Badan :
“sekumpulan orang dan atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik atau organisasi yang
sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan
bentuk badan lainnya.”
Subjek PPh Badan
Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
Contoh :
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan neto dengan tarif Penghasilan bruto dengan tarif
umum pajak sepadan
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
BUKAN SUBJEK PAJAK
Mendaftarkan diri
untuk memperoleh
NPWP
• Menghitung Pajak
Setelah memiliki terutang
• Melakukan pembayaran
NPWP : • Menyampaikan SPT Masa
dan Tahunan
• Melakukan Pemotongan
dan Pemungutan Pajak
Tata Cara
Pengenaan PPh
Dikenakan PPh dengan tarif tertentu atas jenis penghasilan tertentu dan
dikenakan pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh.
PPh yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor
sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi
sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak akan dihitung lagi PPh nya di
SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang bersifat final
tidak dapat diperhitungkan kembali.
PPh Final yang sudah dipotong atau dibayar tersebut bukan merupakan
kredit pajak di SPT Tahunan.
Konsep Pengenaan
PPh Final
Contoh :
PT. Hakatex adalah sebuah Atas laba bersih fiskal dari
perusahaan Garment yang juga penjualan pakaian akan
memiliki gedung yang dikenakan tarif umum sebesar 25
disewakan kepada pihak lain. % sedangkan atas pendapatan
Penghasilan yang diperoleh sewa gedung akan dikenakan PPh
final dengan tarif 10 %.
selama tahun 2014 terdiri dari :
- Penjualan Pakaian sebesar
PPh tarif final 10 % langsung
Rp. 100 Milyar dikenakan pada saat memperoleh
- Pendapatan Sewa Gedung penghasilan tersebut dan tidak
sebesar Rp. 2 Milyar. perlu lagi diperhitungkan dalam
SPT Tahunan PPh Badan.
Berdasarkan UU PPh Biaya untuk memperoleh
penghasilan dari penjualan pendapatan sewa gedung tidak
pakaian tidak bersifat final dan dapat dikurangkan dalam
penghasilan dari sewa gedung menghitung laba bersih fiskal
bersifat final. dari hasil penjualan pakaian.
Objek Pajak
Antara Lain
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari
Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal
4 ayat (3) huruf h sebesar Rp. 100 juta dan penghasilan bruto lainnya
sebesar Rp300 juta. Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200
juta, maka biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar Rp. 150 juta
(3/4 x Rp200 juta).
PRINSIP PRINSIP
PEMBEBANAN BIAYA
Penjelasan:
Dividen tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
badan yang membagikan karena pembagian laba
tersebut merupakan bagian dari penghasilan yang akan
dikenakan pajak berdasarkan UU PPh.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Contoh:
Perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi
asuransi yang dibayar perusahaan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham atau keluarganya.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Semua natura yang diterima karyawan dari pemberi
kerja adalah bukan objek pajak bagi karyawan,
sehingga sejalan dengan itu maka natura tersebut
tidak dapat dibebankan oleh si pemberi kerja.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Namun dengan Peraturan Menteri Keuangan, terdapat
beberapa natura yang dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan
bukan objek PPh bagi si karyawan yaitu sebagai berikut:
1. Natura yang diberikan di daerah terpencil;
2. Natura dan kenikmatan karena bersifat wajib, contoh
seragam security, seragam antar jemput karyawan,
penginapan untuk awak kapal;
3. Makanan dan minuman untuk seluruh pegawai.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Contoh:
Seorang tenaga ahli yang juga pemegang saham memberikan jasa
kepada perusahaan dan memperoleh imbalan sebesar Rp130 juta. Jika
pekerjaan yang sama diberikan oleh tenaga ahli lain dengan bayaran
sebesar Rp70 juta maka kelebihan pembayaran kepada tenaga ahli
pemegang saham sebesar Rp60 juta tidak dapat dibebankan sebagai
biaya dan merupakan objek pajak penghasilan-dividen bagi tenaga
ahli-pemegang saham.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Pajak Penghasilan
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan pajak penghasilan adalah
pajak penghasilan yang terutang untuk wajib pajak
yang bersangkutan.
