Anda di halaman 1dari 65

Dr. Josef Dudi, M.

Si
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai penggunaan
istilah, maka baiklah kita menyepakati beberapa istilah yang biasa
dipakai dalam pembicaraan mengenai aborsi dan yang akan
dipakai dalam pembahasan.
 Aborsi (abortion) = berasal dari kata bahasa Latin abortio ialah
pengeluaran hasil konsepsi dari uretus secara prematur pada
umur di mana janin itu belum bisa hidup di luar kandungan.
Secara medis janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 28
minggu. Secara medis aborsi berarti pengeluaran kandungan
sebelum berumur 28 minggu dan mengakibatkan kematian;
sedangkan pengeluaran janin sesudah umur 28 minggu dan mati
tidak disebut aborsi tetapi pembunuhan bayi (infanticide).
Sedangkan dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berarti
pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan
kelahirannya yang mengakibatkan kematian. Yang dimaksud
adalah aborsi dalam arti moral dan hukum.
 Pengguguran yang disengaja (procuder abortion, induced
abortion, abortus abortion) = pembunuhan yang disengaja dan
langsung diarahkan kepada manusia pada tahap awal hidupnya,
antara saat pembuahan sampai dengan kelahirannya, dengan cara
apa pun juga pelaksanaannya.
 Aborsi terapeutik = aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan
hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang wanita hamil;
kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan atau inses
(incest).
 Aborsi terapeutik langsung = aborsi yang dilakukan untuk
menyelamatkan hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang
wanita hamil. Tindakan medisnya sendiri ditujukan langsung
untuk membunuh janin itu.
 Aborsi terapeutik tidak langsung = aborsi yang dilakukan untuk
menyelamatkan hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang
wanita hamil. Tindakan medisnya sendiri bukan ditujukan
langsung untuk membunuh janin itu tetapi pada suatu yang
lainnya, misalnya pengangkatan rahim atau saluran telur yang di
dalamnya ada janinnya. Karena rahimnya diangkat maka janinnya
ikut mati.
 Aborsi eugenik = Aborsi yang dilakukan terhadap janin yang
cacat atau jenis kelaminnya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
 Keguguran (miscariage, spontaneous abortion) = aborsi yang
terjadi secara alami. Aborsi yang terjadi tanpa campur tangan
manusia tetapi terjadi secara alamiah oleh karena berbagai
macam sebab. Secara moral, keguguran ini tidak menimbulkan
masalah moral sebab terjadi tanpa campur tangan manusia.
A. Hak untuk Hidup sebagai Hak Asasi Paling Dasar
Hak asasi manusia adalah hak yang ada oleh karena manusia adalah
manusia. Dengan kata lain, manusia itu mempunyai hak oleh karena dia
adalah manusia. Kepemilikan hak ini dihubungankan dengan statusnya
yang adalah manusia. Jadi, hak asasi itu datang dari kodratnya sebagai
manusia (hukum alam) dan menyatu-lekat dengan martabatnya sebagai
manusia. Hak itu tidak diberikan oleh orang atau institusi lain, tetapi
melekat dengannya sebagai manusia. Ia ada bersama dengan adanya
manusia dan berakhir dengan berakhirnya manusia.
Hak asasi itu statusnya lebih tinggi daripada hukum positif sebab
hak itu ada sebelum adanya hukum positif. Hukum positif adalah
kristalisasi hak-hak asasi manusia dalam bentuk yang spesifik dan
menjadi dasar dari seluruh ordonasi yuridis. Oleh karena hak asasi itu
ada lebih dahulu daripada hukum posotif, maka hak asasi itu harus
dipakai untuk menilai validitas sebuah produk hukum. Dengan kata lain,
hukum positif tidak boleh bertentangan dengan hak asasi manusia dan
kalau bertentangan maka hukum itu tidak adil.
Poin penting berikutnya ialah bahwa hak asasi itu dimiliki oleh
orang yang hidup, sebab hak itu ada dan berakhir dengan ada dan
berakhirnya hidup manusia. Segala pembicaraan mengenai hak asasi
manusia, misalnya hak untuk berbicara dan mengekspresikan pendapat,
hak untuk memilih agama, hak untuk merasa aman, hak untuk meilih
pemimpin dan sebagainya, dibicarakan dalam kerangka dan demi
manusia yang hidup. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa manusia
berhak untuk mati atas kehendak sendiri (eutanasia). Akan tetapi,
bagamanapun juga, hak untuk mat ini pun hanya dipunyai semua hak itu.
Maka, “hak untuk hidup” menjadi syarat utama dan mendasar
ketika membicarakan mengenai hak asasi manusia. Oleh karena itu,
sebelum orang rib mengenai hak asasi manusia. Oleh karena itu, sebelum
orang ribut mengenai pelaksaan hak asasi yang macam-macam itu, orang
harus lebih dulu menghormati hak yang paling dasar ialah hak untuk
hidup. Hanya bila ada hidup maka kita bisa beranjak ke level berikutya,
yakni hak-hak asasi yang lainnya. Bagi seorang manusia, hidup adalah
nilai fundamental untuk dapat merealisasikan nilai-nilai lainnya.
Hidup adalah syarat sine qua non (syarat mutlak) untuk mewujudkan
dan mengembangkan seluruh potensi, aspirasi dan mimpi-mimpi
seorang manusia. Hidup adalah syarat dasar untuk
memperkembangankan diri menjadi individu dan pribadi sehingga
menjadi dewasa. Oleh karena itu, hak untuk hidup adalah hak pertama
dari semua hak asasi manusia, akar dari semua hak asasi manusia lainnya.
Hidup adalah kondisi untuk nilai-nilai dan pencapaian-pencapaian yang
lainnya.
Secara singkat bisa dikatakan bahwa hak untuk hidup adalah lebih
dari sekedar hak fundamental. Inilah adalah kondisi yang memungkinkan
hak-hak lainnya untuk ada dan mungkin: hidup adalah pengalaman
empiris dan bukan teori. Fakta kehidupan menjadi dasar hak untuk hidup.
Penghormatan terhadap hak hidup adalah kondisi dasar supaya
manusia bisa berfungsi dengan semestinya. Memang benar bahwa selain
hidup fisik manusia, masih ada banyak nilai hidup lainnya. Harus diakui
pula bahwa hak untuk hidup, meskipun adalah hak yang fundamental,
tetapi tidak selalu menjadi hak yang paling tinggi, yang sama sekali tidak
bisa diganggu gugat. Orang tidak boleh dikorbankan dengan alasan apa
pun tanpa persetujuan dari dirinya yang diserahi tugas untuk menjaga
hidupnya. Dengan alasan-alasan tertentu yang luhur, bisa dibenarkan
kalau ada yang mengorbankan hidupnya. Maka, penghormatan terhadap
hak asasi untuk hidup menjadi prasyarat utama untuk suatu masyarakat
yang bermartabat dan berbudaya luhur.
Hak untuk hidup ini memang cukup berbeda dengan hak asasi
manusia yang lainnya. Salah satu perbedaan mencoloknya ialah
pelaksanaan dan hasil dari hal itu. Oleh karena itu, hak untuk hidup
bukanlah hak untuk mendapatkan (hidup), tetapihak untuk bebas dari
ancaman yang membahayakan atau menghilangkan hidup.
Dalam hidup manusia dimulai sejak selesainya proses pembuahan di mana
faktor-faktor kehidupan manusia berasal dari ayah dan ibunya bersatu dan
membentuk genome yang baru. Kesimpulan ini tentu saja mempunyai implikasi
yang luas. Ini berarti sejak selesainya proses pembuahan, janin sudah mempunyai
hak untuk hidup yang harus dihormati dan dijaga oleh manusia lainnya.
Perlindungan akan hak hidup ini pun sudah dicanangkan oleh Deklarasi Hak
Asasi Manusia (HAM) oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1984. Di situ dikatakan,
“Setiap orang mempunyai hak untuk hidup, bebas dan keamanan pribadi.” Dari
deklarasi tepat dikatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk hidup, tetapi
hak untuk hidup itu dirangkai bersamaan dengan hak tentang kebebasan dan
keamanan.
Penghormatan atas hidup manusia yang masih dalam kandungan juga
mendapatkan dasarnya dari prinsip etika dasar, yakni prinsip vulnerability. Prinsip
ini berarti yang kuat mempunyai kewajiban untuk melindungi yang lemah. Jadi,
lepas dari masalah apakah janin itu adalah persona atau tidak, tetapi kalau diakui
bahwa janin itu harus dihormati dan dilindungi. Kita yang kuat harus melindungi
janin yang lemah. Hanya dengan cara demikianlah maka dunia akan terhindar dairi
homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi yang lainnya) di mana terjadi
penindasan orang yang lemah oleh karena orang yang kuat.
B. Nilai Intrinsik Hidup Manusia
Bila seseorang menilai sesuatu, dia bisa mendasarkan penilaiannya
itu pada hal-hal yang ekstrenal dari objek itu sendiri sehingga penilaian
atau nilainya disebut ekstrinsik; akan tetapi, orang bisa juga menilai
objek itu berdasarkan hal-hal yang intern dari objek itu sendiri sehingga
penilaian atau nilainya disebut intrinsik.
