Anda di halaman 1dari 33

PROSEDUR PENATALAKSANAAN

ASMA PADA PASIEN DEWASA DI


INSTALASI GAWAT DARURAT
SEPTIA PUTRI NIDYATAMA | 1102012270
BLOK ELEKTIF
ABSTRACT

Introduction
Asthma is a common, chronic respiratory disease affecting 1–18% of
the population in different countries. Asthma is characterized by variable
symptoms of wheeze, shortness of breath, chest tightness and/or cough,
and by variable expiratory airflow limitation. Both symptoms and airflow
limitation characteristically vary over time and in intensity. These variations
are often triggered by factors such as exercise, allergen or irritant
exposure, change in weather, or viral respiratory infections.
Symptoms and airflow limitation may resolve spontaneously or in
response to medication, and may sometimes be absent for weeks or
months at a time. On the other hand, patients can experience episodic
flare-ups (exacerbations) of asthma that may be life-threatening and carry
a significant burden to patients and the community. Asthma is usually
associated with airway hyperresponsiveness to direct or indirect stimuli,
and with chronic airway inflammation. These features usually persist, even
when symptoms are absent or lung function is normal, but may normalize
with treatment.
Case
A man with initial A, 58 years of age, came to emergency room with
shortness of breath. He had difficulty on walking so he had his wife
accompany him. On the examintaions, the man tends to lean forward in
order to gain better access at breathing and he had trouble with
answering the General Practitioner questions. The man looked disoriented
and after physical examination, it was stated that the breathing rate was
36x/min with heart rate of 130x/min. The doctor also found wheezing
sounds from ausculation.
A few lung function tests were done to the patient and the results were
PEF rate < 60%, PaCO2 < 45 mmHg and SaO2 < 90%. It was also found that
the patient was formerly attended an event and due to the fact that it
was hot and overcrowded, he had his attacks. He didn’t have any other
background illness other than asthma he suffered from since 1996
Discussion
According to the consensus Guidelines diagnostic and Management
Asthma in Indonesia, an assessment of the weight of the attack is the first
key in the handling of acute attacks. The next step is to provide proper
treatment, further assess the response to the next treatment, and
understand what actions should preferably be done on sufferers. (Home,
observation, hospitalization, intubasi, require a ventilator, ICU, and others)
Those steps are absolute to be done, but unfortunately they only
scrutinise parts of the treatment without understanding when and how. The
inadequate treatment could worsen the asthma attacks and more likely to
induce recurrent attacks. If this not treated correctly it coukl become fatal
and lead to severe asthma attacks
Conclusion
Patients who waited longer had worse symptoms and reported greater
adverse effects of asthma on quality of life. They also were more likely to
be hospitalized, indicating that physicians thought they were worse
clinically and not responsive to usual ED care. Thus, teaching patients to
manage an exacerbation requires instruction in recognizing when
emergency care is necessary.
Most current selfmanagement education focuses on managing
relatively stable daily symptoms and optimizing control. Teaching patients
to gauge the severity of an exacerbation and the likelihood of it being
thwarted within an expected time period remains a daunting challenge
for clinicians and may be a weak link in the current treatment of asthma.
PENDAHULUAN

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di


seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode
mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa
tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada
malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2009).
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana
terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma
dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang
lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).
Asma adalah salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi untuk
kejadian eksaserbasi akut di ruang gawat darurat. Dengan
mengidentifikasi gejala secara akurat, maka tatalaksana yang adekuat
dapat dilakukan pada pasien untuk mengontrol asma agar tidak
mengalami perburukan
(Mancuso, Carol A .et all.2012 Adam Jason Y,2012)
KASUS
Telah datang ke IGD seorang bapak dengan diantar istrinya. Tn.A
berusia 58 tahun, dengan keadaan umum antara lain: susah berjalan,
badan membungkuk kedepan kurang lebih 45° C, susah bernafas (sesak
nafas berat), bicara terbata-bata, kondisi kesadaran agak terganggu
dengan nafas kurang lebih 36 x/menit, frekuensi nadi lebih dari
130x/menit. Tindakan awal diberikan nasal O2 10-15 menit dan pada
pemeriksaan auskultasi didapatkan terdengar wheezing dan mengi yang
terdengar keras.
Dilakukan pemeriksaan faal paru pada pasien didapat hasil APE
sesudah bronkodilator <60%, PaCO2 < 45 mmHg dan SaO2 <90% .Sang istri
menceritakan kepada dokter bahwa sebelumnya pasien sedang
menemaninya ke suatu acara namun karena udara yang dirasa cukup
panas dan tempat yang penuh sesak orang sehingga membuat pasien
mengalami serangan asma. Saat ditanya, sang istri menyangkal riwayat
penyakit jantung, kencing manis dan hipertensi Namun ia mengatakan
bahwa suaminya memiliki riwayat asma sejak tahun 1996.

