Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS PENYEBARAN DAN PENGENDALIAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI KABUPATEN BANYUMAS


DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN
DIFERENSIAL NON LINEAR EPIDEMI SIR

OLEH : AISYA AMARA BILQISTA (H1B014014)


BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Penyakit merupakan sebuah kondisi tidak normalnya organ yang ada di dalam tubuh manusia yang menyebabkan rasa sakit yang dapat
mengancam keberlangsungan kehidupan orang yang menderitanya. Saat ini, telah banyak jenis penyakit bermunculan yang menjadi permasalahan
kompleks di masyarakat. Dari keseluruhan penyakit tersebut, yang paling mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adalah penyakit
menular.
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyakit menular yang paling berbahaya adalah tuberkulosis. Selain karena penularannya
yang relatif mudah, tahapan-tahapan penyembuhannya juga relatif lama dan harus diikuti oleh penderita dengan baik dan teratur. Tuberkulosis
sendiri merupakan penyakit yang menyerang bagian paru-paru dan disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Mengingat bahayanya penyakit tuberkulosis dan penyakit-penyakit menular lainnya, kemajuan teknologi pada bidang kedokteran mempunyai
kendali yang besar untuk mengupayakan cara mencegah dan meminimalisir penyebaran penyakit menular pada suatu populasi. Selain dari bidang
kedokteran, bidang matematika juga mempunyai peranan penting dalam pemodelan penyebaran penyakit menular, yaitu dengan model epidemi.
Oleh karena itu, penulis menggunakan model epidemi untuk memodelkan penyebaran penyakit serta upaya pengendalian penyebaran penyakit
tuberkulosis dengan menambah parameter penggunaan masker di salah satu subpopulasi dalam model tersebut. Salah satu model epidemi yang
menggambarkan proses penyebaran penyakit yaitu model Susceptible Infected Recovered (SIR). Secara umum, sub Susceptible (S) sebagai sub
kelas populasi yang rentan terinfeksi, Infected (I) sebagai sub kelas populasi yang terinfeksi, dan Recovered (R) sebagai sub kelas yang telah
sembuh dari penyakit menular dan memiliki kekebalan tubuh yang tetap atau individu yang sudah diasingkan dari sisa populasi.
 Batasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya pembahasan di luar judul kerja
praktik, maka penulis menetapkan batasan masalah yang dibahas
yaitu:
a. Data yang digunakan untuk memodelkan laju penyebaran
penyakit tuberkulosis adalah data jumlah penderita penyakit
tuberkulosis di Banyumas dari bulan Januari sampai bulan
Desember 2016.
b. Populasi individu bersifat tertutup, artinya penambahan atau
pengurangan jumlah individu hanya terjadi karena kelahiran atau
kematian. Sedangkan perpindahan individu baik melalui imigrasi
dan emigrasi diabaikan.
 Rumusan Masalah
1. Bagaimana model penyebaran dan pencegahan penyakit
tuberkulosis yang terjadi di Kabupaten Banyumas pada tahun
2016 dengan menggunakan model epidemi SIR?
2. Bagaimana analisis model pencegahan dan penyebaran
penyakit Tuberculosis di Kabupaten Banyumas pada tahun 2016?
3. Bagaimana pengaruh tindakan pencegahan terhadap
penyebaran penyakit tuberkulosis di Kabupaten Banyumas ?
 Tujuan
1. Mengetahui model penyebaran dan pencegahan penyakit
tuberkulosis yang terjadi di Kabupaten Banyumas pada tahun 2016
dengan menggunakan model epidemi SIR.
2. Mengetahui analisis model pencegahan dan penyebaran
penyakit tuberkulosis di Kabupaten Banyumas pada tahun 2016.
3. Mengetahui pengaruh tindakan pencegahan terhadap
penyebaran penyakit tuberkulosis di Kabupaten Banyumas.
 Kegunaan
 Bagi mahasiswa :
Menambah referensi bagi mahasiswa mengenai pengkajian
matematika pada bidang terapan khususnya mengenai model
matematika epidemi SIR pada penyakit TBC.
 Bagi pihak di bidang kesehatan :
Membantu pihak-pihak yang bekerja di bidang kesehatan untuk
memperkirakan perkembangan penyakit TBC sehingga dapat
melakukan penanganan yang optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 Tuberkulosis (TBC)
 Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menyerang paru-paru, disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Selain menyerang paru-paru, tuberkulosis juga bisa
berdampak pada bagian tubuh lainnya. Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab
tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada
orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian.
Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu
batuk, butir-butir air ludah beterbangan di udara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam
parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. Penderita penyakit tuberkulosis dapat
disembuhkan dengan penanganan yang tepat dan teratur. Akan tetapi, penderita penyakit ini yang sudah
dinyatakan sembuh, dapat kembali terinfeksi apabila kekebalan daya tubuhnya menurun dan berinteraksi
dengan penderita tuberkulosis aktif.
 WHO menggolongkan penyakit tuberkulosis sebagai penyakit endemik yang sulit dihilangkan. Riset WHO tahun
lalu menunjukkan hampir sepertiga penduduk dunia mengidap tuberkulosis. Setiap tahun, lebih dari 1,7 juta
orang yang meninggal karena penyakit ini. Laju penyebaran penyakit ini sulit dibendung lantaran tuberkulosis
mudah sekali menular. Dalam perspektif Indonesia, tuberkulosis juga menjadi masalah yang serius. Indonesia
merupakan negara kelima sebagai negara yang paling banyak pengidap tuberkulosis, setelah Swaziland,
Kamboja, Zambia dan Djibouti. Jumlah pengidap tuberkulosis saat ini 321 per 100 ribu penduduk. Saat ini baru
50% penderita tuberkulosis di Indonesia yang berhasil disembuhkan.
 Gejala-gejala
1. Batuk dalam jangka waktu yang lama
2. Dada terasa sakit dan nyeri
3. Terasa sesak pada waktu bernafas
4. Demam