Penilaian ekstrinsik itu diberikan oleh seseorang berdasarkan
faktor-faktor eksternal. Nilai ekstrinsik ini bisa berubah-ubah sesuai
dengan keadaan. Kalau nilai ekstrisik itu gampang berubah tidaklah
demikian dengan nilai intrinsik. Nilai intrinsik berarti bahwa sesuatu itu
diingikan oleh karena dirinya sendiri, dinilai berdasarkan nilai intern
dirinya sendiri dan nilai itu ada sejak keberadaan objek itu dan berakhir
dengan berakhirnya objek tersebut. Nilai ini bukanlah diberikan oleh
seseorang atau sebuah instansi tertentu dalam kurun waktu tertentu,
tetapi nilai itu ada karena adanya objek tersebut secara kodrati.
Nilai ekstrinsik dan intrinsik manusia tidak bisa dipertukar. Apa
yang benar secara intrinsik belum tentu benar secara ekstrinsik dan
sebaliknya. Misalnya saja, bila ada orang yang menilai martabat manusia
dengan mempergunakan uang, maka uang ini tidak ada nilainya dalam
hubungannya dengan nilai martabat atau nilai moral seseorang. Penilaian
seperti itu akan jatuh pada naturalistic fallacy, yakni berpindah dari
sebuah pemaparan tentang bagaimana seseorang berindak ke dalam
dimensi normatif bagaimana seharusnya orang bertindak.
Oleh karena itu, manusia itu mempunyai nilainya (bermartabat)
bukan oleh karena diberi nilai oleh seseorang atau oleh sebuah instansi
(negara, agama, atau masyarakat), tetapi manusia itu bermartabat oleh
karena dia adalah manusia. Menilai martabat manusia secara ekstrinsik
merupakan degradasi dan pelanggaran martabat manusia. Secara
ekstrinsik merupakan degradasi dan pelanggaran martabat manusia.
Secara ekstrinsik, seseorang bisa saja mempunyai nilai yang rendah
(misalnya oleh karena miskin, sakit atau cacat) tetapi martabatnya
tetaplah sama sebab martabat manusia tidak diukur berdasarkan hal-hal
yang eksternal tetapi diukur berdasarkan kodrat kemanusiaannya yang
sama bagi semua oramg.
Jadi, nilai intrinsik manusia berarti bahwa masing-masing hidup
manusia mempunyai nilai yang tak terhingga, lepas dari penampilan
secara eksternal, sehingga hidup manusia harus dihargai dan dipandang
sebagai yang terpenting dari antara yang lainnya. Jika kita harus memilih
manusia diantara makhluk atau benda yang lainnya, maka manusia harus
dipilih lebih dahulu.
Nilai intrinsik yang menyatu dengan diri hidup manusia itu adalah
unik dalam arti tiada duanya sebab nilai itu mengenai seorang pribadi
manusia yang unik tiada duanya. Keunikan dan kekhususan manusia itu
sendiri menjadi dasar mengapa kita harus melindungi hidup manusia.
C. Manusia di Hadapan Allah
Pandangan Kristiani mengenai manusia sangat solid. Ajaran Yesus
mengenai hidup manusia sangat kontroversial dan revolusianer pada
zamannya. Bahkan sampai sekarang ini, tidak ada ajaran agama lain yang
menghargai martabat manusia lebih tinggi dapi pada ajaran Kristus.
Lingkungan di mana Yesus hidup adalah lingkungan Helenistis
(Yunani) dan Yudaisme (Israel). Aristoteles memandang bahwa “manusia
itu bukanlah makhluk yang paling mulia di dunia ini.” Ia percaya bahwa
makhluk-makhluk surgawi lebih mulia daripada manusia. Dalam
lingkungan Yudaisme manusia memang mempunyai tempat yang
istimewa dari antara semua ciptaan. Ada dua nas Kitab Suci Yudaisme
yang menerangkan bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah. “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia.” Teks lainnya lagi
menyebutkan, “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan
tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut
gambar-Nya sendiri.”
Tanpa menegasikan ajaran Yudaisme itu, ajaran Kristiani maju lebih jauh
lagi. Manusia bukan hanya puncak Karya Penciptaan Allah dan diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung lebih tinggi lagi dengan
inkarnasi dan penebusan Kristus. Kristus yang adalah Allah Putra dan gambar Allah
yang sempurna merendahkan diri dan mengambil rupa manusia, tetapi dengan
demikian mengangkat kodrat manusia dan menawarkan pengharapan akan
keselamatan kepada umat manusia. Oleh karena penebusan Kristus, maka manusia
menjadi anak-anak Allah. Ajaran bahwa manusia itu adalah anak-anak Allah, tidak
pernah terdengar sebelumnya dan bahkan sesudahnya tidak ada lagi orang yang
mengajarkannya demikian. Kristus mewahyukan bahwa martabat manusia itu
dihubungkan bukan hanya dengan asal-usul manusia yang berasal dari Allah dan
diciptakan menurut martabat itu juga dihubungkan dengan kesatuan penuh
dengan Allah dalam penebusan Kristus.
Ajaran Gereja Modern yang sangat erat hubungannya dengan martabat
manusia adalah ensiklik Evangelium Vitae (Injil tentang kehidupan) yang juga
dikenal dengan Injil tentang Martabat hidup manusia. “Injil tentang kasih Allah
kepada manusia, Injil tentang martabat hidup pribadi manusia dan Injil tentang
kehidupan adalah injil yang satu dan tak terpisahkan,”
Evangelium Vitae meringkas inti ajaran Katolik mengenai martabat
hidup manusia sebagai berikut, “Manusia diberi martabat yang sangat
luhur, berdasarkan ikatan mesra yang mempersatukannya dengan Sang
pencipta: dalam diri manusia terpancarlah gambaran Allah sendiri.” Lebih
lanjut, ensiklik Evangelium Vitae mengatakan, ”Martabat hidup manusia ini
dikaitkan dengan asal-usulnya saja yang berasal dari Allah, tetapi juga
dengan tujuan akhir hidupnya, yakni persatuan dengan Allah dalam
pengetahuan dan kasih-Nya.”
Ringkasan ajaran Gereja di atas itu berakar dalam Kitab Suci
sendiri. Menurut Kitab Kejadian, semesta alam ini diciptakan melalui
tahapan-tahapan, baik secara kronoogis maupun intensitasnya. Secara
kronologis manusia diciptakan pada puncak karya penciptaan yaitu pada
hari keenam. Secara intensitasya, puncak penciptaan ditujukan dengan
sabda Allah sendiri.
Ensiklik Evangelium Vitae menggarisbawahi bahwa keputusan Allah
yang secara sengaja menciptakan manusia itu adalah tanda bahwa
manusia itu sangat berbeda dengan ciptaan lainnya. Perbedaaan itu
terletak pada kualitas dan martabat instrinsik hidup manusia. Kualititas itu
antara lain fakta bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar dan
wajah Allah yang melebihi semua ciptaan. Evangelium Vitae meneruskan
refleksinya dengan mengatakan bahwa hidup manusia adalah
“manifestasi Allah di dunia, tanda kehadiran-Nya, dan jejak keluhuruan-
Nya.” Evangelium Vitae menyimpulkan bahwa “Hidup itu selalu merupakan
sebuah harta yang tak ternilai.”
Dengan mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar
dan rupa Allah, kitab Kejadian menggarisbawahi bahwa manusia
mempunyai hubungan akrab dengan Allah yang mempersatukan manusia
dengan Allah, sehingga manusia merupakan bayangan Allah sendiri.
Dengan demikian, manusia mempunyai kualitas intrinsik untuk
berhubungan dengan Allah dan Allah dapat berdialog (berbicara dan
mendengar) dengan manusia. Ini berarti bahwa kekhasan manusia
sebagai gambar dan wajah Allah harus diketemukan dalam hubungannya
yang sangat spesial denggan Allah.
Kemampuan untuk berhubungan dengan Allah adalah “kemampuan
spritual yang merupakan kekhasan manusia seperti halnya akal budi,
kemampuan untuk memilih yang baik dan yang jahat, dan kehendak bebas.”
Kemampuan manusia untuk berhubungan dengan Allah ini
merupakan salah satu aspek hidup manusia yang sangat diperlukan yang
memungkinkan manusia untuk sampai pada akhir perjalanan hidupnya
sebab manusia itu sebenarnya ditakdirkan untuk sampai pada persatuan
mesra dengan Allah dan bukan kehancurannya atau kejahatan.
Martabat manusia itu bersifat instrisik pada kodrat manusia dan
bukannya ditambahkan oleh sebuah istitusi atau orang tertentu. Martabat
itu juga tidak berhubungan dengan karya-karya atau prestasi seseorang,
tetapi ini disatukan secara tak terpisahkan dengan eksistensi manusia.
Jadi: sepanjang manusia itu masih manusia, maka ia mempunyai martabat
luhur itu. Oleh karena martabat manusia itu bersifat intrinsik yang ada
selama hidup manusia, maka penghormatan terhadap hidup manusia
haruslah berlangsung sepanjang hidup manusia, sejak adanya hidup
manusia (sejak saat selesainya pembuahan) sampai dengan kematian
naturalnya.
