Anda di halaman 1dari 27

Demam Dengue

SMF Ilmu Kesehatan Anak


RSUD dr. Abdul Azis
Singkawang
9 Desember 2014
Pendahuluan
• Demam Dengue (DD / DF), Demam Berdarah Dengue (DBD / DHF),
dan Sindroma Renjatan Dengue (SRD / DSS) merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di negara-Negara
endemic dengue di Asia Pasifik dan Amerika Selatan
• Di Indonesia dalam 50 tahun terakhir terdapat pertambahan pasien
hingga 30 kali lipat dan pergeseran epidemiologi dari median 4-5
tahun menjadi 15 tahun
• Case fatality dapat diturunkan menjadi <1% jika pasien DBD ditangani
dengan terapi stadar sejak dini di RS, maka peningkatan tatalaksana
DBD dan SRD wajib dilakukan
Patogenesis
• Patogenesis dengue belum jelas karena tidak ada binatang yang dapat
dijadikan sebagai model penyakit dengue
• Model pathogenesis dengue yang secara historis atau yang kini dianut
untuk menjelaskan spectrum gejala DD, DBD dan SRD:
• Antibody-Dependent-Enhancement (ADE) / Immunological Enhancement Hypothesis
 hipotesis yang paling banyak dianut peneliti dan klinisi
• Cell-mediated pathogenesis
• Cytokine storm phenomenon
• Pengaruh genetik
• Perbedaan strain virus
• Perbedaan kadar virus yang beredar dalam fase akut
• Perbedaan pada status nutrisi
Patogenesis – Immunological Enhancement
Hypothesis
• Sel fagosit mononuklear yaitu onosit makrofag, histiosit, dan sel
Kupffer merupakan tempat uama terjadinya infeksi virus dengue
primer
• Non-neutralising antibody baik bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosi mononuklear.
Mekanisme awal ini disebut mekanisme aferen.
• Selanjutnya virus dengue bereplikasi dalam sel fagosit mononukler
yang terinfeksi
Patogenesis – Immunological Enhancement
Hypothesis (lanjutan)
• Kemudian sel monosit yang mengandung kompleks imun menyebar
ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut
mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan atau
tanpa renjatan adalah jumlah sel yang terkena infeksi
• Sel monosit yang elah teraktivasi mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini dinamakan mekanisme efektor.
ADE
Virulensi Virus
• Virulensi = kapasitas virus untuk menimbulkan penyakit pada
penjamu
• Terdapat 4 serotipe virus dengue: DENV-1 hingga DENV-4
• Manifestasi DD, DBD, SRD dapat disebabkan berbagai galur/strain
virus dengue dengan virulensi yang berbeda-beda
Patofisiologi – Plasma Leakage
• Kebocoran Plasma pada dengue disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskuler akibat berbagai mediator misalnya C3a, C5a
dalam stadium demam akut dan prominen saat stadium toksik.
• Kebocoran plasma akan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi,
hipoproteinemia / hipoalbuminemia, efusi pleura, asites, renjatan
Patofisiologi - Perdarahan
• Perdarahan pada DBD disebabkan oleh:
• Vaskulopati: efek virus langsung ada fase akut yang menyebabkan
peningkatan fragiltas kapiler. Dapat dideteksi pada stadium awal dengan tes
tourniket atau Rumple-Leed
• Trombositopenia dan disfungsi trombosit: umum terjadi pada fase toksik
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3. Hal ini diakibatkan menurunnya
produksi trombosit akibat infeksi virus dengue langsung pada sel
haematopoetik progenitor dan sel-sel stroma, serta meningkatnya destruksi
perifer akibat immune-mediated injury pada trombosit.
• Disfungsi trombosit dapt dibuktikan dengan tidak ditemukannya pelepasan
adenosine difosfat yang baru kembali dalam 2-3 minggu berikutnya dan
peningkatan β-tromboglobulin plasma dan faktor trombosnit
Patofisiologi – Respon Leukosit
• Terdapat peningkatan limfosit atipik yang berlangsung sejak hari
ketiga demam hingga hari ke delapan yang disebut transformed
lymphocyte
• Penelitian oleh Sutarjo menamakan ini Limfosit Plasma Biru (LPB)
yang mencapai nilai puncak pada hari ke enam
• Cut off point nilai LPB antara penderita dengue dan non-dengue
adalah 4%
Patofisiologi Dengue
Spektrum Manifestasi Klinis Dengue
• Menurut WHO 2011:
• Asimptomatis
• Simptomatis:
• Undifferentiated fever (demam tidak khas)
• Dengue fever / DD
• Tanpa perdarahan
• Dengan perdarahan
• Dengue Haemorrhagic Fever / DBD
• Tanpa renjatan
• Dengan renjatan (DSS)
• Expanded dengue syndrome / organopathy (manifestasi tidak lazim)
Kriteria Klinik Diagnostik
• Demam Dengue
• Demam 2-7 hari timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik
• Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniket positif
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
• Leukopenia <4.000/mm3
• Trombositpenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan
Kriteria Klinik Diagnostik
• Demam Berdarah Dengue
• Demam 2-7 hari timbul mendadak, tinggi, terus-menerus
• Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniket positif
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala
• Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut
umur
• Ditemukan adanya efusi pleura, asites
• Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositpenia <100.000/mm3

