Anda di halaman 1dari 14

KOMUNIKASI VERBAL

Komunikasi verbal mempunyai karakteristik jelas dan ringkas, kata mudah dimengerti. Yang
dilakukan melalui kata-kata. Komunikasi terapeutik kepada para korban bencana misalnya pada
saat penggolongan triase. Ialah satu tim dari triase memanggil korban bencana yang dapat berjalan
agar menuju ke sumber suara atau bendera hijau yang ada di tenda triase.
Contohnya: “Pengumuman kepada para korban bencana alam yang dapat mendengar suara saya
dan masih mampu berjalan silahkan menuju ke sumber suara.”
Komunikasi verbal juga dapat digunakan kepada para korban yang tergeletak, misalnya “Bapak,
apa bapak dapat mendengar suara saya?"
KOMUNIKASI NON VERBAL
Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara. Komunikasi non
verbal disampaikan melalui sentuhan, simbol, dan stimulus. Pada saat keadaan bencana komunikasi
non verbal juga dilakukan kepada para korban bencana serta kepada para anggota tim medis.
Komunikasi non verbal dilakukan kepada korban yang tidak merespon dengan komunikasi verbal,
sedangkan komunikasi non verbal kepada sesama anggota tim medis dapat berupa pemberian
simbol bendera yang berwarna merah, kuning hijau, dan hitam yang digunakan sebagai simbol
untuk menentukan penggolongan cedera korban dan memudahkan anggota tim medis untuk
mengetahui kemana korban harus dibawa.
Jadi dalam memberikan pertolongan dengan prinsip dasar komunikasi terapeutik dan juga dalam
keadaan bencana di sini memerlukan tindakan yang benar dan tepat yang bisa disampaikan
melalui komunikasi verbal dan non verbal. Tindakan yang cepat benar dan tepat ini harus
dilakukan dengan baik dikaranakan situasi kondisi yang gawat darurat pada saat terjadi bencana.
Contohnya seperti menggunakan bendera merah kuning hijau dan hitam untuk membantu dalam
komunikasi agar mempermudah penolong dalam mengamankan dan juga memberikan
pertolongan kepada korban.
FASE REKONTRUKSI
Yang bisa perawat lakukan pada saat fase rekonstruksi diantaranya:
a. Tindak lanjut terhadap korban yang selamat yang telah ditemui atau ditangani sebelumnya.
b. Menjadi konselor dengan menghindari kata-kata yang dapat melukai perasan klien sesuai
dengan yang dikatakan Tomoto (2009) seperti: teruslah berusaha. Pernyataan ini memberikan
motivasi namun pada waktu yang tidak tepat karena kondisi klien yang sedang berduka yang
masih sulit menerima advise dari luar.
c. Melanjutkan layanan defusing (sarana pengungkapan tekanan/beban/emosi) dan debriefing
untuk pekerja penyelamatan dan komunitas.
PEMBAHASAN JURNAL KEDUA
Berbagai musibah dan bencana alam juga yang terjadi akhir-akhir ini tidak bisa lepas dari pengaruh
kondisi geografis Indonesia dan ulah manusia. Dapat dilihat dari kondisi geografis Indonesia adalah
negara maritime yang memiliki ribuan pulau besar dan kecil. Selain itu bencana dapat terjadi
karena ulah manusia yang sering mengambil sumber daya alam di Indonesia secara berlebihan,
contohnya mengeksploitasi pohon, membawa minyak didalam perut bumi, mengambil tambang
mas atau batu bara secara berlebihan sehingga dapat menyebabkan terjadinya bencana alam
seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain.
Dengan berbagai peristiwa bencana di Indonesia memberikan pelajaran tentang pentingnya
manajemen bencana, Dalam manajemen bencana diperlukan pendekatan yang tepat yaitu
pendekatan sistem, yang akan membantu dari proses mitigasi sampai pasca bencana dapat berjalan
dengan baik. Coppola dan Maloney (2009 : 53-55) mengatakan bahwa manajemen bencana
modern secara komprehensif mencakup empat komponen fungsional, yaitu:
• Mitigation yang mencakup reduksi atau mengeliminasi komponen resiko bahaya.
• Preparedness, yang meliputi melengkapi masyarakat yang memiliki resiko terkena bencana atau
menyiapkan agar mampu membantu orang pada peristiwa bencana dengan berbagai alat-alat/
perlengkapan untuk meningkatkan kemampuan bertahan serta resiko lainnya.
• Response mencakup tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau mengeliminasi dampak
bencana,
• Recovery mencakup perbaikan, rekonstruksi atau mencapai kembali dari apa yang telah rusak/
hilang sebagai bagian dari bencana dan idealnya mengurangi resiko
DAMPAK BENCANA
Bencana yang datang dengan tiba-tiba atau bisa dibilang secara mendadak mengakibatkan manusia
syok sehingga memiliki rasa trauma dan merusak terhadap property dan lingkungan juga.
Menurut (Toomoko, 2009) secara umum, setiap bencana akan mempengaruhi sistem tubuh
manusia. Pada aspek fisik, dampak yang ditimbulkan dapat berupa badan terasa tegang, cepat lelah,
susah tidur, mudah terkejut, palpitasi, mual, perubahan nafsu makan, dan kebutuhan seksual
menurun.
Dari segi psikisnya juga untuk korban bencana alam akan terganggu contonya ia akan merasakan
resah, merasa dirinya tidak berguna, merasakan kesedihan yang amat dalam, kehilangan,
menyalahkan tuhannya, tekanan emosi akan meningkat.
Pada tahap pemulihan menunjukkan suatu upaya terus menerus untuk melakukan rekonstruksi,
restorasi, rehabilitasi dan pembangunan kembali pasca bencana. Pada suatu peristiwa bencana,
operasi penanganan bencana akan melibatkan berbagai stakeholder yang masing-masing memiliki
tugas, sumberdaya, ketrampilan, misi sampai kepentingan yang sama dan berbeda. Berbagai keluhan
atau kritik atas fenomena suatu peristiwa bencana, merupakan pelajaran yang penting dalam
manajemen bencana.
Pada dasarnya pemahaman manajemen bencana akan mencakup aspek sebagaimana yang dikemukakan
Shaw dan Gupta (dalam Shaw, Srinivas, Sharma, 2009 : 57) dibawah ini :
1. Non Disaster adalah kegiatan yang mencakup mitigasi bencana yang mengarah pada pencegahan dan
pengurangan resiko.
2. Before Disaster adalah kegiatan yang meliputi kesiapsiagaan untuk menghadapi kemungkinan bencana,
penyebaran peringatan dini. Dengan cara berkomunikasi dengan orang yang paling penting diwilayahnya
itu sendiri
3. After Disaster adalah kegiatan yang meliputi program pemulihan dan rehabilitasi di daerah bencana.
4. During Disaster adalah kegiatan yang meliputi respon cepat, pemberian bantuan, mobilisasi pencarian
dan penyelamatan dan penilaian kerusakan
TAHAPAN MANAJEMEN BENCANA
Pada tahap sebelum kejadian bencana maka aspek komunikasi akan mencakup informasi yang
akurat, koordinasi dan aspek kerjasama terutama kepada masyarakat yang rentan atas peristiwa
bencana.
Pada tahap kejadian bencana keempat aspek : komunikasi, informasi, kerjasama dan koordinasi
merupakan kunci sukses penanganan bencana, terutama untuk penanganan korban dan
menghindari resiko lebih lanjut.
Pada tahap setelah bencana rekonstruksi dan pemulihan pasca situasi bencana adalah tahap
penting untuk membangun kembali korban bencana dan memastikan untuk mengurangi resiko
apabila terjadi peristiwa serupa dikemudian hari.
Dan yang sangat penting adalah mitigasi, dalam tahapan ini, seluruh potensi komunikasi menjadi
penting untuk memastikan pencegahan dan pengurangan resiko, yang tentu pendekatan yang tepat
adalah konprehensif, sistemik dan terintegrasi antar lembaga, komponen maupun stakeholder yang
ada.
BEBERAPA PENDEKATAN ATAU
PERAWATAN KEPADA KORBAN BENCANA
Adapun beberapa pendekatan atau perawatan kepada korban bencana menurut Iskandar dkk (2005),
untuk dapat melakukan intervensi psikososial secara baik dan efektif maka langkah-langkah di bawah ini
perlu diperhatikan:
• Mengembangkan kepercayaan (trust).
• Menunjukkan empati
• Membantu atau memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan fisik dasar
• Tetap tenang meski orang yang dihadapi sangat gelisah, agresif, ataupun situasi mengagetkan/berbeda
tak seperti dugaan sebelumnya.
• Mengupayakan terhadap korban bencana alam ditempatkan di tempat yang aman.
• Membuat kegiatan rutinitas yang positif untuk mendistraksi agar korban bencana alam tidak
memikirkan kejadian yang menimpanya.
• Mengidentifikasi korban yang memiliki gejala-gelaja memiliki rasa trauma yang tinggi.
Salah satu terapi yang dapat dilakukan kepada individu korban selain pendekatan juga ada
psikoterapi. Model terapi ini lebih dikenal dengan psikoterapi individu didesain sebagai orientasi
tindakan, fokus penampilan, struktur dan batasan waktu intervensi (Carson, 2000). Model ini
menggunakan teknik yang berfokus pada pemecahan masalah untuk membantu klien
menyelesaikan konflik utama yang dihadapi klien dari dimensi fisik, psikologis, sosial kultural dan
spiritual. Menurut Haddow and Haddow (2009) menyebutkan tentang pentingnya fokus pada
target khalayak, artinya memahami karateristik khalayak untuk memastikan pesan dan media
untuk isu kebencanaan bisa mendorong ke tindakan dan perilaku mitigasi bencana.
Selanjutnya adalah isu perencanaan dan operasi komunikasi yang terbuka, apa yang dimaksud
terbuka adalah masing-masing pihak paham akan posisi dan tujuan komunikasi yang dilakukan.
Pada isu lain Haddow dan Haddow juga menyoroti media, yang memiliki peran penting dalam
peristiwa bencana, dalam arti positif bisa mengedukasi masyarakat dan membantu mengurangi
resiko dan membangun spirit korban, sebaliknya tidak menjadikan bencana sebagai komoditas
berita semata. Proses manajemen bencana diperlukan untuk melakukan pengurangan resiko
bencana, untuk hal ini, pemahaman mengenai siklus dan pendekatan manajemen bencana.
Maka dari itu seluruh masyarakat harus memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi atau
menanggulangi bencana alam. Tujuan dari kesiapsiagaan adalah untuk mengantisipasi problem-
problem yang ada dalam suatu bencana, sehingga berbagai cara bisa dirancang untuk mengatasi
problem tersebut secara efektif dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
respon yang efektif disiapkan sebelum (termasuk formulasi, tes, latihan, trainer, komunikasi publik).

Anda mungkin juga menyukai