D. Nilai Kesucian Hidup Manusia

Dewasa ini topik kesucian hidup manusia tampil kembali sebagai


bagian penting dalam diskusi bioetika pad umumnya dan aborsi pada
khususnya. Kalau dulu orang menganggap bahwa poin kesucian hidup
manusia ini menjadi kekhasan Gereja Katolik kalau berbicara mengenai
martabat hidup manusia, sekarang ini banyak pihak yang non-Katolik pun
membicarakan mengenai kesucian hidup manusia.
Leon r. Kass yang adalah President’s Councill on Bioethics, Amerika
Serikat, memberikan definisi yang menarik. Dia mengatakan, “Dalam arti
yang sangat saksama, kesucian hidup manusia berarti bahwa hidup dalam
dirinya sendiri merupakan seseuatu yang kudus atau suci, transenden dan
disendirikan – seperti Tuhan sendiri ... Dalam arti yang lebih sederhana dan
lebih praktis, memandang hidup sebagai suci berarti bahwa hidup itu tidak
boleh dilanggar atau dihina atau dihancurkan. Akan tetapi, secara positif ini
berarti bahwa hidup itu harus dilindungi, dibela, dan dilestarikan.”
Istilah kesucian (sanctity) berasal-usul dari lingkungan agama,
untuk menunjukan bahwa sesuatu itu ada dalam wilayah Ilahi, dan
manusia tidak boleh melanggar atau menghinanya. Kalau kita berbicara
mengenai kesucian hidup manusia (sanctity of life) berarti hidup manusia
itu berada dalam lingkup Ilahi, oleh karena itu manusia lainnya tidak bisa
melanggar atau melecehkannya.
Jadi, dalam hal ini, kesucian hidup manusia itu bukanlah sesuatu
yang harus diperjuangkan tetapi merupakan batas di mana orang tidak
bisa melewatinya.
Asal-usul konsep ini sangat jelas, semua agama, dengan berbagai
caranya mengajarkan bahwa hidup manusia mempunyai asal-usul Ilahi.
Tidak sulit untuk menemukan teks Kitab Suci yang menerangkan bahwa
Allah adalah pencipta dari segala sesuatu, termasuk manusia. Kitab
Kejadian 1:1-2:4 menceritakan bahwa Allah menciptakan dunia seutuhnya
dan penciptaan itu mencapai puncaknya pada penciptaan manusia. Ketika
menciptakan manusia, Allah berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan
dilaut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi
dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
Dari Perjanjian Baru juga dikatakan dengan jelas bahwa Allah
adalah Sang Pencipta yang menciptakan segala sesuatu. “Sebab sesuatu
dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi segala
yang telah dijadikan.”
Oleh karena itu menjadi jelaslah bahwa Allah sendirilah yang
menciptakan manusia. Oleh karena itu, kapan pun mulainya hidup
manusia di sanalah bekerja Karya Penciptaan Allah.
Menurut asal-usulnya, ciptaan Allah itu suci dan baik adanya sebab
melibatkan karya penciptaan Allah. Hidup manusia adalah anugerah
Allah dan manusia menerimanya dengan penuh rasa syukur. Oleh karena
kesucian hidup manusia berakar dari asal-usulnya yang berbeda dalam
kawasan Ilahi, maka kesucian itu bukanlah ditambahkan pada suatu saat
tertentu, atau ditambahkan oleh suatu instansi manusia pada perjalanan
eaktu, tetapi kesucian itu ada bersama dengan adanya manusia, dan
berkahir dengan berakhirnya manusia. Dengan kata lain, sejak manusia
diciptakan oleh Sang Pencipta dalam pertemuan sel sperma dan ovum, ia
sudah membawa cap kesucian, dan hal itu ia bawa secara terus-menerus
sampai pada kematiannya.
Nilai kesucian manusia ini mengandung implikasi dalam banyak
hal. Manusia bukanlah pemilik absolut kehidupannya, ia hanyalah
sekedar penjaga dan administrator yang mengatur dan menjaga
hidupnya. Oleh karena manusia hanyalah penjaga dan administrator
hidupnya, maka manusia tidak berhak untuk mengambil hidup orang lain
(membunuh) ataupun mengambil hidupnya orang sendiri (bunuh diri).
Oleh karena itu, segala macam bentuk pembunuhan (aborsi, hukum mati,
perang, bunuh diri, dan sebagainya) tidak bisa dibenarkan. Hanya Allah
sendiri yang berhak untuk mengambilnya.
Nilai kesucian hidup manusia berasal dari Allah, yakni asal-usulnya
Ilahi. Oleh karena itu, kesucian itu bersama dengan adanya manusia dan
bertahan selama manusia itu ada. Artinya bahwa semua macam
pembunuhan kepan pun juga, entah dalam awal kehidupannya (aborsi)
atau akhir kehidupannya (eutanasia), adalah pelanggaran berat terhadap
kesucian hidup manusia. Oleh karena kesucian hidup manusia itu, maka
hal-hal eksternal, yang sifatnya badaniah dalam hidup manusia, hanyalah
tambahan, dan tidak pernah menjadi unsur penentu dalam menilai hidup
manusia. Apalagi, unsur kesucian bukanlah diberikan berdasarkan
kualitas tertentu, tetapi diberikan kepada semua manusia, karena ia
adalah manusia, tanpa pandang bulu mengenai status dan
kesempurnaannya. Ini artinya, betapappun lemahnya, jeleknya, dan
buruknya keadaan badan manusia, tetapi keadaan ini tidak
menghilangkan unsur kesucian itu, sebab kesucian itu tidak berlawanan
dengan keadaan badan. Antara kesucian dan keadaan fisik manusia
berada dalam dua kualifikasi yang berbeda dan keduanya bisa ada
bersama-sama.
Walaupun kesucian hidup itu tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi
ajaran Gereja mengenai kesucian hidup manusia berpangkal dari Kitab
Suci itu sendiri, yakni sejak saat penciptaan dunia sampai dengan
kedatangan kembali Yesus untuk yang kedua kalinya.
Ketika Allah menciptakan manusia, dikatakan, “TUHAN Allah
menbentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”
Karena Allah yang memberi hidup itu, maka manusia bukanlah pemilik
mutlak hidupnya melainkan hanya administrator hidupnya. Oleh karena
manusia hanya administrator hidupnya, maka dia juga tidak berhak untuk
melanggar hidup itu dengan rasa merampas hidupnya sendiri (bunuh
diri) maupun merampas hidup orang lain (membunuh). Donum Vitae
meringkas ajaran ini dengan mengatakan, “Hidup manusia adalah suci
sebab permulaannya sudah menyangkut karya penciptaan Allah dan akan
tetap demikian selamanya dalam hubungan yang khusus dengan Sang
Pencipta yang adalah satu-satunya tujuan akhir hidupnya.”
Larangan untuk membunuh diproklamasikan secara agung dalam
10 Perintah Allah. Oleh karena itu, kejahatan pembunuhan adalah
kejahatan melawan hidup itu sendiri. Inti dari sabda adalah larang
universal untuk pembunuhan. Jadi, larangan untuk membunuh itu benar
dan dapat diterima oleh manusia, bukan hanya karena Tuhan
mengatakannya demikian, tetapi karena larangan Allah itu bersumber
pada predisposisi universal bahwa membunuh itu melawan hidup itu
sendiri. Poin ini bisa menjadi pijakan bersama antara orang beriman dan
yang tidak beriman bahwa membunuh orang yang tidak bersalah
merupakan kejahatan melawan hidup.
Semua manusia mempunyai martabat yang sama sebagai gambar
dan citra Allah dan oleh karenanya semua manusia dipersatukan menjadi
satu saudara. Persaudaraan ini mencapai puncaknya yang tertinggi dalam
penebusan Kristus di mana semua manusia ditebus dan menjadi anak-
anak Allah. Penebusan Kristus mengangkat martabat manusia sehingga
manusia bukan hanya gambar dan citra Allah, tetapi diangkat menjadi
anak-anak Allah dan menjadi satu saudara. Oleh karena itu, penebusan
Kristus memperbaharui dan memperluas dimensi larangan pembinihan:
bukan hanya kejahatan melawan hidup tetapi kejahatan melawan
persaudaraan di antara semua manusia.
E. Inviolability Hidup Manusia
Hidup itu adalah hak asasi yang paling dasar dan
mempunyai nilai intrinsik dan kesucian. Walaupun demikian hal
ini tidak berarti bahwa hidup manusia itu sama sekali tidak boleh
diganggu gugat. Dalam kondisi tertentu, orang bisa
mengurbankan hidupnya demi sesuatu yang lebih besar dan
mulia.
Sepanjang sejarah Gereja, perintah Yesus untuk memelihara
orang-orang yang sakit, miskin, lemah, cacat, menderita, dsb.,
sudah dilaksanankan Gereja dengan penghayatan bahwa ini
bukan hanya perwujudan cinta kepada sesama tetapi juga sebagai
penghormatan akan kehidupan manusia.
