar sudah membuat
jaringan irigasi, seperti di Mesir, Mespotamia. Juga di
Indonesia seperti Majapahit, Sriwijaya, dll.
• Sejak dahulu manusia telah mengolah tanah dengan
tumbuhan penghasil makanan (padi, gandum,dll), yang
memerlukan kebutuhan air.
Manusia membuat bangunan dan saluran yg berfungsi
sebagai sarana pengambil, pengatur & pembagi air
sungai utk irigasi yang membasahi lahan pertaniannya.
• Irigasi adalah suatu sistem tata cara pembagian air dari
sumbernya baik berupa mata air, sungai atau waduk
yang ekonomis dan pengadaannya dapat berlangsung
setiap musim (musim penghujan dan musim kemarau)
Pengertian Irigasi (PP 20 th.2006 ttg Irigasi)
• Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air
bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak
• Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna
meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan
pangan nasional dan kesejahteraan petani yg diwujudkan
melalui keberhasilan sistem irigasi

• Sistem Irigasi
Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan
sumber daya manusia
• Daerah Pengaliran adalah :
Daerah pengaliran pada pengaliran sungai (DPS),
dimana apabila terjadi peristiwa-peristiwa alam dan
perubahan hidro-klimatologi, akan mempengaruhi
kondisi pengaliran pada sungai tersebut.
• Daerah Irigasi adalah :
Kesatuan wilayah atau daerah yang mendapat air
dari satu jaringan irigasi
• Daerah Potensial
Daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk
dikembangkan.
• Daerah Fungsional adalah :
Bagian dari daerah potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan; luas
daerah fungsional ini sama atau lebih kecil dari
daerah potensial.
• Jaringan Irigasi adalah :
Saluran & bangunan yg merupakan satu kesatuan dan
diperlukan utk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya.
• Petak Irigasi adalah :
Petak lahan yg memperoleh pemberian air irigasi dari
satu jaringan irigasi.
• Penyediaan Irigasi adalah :
Penentuan banyaknya air yg dapat dipergunakan untuk
menunjang pertanian.
• Pembagian air irigasi adalah :
Penyaluran air yg dilaksanakan oleh pihak yg
berwenang dlm eksploitasi pada jaringan irigasi utama
hingga ke petak tersier
• Penggunaan air irigasi adalah :
Pemanfaatan air irigasi di tingkat usaha tani
Tujuan Irigasi adalah :
Upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan
sistematis.
Manfaat Irigasi adalah :
• Membasahi tanah
• Daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu
(kemarau maupun penghujan)
• Menyuburkan tanah pada daerah pertanian sehingga
tanah dapat menerima unsur-unsur penyubur.
• Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah rawa
dengan endapan lumpur air irigasi.
• Penggelontoran air di kota,
• Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang
suhunya lebih tinggi daripada suhu
Didalam suatu daerah irigasi terdapat komponen-
komponen penunjangnyanya seperti :
• Bendung/bangunan utama, dimana air diambil dari sumbernya,
umumnya dari sungai atau waduk
• Sistem jaringan saluran pembawa, berupa saluran yang
mengalirkan air irigasi kepetak-petak sawah
• Sistem pembuangan, saluran ini terletak di luar daerah irigasi,
yang berfungsi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau
saluran pembuang alam
• Bangunan bagi, dan bangunan sadap, bagi sadap, yang
berfungsi untuk mengambil dan mengatur pembagian air ke
petak sawah secara proporsional
• Bangunan pelengkap, yaitu suatu bangunan yang dibuat untuk
mengatasi suatu rintangan alam (talang, siphon, gorong-2),
atau dibuat berdasarkan alasan teknis (bang. terjun, got miring)
• Dan lain-lainnya.
Kualitas Air Irigasi

Saat ini dengan tingkat pencemaran yang tinggi


berpengaruh kepada kualitas air irigasi . Tidak semua
air cocok untuk dipergunakan bagi kebutuhan air
irigasi.
Air yang dapat dinyatakan kurang baik untuk irigasi
biasanya mengandung :
- Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau
manusia
- Tingkat keasaman (Ph) dan kegaraman air
- Adanya Bakteri
Sistem Irigasi

Dalam perkembangannya (sumber dan cara


pengaliran airnya), irigasi dibagi menjadi
3 (tiga) type yaitu :

1. Irigasi sistem gravitasi.


2. Irigasi sistem pompa
3. Irigasi pasang surut.
Irigasi Sistem Gravitasi
• Irigasi sistem ini sumber airnya diambil dari air
permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk, dan
danau dari dataran tinggi. Pengaturan dan
pembagian air irigasi menuju ke petak-petak
sawah pengalirannya dilakukan dengan cara
perbedaan tinggi atau istilah lainnya gravitasi
(gaya tarik bumi)
Irigasi Sistem Pompa

• Irigasi sistem ini dilakukan apabila pengaliran air


ke sawah dengan cara gravitasi tidak dapat
dilakukan. Sistem ini sebisa mungkin dihindari,
sebab memerlukan biaya eksplotasi yang besar
walaupun biaya atau modal pertama kecil.
• Sumber air irigasi ini bisa diambilkan dari sungai
atau dari air tanah.
Irigasi Pasang Surut
• Irigasi sistem ini adalah irigasi yang memanfaatkan
pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang
surut air laut.
• Areal irigasi yang bisa memanfaatkan sistem ini
adalah areal irigasi yang mendapat pengaruh
langsung dari peristiwa pasang surut air laut.
• Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan
menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat
masam dan akan dibuang pada saat air laut surut.
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Didalam sistem pengoperasiannya (cara
pengaturan, cara pengukuran aliran air), dan
kelengkapan fasilitasnya kita mengenal beberapa
beberapa istilah didalam suatu daerah irigasi
yaitu :
1. Irigasi sederhana
2. Irigasi semi teknis dan
3. Irigasi teknis.
Irigasi Sederhana
• Di dalam sistem irigasi sederhana,
pengambilan atau pembagian air dari bendung
maupun dari bangunan sadap tidak diukur atau
diatur, air kelebihan pemakaian langsung
dibuang ke saluran pembuang alam.
• Biasanya persediaan air didaerah irigasi
sederhana ini cukup berlimpah, sehingga tidak
diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian
air
Sistem jaringan irigasi sederhana ini memiliki
banyak kelemahan-kelemahan seperti :