 Faktor Yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit


1. Faktor Sosial Ekonomi
2. Status Gizi
3. Umur
4. Jenis Kelamin
 Model SIR
Suatu infeksi penyakit dikatakan endemik apabila setiap orang yang terinfeksi
penyakit akan menularkannya ke individu lain. Ketika infeksi tersebut tidak hilang
dan jumlah orang yang terinfeksi bertambah, maka infeksi tersebut dikatakan
berada dalam keadaan endemik. Model SIR merupakan model penyakit yang
memperoleh kekebalan permanen dan keadaan pulih dari penyakit tersebut.
Model SIR menggambarkan alur penyebaran penyakit dari individu yang rentan
(Susceptibles) menjadi individu terinfeksi penyakit menular (Infected) melalui kontak
langsung maupun perantara lain, misal batuk, bersin, melalui makanan dan
minuman. Selanjutnya, individu dalam kelompok Infected yang mampu bertahan
terhadap penyakit akan sembuh dan masuk ke kelompok individu pulih dari
penyakit dan memiliki kekebalan (Recovered).
Model epidemi SIR, pada suatu populasi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Susceptible (S), yaitu kelompok individu yang sehat tapi rentan terinfeksi. Infected
(I), yaitu kelompok individu yang terinfeksi penyakit menular. Recovered (R), yaitu
kelompok individu yang telah pulih dan memiliki kekebalan permanen untuk tidak
tertular penyakit yang sama.
 Model epidemi SIR dibangun berdasarkan asumsi-
asumsi :
1. Populasi konstan.
2. Umur, seks, status sosial, dan ras tidak berpengaruh untuk terkena
infeksi.
3. Tidak ada kekebalan tubuh yang turun temurun.
4. Setiap orang yang terkena TB tahu bahwa orang tersebut terkena
TB dan berobat ke pelayanan kesehatan.
5. Pada model dasar setiap orang yang berinteraksi dengan orang
yang terinfeksi (tanpa tindakan pencegahan) maka orang
tersebut akan tertular.
 Model Matematika SIR secara umum
𝑑𝑆
= −𝛽𝑆 𝑡 𝐼(𝑡)
𝑑𝑇
𝑑𝐼
= (𝛽𝑆 𝑡 − 𝑘)𝐼(𝑡)
𝑑𝑇
𝑑𝑅
= 𝑘𝐼(𝑡)
𝑑𝑇

Ket:
𝑑𝑆
: laju perubahan jumlah individu rentan terhadap waktu
𝑑𝑇
𝑑𝐼
: laju perubahan jumlah individu terinfeksi terhadap waktu
𝑑𝑇
𝑑𝑅
: laju perubahan jumlah individu yang telah pulih terhadap waktu
𝑑𝑇