Sebagaimana sudah kita lihat bahwa manusia itu diciptakan sebagai
gambaran dan citra Allah dimana Allah menghendaki agar manusia
berada dalam relasi dengan Allah. Oleh karena itu, hidup itu sendiri
merupakan kebaikan fundamental. “Hidup manusia adalah dasar dari
segala sesuatu dan merupakan sumber yang sangat diperlukan dan kondisi
setiap aktivitas manusia dan masyarakat, kebanyakan orang memandang
hidup manusia sebagai sesuatu yang suci ... anugerah kasih Allah di mana
seluruh umat beriman dipanggil untuk melestarikan dan membuatnya
berbuah banyak.” Sebagai anugerah Ilahi, hidup ini diorientasikan untuk
membangun umat Allah dan membawa serta sebuah kewajiban baik
personal maupun sosial untuk berbela rasa dan memeliharanya.
Sedari awal mula Kristianitas, penghormatan atas kehidupan
memainkan peran yang sangat penting untuk membentuk identitas
Kristen. Orang yang mau menjadi Kristen harus membuang praktek-
praktek yang bertentangan dengan cita-cita hidup Kristen. Oleh karena
itu, praktek seperti aborsi, kontrasepsi, pembunuhan anak yang
dipraktekkan secara meluas di kekaisran Roma, tidaklah cocok dengan
cita-cita hidup Kristen. Didache menggolongkan perbuatan macam itu
sebagai jalan kematian. Pekerjaan sebagai gladiator dna tentara tidak
cocok dengan hidup Kristen sebab mereka itu pembunuh manusia.
Mereka yang ingin menjadi Kristens harus memiliki komitmen untuk
menjadi non violence seperti Yesus. Yesus memberikan standar hidup
Kristiani yang sangat tinggi ketika Dia berkhotbah di bukit, termasuk di
dalamnya kesanggupan untuk mengampuni tanpa batas, tidak membalas
kejahatan dengan kejahatan, dan mencintai musuh.
Beberapa Bapa Gereje, seperti Tertulianus (160-220) dan Origines (185-254)
melarang orang Kristen untuk menjadi tentara sebab hal ini bertentangan dengan
perintah untuk tidak membunuh. Walaupun demikian besar penghargaan umat
Kristen purba terhadap hidup manusia, tetapi hidup di dunia ini tidak pernah
selalu dipandang sebagai nilai absolut yang paling tinggi yang tidak boleh
diganggu gugat. Sejak awal Kristianitas, pengorbanan hidup manusia demi sesama
dipandang bernilai luhur. Lebih-lebih pada zaman penganiayaan, hidup sebagai
martir selalu dipandang bernilai tinggi sebagai bentuk keikutsertaan manusia
dalam sengsara dan kematian Kristus. Dalam hal kemartiran ini, patut dikemukakan
unsur-unsur yang esensial. Pertama-tama harus ada consent (persetujuan) dan
kehendak bebas.
Setelah zaman penganiyaan selesai dan terjadi perpaduan antara Gereja
dan Kekaisaran Romawi, maka orang-orang Kristen harus memecahkan masalah
ini. St. Agustinus (354-430) memberikan pemecahan yang diterima oleh Gereja.
Agustinus setuju dengan penggunaan kekerasan dalam kondisi tertentu: bahwa
perang itu diumumkan oleh penguasa yang sah itu datang dari Allah; perang itu
perlu untuk menghukum kejahatan dan untuk memperoleh kedamaian; dan perang
itu dimaksudkan untuk menegakkan keadialan daripada kebencian (balas
dendam) untuk menyakiti musuh.
St. Thomas Aquinas (1225-1274) memperkembangkan lagi
beberapa poin antara lain tentang legitimate defense (pembelaan diri),
death penalty (hukuman mati), dan just war (perang yang adil). Dalam hal
bela diri, St. Thomas mengatakan bahwa hal itu bisa dibenarkan kalau
intensi langsung dari orang yang bersangkutan adalah untuk
mempertahankan hidupnya sedangkan membunuh agresor bukanla hal
yang dimaksudkan (bukan internsinya). Menyelamatkan hidup sendiri itu
sah sebab secara natural setiap makhluk hidup pasti akan berusaha untuk
mempertahankan hidupnya sejauh mungkin. “Secara natural segala
sesuatu itu mencintai dirinya sendiri dan oleh karena itu maka segala
sesuatu itu akan berusaha untuk mempertahankan diri dan akan
menyingkirkan kehancuran sejauh mungkin.” Oleh karena penilaian
terhadap tindakan moral itu menyangkut intensi dari perbuatan itu, maka
membunuh agresor dalam hal ini bisa dibenarkan sebab itu bukanlah
maksud dari tindakan itu dan jika hanya mempergunakan kekerasan yang
secukupnya. Bisa terjadi bahwa membela diri itu menjadi tidak sah bila
dipergunakan kekerasan yang melebihi dari apa yang dibutuhkan.
Tiga hal yang disebut Thomas Aquinas sebagai kekecualian di
mana hidup manusia bisa dikurbankan, yakni legitimate defense
(pembelaan diri yang sah), death penalty (hukuman mati), dan just war
(perang yang adil) tidak bisa dipakai untuk melegitimasikan aborsi.
Tidak ada satupun kondisi yang sejajar/serupa antara ketiga hal dengan
aborsi.
Dari sejarah singkat ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa
sepanjang sejarah Gereja, meskipun hidup manusia itu adalah suci dan
sangat bernilai, tetapi tidak selamanya selalu dipandang sebagai
kebaikan yang absolut, yang tidak bisa diganggu gugat. Dalam kondisi
tertentu, hidup duniawi manusia bisa dikurbankan. Mengenai hal ini,
Yohanes Paulus mengulangi lagi posisi Gereja di dalam Evangelium Vitae,
“Tentu saja, hidup badaniah di dunia ini bukanlah kebaikan yang absolut
bagi orang beriman, khususnya bila keadaan menuntut umat beriman untuk
menyerahkan nyawanya demi kebaikan yang lebih besar dari mulia.”
Secara teologis, kutipan Evangelium Vitae di atas menunjukan
bahwa hidup duniawi kita ini bukanlah tempat tinggal kita yang abadi
dan oleh karena itu, hidup di dunia ini adalah relatif. “Karena kami tahu,
bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah
menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat
kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” Oleh karena
itu, dalam hal ini kematian benar-benar menjadi dies natalis hari kelahiran
di mana kita hidup dalam kehidupan yang baru. Secara singkat bisa
dikatakan: Oleh karena hidup Kristiani yang amat berharga adalah hidup
dalam persatuan dengan Allah, maka hidup duniawi bisa dikurbankan
demi Allah supaya bisa sampai pada kesatuan cinta itu. Veritatis Splendor
– sambil mengutif St. Ignatius dari Anthiokia – mengatakan, “Oleh karena
itu, kemartiran juga pemuliaan kesempurnaan ‘kemanusiaan’ dan ‘hidup’
yang benar dari seorang pribadi.”
Mengurbankan diri demi sesuatu yang lebih mulia bisa juga dilihat
sebagai tindakan kasih terhadap sesama. Kenosis Yesus juga seperti itu: Ia
mengurbankan hidupnya demu keselamatan umat manusia.
Dalam hal ini harus diperhatika beberapa poin penting yang tidak
bisa ditinggalkan:
 Motivasi pengurbanan itu haruslah demi sesuatu yang lebih luhur.
 Ada consent (persetujuan) dari orang yang ingin mengurbankan diri itu.
 Motivasi langsung dari kurban itu bukanlah kematiaannya sendiri tetapi
kebaikan yang luhur yang dalam situasi khusus hal itu menyebabkan
kematian orang tersebut.
Poin itu jelas tidak bisa dipakai untuk melegitimasi aborsi, sebab
janin tidak bisa kita mintai persetujuan apakah mau mengurbankan diri
atau tidak. Demikian juga ia tidak bisa mengekspresikan motivasinya
karena berbuat pun tidak bisa.
A. Aborsi Terapeutik
Aborsi terapeutik ialah ”aborsi yang diinduksi untuk menyelamatkan
hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang wanita hamil: kadang-
kadang dilakukan sesudah pemerkosaan atau inses.”
Sebenarnya jenis aborsi ini tidak selalu tepat kalau dikatakan
terapeutik. Terapi adalah pengobatan penyakit. Misalnya wanita yang
mengandung dan punya penyakit jantung; kalau kehamilannya diteruskan
sampai dengan kelahirannya akan sangat berbahaya baginya, maka
kandungan itu harus dihentikan dengan melakukan aborsi. Dengan kata
lain: Dengan dilakukannya aborsi, penyakit jantungnya tidak
tersembuhkan. Oleh karena itu dalam arti sempit, aborsi macam itu tidak
bisa diartikan sebagai suatu terapi.
Jadi, tindakan itu bukanlah suatu intervensi medis terapeutis untuk
menghilangkan suatu penyakit agar menjadi sehat tetapi suatu intervensi
atas sesuatu yang sehat (janinnya) untuk menghindarkan ibunya dari
suatu penyakit atau resiko kematian sedangkan penyakit di ibu sendiri
justru tidak tersentuh. Dalam beberapa hal, lebih tepat dipakai istilah
aborsi oleh karena adanya indikasi medis.

B. Aborsi dengan Indikasi Medis


Yang disebut aborsi dengan indikasi medis adalah aborsi yang
dilakukan oleh karena tanda atau keadaan yang menunjukkkan atau
menggambarkan pelangsungan kehamilan akan menyebabkan
kerusakan serius pada kesehatan ibu yang tidak bisa dipulihkan
(irreversible) atau bahkan bisa menyebabkan kematian ibu.
Penilaian moral terhadap kasus ini perlu mempertimbangkan
beberapa hal berikut:
1. Kita tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah. Menghukum
orang yang tidak bersalah adalah bentuk dari ketidakadilan. Lebih-
lebih lagi kalau menghukuman itu berupa hukuman mati, maka
menghukum mati orang yang tidak bersalah merupakan pelanggaran
berat terhadap keadilan.
2. Memperalat orang lain. Aborsi langsung demi kesehatan ibu
merupakan bentuk pemanfaatan (instrumentalisasi) orang lain demi
kepentingan pribadi. Walaupun benar bahwa tugas dan kewajiban
tenaga medis ialah untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
semua orang yang datang meminta kesembuhan, tetapi
pelaksanaannya tidak boleh dengan mematikan orang secara langsung
(abortus provocatus directus). Kalau terjadi bahwa janin digugurkan
demi keselamatan ibunya, maka ini adalah bentuk pemanfaatan orang
lain demi kepentingan pribadi (ibu). Yang diperbolehkan hanyalah
aborsi terapeutik tidak langsung, di mana tujuan intervensi medis itu
adalah untuk menyembuhkan penyakit yang dalam proses terpaksa
janinya gugur. Gugurnya janin bukanlah maksud dari intervensi medis
itu sendiri.
Menurut prinsip ini dalam sebuah tindakan bila terjadi dua efek, yang
satu yang baik dan yang lainnya tidak baik, maka tindakan itu bisa
dibenarkan bila: yang dimaksudkan oleh tindakan itu adalah yang baik,
sedangkan yang tidak baik hanyalah efek yang tidak bisa dielakkan; hasil
baik itu bukan dihasilkan dengan suatu cara yang jahat; dan hasilnya yang
baik itu proposional bila dibanding dengan hasil negatifnya.
3. Adanya kemajuan teknologi kedokteran sudah sangat mengurangi banyak
sekali apa yang tadinya digolongkan sebagai indikasi kesehatan yang
valid untuk melakukan aborsi. Dewasa ini ada banyak penyakit yang bisa
diatasi tanpa harus melakukan aborsi sehingga alasan indikasi medis itu
banyak yang kehilangan dasarnya. Yang sering terjadi adalah ditempuh
di jalan yang paling mudah meskipun sebenarnya hal itu melanggar hak
asasi manusia.
4.Harus ada usaha serius untuk mengetahui apakah memang aborsi ini
secara objektif menjadi satu-satunya cara untuk menjaga kesehatan si ibu.
Apakah kemungkinan lain untuk menjaga kesehatan itu dengan cara yang
lain tanpa harus melakukan aborsi. Di sini diperlukan suatu kejujuran
dalam menegakan dialogsis medis dan sekaligus tugas mulai riset medis
untuk menemukan cara-cara baru dalam menjaga dan memelihara hidup
manusia.
5. Indikasi sosio-ekonomis tidak bisa menjadi alasan untuk dilakukannya aborsi
sebab hidup manusia itu jauh lebih bernilai daripada semua nilai ekonomi dan
sosial. Nilai-nilai ekonomi dan sosial (anak banyak, sulit menyekolahkan, dll.) tidak
bisa mengalahkan nilai hidup manusia. Hidup manusia itu tidak bisa diganggu
gugat (inviolable).
6. Hidup fisik manusia, meskipun ini bukan merupakan keseluruhan pribadi manusia,
namun n]hidup manusia merupakan dasar pertama yang menjadi dasar bagi
segala sesuatu yang lainnya. Oleh karena itu, walaupun secara filosofis ada orang
tidak setuju bahwa janin itu pesona (pribadi) tetapi haknya untuk hidup harus
diakui dan dihormati. Semua ahli biologi dan embriologi mengakui bahwa hidup
manusia itu mulai sejak saat selesainya proses pembuahan. Ini adalah suatu data
objek dari biologi yang tidak mengenal ideologi tertentu.
7. Martabat hidup manusia tidaklah tergantung pada penampilan seseorang secara
badaniah, tetapi martabat manusia itu ada bersama dengan adanya manusia. Oleh
karena itu, hal-hal yang eksternal seperti cacat atau lengkap, berbentuk atau
belum berbentuk, laki-laki atau perempuan, dan sebagainya tidaklah
mempengaruhi nilai martabat manusia. Oleh karena itu, tidak bisa dibenarkan
aborsi oleh karena janin yang cacat atau belum berumur. Aborsi ini lebih dikenal
dengan aborsi eugenik, karena janin diaborsi oleh karena kualitas gen/ keturunan
yang tidak baik.
8. Ada suatu situasi konflik di mana antara hidup ibu dan bayinya, secara
medis hanya bisa diselamatkan nyawa bayinya. Misalnya seorang wanita
hamil mengalami kecelakaan kendaraan sampai koma atau mati otaknya.
Kalau pada waktu kecelakaan itu umur kehamilannya sudah cukup supaya
bayinya bisa hidup di luar (viable), maka janin dapat dikeluarkan lewat
operasi (caeser) meskupun dengan demikian ibunya meninggal tetapi
bisa menyelamatkan anaknya.

C. Aborsi untuk Menyelamatkan Nyawa Ibu


Kasus yang pailing dramatisinalah di mana terjadi konflik frontal
antara nyawa ibu dan bayinya. Kasus ini secara medis memang sudah
semakin jarang terjadi tetapi dalam keadaan tertentu bisa saja terjadi hal
yang sedemikian.
Apabila secara objektif dalam perhitungan medis memang terjadi
suatu keadaan di mana melanjutkan kehamilan bisa mematikan baik ibu
maupun bayinya, maka oara moralis Katolik, seperti Franz Boeckle dan E.
Pousset, dan Bernars Haring pada umumnya menyetujui bahwa dalam
situasi semacam ini, yang harus di pilih adalah apa yang paling mungkin
diselamatkan. Daripada kedua-duanya, maka lebih baik menyelamatkan
salah satu.
Bernard Haring, mengutip Franz Boeckle yang mengatakan, “Di sini
bukanlah masalah lebih memilih ibunya daripada bayinya atau kebih
memilih bayinya daripada ibunya, tetapi sebuah pilihan di antara hidup yang
dapat diselamatkan dan hidup yang tidak bisa diselamatkan.”
D. Aborsi Janin Anencephaly
Salah satu kelainan perkembangan yang bisa terjadi pada janin
ialah anencephaly. Anencephaly ialah ketiadaan sebagaian atau
keseluruhan tulang bagian depan tengkorak, teerutama pada bagian
otak. Hal ini terjadi karena cacat dalam perkembangan janin oleh karena
ketidaksempurnaan penutupan pada ujung saraf janin, sehingga urutan
saraf yang masih melemah dalam pembentukan itu tidak mendapatkan
perlindungan sehingga ‘termakan’ oleh gerakan janin di dalam rahim.
Janin yang mengalami anencephaly bisa bertahan sampai kelahirannya
dan bila lahir, dia hanya bisa bertahan beberapa jam saja. Anencephaly
biasanya dibarengi dengan cacat sistem saraf seperti spina bifida.
Pertanyaan etis dari janin model ini ialah, “Apakah janin yang
mengalami anencephaly ini boleh digugurkan? Toh kalau dia lahir hanya
bisa bertahan beberapa jam saja dan pasti dia mati.” Anggapan ini tidak
benar baik secara biologis maupun secara etis. Secara biologi, bayi yang
mengalami anencephaly bukannya tidak mempunyai otak sama sekali.
Otak besarnya memang tidak ada tetapi batang otaknya tetap ada dan
oleh karena itu dia bisa hidup beberapa saat sebab kontrol terhadap
saraf-saraf refleksi (detak jantung, tekanan darah, napas, kedipan mata,
reklek mata, pendengaran, dan pencernaan) ada pada batang otak. Itulah
sebabnya, janin yang mengalami anencephaly ini bisa hidup di dalam
rahim dan di luar rahimm untuk beberapa saat, sebab hal-hal yang
langsung berhubungan dengan hidup fisiknya dikontrol oleh batang otal
yang tetap berfungsi.
Oleh karena bayi anencephaly itu masih hidup, maka dia harus
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dia tidak boleh
dibunuh atau digugurkan.
Masalah aborsi adalah masalah sepanjang masa pada akhir-akhir
ini intensitasnya menjadi makin marak oleh karena dampak langsung
maupun tidak langsung dari kemajuan teknologi. Ada beberapa
kemajuan teknologi yang secara langsung berpengaruh bagi perubahan
perilaku orang terhadap aborsi.