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Biaya untuk kepentingan pribadi wajib pajak dan atau
tanggungannya adalah pada hakekatnya penggunaan
penghasilan wajib pajak sehingga tidak dapat
dibiayakan
BIAYA YANG TIDAK
DAPAT DIKURANGKAN
Pasal 9 UU PPh
Penjelasan:
Semua sanksi yang terkait dengan undang-undang
perpajakan, baik pajak pusat maupun pajak daerah.
Contoh:
Perusahaan membayar pajak kendaraan bermotor sebesar
Rp10 juta dan sanksi atas keterlambatan pembayaran sebesar
Rp1 juta. Maka pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai
biaya fiskal adalah pajak kendaran bermotor sebesar Rp10 juta
sedangkan sansksi keterlambatan pembayaran pajak
kendaraan bermotor tidak dapat dibebankan sebagai biaya
fiskal.
PIUTANG TIDAK TERTAGIH
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya
adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5
juta.
Apabila Piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih ternyata kemudian dibayar seluruhnya
atau dibayar sebagian oleh debitur, jumlah
piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar
sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi
kreditur pada tahun pajak diterimanya
pembayaran.
PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
• BPHTB dapat
diibiayakan dengan
cara
amortisasi/penyusutan
Biaya BPHTB • PBB dapat
dan PBB dibebankan langsung
sebagai biaya (kecuali
SE- untuk penghasilan
yang sifatnya final,
01/PJ.42/2002 bukan objek atau
deemed profit.
HUBUNGAN ISTIMEWA
Penyebab :
a. kepemilikan atau penyertaan modal;
b. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi.
Format :
a. Kepemilikan dan Penyertaan Modal
WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
Contoh :
PT. A memiliki 50 % saham PT. B.
PT B memiliki 50 % saham PT. C
Hubungan istmewa :
PT. A dengan PT B karena penyertaan langsung
PT. A dengan PT C karena penyertaan tidak langsung
Apabila PT. A juga memiliki saham di PT. D maka antara PT. A,B,C dan
D terdapat hubungan sitimewa
HUBUNGAN ISTIMEWA
b. Hubungan penguasaan
WP menguasai WP lainnya, atau dua atau lebih WP
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung; atau hubungan istimewa antara
WP dapat juga terjadi karena penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak
terdapat hubungan kepemilikan.
Contoh :
Tn. A merupakan Direktur Utama dari PT. B dan PT. C. Maka
antara PT. B dan PT C terdapat hubungan istimewa karena
dibawah penguasaan manajemen yang sama
PT X perusahaan yang memproduksi minuman dengan formula
dari PT. Y. Maka antara PT X dan Y terdapat hubungan istimewa
Mengapa Konsep Hubungan Istimewa harus
dipahami?
Pasal 18 UU PPH :
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode
lainnya.
Contoh :
PT. A memiliki 30 % saham dari PT. B dan PT B adalah salah satu pemasok bahan baku
yang digunakan PT A. Selama tahun 2014 PT B memasok bahan baku PT A dengan
harga per unit Rp. 25 juta. Barang yang sama di jual ke perusahaan lain dengan harga
Rp. 40 juta perunit.
DJP berhak berwenang untuk menentukan kembali harga transaksi PT A dengan PT B
menjadi sebesar Rp. 40 juta
PENILAIAN AKTIVA
Aktiva Tetap
Harga beli ditambah biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh aktiva terserbut. Misal : bea masuk,biaya angkut
dan biaya pemasangan.
Tanah
Harga beli tanah ditambah biaya pengurusan hak atas tanah
yang pertamakali harus dikapitalisasi dalam harga perolehan
tanah
Biaya Pra Operasi
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi.
Contoh :
Biaya studi kelayakan, biaya produksi uji coba produk, biaya untuk
mendapatkan ijin usaha dari instansi berwenang dan biaya pendirian
perusahaan dicatat sebagai Biaya Pra Operasi dan dikapitalisasikan.
Pembebanan biaya tersebut dilakukan dengan cara amortisasi.