Demam disertai dua atau lebih menifestasi klinis, ditambah bukti


perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis DBD
Tanda Bahaya (warning Sign)
• Klinis :
• Demam turun tapi keadaan anak memburuk
• Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
• Muntah yang menetap
• Letargi dan gelisah
• Perdarahan mukosa
• Pembesaran hati
• Akumulasi cairan
• Oliguria
• Laboratorium:
• Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
• Hematokrit awal tinggi
Sindrom Renjatan Dengue
• Jika kriteria DBD dipenuhi dan ditemukan tanda dan gejala syok
hipovolemik baik yang erkompensasi maupun yang dekompensasi

• Tanda dan gejala syok terkompensasi


• Takikardia
• Takipneu
• Tekanan nadi (Selisih diastol dan sistol) <20mmHg
• CRT > 2 detik
• Kulit dingin
• Produksi urin menurun <1 ml/kgBB/jam
• Anak gelisah
Sindrom Renjatan Dengue
• Tanda dan gejala syok dekompensasi
• Takikardia
• Hipotensi (sistol dan diastol turun)
• Nadi cepat dan kecl
• Pernapasan Kussmaull atau hiperpneu
• Sianosis
• Kulit lembab dan dingin
• Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Expanded Dengue Syndrome
• Memenuhi kriteria DD atau DBD baik syok atau tidak, dengan
manifestasi gejala yang tidak biasa seperti:
• Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Perdarahan hebat
• Gagal ginjal akut
• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
• Infeksi ganda
Pemeriksaan Serologis
• Pemeriksaan NS1 (non-structural protein 1): bagian dari protein
surface yang berhubungan dengan signal transduction dan
berhubungan dengan replikasi virus
• Mempunyai sensitivitas di atas 80% dan spesifisitas mendekati 100%
• Dapat dipakai hingga hari demam ke-9