𝑘 : laju pemulihan (𝑘 ≥ 0)
𝛽 : laju rata-rata penularan penyakit (𝛽 ≥ 0)
𝛼 : kemungkinan terjadi infeksi
 Titik Kesetimbangan
Perilaku model dapat dilihat dari perilaku penyelesaian sistem di sekitar titik
kesetimbangan.
 Titik x*=(x1*, x2*,..., xn*) disebut titik kesetimbangan dari sistem x’=f(x) jika memenuhi f(x1*,
x2*,|..., xn*)=0.
 Titik kesetimbangan dapat ditentukan dengan metode nullclines. Misalkan diberikan
sistem dengan dua persamaan diferensial sebagai berikut
𝑑𝑥
 = 𝑓1 𝑥, 𝑦
𝑑𝑡
𝑑𝑥

𝑑𝑡
= 𝑓2 𝑥, 𝑦 (2.1)
 Pada sistem (2.1), grafik yang memenuhi disebut x-nullclines, sedangkan y-nullclines
adalah grafik yang memenuhi Penentuan titik kesetimbangan dengan metode
nullclines dilakukan dengan mencari titik perpotongan antara x-nullclines dan y-
nullclines (Borelli dan Coleman, 1998: 455-456).
 Pada dasarnya analisis kestabilan titik kesetimbangan dilakukan untuk mengetahui sifat
dari perilaku penyelesaian sistem persamaan diferensial. Suatu sistem dikatakan stabil
apabila perubahan kecil pada sistem hanya sedikit mengubah perilaku penyelesaian
untuk waktu yang akan datang. Akan tetapi, apabila perubahan kecil pada sistem
akan mengakibatkan perubahan yang besar pada perilaku penyelesaian untuk waktu
yang akan datang maka sistem dikatakan tidak stabil. Titik kesetimbangan sistem dapat
bersifat stabil, stabil asimtotis, dan tidak stabil.
 Titik Kesetimbangan Stabil
Titik kesetimbangan x* dari sistem x’=f(x) dikatakan stabil jika untuk setiap
ε>0 terdapat δ>0 sedemikian hingga pada saat t=0 memenuhi
||x(0)-x*||<δ, maka untuk penyelesaian x(t) dari sistem x’=f(x) berlaku
||x(t)-x*||<ε untuk setiap t menuju tak hingga.
 Titik Kesetimbangan Stabil Asimtotis
Titik kesetimbangan x* dari sistem x’=f(x) dikatakan stabil asimtotis jika x*
stabil dan terdapat δ>0 sedemikian hingga pada saat t=0 memenuhi
||x(t)-x*||<δ maka untuk penyelesaian x(t) dari sistem x’=f(x) berlaku
lim 𝑥(𝑡) = 𝑥 ∗ .
𝑛→∞

 Titik Kesetimbangan Tidak stabil


Titik kesetimbangan x* dari sistem x’=f(x) dikatakan tidak stabil apabila tidak
memenuhi definisi titik kesetimbangan stabil.
 Angka Reproduksi Dasar
Angka reproduksi dasar (basic reproductive number) dari suatu penyakit
menular yang disimbolkan dengan R0 adalah nilai yang menyatakan rasio
dari banyaknya kasus infeksi kedua dalam keseluruhan populasi individu
rentan terhadap kasus infeksi pertama. Angka reproduksi dasar dapat
digunakan untuk mengetahui suatu kemungkinan terjadinya epidemi
penyakit dalam suatu populasi pada masa mendatang.
R0 > 1 banyaknya individu terinfeksi pada kasus infeksi kedua lebih
banyak dibandingkan dengan kasus infeksi sebelumnya.
(Terjadi epidemi)
R0 < 1 banyaknya individu terinfeksi pada kasus infeksi kedua kurang
dari kasus infeksi sebelumnya. (Tidak terjadi epidemi)
R0 = 1 maka banyaknya individu terinfeksi pada kasus infeksi kedua
sama dengan banyaknya individu terinfeksi pada kasus
pertama.
 Angka reproduksi dasar dari suatu model epidemi dapat diperoleh dengan
menggunakan next generation matrix. Misal diberikan suatu model epidemi
dengan n subpopulasi individu adalah:
𝑑𝑥
 = 𝑓(𝑥) (2.2)
𝑑𝑡