• Pemborosan dalam pemakaian debit air (tidak


terukur)
• Adakalanya saluran pembuang juga berfungsi
sebagai saluran pembawa/irigasi sesuai dengan
bentuk topogarfi dari daerah irigasi tersebut.
• Daerah persawahan yang jauh dari sumber air
belum tentu dapat menikmati airnya
• Banyaknya penyadapan-penyadapan yang
memerlukan biaya
• Biasanya bangunan utamanya bukan bangunan
tetap/permanen, sehingga umurnya mungkin
pendek
• Pada umumnya di daerah irigasi sederhana ini
kelompok pemakai air sudah membuat suatu
wadah organisasi sosial (mitra cai / P3A) yang
salah satu fungsinya adalah mengatur
pembagian air adil sehingga tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.
• P3A = Perkumpulan Petani Pemakai Air
Irigasi Semi Teknis
• Di dalam sistem irigasi semi teknis, biasanya bendung
terletak di sungai lengkap dengan pengambilan dan
bangunan pengukur dibagian hilirnya.
• Sistem pembagian airnya bisa sama dengan sistem
pembagian air pada jaringan irigasi sederhana. Ada
kemungkinan daerah layanan jaringan irigasinya lebih
luas daripada irigasi sederhana sehingga diperlukan
suatu organisasi yang lebih rumit.
• Apabila bendung berada di sungai maka diperlukan
lebih banyak keterlibatan pemerintah, dalam hal ini
Departemen Pekerjaan Umum, hal ini juga terkait
dengan Peraturan Managemen Pemakaian Air.
Jaringan Irigasi Semiteknis
Irigasi Teknis
• Didalam sistem irigasi teknis, terdapat
pemisahan fungsi yang jelas antara saluran/
jaringan irigasi dan jaringan pembuang.
• Saluran irigasi mengalirkan air irigasi kesawah-
sawah mulai dari bangunan pengambilan/sadap
sampai ke ujung sawah.
• Saluran pembuang mengalirkan air lebih dari
sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang
alamiah yang kemudian akan membuangnya ke
laut.
Jaringan Irigasi Teknis
Cara Pemberian Air Irigasi
Untuk mengalirkan dan membagi air irigasi, dikenal 4 cara
utama, yaitu :
1. Pemberian air irigasi lewat permukaan tanah
2. Pemberian air irigasi melalui bawah permukaan tanah,
menggunakan pipa dng sambungan terbuka atau
berlubang-lubang, ditanam 30 -100 cm di bawah
permukaan tanah
3. Pemberian air irigasi dengan pancaran (spt hujan), dari
suatu pipa berlubang yang tetap atau berputar pada
sumbu vertikal.
4. Pemberian air secara tetesan, melalui pipa, di tempat
tertentu di buat lubang agar air menetes pada tanah.
Cara Pemberian Air Irigasi Lewat Permukaan
1. Wild Flooding : air digenangkan pada daerah luas pada waktu banjir
tinggi.
2. Free Flooding : daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa petak. Air
diairi dari bagian yg tinggi ke bagian yg rendah.
3. Check Flooding : air dari sumber air dimasukkan ke dalam selokan
dialirkan ke petak-petak kecil.
4. Border strip method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam galengan
dengan luas 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2. Air dialirkan ke petak
melalui pintu.
5. Zig-zag method : daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak persegi
panjang, tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan. Air mengalir
melingkar sebelum mencapai lubang pengeluaran. Cara ini merupakan
dasar teknik irigasi.
6. Bazin method : tiap bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air
dimasukkan melalui selokan lapangan seperti Check Flooding. Cara ini
digunakan di perkebunan buah-buahan.
7. Furrow method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang, kentang
dan buah-buahan lainnya. Tumbuhan tsb ditanam pada tanah gundukan
yg paralel & diairi melalui lembah di antara gundukan.
Bendung

Saluran Induk
Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah :
Jumlah volume air yanf diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air,
kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah
air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air
tanah.
Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor
berikut :
• Penyiapan lahan
• Penggunaan konsumtif
• Perkolasi dan rembesan
• Pergantian lapisan air
• Curah hujan efektif
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman
• Topografi
Kehilangan air di lahan miring lebih besar dari lahan datar
• Hidrologi
Curah hujan banyak sedikit kebutuhan air tanaman
• Klimatologi
Diatur penanaman tanaman yang tepat untuk periode yang
tepat sesuai dengan keadaan tanah.
Data klimatologi yang dikumpulkan :
• data curah hujan
• data kecepatan angin, arah angin
• data suhu udara
• data jumlah jam penyinaran
• data kelembaban
• Tekstur tanah
- Tanah yang mudah dikerjakan, produktif dan subur
- Adanya sirkulasi air dan kelembaban tanah
Kebutuhan Air Tanaman ,
dipengaruhi oleh
 Evaporasi :
Peristiwa perubahan air menjadi uap  energi matahari
Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lamanya
penyinaran matahari, angin, kelembaban udara, dll
• Transpirasi
Peristiwa uap air meninggalkan tanaman & memasuki
atmosfer. Transpirasi tanaman pada siang hari dapat
melampaui evaporasi dari permukaan air, tetapi pada
malam hari lebih kecil bahkan tidak ada transpirasi.
• Evapotranspirasi :
Kebutuhan konsumtif tanaman yg merupakan jumlah
air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman dgn
air utk transpirasi dari tubuh tanaman.
Rumus Evaporasi dengan Metode Penman :

1 U2
E0  0.35 (Pa  Pu) ( )
100

dengan :
E0 = Penguapan (mm/hari )
Pa = Tekanan uap pada suhu rata harian (mm/Hg)
Pu = Tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
U2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (mile/hari)
harus dikonversi dari m/dt menjadi mile/hari
Contoh soal :
Diketahui pd thermometer suhu bola kering = 300C & suhu bola basah
= 260C. Kec. angin 1 m/dt. Hitung evaporasi dng Metode Penman

Jawab :
Suhu udara 300C, pada tabel 3.1-Tekanan uap jenuh,
didapat Pa = 31,86 mm/Hg
Selisih thermometer bola kering & basah = 300C - 260C = 40 C
Derajat Centigrade = 260C ,
Dari tabel 3.2 – Kelembaban  kelembaban relatif (Hr) = 68 %
Tekanan uap sebenarnya, Pu = 31,86 x 68% = 21, 66 mm/Hg
Kecepatan angin 1 m/dt dirubah menjadi 1 mile/hari
U2 = 1 m/dt = 24 jam x 60 menit x 60 detik (mile/hari)
1600
= 54 mile/hari
E = 0.35 (31,86 -21,65) (1+54/100) = 5 mm/hari
Jadi Evaporasi = 5 mm/hari
Tabel 3.1 – Tekanan Uap Jenuh
00C P (mm/Hg)
20 17,55
30 31,86
40 55,40

Tabel 3.2 – Kelembaban


Pembacaan Selisih antara thermometer bola kering dan basah
Thermometer 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0

Derajat Persentasi %
Centigrade 0C
25 100 95 90 86 82 78 74 71 67 64 61 58 56 53 50
26 100 95 91 86 82 78 75 71 68 65 62 59 52 54 51
27 100 95 91 87 83 79 75 72 68 65 62 59 57 54 52
Efisiensi irigasi
Dalam perencanaan saluran irigasi, seperempat sampai sepertiga dari
saluran air yang di ambil dari intake bendung akan hilang sebelum sampai
di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi
dan perembesan (bocoran-bocoran).

Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai


berikut :
a. 20% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dari sawah
b. 10% di saluran sekunder.
c. 10% di saluran utama.

Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut :


0,80 x 0,90 x 0,90 = 0,65.
Oleh karena itu kebutuhan bersih di sawah (NFR) harus dibagi 0,65 untuk
memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan/intake
bendung
Pola Tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan
pola tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan.
Tabel berikut merupakan contoh pola tanam yang dapat
dipakai.

