Anda di halaman 1dari 41

PERATURAN KESEHATAN

Pengawasan Mutu Makanan


Undang-Undang Kesehatan
 UU Nomor 36 Tahun 2009
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
Bagian ke-16 Pengamanan Makanan dan Minuman
 Pasal 109
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta
mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai
makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus
menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan
lingkungan.

 Pasal 110
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan
produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan
dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang
mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
 Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan
minuman kedalam wilayah Indonesia; dan
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara benar dan akurat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar,
persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan,
ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

 Pasal 112
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi
produksi, pengolahan, Pendistribusian makanan, dan minuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.
UNDANG-UNDANG HIGIENE DAN
SANITASI MAKANAN
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
 Kepmenkes Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
Sanitasi Jasaboga
 Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
Sanitasi Rumah Makan & Restoran.
 Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang Pedoman Persyaratan
Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan
 Bagian Keempat Pengamanan Makanan dan Minuman
 Pasal 21
1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang
tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau
persyaratan kesehatan.
2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi
tanda atau label yang berisi : a. bahan yang dipakai; b.
komposisi setiap bahan; c. tanggal, bulan, dan tahun
kadaluwarsa; d. ketentuan lainnya.
1) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar
dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan
 BAB II KEAMANAN PANGAN
 Bagian Pertama Sanitasi Pangan Pasal 4
(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau per-edaran pangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan
ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.
 LANJUTAN...

 Pasal 5
(1) Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau
tidak langsung dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi
persyaratan sanitasi.
(2) Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, dan atau peredaran pangan serta penggunaan
sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi.
 Pasal 6 Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau
peredaran pangan wajib:
a. memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan
manusia;
b. menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan
c. menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.
 Pasal 7 Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan
atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan
wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
 Pasal 8 Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran
pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
 Pasal 9 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5,
Pasal 6, dan Pasal 7 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah
 Bagian Kedua Bahan Tambahan Pangan Pasal 10
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan
tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang
dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan
dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang
batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 Pasal 11 Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan,
tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib
terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam
kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan
setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.
 Pasal 12 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
 BAB II KEAMANAN PANGAN
 Bagian Pertama Sanitasi Pasal 2
(1) Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib
memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Persyaratan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan yang meliputi antara lain : a. sarana dan/atau prasarana;
b. penyelenggaraan kegiatan; dan c. orang perseorangan.
 Pasal 3 Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai
pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang
baik yang meliputi :
a. Cara Budidaya yang Baik;
b. Cara Produksi Pangan Segar yang Baik;
c. Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik;
d. Cara Distribusi Pangan yang Baik;
e. Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f. Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
 Pasal 4
(1) Pedoman Cara Budidaya yang Baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a adalah cara budidaya yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara
lain dengan cara:
a. mencegah penggunaan lahan dimana lingkungannya mempunyai potensi
mengancam keamanan pangan;
b. mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan dan tanaman yang
mengancam keamanan pangan; dan
c. menekan seminimal mungkin, residu kimia yang terdapat dalam bahan pangan
sebagai akibat dari penggunaan pupuk, obat pengendali hama dan penyakit,
bahan pemacu pertumbuhan dan obat hewan yang tidak tepat guna.
(2) Pedoman Cara Budidaya yang Baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian,
perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-
masing.
 PASAL 5
(1) Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang Baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b adalah cara penanganan yang
memperhatikan aspek-aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara
: a. mencegah tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, obat hewan
atau bahan lain yang digunakan dalam produksi pangan segar; atau b.
mengendalikan kesehatan hewan dan tanaman agar tidak mengancam
keamanan pangan atau tidak berpengaruh negatif terhadap pangan
segar.
(2) Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang Baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas
dan kewenangan masing-masing.
 Pasal 6
(1) Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah cara produksi yang
memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a.
mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan; b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen,
serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan c. mengendalikan
proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan
pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan.
.
(2) Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang perindustrian atau perikanan sesuai dengan bidang
tugas dan kewenangan masing-masing. (3) Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pangan olahan tertentu ditetapkan oleh Kepala Badan
 PASAL 7
(1) Pedoman Cara Distribusi Pangan yang Baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf d adalah cara distribusi yang memperhatikan aspek
keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. melakukan cara bongkar
muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pada pangan; b.
mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan
khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan
udara; dan c. mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin
penelusuran kembali pangan yang didistribusikan.
(2) Pedoman Cara Distribusi Pangan yang Baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang
tugas dan kewenangan masing-masing.
 Pasal 8 (1) Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf e adalah cara ritel yang memperhatikan
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
a. mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak
penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; b. mengendalikan
stok penerimaan dan penjualan;
c. mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kedaluwarsanya; dan
d. mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya
yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara. (2)
Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Pasal 9 (1) Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f adalah cara produksi
yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan
cara :
a. mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan;
b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. mengendalikan proses antara lain pemilihan bahan baku,
penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian. (2)
Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung
jawab di bidang kesehatan.
 Pasal 10 Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian,
perikanan, kehutanan, perindustrian, kesehatan atau Kepala
Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing
dapat menetapkan pedoman cara yang baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 untuk diterapkan secara wajib. Bagian
Kedua Bahan Tambahan

