Anda di halaman 1dari 41

KUSTA

Oleh :
Siti Ulfi Riani
21604101033

Pembimbing :
dr. I Gede Arna A.Sp.KK

Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


RSUD Blambangan Banyuwangi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
Definisi

  Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf
tepi (primer), kulit & jaringan tubuh lainya,
kecuali susunan saraf pusat.
Epidemiologi :

 Cara penularan masih belum diketahui pasti, hanya berdasarkan


anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antarkulit yg
lama dan erat, kemudian secara inhalasi (sebab M.leprae msh dpt
hidup bbrp hari dlm droplet)
 Masa tunasnya bervariasi antara 40 hari - 40 tahun (rata-rata 3-
5 tahun)
 Faktor lain yg dpt berperan yaitu keadaan sosial ekonomi,
lingkungan, kerentanan, dan perubahan imunitas.
 Dapat menyerang semua umur (frekuensi tertinggi antara 25-
35 tahun)
Etiologi :
 Mycobacterium leprae atau basil Hansen
 Ditemukan th 1873 oleh G.H.A Hansen, Norwegia
 Basil tahan asam, batang, p. 1-8 μ & l. 0,2-0,5 μ Berkelompok
(globus) atau tersebar satu-satu, sifat parasit obligat intraseluler
(jaringan dengan suhu dingin)
 Tidak dapat dibiakan dalam media buatan
Patofisiologi Morbus Hansen

Kuman dapat bertahan terhadap aksi fagositosis oleh karena:


• mempunyai dinding sel yang sangat kuat
• resisten terhadap aksi lisosim
FUNGSI NORMAL SARAF
Fungsi
Saraf Motorik Sensorik Otonom
Facialis Mempersarafi Mempersarafi
kelopak mata agar kelenjar keringat,
bisa menutup kelenjar minyak dan
Ulnaris Mempersarafi jari Rasa raba telapak tangan pembuluh darah
tangan ke 4 dan ke 5 : separuh jari ke 4 (jari
manis) & ke 5 (jari
kelingking)
Medianus Mempersarafi jari Rasa raba telapak tangan
ibu jari, telunjuk dan bagian ibu jari, jari ke 2,
jari tengah 3, dan separuh jari ke 4.
Radialis Kekuatan
pergelangan tangan
Peroneus Kekuatan
pergelangan Kaki
Tibialis Mempersarafi jari- Rasa raba telapak kaki
posterior jari kaki
GANGGUAN FUNGSI SYARAF TEPI

SENSORIK MOTORIK OTONOM

ANESTHESI / KELEMAHAN
MATI RASA GG KEL MINYAK,
OTOT KERINGAT,CIRC
DARAH
TANGAN KAKI CORNEA JARI, TANGAN,
REFLEK
MATIRASA MATA KAKI LEMAH /
KEDIP (-)
MATIRASA LUMPUH
KULIT KERING /
PECAH-PECAH
LAGOPTH TANGAN/KAKI
LUKA INFEKSI ALMUS KITING,
BENGKOK
LUKA/ULCUS
INFEKSI
BUTA
MUTILASI /
ABSORBSI MUTILASI /
INFEKSI
ABSORBSI
BUTA
Gejala klinis
1. Kelainan saraf tepi
kerusakan bisa bersifat sensorik, motorik dan autonomik.
• sensorik  anastesi pada lesi
• motorik  kelemahan otot (ekstremitas, muka, otot
mata)
• Autonomik  persarafan kelenjar keringat sehingga
lesi terserang tampak lebih kering
• Gejala lain : pembesaran saraf tepi yang dekat
permukaan kulitn.ulnaris, n.aurikularis magnus,
n.peroneus komunis, n.tibialis posterior
LETAK SYARAF TEPI YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KUSTA

N. Facialis
N. Auricularis magnus

N. Medianus
N. Radialis

N. Ulnaris

N. Peroneus Communis

N. Tibialis Posterior
Gejala klinis
2. Kelainan kulit dan organ lain
hipopigmentasi, atau eritematus dengan gangguan estesi
yang jelas. Gejala lanjut al:
» Facies leonina
» Penebalan cuping telinga
» Madarosis
» Glove & stocking anaestesia
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Pewarnaan Zielhl Nielsen, dengan sediaan diambil dari
kedua cuping telinga dan lesi yang ada di kulit.

PEMERIKSAAN SEROLOGIS
1. Lepromin test
2. MLPA (Mycobacterium Lepra Particle Agglutination)
3. PCR (Polimerase Chain Reaction)
DIAGNOSIS KLINIS
Tanda utama PB MB
Lesi kulit » 1-5 » > 5 lesi
» Hipopigmentasi / » Distribusi >
eritema simetris
» distribusi tidak jelas » Hilangnya
» Hilangnya sensasi sensasi kurang
yang jelas jelas
Kerusakan saraf Satu cabang saraf Banyak cabang
saraf
Sediaan apusan BTA - BTA +
Menurut WHO (1981), kusta dibagi menjadi
2 yaitu :

1. Pausibasiler : tipe TT, tipe I, dan tipe BT


2. Multibasiler : tipe LL, tipe BL, tipe BB
SIMBOL KELAINAN KUSTA
Keterangan simbol
Bercak kusta kemerahan / Ulkus
keputihan
Mati rasa Infiltrat yang luas
dan merata

Bercak putih/merah Tangan lunglai / kaki


yg mati rasa berbatas semper
tidak jelas
Kontraktur lemah
Bercak putih/merah yg
mati rasa berbatas tegas
Kontraktur kaku
Benjolan
Mutilasi / absorbsi
Alis mata rontok /
madarosis
Hidung pelana
Ginekomasti

Lagoppthalmus Penebalan saraf


Pemeriksaan Fungsi saraf facialis
Pemeriksaan raba Saraf Ulnaris
Pemeriksaan fungsi motorik Saraf Radialis
Pemeriksaan perabaan saraf Peroneus
Communis
Pemeriksaan fungsi saraf Peroneus Communis
CARDINAL SIGN

PENEBALAN
KELAINAN BTA POSITIF
SARAF + g3n fx
KULIT YG
saraf
MATI RASA

KUSTA
TYPE MB :
- BERCAK > 5
TYPE PB : - PENEBALAN SARAF
- BERCAK < 5 DG GGUAN FS > 1
- PENEBALAN SARAF DG - BTA POSITIF
GGUAN FS HANYA 1
- BTA NEGATIF
Diagnosis: SATU ATAU LEBIH TANDA
UTAMA ( CARDINAL SIGN )
DIAGNOSA BANDING

• Pada lesi makula : Ptiriasis versikolor,Tinea korporis.


• Pada lesi plak : Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis
vulgaris.
• Pada lesi nodul : Acnevulgaris, neurofibromatosis.
• Pada lesi saraf : Neuropati diabetikum, trachoma.
Penatalaksanaan
1. Pausibasiler
Rifampisin 600 mg/bulan, diminum dpn petugas
DDS 100 mg/hari
pengobatan diberikan teratur selama 6 bln & diselesaikan maksimal 9 bln. Setelah selesai
minum 6 dosis  RFT

2. Multibasiler
Rifampisin 600 mg/bulan
Lamprene 300 mg/bulan
Ditambah
Lamprene 50 mg/hari
DDS 100 mg/hari
pengobatan diberikan teratur selama 12 bln & diselesaikan maksimal 18 bln. Setelah selesai minum 12
dosis  RFT
Mekanisme Kerja Obat
 Rifampicin  bakteriosid (membunuh kuman) 
menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel
bakteri dengan berikatan pada subunit beta.
 DDS (diamino difenil sulfon)  bakteriostatik
(menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri) 
antagonis kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA)
dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat
oleh bakteri.
 Lamprene  bakteriostatik dan dapat menekan reaksi
kusta  bekerja dengan menghambat siklus sel dan
transpor dari NA/K ATPase
Mekanisme Kerja Obat
 Rifampicin  bakteriosid (membunuh kuman) 
menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel
bakteri dengan berikatan pada subunit beta.
 DDS (diamino difenil sulfon)  bakteriostatik
(menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri) 
antagonis kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA)
dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat
oleh bakteri.
 Lamprene  bakteriostatik dan dapat menekan reaksi
kusta  bekerja dengan menghambat siklus sel dan
transpor dari NA/K ATPase
EFEK SAMPING RIFAMPICIN
• Pernapasan ; sesak , collaps
• Hepatitis, Ginjal.
• Saluran cerna : Nyeri,mual,muntah,diare.
• Kulit : urticaria.
• Flu syndrom : Demam,menggigil,sakit tulang,