 Dengan

 Dalam hal ini, x1,x2,...,xn menyatakan sub populasi individu pada model
epidemi. Oleh karena itu, pada model tidak semua x1 menyatakan sub
populasi individu laten dan x2 menyatakan sub populasi individu terinfeksi.
 Maka dari itu,perlu dilakukan transformasi pada sistem (2.2) yang ditulis:
𝑑𝑢
 = 𝑓(𝑢) (2.3)
𝑑𝑡

 dengan
 Dengan u1 menyatakan sub populasi individu yang baru terinfeksi dan u2
menyatakan sub populasi individu yang sudah terinfeksi. Kemudian,
untuk u1, u2,..., un menyatakan sub populasi individu lainnya. Model
epidemi pada sistem (2.3) dapat ditulis (2.4)

 Dengan
 Pada persamaan Ƒ(u) menyatakan laju perubahan setiap sub populasi
(u) yang disebabkan oleh munculnya infeksi baru dan Ɓ(u)
menyatakan laju perubahan tiap su populasi individu (u) karena
mengalami kematian alami, kematian akibat terinfeksi, laju kelahiran
alami, dan laju penambahan individu rentan bahaya serta
perpindahan ke sub populasi individu lain.
 Apabila diketahui x* merupakan titik kesetimbangan pada sistem (2.4),
maka D Ƒ(X0)dan D Ɓ(x0) adalah
(2.5)

(2.6)
 Oleh karena,pada model epidemi yang diamati hanya sub populasi
individu yang baru terinfeksi yaitu u1 dan yang sudah terinfeksi u2 maka
persamaan (2.5) dan (2.6) dipartisi sebagai
𝑭 𝟎 𝑩 𝟎
 D Ƒ(X*)= , D Ɓ 𝐱𝟎 =
𝟎 𝟎 𝑱𝟑 𝑱𝟒
 dengan
 Penurunan angka reproduksi dasar menggunakan metode next
generation matrix adalah
 R0=ρ(FB-1) (2,7)
 = maks {|λ1|,|λ2|}

 Dengan ρ(FB-1) merupakan radius spektral dari (FB-1). Kemudian , nilai λ1


dan λ1 merupakan nilai persamaan karakteristik dari

 | FB-1-λI|=0 (2.8)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
 Metode Wawancara
Penulis melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak terkait di Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas.
 Metode Studi Pustaka
Penulis melakukan studi pustaka dengan cara mencari, membaca,
mempelajari, dan memahami bahan-bahan yang berasal dari
literature ataupun dari referensi lain, seperti dari internet yang
mendukung penulisan laporan penelitian ini.
 Hasil dan Pembahasan
Asumsi Model :
1. Populasi individu rentan (Susceptible) adalah jumlah individu yang
sehat tetapi dapat terinfeksi apabila mengalami interaksi dengan
individu yang terinfeksi.
2. Populasi individu terinfeksi (Infectious) adalah jumlah individu yang
terinfeksi penyakit.
3. Populasi individu sembuh (Recovered) adalah jumlah individu
yang telah sembuh dari penyakit.
 Penurunan Model

𝑑𝑠 (1−𝑢)𝛽𝑆𝑙
= 𝛼𝑁 + 𝑘𝑅 − µ1 𝑆 −
𝑑𝑡 𝑁
𝑑𝑙 (1−𝑢)𝛽𝑆𝑙
= − µ2 𝑙 − ɣ𝑙 (3.2)
𝑑𝑡 𝑁
𝑑𝑅
= ɣ𝑙 − 𝑘𝑅
𝑑𝑡
 Variabel-variabel dan parameter-parameter yang digunakan pada model
Simbol Definisi Jenis Syarat Satuan
S(t) Jumlah individu rentan pada saat t Variabel S(t) ≥ 0 Orang
l(t) Jumlah individu terinfeksi pada saat t Variabel l(t) ≥ 0 Orang