Tabel Pola Tanam


Ketersediaan air untuk jaringan Pola Tanam dalam Satu
irigasi Tahun

1 Tersedia air cukup banyak Padi – Padi - Palawija


2 Tersedia air dalam jumlah cukup Padi – Padi – Bera
Padi – Padi - Palawija
3 Daerah yang cenderung Padi – Palawija – Bera
kekurangan air Palawija – Padi - Bera
Kebutuhan Air di Sawah untuk Padi
Penyiapan lahan untuk padi
Untuk menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Lamanya/jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan
b. Jumlah kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan

a. Faktor yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan


adalah tersedianya tenaga kerja dan ternak/traktor untuk menggarap
tanah

 Untuk daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan diambil


jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di
seluruh petak tersier. Apabila digunakan mesin/traktor , waktu yang
diperlukan 1 bulan.
 Transplantasi (pemindahan bibit padi ke sawah), sudah dimulai setelah
3 – 4 minggu dibeberapa bagian petak tersier di mana pengolahan
lahan sudah selesai.
b. Jumlah kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
pada umumnya ditentukan berdasarkan kedalaman serta
porositas tanah di sawah. Rumusnya adalah sbb :

Sa  Sb  N . .d  Pd  F1
PWR = 4
10
dimana :
PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = porositas tanah pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah (%)
d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
F1 = kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

Untuk tanah bertekstur padat tanpa retak-retak, kebutuhan air


untuk penyiapan lahan diambil 200 mm termasuk penjenuhan
dan pengolahan tanah.
c. Kebutuhan air selama penyiapan lahan.
Kebutuhan air selama penyiapan lahan digunakan metode yang dikembangkan
oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada
kecepatan air konstan (l/det) selama waktu penyiapan lahan.
Rumus tersebut adalah :

IR = M ek / (ek – 1)
Dimana :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/hari.


M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat evopari
dan perkolasi di sawah yang sudah di jenuhkan M = EO + P, mm/hari
EO = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ETO selama penyiapan lahan, mm/hari.
P = perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari.
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 200 +
50 mm = 250 mm
Tabel : 2 – 1, Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan

EO + P T = 30 hari T = 45 hari
Mm/hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm

5,0 11,1 12,7 8,4 9,5


5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,5
Pengunaan konsumtif
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang
dipakai oleh tanaman untuk proses fotosintesis dari
tanaman tersebut.
Penggunaan konsumtif digunakan rumus sebagai
berikut :
ETc = kc x ETo
Dimana :
ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
ETo = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
kc = koefisien tanaman.
a. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi
tanaman yang dijadikan acuan, yakni rerumputan pendek. ETo
adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan meteorologi
seperti :
a. temperatur
b. sinar matahari
c. kelembaban
d. angin.

Apabila evaporasi diukur di stasiun agrometeorologi, maka


biasanya digunakan pan kelas A. Harga-harga pan evaporasi
(Epan) dikonversi ke dalam angka-angka ETo dengan
menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 dan 0,85 bergantung
kepada kecepatan angin, kalembaban relatif serta elevasi.
ETo = Kp x Epan
Perkolasi dan rembesan
Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat dari pada tanah, untuk
tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (pudding) yang baik, laju
perkolasi dapat mencapai 1 – 3 mm/hari. Untuk tanah yang lebih ringan dapat
lebih besar lagi. Elevaisi muka air tanah juga mempengaruhi laju perkolasi,
sehingga perlu juga diperhatikan.
Rembesan adalah terjadinya resapan air melalui tanggul sawah

Penggantian lapisan air


Penggantian air di sawah perlu dilakukan agar supaya kualitas air tersebut
selalu dalam keadaan baik (bebas dari zat-zat yang tidak diperlukan).
Penggantian tersebut dilakukan pada :
a. Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan
air menurut kebutuhan.
b. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2
kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3, mm/hari selama ½ bulan) selama
sebulan dan dua bulan stelah transplantasi.
Untuk perhitungan evaporasi, dianjurkan untuk menggunakan
rumus Penman yang sudah dimodifikasi. Ada 2 (dua) metode
yang dapat dipakai untuk menghitung dengan rumus Penman
yaitu :
a. Metode Nedeco/Prosida tahun 1985
b. Merode FAO.
Yang biasa dipakai adalah metode FAO yang dijelaskan dalam
terbitan FAO Crop Water Requirement, 1975.
Harga-harga ETo dari rumus Penman menunjuk pada tanaman
acuan apabila digunakan albedo 0,25 (rerumputan pendek).
Koefisien – koefisien tanaman yang dipakai untuk penghituingan
ETc harus didasarkan pada ETo ini dengan albedo 0,25.
b. Koefisien tanaman

Tabel : 2 – 2, Harga-harga koefisien tanaman padi

Nedeco/Prosida FAO
Bulan
Varieras biasa Varitas unggul Varitas biasa Varitas unggul

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10

1 1,20 1,27 1,10 1,10

1,5 1,32 1,33 1,10 1,06

2 1,40 1,30 1,10 1,05

2,5 1,35 1,30 1,10 0,95

3 1,24 0 1,05 0

3,5 1,12 0,95

4 0 0
Curah hujan effektif
Untuk tanaman padi curah hujan effektif bulanan diambil 70 %
dari curah hujan dengan periode ulang 5 tahun.
Re = 0,7 x 1/15 R (setengah bulan)5
Dimana :
Re = curah hujan effektif, mm/hari
R (setengah bulan)5 = curah hujan minimum tengah bulanan
dengan periode ulang 5 tahun, mm
Perlu dilakukan simulasi untuk menghasilkan kriteria yang lebih
rinci dimana data-data curah hujan harian tersedia.
Perhitungan kebutuhan air di petak tersier.
• Pada tabel : 2 – 3 dan 2 – 4, berikut ini diberikan contoh
perhitungan dalam bentuk tabel untuk kebutuhan air di sawah
bagi dua tanaman padi varietas unggul di petak tersier.