Pertama, soal bahaya fisik aborsi. Dahulu aborsi bisa sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan penderitaan fisik yang tak
berkesudahan, cacat fisik atau bahkan kematian ibu; akan tetapi, oleh
karena adanya alat-alat kedokteran canggih dewasa ini, maka aborsi bisa
dilakukan tanpa beresiko tinggi. Tentu saja bagi sebagian orang , resiko
aborsi kecil ini menjadikan aborsi bukan lagi hal yang harus ditakuti.
Kedua, ada beberapa tenaga medis yang melupakan sumpahnya
untuk tidak melakukan pengguguran dan lebih banyak berorientasi pada
uang sehingga mereka dengan mudah melayani orang yang ingin
melakukan pengguguran, tanpa merasa bersalah. Ada tempat-tempat
tertentu yang menyediakan jasa semacam ini, meskipun secara resmi di
Indoneia ini aborsi dilarang.
Ketiga, adanya internet dan hand phone (HP) yang bisa menjelajah
dunia maya yang banyak situs-situs porno. Kemudian ini menjadikan
semua orang bisa mengakses dan melihat semua hal yang selama ini
tidak boleh dilihat karena dipandang tabu dan porno. Dengan adanya
kemudahan teknologi itu, orang lebih mudah bermain-main dengan
seksualitasnya yang mengakibatkan semakin banyak terjadi kehamilan
yang tidak dikehendaki dan yang berakhir pada aborsi.
Masih ada banyak penyebab lain yang menjadikan aborsi menjadi semakin
marak. Kalau hanya mengadakan sweeping atau larangan atau sensor saja –
meskipun ada gunanya – ternyata tidak memecahkan masalah aborsi secara
memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha bersama yang intergral untuk
mengatasi masalah aborsi ini.
Dalam berpastoral mengenai aborsi ini, kita bisa belajar sesuatu yang
sangat berharga dari Amerika Serikat (USA). Di masa lalu, ada beberapa anti-
aborsionis Amerika, mereka melakukan pengrusakan dan pembakaran klinik-
klinik aborsi dan bahkan ada yang sampai membunih dokter yang melakukan
aborsi. Ternyata cara semacam ini tidak efektif untuk melawan aborsi, malah
sebaliknya menjadi kontraproduktif. Ini tentu saja sesuatu yang sangat kita
sesalkan karena hal ini juga tidak sesuai dengan ajaran Yesus untuk tidak
membalas kejahatan dengan kejahatan (non-violence).
Belajar dari pengalaman di beberapa tempat dan dari literatur yang
tersedia, maka sebaiknya arah pastoral kita diarahkan kepada pengejawantahan
Injil kehidupan dalam hidup nyata. Yang diperlukan oleh komunitas Kristiani ialah
kesaksian nyata bahwa Injil Kehidupan itu terwujud dalam hidup nyata dan bukan
hanya sekedar retorika belaka. Oleh karena itu, diperlukan suatu aksi bersama
untk meningkatkan mutu kehidupan.
A. Pendidikan Seksualitas
Pendidikan seksualitas ini menjadi sangat penting dalam strategi
mengatasi aborsi. Pendidikan seks diarahkan kepada penghargaan akan
martabat seksualitas manusia agar bisa dipergunakan sebagaimana
dimaksudkan oleh Sang Pencipta.
Seksualitas manusia harus dipahami bukan hanya masalah alat
genital (alat kelamin) tetapi dalam keseluruhannya yang merupakan cara
berada diri sebagai pria dan wanita. Seksualitas adalah komponen
fundamental dari personalitas manusia yang juga merupakan salah satu
cara berbeda, cara manifestasi diri, cara berkomunikasi dengan orang
lain, merasa, menyatakan dan menghayati cinta kasih manusiawi. Cara
beradanya manusia itu mau pasti seksual sebab cara berada manusia itu
pasti pria atau wanita. Bahkan orang mengalami gangguan identifikasi
jenis kelamin pun masuk dalam klasifikasi entah pria atau wanita itu. Jadi:
seluruh cara keberadaan seseorang itu adalah seksualitas manusia
berarti berbicara mengenai seluruh diri manusia, keseluruhan cara
berada diri dengan segala aspeknya.
Kitab Kejadian 1:26-27 menceritakan bahwa awal mula keberadaan
manusia di dunia ini oleh karena diciptakan oleh karena diciptakan oleh
Allah sebagai gambar dan citra Allah. Yang diciptakan oleh Allah bukan
hanya kepala saja atau kaki saja, tetapi seluruh tubuh manusia, mulai dari
ujung rambut dan tentu saja termasuk alat-alat genitalnya. Oleh karena
alat-alat genital ini juga diciptakan oleh Allah maka alat-alat itu “baik
adanya” dan suci sebab Allah hanya membuat hal yang baik. Allah tidak
menciptakan sesuatu sebagai benda yang najis atau kotor tetapi dia
adalah baik dan suci sebab dia berasa dari Allah. Kalau sampai
seksualitas ini menjadi sumber dosa, maka di sini jelas terjadi
penyimpangan dari rencana Sang Pencipta. Dalam hal ini manusialah
yang bertanggung jawab sebab oleh karena perbuatannyalah maka
menjadi demikian. Apa yang baik dihadapan Allah janganlah manusia
menjadikannya jahat.
Seksualitas manusia adalah sebuah anugerah yang merupakan
bagian integral dari karya penciptaan manusia, sehingga seksualitas
harus dipergunakan dalam rangka kerja sama dengan Sang Pencipta
untuk menciptakan manusia baru secara bertanggung jawab dan
bermartabat. Dalam Kejadian 1:28 dikatakan, ”Beranakcuculah dan
bertambah banyak ...” perintah ini tentu saja dialamatkan kepada manusia
– pria dan wanita – secara utuh. Oleh karena yang diperintahkan oleh
Allah adalah manusia secara utuh, maka pelaksanaan perintah ini bukan
hanya mengena pada salah satu bagian dari manusia tetapi manusia
secara keseluruhannya. Dengan kata lain, perintah untuk beranak cucu ini
bukan hanya menyangkut alat genital manusia tetapi menyangkut seluruh
keberadaan manusia yang adalah laki-laki dan perempuan. Pelaksaan
perintah itu psikisnya maupun emosinya, baik otak maupun hati
nuraninya. Oleh karena itu, masalah reproduksi manusia tidak boleh
hanya dipandang sebagai masalah alat genital tetapi menyangkut
manusia secara utuh. Memang benar bahwa dari antara seluruh anggota
tubuh manusia ini, alat-alat genitallah yang secara khusus dirancang dan
didesain khusus untuk protekreaksi. Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa protekreasi itu hanya menyangkut alat-alat genital itu.
Seksualitas itu indah sebab menjadi ungkapan cinta kasih seutuhnya antara
pria dan wanita yang mempunyai komitmen untuk hidup bersama dalam
penyerahan diri secara total, menyatukan sedalam perkawinan menjadi ungkapan
nyata bahwa “seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Ungkapan
kesatuan ini bukan hanya simbolis saja tetapi menjadi nyata dalam tindakan. Oleh
karena itu, Hukum Gereja menerangkan bahwa hubungan seksual suami istri di
dalam perkawinan menjadi sangat penting dan menjadi penyempurnaan dari
perkawinan itu (ratum et consummatum. KHK 1061). Kalau perkawinan itu tidak
disertai dengan hubungan suami istri maka perkawinan itu belum sempurna.
Dari sini jelas kelihatan bahwa hubungan suami istri itu bukan kotor atau
najis tetapi merupakan sesuatu yang suci sebab hal itu menghadirkan dalam
bentuk yang kasat mata persatuan antara Kristus dan Gereja-Nya. Dalam dokumen
Gereja, Kebenaran dan Arti Seksualitas Manusia no. 20 yang dikeluarkan Pontifical
Council for the Family (1995) mengundang semua orang yang menikah untuk hidup
dalam kemurnian, “Orang-orang yang menikah untuk menghayati kemurnian
perkawinan.” Dalam pengertian ini jelas sekali bahwa orang yang hidup murni
bukan hanya yang tidak mengadakan hubungan seksual tetapi mereka yang
mengadakan hubungan seksual sebagai suami istri yang sah pun hidup murni.
Banyak pelanggaran seksual terjadi oleh karena ketidaktahuan dan
masa bodoh. Terutama di kalangan kawula muda yang masih mencari jati
diri dan orientasi hidup, pendidikan seksualitas menjadi mendesak untuk
memerangi ketidaktahuan ini.
Ketidaktahuan ini bisa mecakup banyak hal, tetapi yang erat
hubungannya dengan aborsi adalah ketidaktahuan aborsi ini benar-benar
suatu oembunuhan makhluk hidup yang disebut manusia. Ketidaktahuan
membuat banyak orang berpikir bahwa janin itu hanyalah segumpalan
darah tanpa arti sehingga bisa dibuang keluar tanpa arti. Ketidaktahuan
di antara remaja putri bahwa sesudah mendapat menstruasi ia sudah bisa
mengandung kalau berhubungan seks, menjadikan ia tanpa pikir
panjang mencoba berhubungan seks. Ketika didapati hamil, seakan-akan
dunia runtuh dan tidak ada jalan keluar kecuali menggugurkannya.