R(t) Jumlah individu sembuh pada saat t Variabel R(t) ≥ 0 Orang


α Tingkat kelahiran Parameter 0 ≤ α ≤1 Per satuan
waktu
β Tingkat interaksi antara individu rentan Parameter 0≤β≤1 Per satuan
dengan individu terinfeksi waktu
µ1 Tingkat kematian individu rentan Parameter 0 < µ1 ≤1 Per satuan
waktu
µ2 Tingkat kematian individu terinfeksi Parameter 0 < µ2 ≤ 1 Per satuan
waktu
ɣ Tingkat kesembuhan (recovery) Parameter 0≤ɣ≤1 Per satuan
waktu
k Tingkat penurunan kekebalan Parameter 0<k≤1 Per satuan
waktu
N Total Populasi Variabel N>0 Orang
u Presentase perlakuan pencegahan pada Parameter 0<u≤1 Persen (%)
variabel S (Susceptible)
 Penondimensian
Karena variabel S, I, R, dan N pada sistem (3.2) berdimensi sama maka variabel S, I, dan
R dapat diproporsikan menjadi variabel baru, yaitu
𝑆
s= S= sN dengan,
𝑁
𝐼
i=𝑁 I=i N s = proporsi individu rentan
𝑅
r=𝑁 R= rN i = proporsi individu terinfeksi
r = proporsi individu sembuh
dan mengubah dimensi waktu 𝑡 menjadi tanpa dimensi 𝜏 dengan
memisalkan
τ = pt (3.3)
dan p merupakan suatu konstanta positif, p > 0 sehingga diperoleh

τ
t=𝑝 (3.4)

1
 dt = 𝑝 𝑑τ
𝑑𝑆 (1−𝑢)𝛽𝑆𝑙

𝑑𝑡
= 𝛼𝑁 + 𝑘𝑅 − µ1 𝑆 − 𝑁
𝑑𝑠𝑁 (1−𝑢)𝛽(𝑠𝑁)(𝑖𝑁)
 1 = 𝛼𝑁 + 𝑘 𝑟𝑁 − µ1 (𝑠𝑁) −
𝑑τ 𝑁
𝑝
𝑝𝑑(𝑠𝑁)
  = 𝛼𝑁 + 𝑘 𝑟𝑁 − µ1 (𝑠𝑁) − (1 − 𝑢)𝛽(𝑠𝑁)(𝑖) (Dikali 1/N)
𝑑τ
𝑝𝑑𝑠
  𝑑τ
= 𝛼 + 𝑘𝑟 − µ1 𝑠 − (1 − 𝑢)𝛽𝑠𝑖
𝑑𝑠 𝛼 𝑘𝑟 µ +(1−𝑢)𝛽𝑖 𝑠
  = + − 1
𝑑𝜏 𝑝 𝑝 𝑝

𝑑𝑙 (1−𝑢)𝛽𝑆𝑙

𝑑𝑡
= 𝑁
− µ2 𝑙 − ɣ𝑙
𝑑(𝑖𝑁) (1−𝑢)𝛽(𝑠𝑁)(𝑖𝑁)
  1 = 𝑁
− µ2 (𝑖𝑁) − ɣ(𝑖𝑁)
𝑑τ
𝑝
𝑑(𝑖𝑁)
  1 = 1 − 𝑢 𝛽 𝑠𝑁 𝑖 − µ2 (𝑖𝑁) − ɣ(𝑖𝑁) (Dikali 1/N)
𝑑τ
𝑝
𝑑𝑖 ( 1−𝑢 𝛽𝑠−µ2 −ɣ)𝑖
  =
𝑑τ 𝑝
𝑑𝑅
 = ɣ𝑙 − 𝑛𝑅
𝑑𝑡
𝑑(𝑟𝑁)
  1 = ɣ(𝑖𝑁) − 𝑘(𝑟𝑁) (Dikali 1/N)
𝑝
𝑑τ