• Selain pemeriksaan NS1 dapat mempergunakan identifikasi virus,


RNA virus, antigen virus dan IgG atau IgM
Tatalaksana DBD (menurut IDAI)
• Penggantian cairan: kebutuhan rumatan (maintenance) ditambah
dengan perkiraan defisit cairan 5%. Pemberian cairan dihentikan
setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil
BB Ideal (kg) Rumatan (mL) Rumatan + Jumlah Cairan yang Kecepatan
Defisit 5% (mL) Diberikan (mL/kgBB/jam)
5 500 750 ½ rumatan 1,5
10 1000 1500 Rumatan 3
15 1250 2000 Rumatan + defisit 5
20 1500 2500 5%
25 1600 2850 Rumatan + Defisit 7
30 1700 3200 7%
Rumatan + defisit 10
10%
Tatalaksana DBD (menurut WHO)
• Pasien Dengue dengan Warning Sign (Grup B)
• Tentukan nilai hematokrit masuk
• Berikan RL atau NS; mulai dengan 5-7 mL/kgBB selama 1-2 jam, kurangi
menjadi 3-5 mL/kgBB selama 2-4 jam, dan kurangi menjadi 2-3 mL/kgBB
sesuai dengan respon klinis
• Ukur ulang hematokrit
• Jika nilai Hematokrit sama atau naik, teruskan 2-3 mL/kgBB selama 2-4 jam
• Jika keadaan memburuk dan nilai hematokrit meningkat oesat tingkatkan
hingga 5-10 mL/kgBB selama 1-2 jam, periksa hematokrit kembali dan
sesuaikan laju cairan sesuai keadaan klinis
Tatalaksana DBD dengan syok terkompensasi
Menurut IDAI
• Berikan Oksigen 2-4 L/menit
• Cairan isotoik 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam, cek hematokrit
• Syok teratasi, cairan 10 mL/kgBB selama 1-2 jam
• Jika keadaan stabil kurangi bertahap menjadi 7, 5, 3, 1.5 mLkgBB.
Umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi cairan IV sudah tidak
diperlukan, ganti dengn cairan oral
• Jika tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hmatokrit, kalsium dan gula
darah untuk menilai A-B-C-S (Acidosis, Bleeding, Calcium, Sugar) yang
memperberat syok hipovolemik, koreksi jika ada kelainan
• Apabila setelah koreksi ABCS nilai hematokrit masih tinggi / meningkat
berikan bolus kedua (sebaiknya koloid) 10-20 mL/kgBB dalam waktu 10-20
menit, jika tidak teratasi 10-20 mL/kgBB koloid dalam 10-20 menit atau
transfusi darah jika tidak membaik dan rawat ICU untuk pemberian
ventilasi buatan dan obat inotropik
Tatalaksana DBD dengan syok dekompensasi
Menurut IDAI
• Berikan Oksigen 2-4 L/menit
• Pasang akses vena, jika 2 kali gagal atau lebih dari 3-5 menit, berikan cairan via
intraosseus
• Cairan kristaloid/koloid 10-20 mL/kgBB bolus pertama dalam 10-20 menit,
sekaligus periksa status ABCS
• Jika syok teratasi, cairan kristaloid 10 mL/kgBB selama 1-2 jam
• Jika keadaan stabil kurangi bertahap menjadi 7 5, 3, 1.5 mLkgBB. Umumnya
setelah 24-48 jam pasca resusitasi cairan IV sudah tidak diperlukan, ganti dengn
cairan oral
• Jika belum teratasi, periksa ulang hematokrit, jika masih tinggi berikan bolus
kedua, koreksi status ABCS; jika hematokrit rendah atau normal dan ada
perdarahan masif berikan transfusi fWB 10 mL/kgBB atau fPRC 5 mL/kgBB; jika Ht
turun dan tidak ada perdarahan, berikan bolus kedua dan pertimbangkan
transfusi darah
• Jika syok masih tidak teratasi atau profound shock pertimbangkan rawat ICU
Penanganan Syok Dengue menurut WHO
(Grup C)
• Terkompensasi:
• Berikan IV kristaloid 5-10mL/kgBB dalam waktu 1 jam, evaluasi kondisi
pasien
• REFF: Jika membaik kurangi bertahap 5–7 ml/kg selama 1-2 jam lalu 3–5
ml/kg untuk 2–4 jam dan kemudian 2-3 mL/kg dan seterusnya tergantung
kondisi hemodinamik pasien hingga 24-48 jam
• Jika hematokrit masih masih tinggi atau meningkat (>50%) berikan bolus
kristaloid 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Evaluasi kondisi pasien. Jika
syok teratasi kembali ke REFF
• Jika hematokrit terus menurun (<40% nilai semula) menandakan adanya
perdarahan dan perlu untuk transfusi darah
Penanganan Syok Dengue menurut WHO
(Grup C)
• Dekompensasi:
• Berikan bolus IV kristaloid/koloid 20mL/kgBB dalam waktu 15 menit,
evaluasi kondisi pasien
• REFF: Jika membaik berikan kristaloid atau koloid menjadi 10 ml/kg selama
1 jam yang kemudian secara bertahap dikurangi menjadi 5–7 ml/kg selama
1-2 jam lalu 3–5 ml/kg untuk 2–4 jam dan kemudian 2-3 mL/kg dan
seterusnya tergantung kondisi hemodinamik pasien hingga 24-48 jam
• Jika hematokrit terus menurun (<40% nilai semula) menandakan adanya
perdarahan dan perlu untuk transfusi darah
• Jika hematokrit masih masih tinggi atau meningkat (>50%) ubah kristaloid
menjadi koloid dan bolus kedua 10-20 mL/kgBB dalam waktu 30 menit.
Evaluasi kondisi pasien. Jika syok teratasi kembali ke REFF, jika tidak teratasi
berikan bolus ketiga dengan volume serupa hingga kondisi pasien stabil
atau pertimbangkan rawat ICU
Syarat memulangkan pasien
• 24 jam bebas demam tanpa pemberian antipiretik
• Hematokrit Stabil
• Keadaan klinis membaik
• Tiga hari setelah syok teratasi
• Trombosit di atas 50.000/uL
• Nafsu makan membaik
• Tidak ada distress pernafasan
SEKIAN
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai