• Pasien Tn.S laki-laki berusia 48 tahun yang didiagnosis dengan onikomikosis
+ ulkus pedis sinistra + xerosis kutis + DM Tipe 2. • Onikomikosis -> kelainan kuku yang umum terjadi • Disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita (paling umum), yeasts (ragi) atau nondermatofita molds (kapang). • Faktor predisposisi: jenis kelamin, usia, trauma pada kuku, penyakit arteri perifer, penurunan kekebalan tubuh karena HIV atau agen imunosupresif, dan diabetes melitus • Lebih umum terjadi pada pria • Pada usia tua (60-79 tahun), insidensi onikomikosis meningkat hingga >40%.16 • DM -> kelainan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah yang tinggi dalam waktu lama. • Prevalensi DM terus meningkat -> 171 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030. • Kelainan kulit pada diabetes -> prevalensi 30%. • Intoleransi glukosa -> ketoasidosis dan hiperglikemia sehingga terjadi disfungsi kekebalan -> mudah terinfeksi penyakit kulit. • Peningkatan glukosa dikaitkan dengan penurunan sekresi Interleukin-1 dan Interleukin-6 oleh sel mononuklear dan monosit -> menghambat produksi Interleukin-10 oleh sel myeloid, Interferon-γ dan tumor necrosis factor-α oleh sel-T. • Peran leukosit Polimorfonuklear dan mononuklear, kemotaksis, dan aktivitas fagositik menurun selama keadaan hiperglikemia. • Status hiperglikemik -> aktivitas antimikroba dengan menghambat enzim glukosa-6fosfat dehidrogenase (G6PD) -> meningkatkan apoptosis leukosit polimorfonuklear dan mengurangi transmigrasi melalui endotelium • Kadar HbA1c <8,0%, fungsi proliferatif CD4 + T-limfosit dan respon antigen tetap terganggu. Sistem kekebalan tubuh yang terganggu, memudahkan invasi mikroba oleh mikroorganisme menular dan non-infeksius ANAMNESIS • Pasien datang dengan keluhan gatal pada kuku tangan dan kuku kaki yang dirasakan sejak kurang lebih 2 tahun sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan ini disertai dengan perubahan warna pada kuku yang menjadi cokelat kekuningan, rapuh, mudah patah, dan terkadang nyeri -> sesuai dengan manifestasi klinis infeksi jamur pada kuku • Gatal pada pasien terdapat di seluruh tubuh namun tidak disertai bercak merah ataupun perubahan warna pada kulit. Keluhan gatal yang dialami sejak 3 tahun yang lalu memberat terutama ketika pasien sedang berkeringat bahkan sampai mengganggu tidur -> Pruritus generalisata dahulu dianggap sebagai gejala yang khas pada pasien diabetes, namun data statistic masih belum kuat • Dari anamnesis juga diketahui pasien memiliki riwayat diabetes melitus. • Onikomikosis telah diketahui menjadi salah satu komplikasi diabetes mellitus. • Data epidemiologi -> satu per tiga pasien diabetes menderita onikomikosis. • Saunte dkk -> melaporkan terdapat 22% prevalensi onikomikosis pada pasien diabetes mellitus. • Kafaie -> onikomikosis pada pasien diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada laki-laki, usia >60 tahun, durasi menderita DM >10 tahun, dan kadar HbA1C >7%. Klasifikasi Onikomikosis: • Distal Lateral Subungual Onychomycosis (DSLO) • Superfisial White Onychomycosis (SWO) = Leuconychia Mycotica • Proksimal Subungual Onychomiykosis (PSO) • Endonyx Onychomycosis • Total Dystrophic Onychomycosis Pemeriksaan Fisik Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan: • UKK pada kuku tangan dan kaki berupa diskromia, onikolisis, hipertropi unguium, permukaan kuku tidak rata, pecah-pecah, dan rapuh -> Distal Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO). • Onikomikosis subungual distal -> hiperkeratosis dan onikolisis, dan warna kuku kekuningan. • Onikomikosis tipe ini terjadi karena jamur menyerang bantalan kuku melalui hiponikium dan bergerak ke arah proksimal. Pemeriksaan penunjang • KOH 20-30% • Syarat : - penderita bebas dari obat-obat antijamur - sediaan diambil pada lokasi yang tepat, dan - sediaan