DISKUSI

 Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh


dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak
khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang
bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter.
 Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis seperti
riwayat penyakit dan gejala. Perlu dipertimbangkan juga diantaranya
riwayat keluarga, riwayat alergi, penyakit lain yang memberatkan serta
perkembangan penyakit dan pengobatan.
Berdasarkan anamnesa yang dilakukan pada pasien di dapatkan
beberapa keadaan yang menunjang diagnosis bahwa pasien mengalami
serangan asma akut derajat berat. Dapat dilihat dari keadaan pasien
saat datang ke IGD diantaranya susah berjalan, badan membungkuk
kedepan kurang lebih 45° C, susah bernafas (sesak nafas berat), bicara
terbata-bata, kondisi kesadaran agak terganggu (menandakan asma
dalm keadaan mengancam jiwa)
Selain itu, sang istri menceritakan kepada dokter bahwa sebelumnya
pasien sedang menemaninya ke suatu acara namun karena udara yang
dirasa cukup panas dan tempat yang penuh sesak orang sehingga
membuat pasien mengalami serangan asma. Saat ditanya, sang istri
menyangkal riwayat penyakit jantung, kencing manis dan hipertensi.
Namun ia mengatakan bahwa suaminya memiliki riwayat asma sejak
tahun 1996.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi.Pada keadaan serangan,kontraksi otot polos
saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas;
maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang
lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas . Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa
sesak napas, mengi dan hiperinflasi
Pada pasien saat dilakukan tindakan awal berupa pberikan nasal O2
10-15 menit dilakukan pemeriksaan auskultasi dan didapatkan terdengar
wheezing dan mengi yang cukup keras
Pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan faal paru serta variabiliti
faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah
pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan faal paru didapat hasil APE
sesudah bronkodilator <60%, PaCO2 < 45 mmHg dan SaO2 <90% yang
merupakan penanda pasien termasuk berada dalam kategori asma
serangan akut derajat berat
Tujuan Utama Penatalaksanaan Asma

Untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar


penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma yaitu menghilangkan
dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut ,
meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise, menghindari efek
samping obat, mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow
limitation) ireversibel, mencegah kematian karena asma.
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa
asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan
napas yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang
bersifat episodik.Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui
berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable),
mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga terjangkau
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen yaitu
edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan
mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan
pengobatan jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan
akut, kontrol secara teratur, pola hidup sehat
PENATALAKSANAAN SERANGAN AKUT

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat


bersifat fatal atau mengancam jiwa.Seringnya serangan asma
menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan
kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau
perburukan gejala dengan memberikan pengobatan yang tepat.
Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam
penanganan serangan akut (tabel 5). Langkah berikutnya adalah
memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan,
dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada
penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan
ventilator, ICU, dan lain-lain) Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan,
sayangnya seringkali yang dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa
memahami kapan dan bagaimana sebenarnya penanganan serangan
asma.
Sumber: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. 2003. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia
Sumber: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. 2003. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia
Management of asthma
exacerbations in acute
care facility, e.g.
emergency department

Sumber: National Institute of Health.


National Heart, Lung and Blood
Institute. Global Initiative for Asthma.
Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. NIH
Publication, 2015
Sumber: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. 2003. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia
Karena derajat beratnya serangan pasien sudah dapat didiagnosa dari
anamnesa dan pemeriksaan yang sebelumnya telah dilakukan,
selanjutnya sudah dapat ditentukan tindakan apa yang dilakukan untuk
memperbaiki keadaan pasien secara cepat dan tepat sesuai keadaanya.
Setelah tindakan pertama dilakukan, hal yang selanjutnya adalah menilai
keadaan pasien kembali untuk menentukan tindakan selanjutnya apakah
pasien diperbolehkan pulang atau kembali dipantau di ruang ICU dengan
melihat perbaikan pada keadaan pasienSerta tidak lupa rencana
pengobatan sesuai derajat serangan pasien dan juga sesuai tempat
pengobatan dalam hal ini pasien berada di ruang IGD
Semua yang dilakukan pada pasien sudah sesuai prosedur
penatalaksanaan serangan asma pada pasien dalam hal ini di ruang IGD
Kriteria Pulang atau Rawat Inap
Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat
inap) pada penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons
pengobatan baik klinis maupun faal paru.
Berdasarkan penilaian fungsi, pertimbangan pulang atau rawat inap
diantaranya
 Penderita dirawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal < 25%
nilai terbaik/ prediksi; atau VEP1 /APE < 40% nilai terbaik/ prediksi setelah
pengobatan awal diberikan
 Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila VEP1/APE 4060% nilai
terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak lanjut
adekuat dan kepatuhan berobat
 Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan VEP1/APE > 60%
nilai terbaik/ prediksi, umumnya dapat dipulangkan
Kriteria perawatan intensif/ ICU

Kriteria untuk perawatan intensif/ICU terdiri dari serangan berat dan


tidak respons walau telah diberikan pengobatan adekuat, penurunan
kesadaran, gelisah, gagal napas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu
Pa O2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg,
saturasi O2 90% pada penderita anak.
Gagal napas dapat terjadi dengan PaCO2 rendah atau meningkat.
Intubasi dan Ventilasi mekanis
Intubasi dibutuhkan bila terjadi perburukan klinis walau dengan
pengobatan optimal, penderita tampak kelelahan dan atau PaCO2
meningkat terus. Tidak ada kriteria absolut untuk intubasi, tetapi
dianjurkan sesuai pengalaman dan ketrampilan dokter dalam
penanganan masalah pernapasan.