1. Jual Beli
Dalam hal transaksi dipengaruhi hubungan istimewa :
- bagi pembeli : harga perolehan harta adalah harga yang
seharusnya dibayar
- bagi penjual : harga penjualan harta adalah harga yang
seharusnya diterima
Keuntungan :
Tn A : (Rp. 6.000.000 – Rp. 1.000.000) = Rp. 5.000.000
Tn. B : (Rp. 5.000.000 – Rp. 3.000.000) = Rp. 2.000.000
3. Penarikan Harta
Harta di jual :
o Harga Jual dibukukan sebagai penghasilan
o NSBF dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian di tahun
harta di jual.
Harta terbakar,:
o penggantian asuransinya (kalau ada) dibukukan sebagai
penghasilan pada tahun diterimanya penggantian asuransi.
o Nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian
dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
Sebuah tekstil milik PT. Alenatex terbakar karena terjadi konslet pada
tanggal 10 Januari 2012. Mesin tersebut dibeli seharga Rp 1 miliar.
NSBF pada saat terjadi kebakaran sebesar Rp 750 juta. Penggantian
asuransi diterima tahun 2013 sebesar Rp 600 juta.
NSBF sebesar Rp 750 juta dibebankan sebagai kerugian tahun 2012
sedangkan penggantian asuransi sebesar Rp 600 juta dicatat sebagai
penghasilan tahun 2013.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya
baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian
dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
Contoh :
Amrin ingin menambah modalnya di PT. X dengan menyerahkan
sebuah gudang. NSBF gudang adalah Rp.500 juta, PT. X mencatat
setoran modal berupa gudang tsb sebesar harga pasarnya yaitu Rp. 1
Milyar.
Keuntungan Amrin :
Rp. 1 Milyar – Rp. 500 juta = Rp. 500 juta
5. Pengalihan harta dalam rangka likuidasi, merger,
konsolidasi, pemekaran atau pengambil-alihan
Likuidasi : Penilaian dengan Harga Pasar
Pengalihan harta dalam rangka merger, konsolidasi ataupun
akuisisi yang memenuhi syarat, pemekaran usaha (expansion)
dalam rangka menjual sahamnya di bursa efek maka NSBF
dari aktiva tersebut dapat dijadikan dasar penilaian aktiva (PMK
No. 43/PMK.03/2008)
Contoh :
PT. A dan PT. B berniat melakukan konsolidasi dengan membentuk
perusahaan baru yaitu PT. C. PT. A dan PT. B akan dilikuidasi setelah
konsolidasi. Pengalihan aktiva dari PT. A dan PT. B ke PT. C tersebut dapat
menggunakan nilai buku (dengan metode pooling of interest).
6. Hibah, Sumbangan dan Warisan
Contoh:
Benny berniat menghibahkan 2 buah gedung masing-masing
kepada PT. Sinar dan kepada sebuah badan sosial yang
ditetapkan Menteri Keuangan. Atas penyerahan gedung ke
badan sosial, Benny mencatat hibah tersebut sebesar nilai sisa
buku fiskal (NSBF) dan tidak mengakui laba/rugi. Tetapi atas
hibah gedung kepada PT. Sinar, Benny harus mencatat hibah
tersebut sebesar harga pasar dan harus mengakui adanya
laba/rugi.
7. Revaluasi aktiva tetap
Revaluasi adalah penilaian kembali harta yang tercatat sebesar Nilai
Buku Fiskal menjadi sebesar harga pasar.
Revaluasi harus melalui persetujuan DJP
Atas selisih antara nilai buku sebelum dan sesudah revaluasi
dikenakan PPh Final sebesar 10%.
WP dapat menyusutkan harta dengan dasar penyusutan nilai aktiva
yang baru.
Contoh:
NSBF suatu mesin sebelum revaluasi adalah Rp 200 juta. Harga pasar
wajar tersebut adalah Rp 400 juta. Dengan persetujuan Dirjen Pajak,
NSBF mesin tersebut dapat diubah menjadi sebesar harga pasarnya (Rp
400 juta). Setelah itu WP dapat menyusutkan mesin dengan dasar
penyusutan yang baru.