Asumsi-asumsi yang dipakai adalah sebagai berikut :


• Pada tabel : 2 – 3, diperlihatkan bahwa proses penyiapan lahan
dilakukan selama 1 (satu) bulan. Dan pada tabel : 2 – 4,
penyiapan lahan dilakukan selama 1,50 (satu setengah) bulan.
• Transplantasi dimulai pada pertengahan bulan kedua dan akan
selesai dalam waktu setengah bulan sesudah selesainya
penyiapan lahan.
• Harga-harga evapotranspirasi tanaman acuan ETo, laju
perkolasi P dan curah hujan efektif Re adalah harga asumsi
• Kedua penggantian lapisan air (WLR), dibuat bertahap.
Tabel : 2 – 3,
Kebutuhan air disawah untuk petak tersier dengan jangka waktu penyiapan lahan 1,0 bulan
Bulan ETO P Re WLR C1 C2 C ETC NFR
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10
1-Nov 5,1 2,0 2,0
2
Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP 13,7 10,2
2 1,1 LP LP 13,7 10,1
1-Jan 4,5 2,0 3,8 1,7 1,1 1,1 1,1 5,0 4,9
2 1,7 LP 1,1 1,08 4,9 4,8
1-Feb 4,7 2,0 4,1 1,7 1,05 1,05 1,05 4,9 4,5
2 1,7 0,95 1,05 1,0 4,7 4,3
1-Mar 4,8 2,0 5,0 0 0,95 0,48 2,3 0
2 0 0 0 0
1-Apr 4,5 2,0 5,3 LP LP LP 12,3 7,0
2 1,1 LP LP 12,3 7,0
Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,7 1,1 1,1 1,1 4,2 2,8
2 1,7 1,05 1,1 1,08 4,1 2,7
1-Jun 3,6 2,0 4,2 1,7 1,05 1,05 1,05 3,8 3,3
2 1.7 0,95 1,05 1,0 3,6 3,1
1-Jul 4,0 2,0 2,9 0 0,95 0,48 1,9 0
2 0 0 0 0
Agt 1 5,0 2,0 2,0
2
1-Sep 5,7 2,0 1,0
2
Okt 1 5,8 2,0 1,0
2
Keterangan :
• Kolom 2, 3, 5, 9, dan 10 dalam satuan mm/hari;
• Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama
M = (1,1 x 4,3) + 2 = 6,7 mm/hari ; S = 300 mm; IR 13,7
mm/hari (lihat Tabel : 2 -1)
• Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan
kebutuhan total dikurangi curah hujan effektif rata-rata selama
periode penyiapan lahan: tanaman pertama 13,7 – 3,6 = 10,10
mm/hari.
• ETc = ETo x c ; c koefisien rata-rata tanaman.
• NFR ETc + P – Re + WLR.
• Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M
= (1,1 x 4,5) + 2 = 7,0 mm/hari ; S = 250 mm; IR 12,3 mm/hari
(lihat Tabel : 2 -1)
• Kebutuhan air netto unutk penyiapan lahan sama dengan
kebutuhan total dikurangi curah hujan effektif rata-rata selama
periode penyiapan lahan: tanaman pertama 12,3 – 5,3 = 7,10
mm/hari.
Tabel : 2 – 4, Kebutuhan air disawah untuk petak tersier dengan jangka waktu
penyiapan lahan 1,5 bulan
Bulan ETO P Re WLR C1 C2 C3 C ETC NFR

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11

1-Nov 5,1 2,0 2,0

Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP LP 10,7 7,0

2 1,1 LP LP LP 10,7 7,0

1-Jan 4,5 2,0 3,8 1,1 1,1 LP LP 10,7 7,0

2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 4,9 5,3

1-Feb 4,7 2,0 4,1 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 5,0 5,1

2 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,8 3,8

1-Mar 4,8 2,0 5,0 1,1 0 0,95 1,05 0,67 3,2 1,3

2 0 0,95 0,32 1,6 0

1-Apr 4,5 2,0 5,3 0 0

2 LP LP LP LP 9,4 4,3

Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,1 LP LP LP 9,4 4,3

2 1,1 1,1 LP LP 9,4 4,3

1-Jun 3,6 2,0 4,2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 3,9 3,9

2 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 3,9 3,9

1-Jul 4,0 2,0 2,9 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,1 4,3

2 1,1 0 0,95 1,05 0,67 2,7 2,9

Agt 1 5,0 2,0 2,0 0 0,95 0,32 1,6 0


2 0 0 0 0

1-Sep 5,7 2,0 1,0

Okt 1 5,8 2,0 1,0

2
Keterangan :
• Kolom 2, 3, 5, 9, 10 dan 11 dalam satuan mm/hari;
• Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama
M = (1,1 x 4,4) + 2 = 6,8 mm/hari ; S = 300 mm; IR 10,7
mm/hari (lihat Tabel : 2 -1)
• Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan
kebutuhan total dikurangi curah hujan effektif rata-rata selama
periode penyiapan lahan: tanaman pertama 10,7 – 3,7 = 7,0
mm/hari.
• Etc = Eto x c ; c koefisien rata-rata tanaman.
• NFR = Etc + P – Re + WLR.
• Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M
= (1,1 x 4,0) + 2 = 6,5 mm/hari ; S = 250 mm; IR 9,4 mm/hari
(lihat Tabel : 2 -1)
• Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan
kebutuhan total dikurangi curah hujan effektif rata-rata selama
periode penyiapan lahan: tanaman pertama 9,4 – 5,1 = 4,3
mm/hari
Kebutuhan Air untuk Tanaman Ladang dan Tebu
a. Penyiapan Lahan
Banyaknya air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan untuk tebu sangat
bergantung kepada kondisi tanah (kelembaban), dan pola tanam yang akan
diterapkan. Jumlah air antara 50 sampai 100 mm dianjurkan untuk tanaman
ladang dan 100 sampai 120 mm untuk tebu, kecuali jika terdapat kondisi-
kondisi khusus (misalnya ada tanaman lain yang ditanam segera
b. Penggunaan konsumtif
Indeks evapotranspirasi dipakai rumus evapotranspirasi Penman yang
dimodifikasi, sedangkan cara perhitungannya bisa menurut cara FAO atau
Nedeco/Prosida.
Harga-harga koefisien tanam disajikan pada tabel : 2 – 5. Harga-harga
koefisien ini didasarkan pada data-data dari FAO. Di Indonesia harga-harga
koefisien ini diasumsikan sebagai berikut :
• Evapotranspirasi harian 5 mm
• Kecepatan angin 0 – 5 m/det.
• Kelembaban relatif minimum 70 %
• Frekuensi irigasi/curah hujan per 7 hari.
• Apabila harga-harga asumsi dirasa terlalu menyimpang,
maka dianjurkan memakai koefisien dari FAO Guidelance.
• Untuk tanaman tebu, harga koefisien tanaman ditunjukkan
pada tabel 2-5 dan tabel : 2 – 6 harga-harga ini diambul dari
FAO Guidelance.
• Apabila jangka waktu pertumbuhan bebeda dari yang
ditunjukkan, maka dianjurkan angka-angka yang tertera di
dalam tabel : 2-5 dan tabel : 2 -6 diplot dalam bentuk
histogram, dan harga-harga koefisien dihitung dari histogram-
histogram tersebut dengan skala waktu yang dikonversi.

c. Perkolasi
Pada tanaman ladang, perkolasi air ke dalam lapisan tanah
bawah hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi.
Dalam mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi
hendaknya dipertimbangkan.
Curah hujan effetif
• Curah hujan effektif dihitung dengan metode yang
dikenalkan oleh USDA Soil Conservation Service
seperti yang ditunjukkan pada tabel : 2-7 dibawah ini,
dan air tanah yang tersedia, diperlihatkan pada tabel :
2 -8, (keduanya diambil dari FAO Guidelance).
• Harga-harga ini tidak berlaku untuk tanaman padi yang
digenangi. Harga-harga yang ditunjukkan pada tabel :
2-7 tidak berlaku untuk laju infiltrasi tanah dan
intensitas curah hujan tinggi, maka kehilangan air
karena melimpas mungkin sangat besar sedangkan hal
ini tidak diperhitungkan dalam metode ini.
Efisiensi irigasi
Dalam perencanaan saluran irigasi, diandaikan bahwa seperempat sampai
sepertiga dari saluran air yang di ambil dari intake bendung akan hilang
sebelum sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi,
evaporasi dan perembesan (bocoran-bocoran).

Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai


berikut :
a. 20% di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dari sawah
b. 10% di saluran sekunder.
c. 10% di saluran utama.

Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut :


0,80 x 0,90 x 0,90 = 0,65.
Oleh karena itu kebutuhan bersih di sawah (NFR) harus dibagi 0,65 untuk
memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan/intake
bendung
Pengambilan Air Untuk Tanaman Padi
Rotasi teknis
Keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem ini adalah :
• Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.
• Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur
pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan),
seiring dengan makin bertambahnya debit sungai, kebutuhan pengambilan
puncak dapat ditunda.

Kerugian dari sistem rotasi teknis adalah :


• Timbulnya konflik sosial
• Eksploitasi menjadi rumit.
• Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
• Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih
sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua.
• Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida.
Tabel : 2 – 9 Harga efifiensi irigasi untuk tanaman ladang (upland corps)

No Uraian Awal Peningkatan yang dapat dicapai

1 Jaringan irigasi utama 0,75 0,80

2 Petak tersier 0,65 0,75

3 Kelseluruhan 0,50 0,60

Untuk membentuk sistem rotasi teknis, petak tersier dibagi-bagi menjadi


sejumlah golongan, sedemikian rupa sehingga tiap golongan terdiri dari petak
tersier yang tersebar di seluruh daerah irigasi. Beberapa faktor yang
menentukan perlunya ada rotasi yaitu :
• Pertimbangan sosial.
• O&Pnya secara teknis layak
• Jenis sumber air
• Pola Tanam (sekali atau dua kali tanam)
• Luas areal irigasi.

Didalam petak tersier tidak ada rotasi


• Penggarapan tanah, penyiapan lahan dan waktu tanam,
dilaksanakan bersamaan pada suatu petak tersier dengan
golongan yang sama. Kebutuhan air total pada waktu tertentu
ditentukan dengan menambahkan besarnya kebutuhan air di
berbagai golongan pada waktu itu.
• Untuk menyederhanakan pengelolaan air dianjurkan agar tiap
golongan mempunyai jumlah hektar yang sama. Jumlah
golongan dalam satu daerah irigasi dapat dibagi menjadi 3
sampai dengan 5 golongan agar supaya pengambilan puncak
dapat dikurangi.
• Seandainya petek-petak dalam golongan 1 terletak pada posisi
yang menguntungkan, maka diperkenankan sistem rotasi
tahunan. Jika tahun itu dimulai dari golongan 1, maka tahun
berikutnya dimulai dari golongan 2, tahun berikutnya lagi
golongan 3, dan seterusnya, sedangkan golongan yang pada
tahun sebelumnya menempati urutan pertama, sekarang
menempati urutan terakhir
Persyaratan mengenai penerapan rotasi teknis disajikan pada Tabel : 2 – 10

1 Sumber air Musim hujan Terus menerus

2 Pola tanam Tanaman rendengan Tumpang sari

3 Luas areal Besar Sedang Kecil Besar Sesang/Kecil


irigasi
> 25.000 Ha 10 – 25.000 Ha < 10.000 Ha > 25.000 Ha < 25.000 Ha

4 Rotasi Ya Ya/Tidak Tidak Ya Ya/Tidak


golongan

Perlu mempertimbangkan O&P terlalu Saluran lebih O&P mungkin


air yang tersedia disungai rumit pendek terlalu rumit

Kebutuhan pengambilan tanpa rotasi teknis

Kebutuhan pengambilan dihitung dengan cara membagi kebutuhan bersih air di


sawah NFR dengan keseluruhan efisiensi irigasi,
Contoh perhitungan kebutuhan air

Evapotranspirasi pada bulan Oktober = 153,45 mm


Curah hujan rencana = 187,14
Pola Tanam : Padi Dalam – Padi Gajah
Awal Tanam : bulan September
Koefisien pada bulan kedua = 1,2
Perkolasi pada bulan kedua = 155 mm
Pengolahan tanah = 170 mm
Jawab
Curah hujan efektif = 0,7 x 187,14 = 131 mm
Pemakaian konsumtif = 1,2 x 153,45 = 171,86 mm
Kebutuhan air untuk tanaman = 171,86 + 155 = 326,86 mm
Kebutuhan air di sawah = 326,86 + 170 – 131 = 365,86 mm
Kebutuhan air di sawah
= 365,86 x 1 ha x (10000 x 31 x 24 x 3600/1000 = 1,37 lt/det/ha
Contoh perhitungan kebutuhan air
Diketahui :
Evapotranspirasi pada bulan September ( ET ) = 160 mm
Besar curah hujan rencana ( R ) = 196 mm
Pola Tanam : Padi Dalam – Padi Genjah
Awal Tanam : bulan Agustus
Koefisien pada bulan ke-2 (dari FAO) = 1,10 (varietas biasa)
Perkolasi pada bulan ke-2 ( P ) = 163 mm
Pengolahan tanah/penyiapan lahan (LP atau PL) = 170 mm
Ditanyakan kebutuhan air irigasi di sawah
Jawab
Curah hujan efektif ( Re)70% = 0,7 x 196 = 137,20 mm
Pemakaian konsumtif (Etc) = 1,10 x 160 = 176 mm
Kebutuhan air untuk tanaman (NFR) =
NFR = Etc + P = 176 + 163 = 339 mm
Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi di sawah
NFR = Etc + P + LP – Re(70%) = 176 + 163 + 180 – 137,20 = 381,80 mm
Kebutuhan air di sawah per ha
NFR = 381,80 x 10000 = 1,47 lt/det/ha
(24x60x60)30
Sistem Golongan
Penanaman padi/palawija  pembagian air secara merata.
Kebutuhan yg tertinggi (petak tersier) = Q max.
Saat air tidak cukup (kemarau), maka pemberian air tanaman
dilakukan secara bergilir, menurut jadual yang ditentukan.
Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat permulaan
pekerjaan sawah bergiliran menurut golongan masing-masing.
Keuntungan sistem giliran adalah :
• Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
• Kebutuhan pengambilan bertambah secara ber-angsur
angsur pada waktu pemberian air irigasi
Kerugian :
•Timbulnya komplikasi sosial
•Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
•Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama
Contoh Soal
Petak tersier seluas 135,65 ha terdiri 3 petak sub tersier dng luas :
•sub tersier a : luas 53,10 ha dengan kebutuhan air 2,84 lt/det/ha
•sub tersier b : luas 47,55 ha dengan kebutuhan air 2,95 lt/det/ha
•sub tersier c : luas 35,00 ha dengan kebutuhan air 3,26 lt/det/ha
Jawab
A. Perhitungan debit rencana
Pemberian air terus menerus dilakukan selama Q > 65% Q max
Bila Q < 65% Q max, pemberian air dilakukan secara bergiliran
Pemberian air bila Q = Q max
•Petak a luas 53,10 ha dapat air = 53,10 x 2,84 lt/det = 150,80 lt/det
•Petak b luas 47,55 ha dapat air = 47,55 x 2,95 lt/det = 140,27 lt/det
•Petak c luas 53,10 ha dapat air = 35,00 x 3,26 lt/det = 114,10 lt/det
Jumlah Q max = 405,17 lt/det
Pemberian air bila Q = 65% Q max = 65/100 x 405,17 = 263,36 lt/det
Perhitungan berdasarkan pada pemberian air giliran sub tersier I
lanjutan
Periode I : Sub tersier a dan b diairi
Luas a + b = 100,65 ha
• sub tersier a = 53,10/100,65 x 263,36 lt/det = 138,94 lt/det
• sub tersier b = 47,55/100,65 x 263,36 lt/det = 125,23 lt/det
Periode II : Sub tersier a dan c diairi
Luas a + c = 88,10 ha
• sub tersier a = 53,10/88,10 x 263,36 lt/det = 158,73 lt/det
• sub tersier c = 35,00/88,10 x 263,36 lt/det = 104,63 lt/det
Periode III : Sub tersier b dan c diairi
Luas b + c = 82,55 ha
• sub tersier b = 47,55/82,55 x 263,36 lt/det = 151,70 lt/det
• sub tersier c = 35,00/82,55 x 263,36 lt/det = 111,66 lt/det

Pemberian air bila Q = 30% Q max = 0,35 x 405,17 = 121,55 lt/det


Air sebanyak 121,55 lt/det tidak dapat diberikan secara proporsional dalam
waktu bersamaan dan dipakai hanya untuk mengairi satu petak sawah
tersier secara bergiliran. Lamanya giliran berdasarkan rotasi sub tersier II.
Hasil hitungan diatas, dihimpun dalam tabel sbb :

Petak Sub Luas Q (lt/det) Q


Tersier (Ha) Rencana
100% 65% 30%
A 53,10 150,80 158,73 121,55 158,79
b 47,55 140,27 151,70 121,55 151,70
c 35,00 114,10 111,66 121,55 121,55
Jumlah 135,65 405,17 263,36 121,55

Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa debit yang terbesar
tidak selalu terdapat dari Q = Q max, sehingga debit rencana tidak
dapat begitu saja ditemukan dari pembagian debit pada 100% Q max.
B. Perhitungan Jam Rotasi

Rotasi I
Semua petak mendapat air secara terus menerus.

Rotasi II
2 golongan dibuka, 1 golongan di tutup
•A+B = (53,10+47,55)/(53,10+47,55+35) x (14x24/2) = 124 jam = 5 hari 5 jam
•B+C = (47,55+35,00)/(53,10+47,55+35) x (14x24/2) = 102 jam = 4 hari 6 jam
•A+C = (53,10+35,00)/(53,10+47,55+35) x (14x24/2) = 109 jam = 4 hari 13 jam

Rotasi III
1 golongan di buka, dan 2 golongan di tutup
•A = 53,10/(53,10 + 47,55 + 35) x (7x24/1) = 65 jam = 2 hari 18 jam
•B = 47,55/(53,10 + 47,55 + 35) x (7x24/1) = 58 jam = 2 hari 11 jam
•C = 35,00/(53,10 + 47,55 + 35) x (7x24/1) = 43 jam = 1 hari 19 jam
Pemberian air Rotasi I Rotasi II
terus menerus Q = 30 s/d 65% Q = < 35%
Q = 65 s/d 100%
Jam Petak yang Jam Petak yang Jam Petak yang
di airi diairi diairi
Senin 6.00 6.00 6.00

Selasa B

Rabu A+B 17.00

Kamis B
Jum’at 12.00
Sabtu 11.00 A
Minggu
Senin A+B+C B+C 6.00
Selasa B
Rabu 17.00 17.00
Kamis C
Jum’at A+C 12.00
Sabtu A
Minggu
Senin 6.00 6.00 6.00
Contoh Soal
Diketahui A = 130 ha dan debit yang mengalir Q = 211 l/det
pada Petak Tersier B3 kiri. Rencanakan dimensi saluran
tersier dan dimensi Pintu Romijn
Jawab
a. Perencanaan saluran :
Q = 211 l/det = 211/1000 m3/det = 0,211 m3/det
Dari tabel Q,n,V,m,w dan K  didapat V izin = 0,300 - 0,35 m/det
n = b/h , m = 1 atau (1:1), w = 0,40 m dan K = 35
Untuk perhitungan diambil V = 0,35 m/det
F1 = Q = 0,211 = 0,603 m2
V 0,350
A = ( b + mh ) h = ( b + 1h ) h = h2 + h2 = 2 h2
0,603
0,603  2 h2  h1   0,549m , ditetapkan b  h  0,55 m
2
Checking/Kontrol
A = ( b + mh ) h = ( 0,55 + 1x0,55 ) 0,55 = 0,605 m2
V = Q/A = 0,211/0,605 = 0,348 m/det  memenuhi persyaratan OK
Perhitungan kemiringan saluran

O atau P  b  2h 1  m 2  0,55  2 (0,55) 1 1  2,11 m


F A 0,605
R    0,287 m  R 2/3  0,435 m
P P 2,11
2 2
 V   0,348 
I     0,000522
 KR 2/3   35 x 0,435  w

1
h m

Jadi dimensi saluran tersier B.3Kiri adalah :


b = h = 0,55 m Q = 0,211 m/det
w = 0,40 m K = 35
m= 1 V = 0,350 m/det
I = S = 0,000522 n = b/h = 1
b. Perencanaan Pintu Romijn
Q = 0,211 m3/det dan hSP = 0,90 m
Q = 211 l/det  dari tabel Karakteristik Pintu Romijn standard, didapat :
Tipe II dgn ketentuan :
b = 0,50 m h maks = 0,50 m
Q maks = 300 l/det z = 0,11 m
Elevasi dasar dibawah muka air rencana = 1,15 + V , dimana
V = variant = 0,18 h maks, dan tinggi Pintu Romijn P = 0,65 + V
w
2/3 2/3
 Q   0,211  1
h        0,393  0,40 m  h maks
 1,71 b   1,71 x 0,50 

h 0,40
z   0,13 m  z  0,11 m - -  OK
3 3
Peta Ikhtisar
Peta ikhtisar adalah cara bagaimana bagian-bagian dari suatu
jaringan irigasi saling berhubungan.

Pada peta ikhtisar tersebut memperlihatkan antara lain :


1. Bangunan utama
2. Jaringan dan trase saluran irigasi
3. Jaringan dan trase saluran pembuang
4. Petak-petak primer, sekunder dan tersier
5. Lokasi Bangunan
6. Batas-batas daerah irigasi
7. Jaringan dan trase jalan
8. Daerah-daerah yang tidak diairi (desa, kampung dll)
9. Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi
dsbnya).
Peta ikhtisar digambar dengan skala 1 : 25.000
yang dilengkapi dengan garis kontour.