Setelah menilai kondisi pasien kembali, dapat ditentukan apakah


pasien memenuhi kriteria untuk mendapatkan perawatan sesuai
dengan keadaan pasien setelah mendapat respon terapi
PANDANGAN ISLAM TERHADAP ASMA

Manusia harus banyak bersyukur atas nikmat sehat yang disadangnya,


agar pemberian Allah kepadanya semakin bertambah.Nabi Muhammad
saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat yang Ia berikan
kepada hamba-Nya." (HR. Turmudzi dan Hakim, Imam Suyuthi meng-
hasan-kannya).
Salah satunya bisa kita lihat dalam pelaksanaan ibadah haji. Ibadah haji
adalah anugrah Allah bagi mereka yang Allah kehendaki diberi kebaikan
yang banyak
Beberapa hal yang berhubungan dengan ibadah haji dan berkaitan dengan
penyakit asma:
 1.Menunaikan ibadah haji adalah suatu perjalanan panjang yang harus
dibicarakan bersama antara dokter dan penderita untuk antisipasi
berbagai hal yang mungkin terjadi berkaitan dengan keadaan asma
penderita.
 2.Berbagai hal layak dipahami seperti perjalanan jauh dengan pesawat
udara (ketinggian di atas 8000 kaki), perubahan cuaca, suhu yang ekstrim,
kegiatan fisis yang sulit dibatasi, infeksi pernapasan terutama infeksi virus
dan alergen terutama indoor allergen.
 3.Pengobatan sesuai berat penyakit asma, dengan mengupayakan kondisi
asma terkontrol jauh sebelum keberangkatan
KESIMPULAN DAN SARAN

 Perlunya penanganan pertama secara cepat dan tepat untuk


memperbaiki keadaan serta mencegah terjadinya obstruksi saluran
nafas pada pasien asma. Dengan mengetahui dari gejala dan hasil
pemeriksaan merupakan penunjang diagnosa untuk menentukan
terapi atau tindakan yang tepat sesuai indikasi terhadap pasien baik
berupa perawatan dan terapi
 Kita dapat memberi edukasi pada pasien seperti penanganan
pertama saat serangan dirumah dan keadaan apa saja yang harus
mendapat pertolongan kegawatdaruratan di IGD. Dengan kerjasama
yang baik antara dokter dan pasien maka angka kekambuhan dan
dapat meminimalisir keadaan yang lebh fatal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt atas rahmat
dan berkahnya yang tidak terhingga. Juga tidak lupa ucapan terimakasih
saya kepada dosen pembimbing dr.Dini Widianti, MKK yang sudah bersedia
meluangkan waktu dan pikirannya yang memberi bimbingan demi
kelancaran tugas ini.
terimakasih juga kepada dr.H.Kamal Anas, SpB selaku dosen pengampu
bidang kepeminatan kegawatdaruratan atas bimbingan yang diberikan
guna menunjang proses pembelajaran pada bidang kepeminatan kegawat
daruratan
Terimakasih kepada DR.Drh.Hj.Titiek Djannatun selaku koodinator
penyusun blok serta dr.Hj.RW.Susilowati,Mkes selaku koordinator pelaksana
blok karena dalam blok ini saya mendapat kesempatan untuk menambah
ilmu sesuai dengan bidang peminatan yang saya pilih
Daftar Pustaka
Adam Jason Y, Sutter Mark E, Alberton Timothy E.2012. The Patient with Asthma in the
Emergency Department. Clinic Rev Allerg Immunol 43:14–29
Davis DE, Wicks J, Powell RM, Puddicombe SM, Holgate ST. Airway remodeling in asthma. New
Insights. J Allergy Clin Imunol 2003 : 111 (2). Available from http//www.mosby.com/jaci.
Mancuso, Carol A .et all.2012. Time to Seeking Emergency Department Care for Asthma:
SelfManagement, Clinical Features at Presentation, and Hospitalization. Journal of asthma
49:275–281
National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for
Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NIH Publication, 2015
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Setiawan, Poernomo B. et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
Susanti F, Yunus F, Giriputro S, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Efikasi steroid nebulisasi
dibandingkan steroid intravena pada penatalaksanaan asma akut berat. Maj Kedokt Indon
2002; 52: 247–54.
Questions?

Anda mungkin juga menyukai