 Pasal 11
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan
pangan yang dinyatakan terlarang.
(2) Bahan yang dinyatakan terlarang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
 Pasal 12
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan
bahan tambahan pangan untuk diedarkan wajib menggunakan
bahan tambahan pangan yang diizinkan.
(2) Nama dan golongan bahan tambahan pangan yang diizinkan,
tujuan penggunaan dan batas maksimal penggunaannya menurut
jenis pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Badan.
 Pasal 13
(1) Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan tetapi
belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih
dahulu diperiksa keamanannya, dan dapat digunakan dalam
kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan setelah
memperoleh persetujuan Kepala Badan.
(2) Persyaratan dan tata cara memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Undang undang Nomor 715 Tahun 2003
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
 Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
 (1) Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan
kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha
atas dasar pesanan.
 (2) Pengolahan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan
mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk,
pengemasan dan pewadahan.
 (3) Bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak,
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
 (4) Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mcngendalikan
factor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan.
 (5) Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah jasaboga yang
langsung disajikan.
 (6) Persyaratan Hygiene Sanitasi adalah ketentuan-ketentuan
teknis kesehatan yang ditetapkan terhadap produk jasaboga dan
perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia
dan fisika.
 (7) Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap
persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai
dengan penyajian.
 (8) Pengujian adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan di
laboratorium terhadap contoh-contoh makanan dan specimen.
 PERSYARATAN HYGIENE SANITASI
 Pasal 8
(1) Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan sebagimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
(2) Persyaratan lokasi dan bangunan jasaboga untuk tiap golongan
jasaboga sebagimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran III.
 Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang di lakukan oleh jasaboga harus memenuhi
Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan
pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus
memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian
makanan harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
secara langsung atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi
persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan. (5)
Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis
Hygiene Sanitasi Pengangkutan makanan (6) Ketentuan
persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, peralatan, penyimpanan
dan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), ayat(3),
ayat(4) dan ayat(5) tercantum dalam Lampiran III.
 Pasal 9
(1) Pengelolaan makanan yang di lakukan oleh jasaboga harus memenuhi
Persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, penyimpanan dan
pengangkutan.
(2) Setiap pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus
memenuhi persyaratan teknis pengolahan makanan.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan
harus tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung
atau tidak langsung.
(4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi
persyaratan Hygiene Sanitasi penyimpanan makanan.
(5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis Hygiene
Sanitasi Pengangkutan makanan
(6) Ketentuan persyaratan Hygiene Sanitasi pengolahan, peralatan,
penyimpanan dan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat(2),
ayat(3), ayat(4) dan ayat(5) tercantum dalam Lampiran III.
 Pasal 10
(1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mengikut sertakan Asosiasi Jasaboga, Organisasi profesi dan instansi
terkait lainnya.
 Pasal 11
(l) Pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan
pengawasan jasaboga yang berlokasi didalam wilayah pelabuhan.
(3) Tatacara pendataan, audit hygiene sanitasi makanan dan pembinaan,
pengawasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.
 Pasal 12
(1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian
keracunan makanan Pemerintah mengambil langkah-langkah
penanggulangan seperlunya.
(2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(l) dilaksanakan melalui pengambilan sample dan spesimen
yang diperlukan, kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan
lainnya.
(3) Pemeriksaan sample dan spesimen jasaboga dilakukan di
laboratorium.
(4) Ketentuan pemeriksaan sample dan spesimen sebagaimana
dimaksud pada ayat(3) dilaksanakan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Kepmenkes Nomor 1098 Tahun 2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan &
Restoran.
 Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah Makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang
lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk
umum di tempat usahanya;
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat
disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi
dengan peralatanan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman
bagi umum ditempat usahanya;
3. Peralatan adalah segala macam alat yang digunakan
untuk mengolah dan menyajikan makanan;
4. Hygiene Sanitasi makanan adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
5. Persyaratan Hygiene Sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang
ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan
perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan
fisika.
6. Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya
digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan
faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia
antara lain sarana air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat
cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari pakaian kerja (locker),
peralatan pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya serta
peralatan kebersihan;
7. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan siap dihidangkan/
disajikan oleh rumah makan dan restoran;
8. Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari
tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian.
9.Sanitarian adalah tenaga kesehatan lingkungan
berpendidikan minimal Sarjana (S1) yang telah
mendapatkan pelatihan dibidang Hygiene Sanitasi
Makanan;
BAB IV
PERSYARATAN HYGIENE SANITASI
Pasal 9
1) pada ayat meliput Rumah makan dan restoran dalam menjalankan
usahanya harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
Persyaratan hygiene sanitasi yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud i:
a.Persyaratan lokasi dan bangunan;
b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
e. Persyaratan pengolahan makanan;
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan maknanan jadi;
g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
3) Pedoman persyaratan hygiene sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sebagaimana tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003 tentang
Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh
pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan
jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi
pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan,
pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan,
pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
3. Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan
minuman baik terolah maupun tidak, termasuk bahan
tambahan makanan dan bahan penolong.
4. Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan
faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya
yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit
atau gangguan kesehatan.
5. Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan
penyajian.
6. Pengelola sentra adalah orang atau badan yang
bertanggungjawab untuk mengelola tempat kelompok
pedagang makanan jajanan.
7. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan
makanan jajanan.
8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk
penanganan makanan jajanan baik menetap maupun
berpindah-pindah. 3 9. Sentra pedagang makanan jajanan
adalah tempat sekelompok pedagang yang melakukan
penanganan makanan jajanan.
BAB II
PENJAMAH MAKANAN
Pasal 2
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a.tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek,
influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan
alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung,
mulut atau bagian lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.

Anda mungkin juga menyukai