Ketentuan Umum
BERWUJUD
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
TIDAK
2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %
Pasal 11 ayat (11) PENENTUAN KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN
DITETAPKAN DENGAN PMK No. 96/PMK.03/2009 NAMUN DAPAT SESUAI MASA MANFAAT
SESUNGGUHNYA DENGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KE DJP
BANGUNAN TIDAK PERMANEN YAITU BANGUNAN YANG BERSIFAT SEMENTARA DAN TERBUAT
DARI BAHAN YANG TIDAK TAHAN LAMA ATAU BANGUNAN YANG DAPAT DIPINDAH
PINDAHKAN, YANG MASA MANFAATNYA TIDAK LEBIH DARI 10 TAHUN. MISAL : BARAK,
ASRAMA KARYAWAN DLL
Masa manfaat dan tarif penyusutan harta Tidak
Berwujud
Tarif penyusutan
Kelompok Harta Masa
Saldo
Tidak Berwujud Manfaat Garis Lurus
Menurun
- Pengeluaran untuk
pembelian,
pendirian,
penambahan,
perbaikan, atau
perubahan harta
berwujud (kecuali
tanah ),
- Dimiliki dan
digunakan untuk
3M
Biaya Penyusutan :
Metode Garis Lurus :
LAPORAN LAPORAN
KEUANGAN Koreksi KEUANGAN
KOMERSIAL Fiskal FISKAL (UU
(PSAK) Positif/N PPH)
Laba/Rugi egatif Laba/ Rugi
Komersial Fiskal
BEDA TETAP
Perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya
menurut akuntansi dan menurut ketentuan
perpajakan yang bersifat permanen
Contoh: pemberian natura, biaya entertainment, penghasilan
final.
Rekonsiliasi Fiskal
Terjadi karena :
a. WP memiliki penghasilan yang dikenakan PPh Final {Pasal 4
ayat (2) UU PPh}
Contoh : Pendapatan bunga deposito, jasa giro dll
Termasuk Koreksi Negatif
Koreksi Positif
Koreksi dari Penghasilan / Biaya yang
menyebabkan pajak bertambah
Koreksi Negatif
Koreksi dari Penghasilan / Biaya yang
menyebabkan pajak berkurang
Rekonsiliasi Fiskal
Contoh :
PT Abadi tahun 2014 memperoleh Laba Bersih Komersial sebesar Rp. 500 juta.
Dari data laporan laba rugi diketahui beberapa hal sbb :
Memperoleh pendapatan bunga deposito sebesar Rp. 10 juta
Membayar biaya jamuan tamu sebesar Rp. 30 juta
Memperoleh deviden yang bukan objek pajak sebesar Rp. 50 juta
Contoh :
Data penghasilan sebagai berikut :
Penghasilan dari menyewakan gedung
(Objek PPh Final) Rp.100.000.000,00
Penghasilan dari penjualan barang
dagang (Objek PPh Non Final) Rp.300.000.000.00
Jumlah penghasilan bruto Rp.400.000.000,00
Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak
lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut :
1. tambahan 1 tahun: apabila penanaman modal baru dilakukan pada
bidang-bidang usaha tertentu di kawasan industri dan kawasan berikat;
2. tambahan 1 tahun: apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500
(lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun
berturut-turut;
3. tambahan 1 tahun: apabila penanaman modal baru memerlukan
investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi
usaha paling sedikit sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah);
4. tambahan 1 tahun: apabila mengeluarkan biaya penelitian dan
pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk
atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau
5. tambahan 1 tahun: apabila menggunakan bahan baku dan atau
komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh
persen) sejak tahun ke-4 (empat).