Dalam kerangka pendidikna seksualitas ininjuga penting untuk
diberikan penerangan sejelas-jelasnya mengenai apa yang disebut
kontrasepsi. Tidak semua alat yang disebut kontrasepsi itu bekerja
dengan cara yang sama dan mempunyai efek yang sama. Ada alat yang
benar-benar kontrasepsi dan ada yang sebenarnya kontravita (melawan
kehidupan).
Penting juga untuk mengetahui dengan jelas akibat langsung dan
tidak langsung dari aborsi baik dari segi kesehatan maupun psikis dan
iman. Banyak orang yang tidak menyadari dampak aborsi ini ketika
mereka ingin melakukan aborsi dan baru ketika sudah terlaksana, maka
terjadi penyesalan yang tiada hentinya.

B. Konsientisasi Martabat Hidup Manusia


Dalam struktur masyarakat dewasa ini, konsientitasi mengenai
martabat hidup manusia ini menjadi semakin penting dan mendesak
sebab hidup manusia menjadi semakin tidak dihargai.
Kalau hidup yang jelas sudah lahir saja mudah untuk dikorbankan,
apalagi yang masih belum lahir! Bahkan banyak orang menganggap
bahwa janin yang masih ada di dalam kandungan itu belum hidup dan
masih merupakan kumpulan darah. Ini jelas suatu pemahaman yang
sangat keliru. Kita telah melihat bahwa hidup manusia itu dimulai sejak
saat selesainya proses pembuahan.
Di sinilah perlunya penjelasan yang akurat mengenai apa sebenarnya yang
terjadi di rahim seorang wanita dan bagaimana janin itu tumbuh dan berkembang
setiap saat. Kesalahpahaman yang sering terjadi ialah anggapan bahwa janin baru
hidup lama sesudah pembuahan, seperti sementara orang yang mengatakan
bahwa nyawa baru masuk ke dalam janin pada saat janin berumur 40 hari, atau 90
hari atau bahkan 120 hari. Kesalahan ini merupakan kesalahan yang fatal sebab
embriologi modern dengan jelas menyangkal pentahapan macam itu. Kalau hari
pertama janin tidak hidup, maka dia tidak pernah akan hidup untuk selamanya, dia
pasti akan gugur dan keluar dari kandungan. Kalau hari pertama dia tidak hidup,
dia tidak pernah akan lahir sebagai bayi.
Oleh karena itu, hidup manusia harus dihargai dan dilindungi sejak
keberadaanya dalam fertilisasi sampai dengan kematian naturalnya sebab hidup
manusia itu sejak keberadaannya di rahim ibu sudah berada dalam lingkup karya
keselamatan Allah yang sudah berada dalam lingkup karya keselamatan Allah
yang sudah merancangnya sejak sedia kala. ”Sebab Engkaulah yang membentuk
tulang pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-
Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku
benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindungi bagi-Mu, ketika aku
dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam dibagian-bagian bumi yang
paling bawah; mata-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada
satu pun dari padanya.”
Lebih-lebih lagi, pemahaman bahwa hidup manusia itu merupakan
sesuatu yang sangat luhur, yang diciptakan oleh Allah sebagai gambar
dan citra Allah sendiri yang dikehendaki-Nya untuk kembali dalam
persatuan dengan-Nya. Persis karena penghargaan terhadap hidup
manusia itulah, maka Yesus datang ke dunia untuk mengembalikan
manusia kepada keadaan keilahiannya yang telah dirusak akibat dosa.
Oleh karena cinta Allah itulah manusia diangkat menjadi anak-anak Allah
yang dikasihi-Nya.
Poin-poin penting martabat manusia ini senantiasa perlu
digarisbawahi dalam arah pastoral sehingga kita mengetahui dengan
pasti siapakah kita ini di hadapan Allah dan di hadapan manusia.
C. Pendidikan Masyarakat
Gereja sebagai umat Allah yang berziarah di dunia ini bukanlah
sebuah getto yang tidak berhubungan dengan dunia luar. Para bapa
Konsili Vatikan II dengan tegas mengatakan bahwa, “Kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum
miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.”
Dari teks ini ingin ditekankan bahwa anggota Gereja tidak boleh
indifferent (acuh tak acuh) akan peristiwa yang terjadi di tengah
masyarakat. Menjadi tugas Gereja juga untuk memberikan sumbangan
yang berarti dalam pembangunan masyarakat pada umumnya. Salah satu
hal yang bisa di tawarkan pada masyarakat umum adalah sikap moral
yang bertanggung jawab.
Maraknya aborsi yang terjadi masyarakat kita tidak boleh
dilepaskan dari tanggung jawab masyarakat pada umumnya. Dalam hal
ini penting sekali pendidikan masyarakat agar tidak permisif –
memperbolehkan segala sesuatu tetapi juga tidak mudah menghukum.
Pintu pengampunan senantiasa terbuka bagi orang yang bertobat dan
mau kembali kepada Tuhan.
D. Tanggung Jawab Bersama
Salah satu ketidakadilan yang terjadi dalam masalah aborsi ialah
pandangan bahwa masalah aborsi hanyalah masalah para perempuan
saja. Ini tentu tidak adil. Sumber masalahnya sendiri (janin dalam
kandungan) bukanlah hanya hasil dari perbuatan perempuan. Tanpa laki-
laki maka tidak akan terjadi pembuahan itu. Oleh karena itu, sudah
selayaknya bahwa tanggung jawab ini juga dipikul bersama.
Dalam hal ini, perempuan selalu berada dalam posisi yang lemah,
sudah malu, lalu kehilangan masa depan dan masih harus menderita
secara fisik dan psikis oleh karena aborsi itu; sementara itu pihak laki-laki
yang seharusnya sama-sama bertanggung jawab tidak mau persoalan itu.
Oleh karena itu, aborsi sering menjadi tindakan ketidakadilan dan
kesewenang-wenangan laki-laki terhadap perempuan.
E. Lembaga Bantuan
Dari Kisah Para Rasul 4:32-35 dikatakan, ”Adapun kumpulan orang
yang telah dipercaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun
yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri,
tetapi segala sesuatu dari kepunyaannya mereka bersama. Dan dengan
kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan
Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
Sebab tidak ada seorang pun yang berkurang diantara mereka; karena
semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu,
dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki
rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan
keperluannya.”
Kutipan ini memberikan suatu gambaran bagaimana komunitas
Gereja Perdana itu hidup. Mereka bersama-sama bertanggung jawab
akan kebutuhan bersama sehingga tidak ada orang yang kekurangan.
Membantu sesama yang berkekurangan menjadi identitas Kekristenan
kita. Bantuan dalam bentuk yang nyata ini menjadi kesaksian iman yang
sangat hebat sehingga menjadikan jumlah mereka bertambah.
Di sini kita bisa belajar bahwa tidak cukup hanya melarang orang
untuk melakukan aborsi dan mengutuk mereka. Tetapi harus juga disertai
dengan tingakan konkret untuk membantu dan menolong orang yang
berada dalam kesulitan agar bisa keluar dari persoalannya dengan cara
yang bermartabat.
Lembaga-lembaga sosial ini haruslah secara nyata menolong
wanita yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki baik berupa
bantuan kepada wanitanya sendiri.
Dalam hal ini, cukup banyak peran Gereja untuk mengatasi masalah
aborsi ini secara nyata, baik yang dikerjakan oleh para awam maupun
oleh para imam dan biarawan-biarawati, baik secara pribadi maupun
kelembagaan. Kita perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
kita itu agar warta Injil Kehidupan semakin menjangkau sebanyak
mungkin orang.
A. Pendahuluan
Meskipun di Indonesia aborsi merupakan tindakan yang
melanggar hukum (ilegal), tidak berarti Indonesia bebas dari bebas dari
tindakan anti-kehidupan ini. Beberapa kelompok tertentu berusaha
melegalkan aborsi dengan dalil menyelamatkan nyawa perempuan yang
melakukan aborsi dengan dalil menyelamatkan nyawa perempuan yang
melakukan aborsi, yaitu dengan cara yang disebut dengan safe abortion.
Keadaan ini pasti mengusik hati nurani kita, terlebih hal ini tidak
sesuai dengan iman kepercayaan kita yang menjunjung tinggi harkat
hidup manusia sejak dari pembuahan sampai dengan kematian secara
alamiah. Namun demikian, kita hendaknya tidak hanya merasa prihatin
atau mengeluarkan pernyataan/sikap tidak setuju dengan aborsi, namun
kita juga harus dapat memperlihatkan gerakan atau aksi nyata terhadap
KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) tersebut.
FKPK (Forum Komunitas Penyayang Kehidupan) adalah salah satu
dari usaha nyata yang dilakukan secara terpadu itu. FKPK sudah memulai
gerakan ini sejak tahun 1998. Yang tergabung dalam dalam FKPK adalah
organisasi, lembaga, kelompok, dan perorangan yang peduli dan
berkecimpung dalam bidang pro-life (sayang kehidupan). Cara bekerja
FKPK adalah melalui jaringan kerja, karena tidak mungkin satu
oraganisasi atau beberapa orang saja dapat menangani hal ini.