Peta yang lebih detail yang biasa disebut


sebagai peta petak untuk perencanaan dibuat
dengan skala 1 : 5.000, sedangkan peta petak
tersier 1 : 5.000 atau 1 : 2.000.
Petak tersier
• Petak tersier merupakan kumpulan beberapa buah petak
kuarter di suatu daerah irigasi yang mengambil/menyadap air
dari bangunan sadap tersier. Petak tersier mempunyai luas
antara 50-100 ha, kadang-kadang sampai maksimum 150 ha.
• Petak tersier ini dibagi lagi menjadi petak-petak sawah dengan
luas antara 8-15 ha yang biasa disebut sebagai petak kuarter.
• Petak tersier mempunyai batas yang jelas seperti misalnya
parit, jalan, batas desa dan topografi, dan langsung berbatasan
dengan saluran sekunder untuk menghindari adanya saluran
muka tersier.
• Sebaiknya bentuk/pola petak tersier ini bujur sangkar atau segi
empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien.
• Panjang saluran tersier sebaiknya dibuat antara 1.500-2.500 m,
saluran kuarter antara 500-800 m.
Petak sekunder
• Petak sekunder merupakan kumpulan beberapa petak tersier di
suatu daerah irigasi yang mengambil/menyadap air dari
bangunan bagi sadap di saluran sekunder.
• Petak sekunder mempunyai batas yang jelas seperti misalnya
parit, jalan, batas desa dan topografi.
• Sebaiknya bentuk/pola petak sekunder ini bujur sangkar atau
segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien.
• Saluran sekunder sebaiknya terletak di punggung medan dan
mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang
membatasinya.
Petak primer
• Petak primer merupakan kumpulan beberapa
petak sekunder di suatu daerah irigasi yang
mengambil/menyadap air dari bangunan utama.
• Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil airnya langsung dari sumber
air, biasanya sungai.
Standar Penamaan
• Daerah irigasi, saluran irigasi, saluran
pembuang dan bangunan-bangunan irigasi
lainnya harus diberi nama jang jelas dan logis.
Nama yang diberikan harus pendek dan tidak
mempunyai pengertian ganda
Daerah irigasi
• Daerah irigasi diberi nama sesuai dengan
lokasi dimana daerah irigasi atau bangunan
utama/bendung itu terletak, bisa mengambil
nama sungai atau desa terkenal. Contohnya
Daerah Irigasi Cihea, dimana nama tersebut
diambil dari sungai dimana bangunan
utama/bendung itu berada.
Istilah yang biasa dipakai untuk membedakan jenis
saluran irigasi/pembawa dilihat dari fungsinya seperti :

• Saluran induk, yaitu suatu saluran irigasi mulai dari pintu


pengambilan di bendung atau kantong lumpur sampai
dengan bangunan bagi pertama
• Saluran sekunder, yaitu suatu saluran yang dimulai dari
bangunan bagi pertama sampai ke bangunan bagi/sadap
atau bangunan sadap pertama sampai dengan bangunan
sadap terakhir.
• Saluran muka, yaitu suatu saluran yang dimulai dari
bangunan sadap terakhir sampai dengan bangunan box
tersier pertama.
• Saluran tersier, yaitu suatu saluran yang dimulai dari
bangunan sadap sampai ke box tersier terakhir.
• Saluran kuarter, yaitu suatu saluran yang dimulai dari box
tersier atau box kuarter langsung ke sawah.
Jaringan irigasi primer
• Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai
dengan daerah irigasi yang dilayani, sebagai contoh
saluran primer Cihea.
• Nama desa yang terdekat dapat diberikan kepada
saluran sekunder begitu juga dengan nama petak
sekundernya. Sebagai contoh saluran sekunder
Montaya, mengambil nama desa Montaya yang
terletak di petak sekunder Montaya.
• Didalam suatu jaringan irigasi, saluran dibagi-bagi
menjadi beberapa ruas dengan kapasitas yang sama.
Contohnya RS.2, artinya ruas saluran ini terletak
diantara dua buah bangunan yakni BS.1 dan BS.2.
Jaringan irigasi tersier
• Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap dan jaringan
utama, misalnya petak tersier S.1 ki berarti petak tersier ini
berada disebelah kiri saluran sekunder dan mendapatkan air
dari pintu sadap tersier BS.1.
• Didalam petak tersier diberi kotak yang berukuran panjang 4,00
cm dan lebar 1,50 cm. Dalam kotak ini diberi kode dari saluran
mana petak tersebut mendapat air irigasi. Arah saluran tersier
kanan atau kiri dari bangunan sadap/bagi melihat arah aliran
air. Kotak dibagi dua atas dan bawah. Bagian bawah dibagi dua
vertikal, kolom kiri menunjukkan luas petak dalam hektar dan
kolom kanan menunjukkan besar debit yang diperlukan untuk
mendimensi saluran terseir dalam liter/detik
S.5 kn
55ha 121 lt/det

Dimana :
• S = nama saluran
• 5 = nomor bangunan
• kn = arah sebelah kanan
• 55 ha = luas daerah yang akan diairi
• 121 l/det = besar debit dalam lt/det
• Ruas–ruas saluran tersier diberi nama sesuai
dengan nama boks yang terletak diantara
kedua boks, misalnya (T1 – T2), (T3 – K1).
• Boks tersier diberi nomor urut dimulai dari
boks yang pertama yang dekat dengan
bangunan sadap tersier misalnya T1, T2, T3,
dan seterusnya.
• Boks kuarter diberi nama K, yang dimulai dari
boks kuarter pertama dihilir boks tersier,
misalnya K1, K2, K3 dan seterusnya
Sistem nama petak kuarter dan
rotasi
Skema jaringan irigasi
Skema bangunan irigasi
Istilah yang biasa dipakai untuk
membedakan jenis saluran pembuang
dilihat dari fungsinya seperti :

• Saluran pembuang kuarter yaitu suatu saluran


pembuang dari beberapa petak kuarter yang
selanjutnya dialirkan ke saluran pembuang
tersier.
• Saluran pembuang tersier, yaitu suatu
kumpulan dari beberapa saluran pembuang
tersier ke jaringan saluran pembuang utama.
Didalam suatu jaringan irigasi teknis petani pemakai air tidak
dibenarkan mengambil-menyadap air semaunya akan tetapi ada
aturan-aturannya.

Aturan-aturan tersebut antara lain :


• Pemakaian atau penyadapan air harus selalu terukur sesuai
dengan luas dan jenis tanamnya pada saat itu, terutama pada
musim kemarau.
• Pengaturan air sampai tingkat sekunder dilakukan oleh
pemerintah atau oleh kelompok petani pemakai air yang sudah
diakui oleh pemerintah khusus untuk areal irigasi < 500 ha.
• Suatu petak tersier hanya dapat menyadap air pada satu
tempat saja dari saluran pembawa utama, hal ini dapat
mengurangi jumlah bangunan pengambilan, dan memudahkan
didalam eksploitasinya (O & P).
• Pembagian air di petak tersier diserahkan ke kelompok petani
pemakai air dan diawasi oleh suatu kelompok organisasi petani
yang sah.
Dalam hal khusus dapat dibuat suatu sistem
jaringan gabungan, yaitu penggabungan antara
saluran pembawa dengan saluran pembuang
menjadi dua fungsi.