Tarif Pajak
Tarif umum
Tidak Final (pasal 17 UU
PPh)
Pajak
Tarif Pajak Final
Final (ditetapkan
tersendiri)
Tarif Umum
PASAL 31 E UU PPh
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima
puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Fasilitas PASAL 31 E UU PPh
Ketentuan tambahan (SE-66/PJ2010):
1. Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan
permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
3. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-
Undang Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, meliputi :
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat/ final;
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
4. Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang
akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas
tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak
Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif
sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
TARIF PPh BAGI WP DENGAN PEREDARAN
BRUTO < 50 MILYAR RUPIAH
Contoh 1:
Kredit Pajak
Dipungut/Dipoton
Dibayar sendiri
g Pihak Lain
PPh
PPh PPh PPh
25
22 23 24
ANGSURAN PPh PASAL 25
Ayat 1
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi
12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Ayat 2
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan SEBELUM batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan SAMA dengan besarnya
angsuran pajak untuk BULAN TERAKHIR tahun pajak yang lalu
Contoh 1:
PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan 2011 : Rp 50.000.000,00
Dikurangi Kredit Pajak :
PPh Pasal 22 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 12.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00(+)
------------------------
Jumlah kredit pajak Rp 35.000.000,00
----------------------
-Selisih Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk
tahun 2012 adalah sebesar Rp 1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan
ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir
bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum
dapat dihitung sesuai dengan ketentuan.
Ayat 4
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak
untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
Contoh:
Apabila pada tahun 2010 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong
atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya angsuran
pajak bulanan PT X tahun 2010
= 1/12 x Rp25.200.000,00= Rp2.100.000,00.
AYAT 7
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru;
b. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak
masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan
berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi
0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
Penjelasan
a. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
b. Dalam hal Wajib Pajak badan (baru) yang mempunyai kewajiban membuat
laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan,
dibagi 12 (dua belas).
c. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut
laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak
Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun
pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Penjelasan
d. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk WP BUMN
dan BUMD, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan
hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut
Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang
bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24
yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu,
dibagi 12 (dua belas).
** sebelum RKAP disahkan maka pph 25 tahun 2014 adalah sama dengan
pph pasal 25 desember 2013.
WP Badan yang menggunakan PP 46 tahun 2013
Contoh :
PT X untuk Tahun 2013 memiliki omset Rp. 4 Milyar. Maka untuk tahun 2014
tidak ada PPh 25. PPh perbulan ditahun 2014 adalah 1 % dari omset perbulan.
Selanjutnya omset tahun 2014 adalah sebesar Rp. 6 Milyar sehingga untuk tahun
2015 tidak boleh lagi menggunakan PP 46. Sehingga mulai januari 2015 terdapat
kewajiban untuk membayar PPh Pasal 25. Pada bulan januari 2015 mendapatkan
omset sebesar Rp 500 juta dan penghasilan nettonya adalh Rp. 50 juta. PPh yang
dipotong dipungut pihak lain Rp. 4.250.000.
Leasing terdiri dari dari dua bentuk : Leasing dengan Hak Opsi (Finance
Lease) dan Leasing Tanpa Hak Opsi (Operating Lease).
Hak opsi adalah hak untuk membeli objek sewa guna usaha setelah
berakhirnya perjanjian berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
FINANCIAL LEASE
FINANCIAL LEASE
Perlakuan Perpajakan bagi Lessor :
a. Penghasilan lessor yang menjadi objek PPh adalah seluruh
pembayaran SGU - angsuran pokok. (bunga + administration fee).
b. Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang di SGU- kan.
c. Lessor dapat membentuk Cadangan Piutang Ragu-Ragu sebesar
2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang SGU.
d. Kerugian piutang SGU yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan pada akun Akumulasi Cadangan Penghapusan Piutang
tahun yang bersangkutan.
e. Besamya Angsuran PPh Pasal 25 bagi lessor dihitung berdasarkan
laporan triwulan yang disetahunkan.
f. Jasa pembiayaan SGU dengan hak opsi tidak terutang PPN. Tetapi
penyerahan barang dari lessor ke lessee terutang PPN.
Sewa Guna Usaha
(Leasing)
FINANCIAL LEASE
OPERATING LEASE
Sewa Guna Usaha (SGU) digolongkan sebagai Operating
Lease apabila memenuhi semua kriteria sebagai berikut :
a. Jumlah pembayaran SGU selama masa SGU pertama
tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal
yang di-SGU-kan ditambah keuntungan yang
diperhitungkan oleh lessor;
b. Perjanjian SGU tidak memuat ketentuan mengenai
opsi bagi lessee.