harus terpisah antara kuku tangan dan kaki Diagnosis Kerja Onikomikosis + ulkus pedis sinistra + Xerosis kutis + DM tipe 2 Tatalaksana - pemberian itrakonazol 200mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis 400mg/hari selama seminggu setiap bulan dalam 2-3 bulan pada onikomikosis dermatofita maupun candida - Oleh Matricciani dkk tahun 2011, angka kesembuhan total > pada pasien yang diberikan itrakonzol dibanding dengan pemberian terbinafin. Tatalaksana • Itrakonazole dan antifungal golongan imidazole lainnya bekerja sebagai inhibitor kompetitif sitokrom P450 (CYP) 3A4 isoenzyme dan selanjutnya memiliki potensi untuk meningkatkan resiko hipoglikemia pada pasien DM yang mengonsumsi obat antidiabetik oral. • Itrakonazole tetap aman untuk pasien diabetes. Tidak seperti itrakonazole, terbinafin justru dimetabolisme oleh sitokrom P450 (CYP) 2D6 isoenzyme yang tidak berkaitan dengan metabolisme obat antidiabetik oral. Oleh karena itu, terbinafine mungkin dapat menjadi alternatif yang aman untuk pasien yang tidak dapat mengonsumsi itrakonazol. • Pemberian obat topikal yaitu cefadroxyl dan Na fusidat pada pasien ini adalah untuk mengobati ulkus pedis yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri. • Ulkus pedis dapat terjadi pada 15%–25% dari penderita diabetes. • Neuropati, yang biasanya terjadi karena hiperglikemia yang tidak terkontrol merupakan salah satu prediktor terjadinya ulkus diabetik. Berkurangnya sinyal neuroinflamatori melalui neuropeptida terhadap keratinosit, fibroblas, sel-sel endotel dan sel-sel inflamatori menyebabkan proses penyembuhan luka terganggu. • Pembentukan kalus tanda terjadinya gesekan yang berlebihan dan biasanya mendahului terjadinya ulkus diabetik. • Kalus menjadi penyebab terjadinya nekrosis dan kerusakan jaringan disekitar tonjolan-tonjolan tulang kaki, yang biasanya mengenai daerah bawah ibu jari dan disekitar sendi metakarpal satu dan dua. Ulkus biasanya dikelilingi oleh lingkaran kalus dan dapat meluas sampai ke sendi dan tulang. • Sekali ulkus diabetik terjadi, kelainan pembuluh darah perifer dan gangguan pada proses penyembuhan luka menyebabkan ulkus menjadi bertambah parah. • Ulkus diabetik merupakan hal yang kompleks. Yang diakibatkan oleh neuropati, penyakit arteri perifer, trauma dan infeksi. Namun, neuropati tampaknya merupakan faktor yang paling penting. Kontrol metabolik yang buruk dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan penyembuhan luka dengan mengganggu aktivitas matriks metaloproteinase. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tingkat insiden dan prevalensi ulkus kaki diabetik masing-masing adalah 1-4% dan 4-10%. Resiko terjadinya ulkus diabetik seumur hidup mencapai 25%. Ada beberapa jenis klasifikasi ulkus, berdasarkan aspek yang berbeda; yakni, berdasarkan patogenesis yang mendasarinya, kedalaman ulkus dan tingkat gangren (klasifikasi Wagner- Meggitt) atau kombinasi berbagai faktor (klasifikasi PEDIS).17 Untuk perawatan ulkus pada pasien diabetes, diharapkan pemberian obat sistemik dan topikal dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien.2 KESIMPULAN • Diabetes melitus merupakan penyakit yang kompleks. Pada penderita diabetes melitus dapat menimbulkan kelianan berupa retinopati, neuropati, nefropati, kelainan kardiovaskular dan kelainan kulit. Kelainan kulit yang terjadi dapat merupakan akibat langsung dari peningkatan kadar gula dalam darah maupun akibat komplikasi dari diabetes tersebut. Kelainan kulit ini dapat menjadi indikator kadar gula darah yang tidak terkontrol dan bahkan pada beberapa kelainan kulit dapat merupakan tanda awal yang mendahului sebelum terjadinya diabetes. Mengingat makin banyaknya jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahunnya, maka diharapkan para klinisi dapat mengenali tanda-tanda awal dari kelainan kulit tersebut.