Keuntungan dari sistem dua fungsi ini antara lain:


• Pemanfaatan air yang optimal
• Lebih ekonomis
• Biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena
saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan
kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahan atau kerugian dari sistem
ini antara lain :

• Sulit didalam O & Pnya,


• Lebih cepat rusak
• Menampakkan pembagian air yang tidak
merata.
• Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan
tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti
bendung dan relatif mahal.
Secara garis besar pembagian klasifikasi jaringan irigasi dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Klasifikasi Jaringan Irigasi


Nio Uraian
Teknis Semi Teknis Sederhana

1 Bangunan utama Permanen Permanen / Semi Sementara

Kemampuan bangunan
2 dalam mengukur & Baik Sedang Jelek
mengatur debit

Saluran irigasi dan


Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi satu
sepenuhnya terpisah

Belum dikembangkan Belum ada jaringan


Dikembangkan
4 Petak tersier atau densitas bangunan terpisah yang
sepenuhnya
tersier jarang dikembangkan

Efisiensi secara
5 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
keseluruhan

6 Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha < 500 ha


Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya
empat unsur fungsional pokok yaitu:
1. Bangunan utama, dimana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk
2. Jaringan pembawa, berupa saluran yang
mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier
3. Petak-petak tersier, dengan sistem pembagian air
dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-
bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air
ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di
dalam petak tersier
4. Sistem pembuang, yang ada di luar daerah irigasi
untuk membuang kelebihan air ke sungai atau
saluran–saluran alamiah lainnya,
Jaringan Irigasi

Jaringan saluran didalam suatu daerah irigasi dapat


dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :

• Saluran pembawa/saluran irigasi (utama dan tersier)


• Saluran pembuang (tersier dan utama).
Saluran irigasi utama

Saluran irigasi utama berfungsi dan dibagi


menjadi :

• Petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer


adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
• Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-
petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
Batas ujung saluran ini adalah bangunan sadap terakhir.
• Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap
tersier ke petak tersier diseberang petak yang lainnya
Saluran irigasi tersier

Saluran irigasi tersier berfungsi dan


dibagi menjadi

• Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap


tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu
ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks kuarter yang terakhir.
• Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke
sawah-sawah
Saluran pembawa primer dan sekunder
Saluran pembuang tersier
Salurang pembuang tersier berfungsi dan dibagi
atas:
• Saluran pembuang kuarter, yang terletak di dalam
satu petak tersier, menampung air langsung dari
sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran
pembuang tersier.
• Saluran pembuang tersier terletak di satu petak
tersier yang termasuk dalam unit petak sekunder
yang sama menampung air, baik dari pembuang
kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut
dibuang kedalam jaringan pembuang sekunder.
Saluran pembuang utama
Saluran pembuang utama berfungsi dan dibagi atas:

• Saluran pembuang sekunder, menampung air dari


jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut
ke pembuangan primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah.
• Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari
saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi
(pembuang alamiah, sungai, anal sungai atau ke laut.
Sistem tata nama saluran pembuang
Definisi mengenai Daerah-daerah irigasi
• Daerah studi, adalah Daerah Proyek ditambah
dengan seluruh daerah aliran sungai (DAS) dan
tempat-tempat pengambilan air ditambah dengan
daerah-daerah lain yang ada hubungnnya dengan
daerah studi.
• Daerah proyek, adalah daerah di mana pelaksanaan
pekerjaan dilakukan dan daerah tersebut
mendapatkan langsung manfaatnya.
• Daerah irigasi total/bruto, adalah daerah proyek
dikurangi dengan perkampungan dan tanah-tanah
yang dipakai untuk mendirikan bangunan daerah
yang tidak diairi, jalan utama, rawa, dan daerah -
daerah yang tidak akan dikembangkan untuk irigasi.
• Daerah irigasi netto/bersih, adalah tanah yang
ditanam (padi) yang merupakan total daerah yang
bisa diairi dikurangi dengan saluran-saluran irigasi,
saluran pembuang, jalan inspeksi, jalan setapak, dan
tanggul sawah. Sebagai angka pendekatan bahwa
luas areal irigasi netto adalah sebesar 0,90 kali total
daerah yang bisa diairi.
• Daerah potensial, adalah daerah yang kemungkinan
layak untuk dijadikan atau dikembangkan sebagai
areal irigasi. Luasnya sama dengan luas daerah
irigasi netto, dengan alasan non teknis belum bisa
dikembangkan.
• Daerah fungsional, adalah bagian dari daerah irigasi
potensiial yang telah memiliki jaringan irigasi yang
telah dikembangkan
Perencanaan Saluran
Penentuan debit rencana saluran mengacu pada lengkung
kapasitas Tegal, untuk daerah layanan < 142 ha.
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus :
c .NFR.A
Q
e
Dimana :
Q = debit rencana, l/det
c = koefisien pengurangan rotasi, (biasanya 1)
NFR = Net Field Requirement
kebutuhan air di sawah, L/det.ha
A = luas daerah yang diairi, ha
e = efisiensi irigasi keseluruhanya.
Kecepatan maksimum yang diizinkan, telah diusulkan kriteria
yang dibuat oleh US Soil Conservation Service. Kriteria tersebut
mempertimbangkan klasifikasi tanah (menurut Unificied Soil
Classification), indeks plastisitas dan nilai void ratio.
Saluran trapesium adalah bentuk penampang yang umum
dipakai dan ekonomis untuk mengalirkan air irigasi
Untuk perencanaan hidrolis sebuah saluran, ada dua parameter
pokok yang harus ditentukan apabiia kapasitas rencana yang
diperlukan sudah diketahui, yaitu :
•a. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar saluran.
•b. Kemiringan saluran.
Perencanaan Saluran
Dihitung dengan rumus Stickler :
V  k .R 2/3 .I1/2
dimana :
V = kecepatan aliran
k = koefisien
R = jari-jari hidrolik = A/P
A = luas penampang basah
P = keliling basah
I = kemiringan saluran
Penyelesaian
Ruas Primer RC1
Q = 1210,8 l/det = 1,211 m3/det
V izin = 0,45 – 0,50 m/det  diambil V = 0,50 m/det
Q 1,211
A   2,42 m2
V 0,50

b/h = 2,5  b = 2,5 h , m = 1 : 1,5 w

1
F = ( b + mh) h = h m
= (2,5h + 1,5h)h2 = 2,5 h2 + 1,5h2 = 4h2 b
2,42 = 4h2  h2 = 0,605  h = 0,55

O atau P  b  2h 1  m 2  0,55  2 (0,55) 1  1  2,11 m


Jadi dimensi saluran tersier B.3Kiri adalah :
I = S = 0,000522 n = b/h = 1

Anda mungkin juga menyukai