𝑑𝑟 ɣ𝑖−𝑘𝑟
  =
𝑑τ 𝑝

 Dengan demikian, diperoleh laju perubahan populasi individu


tanpa dimensi dalam model penyebaran
 penyakit tuberkulosis, yaitu:
𝑑𝑠 𝛼 𝑘𝑟 µ1 +(1−𝑢)𝛽𝑖 𝑠
 = + −
𝑑𝜏 𝑝 𝑝 𝑝
𝑑𝑖 ( 1−𝑢 𝛽𝑠+µ2 +ɣ)𝑖
 =
𝑑τ 𝑝
𝑑𝑟 ɣ𝑖−𝑘𝑟
 =
𝑑τ 𝑝

 dengan 0 ≤ 𝑠 ≤ 1, 0 ≤ 𝑖 ≤ 1, 0 ≤ 𝑟 ≤ 1.
 Titik Kesetimbangan
𝑑𝑠 𝑑𝑖 𝑑𝑟
 = = =0
𝑑𝜏 𝑑τ 𝑑τ
𝑑𝑠
 Jika = 0, maka diperoleh
𝑑𝜏
𝛼 𝑘𝑟 µ1 + 1−𝑢 𝛽𝑖 𝑠
 + − =0
𝑝 𝑝 𝑝
𝑑𝑖
 Jika = 0, maka diperoleh
𝑑τ
( 1−𝑢 𝛽𝑠−µ2 −ɣ)𝑖
 =0
𝑝
𝑑𝑟
 Jika = 0, maka diperoleh
𝑑τ
ɣ𝑖−𝑘𝑟
 =0
𝑝
 TE Bebas Penyakit
 Titik kesetimbangan bebas penyakit adalah titik kesetimbangan
pada saat tidak ada penyakit dalam suatu populasi individu.
Apabila tidak ada penyakit di suatu populasi, maka jumlah populasi
individu terinfeksi adalah nol (𝐼 =0), sehingga dapat diasumsikan
proporsi individu terinfeksi adalah nol (i = 0).
𝛼 𝑘𝑟 µ1 + 1−𝑢 𝛽𝑖 𝑠
 + − =0
𝑝 𝑝 𝑝
𝛼 𝑘𝑟 µ1 𝑠
  + − =0
𝑝 𝑝 𝑝

  𝛼 + 𝑘𝑟 − µ1 𝑠 = 0
  µ1 𝑠 = 𝛼 + 𝑘𝑟
𝛼+𝑘𝑟
 𝑠=
µ1
ɣ𝑖−𝑘𝑟
 =0
𝑝
−𝑘𝑟
  =0
𝑝

 𝑟=0
𝛼
 𝑠=
µ1

 Dengan demikian diperoleh titik kesetimbangan bebas penyakit


untuk sistem (3.8), yaitu :
𝛼
 𝑇𝐸0 𝑠,𝑖,𝑟 = , 0,0
µ1
 TE Endemik
Titik kesetimbangan endemik adalah titik kesetimbangan pada saat terdapat penyakit dalam suatu populasi
individu. Apabila masih terdapat penyakit di suatu populasi, maka jumlah populasi individu terinfeksi adalah tidak
sama dengan nol (I ≠ 0), sehingga dapat diasumsikan proporsi individu terinfeksi adalah tidak sama dengan nol
(i≠ 0).
𝛼 𝑘𝑟 µ1 + 1−𝑢 𝛽𝑖 𝑠
 + − =0
𝑝 𝑝 𝑝

  𝛼 + 𝑘𝑟 = 1 − 𝑢 𝛽𝑖 + µ1 𝑠
𝛼+𝑘𝑟
 𝑠=
1−𝑢 𝛽𝑖+µ1
 diperoleh
( 1−𝑢 𝛽𝑠−µ2 −ɣ)𝑖
 =0
𝑝

  1 − 𝑢 𝛽𝑠 − µ2 − ɣ 𝑖 = 0
 𝑖=0
 Atau
( 1−𝑢 𝛽𝑠−µ2 −ɣ)𝑖
 =0
𝑝

  1 − 𝑢 𝛽𝑠 − µ2 − ɣ = 0
  1 − 𝑢 𝛽𝑠 = µ2 + ɣ
µ2 +ɣ
 𝑠 =
1−𝑢 𝛽
𝛼+𝑘𝑟 µ2 +ɣ

1−𝑢 𝛽𝑖+µ1
= 1−𝑢 𝛽

  𝛼 + 𝑘𝑟 1 − 𝑢 𝛽 = 1 − 𝑢 𝛽𝑖 + µ1 (µ2 + ɣ)
  1 − 𝑢 𝛽𝛼 + 1 − 𝑢 𝛽𝑘𝑟 = 1 − 𝑢 𝛽𝑖µ2 + 1 − 𝑢 𝛽𝑖ɣ + µ1 µ2 + µ1 ɣ
ɣ𝑖−𝑘𝑟