EFEK SAMPING DDS


• Dermatitis exfoliatif.
• Hepatitis, Ginjal.
• Sal cerna : Anorexia,mual,muntah.
• Anemia.
• Saraf : neuropati perifer, sakit kepala,vertigo,psikosis, sulit tidur,
penglihatan kabur

EFEK SAMPING LAMPRENE


• Saluran cerna : Diare, nyeri lambung
PENCEGAHAN CACAT (POD)
Komponen POD :
1. Penemuan dini
2. Penyuluhan awal pengobatan
3. Pengobatan MDT sampai RFT
4. Deteksi dan penanganan reaksi secara cepat dan tepat (pengisian
form POD 1 x / bln )
5. Perawatan diri
6. Alat bantu
7. Rehabilitasi medik
Komplikasi
 Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya
jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal.
 Kebutaan
 Reaksi Kusta
AKIBAT REAKSI KUSTA

MASALAH
SOSIAL,
KUSTA REAKSI NEURITIS EKONOMI DAN
STIGMA

GANGGUAN
MOTOTIS, KECACATAN
SENSORIS DAN
OTONOM
REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah episode akut pada


perjalanan penyakit Kusta, sebagai akibat dari
perubahan sistem kekebalan tubuh.
Dapat timbul sebelum, selama dan sesudah
pengobatan.
Ditandai dengan peradangan akut pada kulit,
saraf , organ lain dan bisa disertai gangguan
keadaan umum.
TYPE I : RINGAN TYPE II : RINGAN

-LESI KULIT TAMBAH AKTIF, - NODUL NYERI TEKAN, DAN


MENEBAL HILANG DLM 2-3 HR.
- DEMAM RINGAN
--TIDAK ADA NYERI TEKAN - TAK ADA NYERI TEKAN
SARAF DAN GG FUNGSI SARAF DAN GG FUNGSI
-TAK ADA GG ORGAN TUBUH

TYPE II : REAKSI BERAT


- NODUL NYERI TEKAN,
JUMLAH >>, ADA ULCUS
TYPE I : REAKSI BERAT
- DEMAM SP BERAT
- LESI KULIT MERAH, - NYERI TEKAN DAN GG
TERABA PANAS, SENDI FUNGSI SARAF
SAKIT. - PERADANGAN ORGAN
- NYERI TEKAN DAN GG TUBUH
FUNGSI SARAF
REAKSI RINGAN :
1. BEROBAT JALAN , ISTIRAHAT
DIRUMAH
2. BERI ANALGETIK ANTIPIRETIK
3. CARI FAKTOR PENCETUS
4. MDT DITERUSKAN

REAKSI BERAT :
1. ISTIRAHAT / IMMOBILISASI.
2. PEMBERIAN ANALGETIK ANTIPIRETIK
3. CARI FAKTOR PENCETUS
4. MDT DITERUSKAN DENGAN DOSIS SAMA
5. PEMBERIAN OBAT ANTI REAKSI
Perawatan Diri
PRINSIP
3 M:
 1. Memeriksa
 2. Melindungi
 3. Merawat
MEMERIKSA
MELINDUNGI
MERAWAT
Prognosis
 Setelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling
sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan
perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan kerjasama
dengan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah,
oftalmologis, dan rehabilitasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai