Anda di halaman 1dari 19

Keracunan makanan

dr. Fadrian, Sp.PD


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi
FK Unand/RSUP dr M Djamil Padang
DEFINISI
• Penyakit yang disebabkan konsumsi makanan atau
air yang terkontaminasi oleh bakteri dan atau
toksinnya, atau oleh parasit, virus, atau zat-zat
kimia.
• Patogen yang menjadi penyebab tersering adalah:
▫ Norovirus
▫ Escherichia coli
▫ Salmonella
▫ Clostridium perfringens
▫ Campylobacter
▫ Staphylococcus aureus.
PATOFISOLOGI
Patogenesis diare pada keracunan makanan secara
umum terbagi 2 tipe :
• Inflamasi
• Non Inflamasi
(lanjutan) PATOFISIOLOGI
• Diare Noninflamasi disebabkan oleh
enterotoksin pada mukosa usus halus tanpa
invasi, menyebabkan diare profus tanpa darah
dan pus, atau nyeri perut hebat
(lanjutan) PATOFISIOLOGI
▫ Dapat menyebabkan dehidrasi
▫ Enterotoksin dapat terbentuk diluar saluran cerna
atau diproduksi di usus
▫ Contoh nya pada : Vibrio Cholerae, Enterotoksik
Escherichia Coli, Clostridium Perfringens, Bacillus
Cereus, [3] Staphylococcus, Giardia lamblia,
Cryptosporidium, Rotavirus, Norovirus dan
Adenovirus
(lanjutan) PATOFISIOLOGI
 Diare Inflamasi : disebabkan oleh kerja sitotoksin
pada mucosa, invasi dan destruksi dinding usus.
• Diare biasanya berdarah, berlendir dan terdapat
leukosit.
(lanjutan) PATOFISIOLOGI
▫ Demam
▫ Dehidrasi lebih jarang dibandingkan diare
noninflamasi disebabkan oleh volume diare yang
lebih sedikit.
▫ Leukosit feses atau tes lactoferin yang positif
menandakan proses inflamasi
▫ Mikroorganisme penyebab : Campylobacter jejuni,
Vibrio parahaemolyticus, enterohemoragik dan
enteroinvasif E coli, Yersinia enterocolitica,
clostridium difficile, entamoeba histolytica,
salmonella dan shigela.
TANDA & GEJALA
• Nyeri perut : sangat nyeri pada proses inflamasi;
nyeri karena keram pada otot abdomen
menunjukkan adanya kehilangan elektrolit yang
banyak.
• Muntah : paling banyak terjadi pada gejala
keracunan akibat S aureus,
atau Norovirus [1]
• Diare : biasanya berlangsung selama kurang dari
2 minggu
• Nyeri kepala
(lanjutan) TANDA & GEJALA
• Demam : namun dapat pula bersamaan dengan
penyakit atau infeksi di luar saluran cerna
• Perubahan feses : berdarah atau berlendir
menunjukkan invasi dari mukosa usus halus/
besar; putih encer pada kolera.
• Artritis reaktif : terlihat pada infeksi Salmonella,
Shigella, Campylobacter, dan Yersinia
• Kembung : sering pada Giardiasis
(lanjutan) TANDA & GEJALA
• Kasus yang lebih serius pada keracunan makanan
dapat mengakibatkan gejala neurologis yang
mengancam nyawa, gejala yang melibatkan hepar
dan ginjal juga dapat mengakibatkan disabilitas
permanen ataupun kematian.
• Konsumsi daging atau unggas yang tidak matang >>
kecurigaan ke arah Salmonella, Campylobacter,
Shiga toxin E Coli, dan C. Perfringens
(lanjutan) GEJALA & TANDA
• Konsumsi seafood mentah, mengarah ke >> Norwalk-
like virus, Vibrioorganism, atau hepatitis A.
• Konsumsi makanan kaleng, mengarah ke >> C
botulinum.
• Konsumsi keju yang tidak melalui pasteurisasi,
mengarah ke >> Listeria, Salmonella,
Campylobacter, Shiga toxin E coli, and Yersinia.
• Konsumsi susu atau jus yang tidak melalui pasteurisasi
>> Campylobacter, Salmonella, Shiga toxin E
coli, dan Yersinia.
• Salmonella juga berhubungan dengan konsumsi telur
mentah
DIAGNOSIS
Pemeriksaan pertama yang dilakukan pada pasien
diduga mengalami keracunan makanan, harus tertuju
pada penilaian beratnya dehidrasi.
• Dehidrasi ringan : mulut kering, produksi keringat
aksila (-), urin berkurang
• Deplesi volume : takikardi dan hipotensi
• Infeksi Salmonella typhi : makula eritem di
abdomen bagian atas, hepatosplenomegali