𝑝
=0
ɣ𝑖 𝑘𝑟
 𝑝 = 𝑝
  ɣ𝑖 = 𝑘𝑟
 1 − 𝑢 𝛽𝛼 + 1 − 𝑢 𝛽𝑖ɣ = 1 − 𝑢 𝛽𝑖µ2 + 1 − 𝑢 𝛽𝑖ɣ + µ1 µ2 + µ1 ɣ
  1 − 𝑢 𝛽𝛼 = 1 − 𝑢 𝛽𝑖µ2 +µ1 µ2 + µ1 ɣ
  1 − 𝑢 𝛽𝑖µ2 = 1 − 𝑢 𝛽𝛼 − µ1 µ2 − µ1 ɣ
1−𝑢 𝛽𝛼−µ1 µ2 −µ1 ɣ
 𝑖= 1−𝑢 𝛽µ2
ɣ𝑖
 𝑟= 𝑘
ɣ 𝛼 µ1 µ1 ɣ
 𝑟= − −
𝑘 µ2 (1−𝑢)𝛽 (1−𝑢)𝛽µ2
ɣ𝛼 ɣµ1 µ1 ɣ2
 𝑟= 𝑘µ2
− 𝑘(1−𝑢)𝛽
− 𝑘(1−𝑢)𝛽µ2
 Dengan demikian diperoleh titik kesetimbangan endemik :
µ2 +ɣ 1−𝑢 𝛽𝛼−µ1 µ2 −µ1 ɣ ɣ𝛼 ɣµ1 µ1 ɣ2
 𝑇𝐸1 𝑠,𝑖,𝑟 = , , − −
1−𝑢 𝛽 1−𝑢 𝛽µ2 𝑘µ2 𝑘(1−𝑢)𝛽 𝑘(1−𝑢)𝛽µ2

 Angka Reproduksi Dasar


Penurunan angka reproduksi dasar model penyebaran penyakit
tuberkulosis dilakukan menggunakan metode next generation matrix. Agar
penurunan angka reproduksi dasar lebih mudah, maka urutan laju
perubahan populasi individu tanpa dimensi dalam model penyebaran
penyakit tuberkulosis dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai
berikut:
𝑑𝑖 µ2 ɣ
(1−𝑢)𝛽𝑠𝑖
+ 𝑖
𝑑τ 𝑝 𝑝
𝑑𝑠 𝑝 𝛼 𝑘𝑟 µ +(1−𝑢)𝛽𝑖 𝑠
 = 0 − −𝑝 − 𝑝
+ 1
𝑝
(3.19)
𝑑𝜏
𝑑𝑟 0 ɣ𝑖 𝑘𝑟
𝑑τ
− +
𝑝 𝑝
 Berdasarkan sistem (3.19) maka model penyebaran penyakit
 tuberkulosis dapat ditulis:
𝑑𝑢
 = Ƒ u −Ɓ(u) (3.20)
𝑑𝑡

 Dengan
µ2 ɣ
(1−𝑢)𝛽𝑠𝑖 𝑝
+ 𝑝
𝑖
𝑝 𝛼 𝑘𝑟 µ1 +(1−𝑢)𝛽𝑖 𝑠
 Ƒ u = 0 dan Ɓ(u) = − 𝑝 − 𝑝
+
𝑝
0 ɣ𝑖 𝑘𝑟
−𝑝+ 𝑝

 Keterangan :
 Ƒ u = laju perubahan individu yang menyebabkan munculnya infeksi
 baru pada tiap populasi individu.
 Ɓ(u) = laju perubahan jumlah populasi individu yang masuk dan keluar
 dari tiap populasi individu selain yang menyebabkan infeksi baru.
 Maka diperoleh angka reproduksi dasar dari model penyebaran
penyakit tuberkulosis
𝟏−𝒖 𝜷𝜶
 𝑹𝟎 =
µ𝟏 µ𝟐 +ɣ
 Simulasi Model