Sewa Guna Usaha
(Leasing)
OPERATING LEASE
Perlakuan perpajakan bagi yang menyewakan (lessor) :
a. Seluruh pembayaran sewa yang diterima/diperoleh oleh
lessor, merupakan objek PPh Pasal 23;
b. Lessor berhak menyusutkan barang modal yang di-SGU-
kan karena kepemilikan barang ada di tangan-nya.
c. Lessor memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
jasa sewa yang diberikan.
Sewa Guna Usaha
(Leasing)
OPERATING LEASE
MACAM-MACAM KURS
1. Kurs Menteri Keuangan
kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Mulai 1 Oktober
1997 kurs Menteri Keuangan ditetapkan setiap minggu.
2. Kurs Realisasi
kurs yang sebenarnya terjadi pada waktu perusahaan
merupiahkan valas atau pada waktu perusahaan membeli valas.
Menurut UU PPh :
keuntungan atau kerugian yang diperoleh karena fluktuasi
kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
• Keuntungan selisih kurs harus dicatat sebagai pendapatan lain-
lain. Kerugian selisih kurs harus dicatat sebagai biaya dan
dapat dikurangkan.
• Kerugian selisih kurs sehubungan dengan penghasilan yang
dikenakan PPh Final, tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
Contoh
PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dengan kontrak, sewa
apartemen tiap bulan adalah sebesar US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap
tanggal 1. Tgl 1 september 2013 diterbitkan invoice dengan kurs yang berlaku
saat itu Rp. 10.000,- per 1 USD. Tgl 15 September 2013 dilunasi dengan kurs
yang berlaku Rp. 9.500,-.
Kerugian selisih kurs tidak dapat dijadikan biaya karena berkaitan dengan
penyewaan apartemen yang pengenaan PPh nya bersifat final.
Contoh
PT A yang bergerak di bidang penyewaan apartemen, pada bulan September
2010 mendapatkan pinjaman sebesar US$ 10,000,000 yang digunakan
masing-masing sebesar US$ 9,000,000 untuk membangun apartemen, dan
sebesar US$ 1,000,000 untuk membeli alat transportasi yang akan
dipergunakan untuk usaha jasa angkutan.
Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berasal dari
pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui sebagai penghasilan
atau biaya karena:
• tidak berkaitan langsung dengan usaha PT A di bidang penyewaan
apartemen yang atas penghasilannya dikenai PPh final; dan
• merupakan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan lainnya berupa usaha jasa angkutan yang dikenai tarif umum
Pasal 17 UU PPh.
PP 94 Tahun 2010
Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh
Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu
sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi
pinjaman telah disetor seluruhnya;
pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan
merugi; dan
perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami
kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
PP 94 Tahun 2010
• Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak
berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
diatas, atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan
tingkat suku bunga wajar.
• Tujuan Revaluasi :
Meningkatkan nilai perusahaan
Meningkatkan biaya penyusutan aktiva tetap
Meningkatkan keakuratan penilaian kemampuan perusahaan
menghasilkan laba
Menunjukan kekayaan perusahaan yang sebenarnya.
Objek dan Subjek
Revaluasi
Yang berhak melakukan revaluasi adalah WP Badan Dalam Negeri
dan BUT, tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin
menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
Dollar Amerika Serikat.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
revaluasi berlaku ketentuan sebagai berikut :
• Dasar penyusutan fiskal adalah sama dengan dasar penyusutan fiskal pada
awal tahun pajak yang bersangkutan.
• Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
• Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.
Contoh
Contoh Kasus :
Pada tanggal 1 Januai 2013 PT. PQR melakukan penilaian kembali
beberapa aktiva perusahaannya. Posisi aktiva perusahaan pada
tanggal tersebut adalah sebagai berikut :
3. Pemekaran Usaha (A = A + B)
Pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau
lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru tanpa
melakukan likuidasi badan usaha lama.
Contoh : Divisi Distribusi PT. Kalbe Farma dijadikan
perusahaan tersendiri yaitu PT Enseval.
Metode pencatatan :
a. Metode Pembelian (Purchase methode)
Yaitu metode penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
dimana nilai perolehan harta dicatat berdasarkan Harga Pasar.