• Infeksi Yersinia : Erythema nodosum, faringitis
eksudatif
• Infeksi Vibrio vulnificus atau V alginolyticus :
selulitis, otitis media
(lanjutan) DIAGNOSIS
• Lakukan pemeriksaan rectal toucher untuk :
▫ Palpasi mukosa rektal untuk identifikasi adanya
lesi
▫ Melihat feses secara langsung
▫ Untuk Fecal Occult Blood Test
• Pemeriksaan lab :
▫ Darah rutin lengkap dengan hitung jenis
▫ elektrolit
▫ BUN dan kreatinin
(lanjutan) DIAGNOSIS
• Pemeriksaan laboratorium berikut juga dapat membantu
:
▫ Pewarnaan gram dan pewarnaan Loeffler methylene blue
>> membedakan penyakit invasif dan non invasif
▫ Pemeriksaan mikroskopik feses : deteksi telur dan parasit
▫ Kultur bakteri (Salmonella, Sgigella, Campylobacter) perlu
dilakukan jika pemeriksaan feses menunjukkan positif
leukosit atau eritrosit atau pasien mengalami demam/
gejala yang lebih dari 3-4 hari.
▫ Kultur darah pada pasien yang demam
▫ C difficile assay: untuk membantu menyingkirkan diare
terkait penggunaan antibiotik atau pada pasien yang baru-
baru ini menggunakan antibiotik
(lanjutan) DIAGNOSIS
• Pencitraan
 Rontgen polos abdomen jika pasien mengalami
kembung, nyeri hebat, atau gejala obstruktif lainnya
yang mengarah ke perforasi organ.
• Jika pemeriksaan feses tidak dapat menyimpulkan
diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan berikut
terutama pada pasien immunocompromised :
▫ Sigmoidoskopi/ kolonoskopi dengan biopsi, terutama
pada diare berdarah sehingga dapat mendiagnosis
inflammatory bowel disease, diare terkait antibiotik,
shigellosis, dan disentri amuba
▫ Esofagoduodenoskopi dengan aspirasi duodenal dan
biopsi
TATALAKSANA
• Sebagian besar penyakit yang ditularkan lewat
makanan bersifat ringan dan membaik tanpa
tatalaksana khusus. Beberapa pasien yang bergejala
berat, membutuhkan rawat inap, rehidrasi agresif,
dan antibiotik.[2]
• Terapi Suportif
▫ Rehidrasi yang adekuat dan suplementasi elektrolit,
baik oral maupun intravena (NaCl isotonis dan Ringer
laktat)
▫ Menghindari produk susu dan makanan lain yang
mengandung laktosa selama episode diare akut,
karena adanya defisiensi disakarida yang terjadi akibat
hilangnya brush-border enzymes.
(lanjutan) TATALAKSANA
• Farmakoterapi
 Antidiare : absorben (attapulgite, alumunium
hidroksida), agen anti sekresi (bismuth subsalisilat),
anti peristaltik (derivat opiat seperti dipenoksilat
dengan atropine, loperamid)
 Antibiotik : (Ciprofloksasin, Norfloxacin,
Trimethoprim/Sulfamethoxazole, dosisiklin,
rifaximin), pemilihan antibiotik tergantung kondisi
klinis dan hasil pemeriksaan kultur serta tes
sensitivitas
(lanjutan) TATALAKSANA
• Pencegahan
▫ Higiene personal
▫ Masak makanan hingga matang
▫ Hindari kontaminasi pada makanan
▫ Jaga suhu makanan pada temperatur yang sesuai
Kepustakaan
1. Xerry J, Gallimore CI, Iturriza-Gomara M, Gray JJ. Tracking the
transmission routes of genogroup II noroviruses in suspected food-
borne or environmental outbreaks of gastroenteritis through
sequence analysis of the P2 domain. J Med Virol. 2009 Jul.
81(7):1298-304. [Medline].
2. Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl
Microbiol. 2012 Mar. 112(3):417-29. [Medline].
3. Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of
Bacillus cereus bacteriophage BCP78. J Virol. 2012 Jan. 86(1):637-
8. [Medline]. [Full Text].
4. Mizan MF, Jahid IK, Ha SD. Microbial biofilms in seafood: A food-
hygiene challenge. Food Microbiol. 2015 Aug. 49:41-55. [Medline].
5. Hughes JM, Angulo FJ. Food borne diseases. Hurst JW,
ed. Medicine for the Practicing Physician. 4th ed. Stamford, Conn:
Appleton & Lange; 1996. 344-7.

Anda mungkin juga menyukai