Variabel Sebelum Variabel Sesudah


Penondimen Penondimen
sian sian

S(0) 2.012.444 s(0) 0,9973


I(0) 2871 i(0) 0,0014
R(0) 2727 r(0) 0,0013
N 2.018.042 p 1

Tabel 3.2 Nilai Variabel yang digunakan


Parameter Nilai
α 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ_𝑘𝑒𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 28136 0,014
=
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 2018042
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
µ1 𝑗𝑚𝑙_𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛_𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 652 0,00323
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 2018042
=
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
µ2 𝑗𝑚𝑙_𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛_𝑖𝑛𝑑𝑣_𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖 20 0,0069
=
𝑗𝑚𝑙_𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢_𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖 2871
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
ɣ 𝑗𝑚𝑙_𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢_𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ 2727 0,95
𝑗𝑚𝑙_𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢_𝑡𝑒𝑟𝑖𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖 2871
=
ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
k 𝑗𝑚𝑙_𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢_𝑘𝑎𝑚𝑏𝑢ℎ 62 0,0227
𝑗𝑚𝑙_𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢_𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢ℎ 2727
=
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Tabel 3.3 Nilai parameter yang digunakan

Untuk parameter 𝛽 penulis menggunakan parameter yang sama di tiap model karena data
yang ada tidak memungkinkan untuk mencari nilai 𝛽. 𝛽 yang dipakai sebesar 0,32665.
Kemudian, u merupakan parameter kontrol.
 Berdasarkan nilai-nilai parameter yang digunakan, yaitu α=0,014 ;
µ1=0,00323 ; µ2=0,0069 ; ɣ=0,95 ; k=0,0227 dengan menggunakan software
Maple 13 diperoleh titik kesetimbangan :
 TE1 :

 TE2 :
 Analisa keendemikan berdasarkan angka reproduksi dasar dari model
tanpa perlakuan pencegahan

𝛽 TE(S,I,R) R0 Keendemikan

0,326655 {2,9294 ; 0,6577 ; 22,5562} 1,48 Endemik


 Analisa titik kesetimbangan, nilai eigen, dan angka reproduksi dasar
akibat perlakuan pencegahan parameter u dengan β=0,326655.

Status
u TE(s,i,r) Real Nilai Eigen R0 Kestabilan keendemikan

Stabil
5% {3,0835;0,5852;20,0809} {-0,00019 ; -0,1062 ; -0,1062 } 1,41 Endemik
asimtotik
Stabil
10% {3,2548;0.5053;17,3306} {-0,00019 ; -0,0896 ; -0,0896} 1,33 Endemik
asimtotik
Stabil
15% {3,9059;0,20059;6,8795} {-0,00019 ; -0,0399 ; -0,0339} 1.11 Endemik
asimtotik
Tidak
50% {5,8588;-0,7136;-24,474} {0,38421;-0,2984;-0,00019} 0,74 Tidak Stabil
Endemik
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
 Kesimpulan
 Model pencegahan penyebaran penyakit tuberkulosis di Kabupaten Banyumas
pada tahun 2016 yaitu :
𝒅𝒔
 = 𝟎. 𝟎𝟏𝟒 + 𝟎. 𝟎𝟐𝟕𝟕𝑹 − 𝟏 − 𝒖 𝜷𝑺𝒍 − 𝟎. 𝟎𝟎𝟑𝟐𝟑𝑺
𝒅𝒕
𝒅𝑰
 = 𝟏 − 𝒖 𝜷𝑺𝒍 -0.9569 𝒍
𝒅𝒕
𝒅𝑹

𝒅𝒕
= 0.95 𝒍 - 0.0277 R
 Berdasarkan tabel simulasi tanpa parameter pencegahan dapat disimpulkan
bahwa penyakit Tuberkulosis akan bersifat endemik ketika interaksi antara
individu teinfeksi dengan individu rentan sebesar 0,326655.
 Berdasarkan tabel simulasi dengan parameter pencegahan dapat disimpulkan
bahwa penyakit Tuberkulosis akan tidak endemik jika 50% dari populasi individu
Susceptible (rentan) menggunakan masker.
 Saran
Pada penelitian ini, penulis hanya membahas model penyebaran penyakit
tuberkulosis dari model SIR dengan parameter pencegahan. Oleh karena
itu, penulis memberikan saran kepada pembaca yang tertarik pada
masalah ini untuk mengembangkan model dengan memperhatikan faktor
vaksinasi dan atau faktor masa karantina penderita.

Anda mungkin juga menyukai