FKPK bercita-cita menyebarluaskan gerakan ini ke seluruh
Indonesia. Karena luasnya daerah geografis di Indonesia dan juga karena
kompleksnya masalah, maka cita-cita ini baru bisa terwujud dengan baik
bila didukung oleh banyak umat, rohaniwan/rohaniwati maupun otoritas
Gereja setempat.
B. Sejarah FKPK
Ditemukannya belasan janin hasil aborsi dalam sebuah kantongan
plastik yang diberitakan oleh media masa padad tahun 1997 yang lalu
menimbulkan rasa prihatin. Berangkat dari keprihatinan itu, maka
tercetus gagasan dari dr. Felix Gunawan (Direktur Eksekutif PERDHAKI)
dan Romo J. Hardiwiranto MSF (ketika itu menjabat Sekretaris Eksekutif
Komisi Keluarga KWI) untuk mengundang beberapa pimpinan organisasi
yang mempunyai kepedulian terhadap masalah aborsi ini untuk hadir
dalam sebuah forum diskusi pada tanggal 1 November 1997.
Fokus diskusi berlanjut secara rutin sampai pada suatu kesepakatan
di antara para peserta untuk membentuk suatu forum komunikasi yang
resmi. Forum ini dinamakan Forum Komunitas Penyayang Kehidupan
(FKPK), dan resmi dibentuk pada tanggal 29 Agustus 1998 di Wisma
PERDHAKI. Anggota FKPK adalah lembaga-lembaga yang mempunyai
kerasulan dalam bidang pelindungan kehidupan yang mengirimkan
utusannya secara rutin dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan.
C. Motivasi Iman
Motivasi terbentuknya forum ini bukan motivasi politis; bukan pula
semata-mata motivasi sosial kemanusiaan sebagaimana telah dilakukan
oleh banyak orang; namun motivasinya adalah iman – yakni sebagai
perwujudan iman akan Allah Sang Pencipta dan Pencinta Kehidupan,
yang tampak secara nyata dalam hidup. Hal ini juga merupakan
perwujudan karya penyelamatan Yesus Kristus yang mencintai kehidupan
manusia sampai sehabis-habisnya. Yesus datang ke dunia supaya semua
orang hidup, dan memiliki kehidupan dengan segala kelimpahan (bdk.
Yoh. 10:10). Di samping itu kegiatan ini juga merupakan jawaban atas
undangan Yesus untuk mencintai yang lemah dan hina. Sebab segala
sesuatu yang dilakukan kepada salah seorang dari saudara kita yang
paling hina, sama saja kita melakukannya kepada Yesus; sedang segala
sesuatu yang tidak kita lakukan untuk salah satu dari saudara kita yang
paling hina, kita tidak melakukannya kepada Yesus (bdk Mat 25:31-46)
D. Tujuan
Disepakati bersama bahwa Forum Komunikasi Penyayang
Kehidupan ini bukanlah merupakan suatu lembaga formal yang
berbentuk yayasan atau badan hukum. Alasannnya adalah karena
anggota-anggotanya merupakan wakil dari suatu lembaga yang sudah
berbentuk yayasan, penghimpunan, dan lain sebagainya. Namun forum
ini lebih merupakan suatu jaringan pelayanan yang bertujuan
mempersatukan dan menjalin kegiatan-kegiatan serta pelayanan
perlindungan terhadap kehidupan yang sudah ada, sehingga terbentuk
suatu pelayanan yang terpadu mulai dari pelayanan prevrntif sa,pai
kegiatan bina lanjut.
E. Visi FKPK
Menuju masyarakat yang terhormat terhadap kehidupan sejak awal
sampai akhir hidup naturalnya dengan memperhatikan, memelihara dan
mengembangkan lingkungannya.
F. Misi FKPK
Mengajak, mendampingi serta membantu semua orang agar
dengan gembira dan penuh rasa syukur bersedia menerima, mencintai,
melindungi, merawat serta membela kehidupan, baik sebelum maupun
setelah kelahirannya.
Dasar pemikiran visi dan misi:
1. Kehidupan manusia sejak pembuahan adalah anugerah Allah yang
tertinggi dan terluhur untuk berkiprah di dunia sesuai dengan rencana
Allah.
2. Dunia alam semesta diciptakan Tuhan demi manusia dan dipercayakan
Tuhan kepada manusia.
3. Hidup manusia terjalin erat dengan lingkungan hidupnya.

G. Komitmen
1. Mewujudkan tanggung jawab atas hidup manusia, terutama pada saat
dini dan mudah dikurbankan, sedangkan ia tak berdaya dan tak dapat
membela diri sendiri.
2. Mewujudkan tanggung jawab atas lingkungan hidup.
3. Mewujudkan tanggung jawab atas hidup manusia juga dengan
memperhatikan lingkungan.
H. Pelayanan yang Diberikan
1. Preventif
Pendampingan dan penyuluhan bagi para remaja, orang tua para
bayi/balita/remaja, pasturi baru, dll.
2. Kuratif
Pendampingan para perempuan yang mengalami KTD (kehamilan tidak
diingikan) baik sebelum maupun sesudah melahirkan melalui konseling tatap
muka, hotline service, pendekatan pada keluarga/lingkungan agar dapat menerima
kembali perempuan tersebut dan anaknya. Pendampingan ini dilakukan secara
aktif dan proaktif.
3. Bina Lanjut
Memberdayakan dan mengembalikan martabat para perempuan yang
mengalami KTD dengan pendidikan nilai, konseling, keterampilan, dll.
4. Advokasi
Menentang “budaya maut” (culture of deatht), yakni budaya yang
mengancam kehidupan manusia dan ikut menciptakan “budaya kehidupan”
(culture of life) yang menerima, membela dan melindungi kehidupan yang ada
sejak pembuahan sampai kematian yang alami.
5. Proses adopsi
Membantu proses adopsi yang dilakukan secara legal dan profesional.
I. Sasaran
 Perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan (hamil sebelum
nikah, di luar nikah).
 Pasangan suami/istri dengan kehamilan yang tidak diingikan.
 Bayi dan anak terlantar, dll.

J. Akses
 Melalui telepon / hotmail
 Melalui e-mail, website (www.aborsi.org)
 Melalui SMS (Short Message Service) dengan HP
 Melalui kontak langsung (datang berkonsultasi)
 Melalui surat, fax, dll.

K. Alur Pelayanan
KLIEN telp / sms / email / datang langsung => KONSULTAN
wawancara => PENGKAJIAN kebutuhan klien => RUJUK ada lima bagian –
Shalter (slm hamil) – RS/RB yan kes lain (periksa hamil – bersalin) –
Pendampingan (psikolog/rm/sr) – Panti asuhan (bayi ssd lahir) – Ahli
hukum (adopsi).
L. Kegiatan yang telah dilakukan
1. Musyawarah Nasional Pro-life (Sayang Kehidupan)
2. Pembentukan Komite Nasional GSK (Gerakan Sayang Kehidupuan)
3. Pembentukan FKPA (Forum Komunikasi Panti Asuhan)
4. Pembentukan Pro-life Indonesia
5. Seminar Nasional mengenai Aborsi
6. Pernyataan sikap dari pemuka agama mengenai aborsi
7. Membuka wibsite untuk konsultasi
8. Menyusun / menerjemahkan buku dan CD untuk sosialisasi pro-life
9. Menyusun buku panduan untuk aborsi
10. Kegiatan masing-masing anggota dalam berbagai bidang.
M.Terbuka untuk Kerja Sama
FKPK berharap bahwa kegiatan yang ditangani bersifat holistik dan
juga merupakan gerakan moral. Untuk mewujudkan misi maka ini
terbuka untuk bekerja sama dengan siapa saja yang berminat dalam
kegiatan sayang kehidupan, baik lembanga maupun perseorangan, tanpa
memandang agama, asal-usul dan etnis.
N. Tantangan yang Dihadapi
Gerakan sayang kehidupan masih belum banyak dikenal
masyarakat padahal banyak orang memerlukan pelayanannya. Para
aktivis diharapkan dapat lebih banyak mempromosikan kegiatannya ada
mereka yang membutuhkan mempunyai akses untuk mendapatkan
pelayanan. Selama ini para aktivis sangat low profile sehingga hampir
tidak pernah diekspos oleh media atau menginformasikan pelayanan
mereka kepada masyarakat melalui brosur, leaflet, dll. Untuk itu kita tidak
sekedar bicara saja namun dengan aksi nyata.
O. Penutup
Melihat besarnya masalah, tanpa campur tangan Tuhan rasanya kita
tidak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa. Namun dengan bantuan
rahmat-Nya kita dapat berbuat banyak untuk sesama kita, terutama
mereka yang membutuhkan pertolongan dan tidak berdaya. Perempuan
yang hamil pada saat tidak direncanakan atau tidak diinginkan, pasti
berada dalam keadaan panik dan bingung. Dalam pikiran mereka aborsi
adalah satu-satunya solusi. Begitu juga bagi janin dan bayi, yang tidak
dapat membela diri mereka sendiri, akan sangat terbantu bila kita
mengulurkan tangan untuk menolong mereka.

Anda mungkin juga menyukai