Anda di halaman 1dari 74

Manajemen

Lalu Lintas Perkotaan


(Urban Traffic Management)

1
Manajemen Lalu Lintas (MLL)
(Traffic Management)

• Penerapan cara-cara
pengendalian lalu lintas tertentu
pada suatu ruas jalan/ruas-ruas
jalan di kawasan tertentu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.

2
Integrated Traffic Management (UK)

Source: UK Highways Agency 3


Crisis of Congestion: Wasted Hours
Annual Hours Lost to Congestion Per Peak Hour Driver,
Very Large Metro Areas, 1983 v.s. 2003 (US DoT, 2006)
100 1983

80 2003

60
Hours

40

20

City

• Selama lebih dari 20 tahun, kehilangan waktu setiap tahunnya


akibat kemacetan meningkat dari angka rata-rata 17 ke 50.
• Di 14 kota besar, pengemudi menghabiskan rata-rata hampir 8
hari kerja setiap tahunnya akibat kemacetan di jalan raya. 4
BIAYA SOSIAL KEMACETAN
• Kemacetan lalu lintas jalan:
– Menyebar ke semua waktu
– Menyebar hampir ke semua ruas
jalan
• Biaya kemacetan:
– Pemborosan waktu
– Pemborosan BOK
– Belum diperhitungkan biaya
pencemaran udara dan kesehatan

Kota Bandung : Rp 1,2 triliun/th ; Rp 1,8 milyar/hr


(LAPI, ITB 2002) : Penyumbang 54% polusi
: 21,8% kehilangan energi yang mestinya tidak perlu terjadi
Jakarta (2003) : Rp 17,2 triliun/th ; Rp 47 milyar/hr
Jabodetabek (SITRAMP, 2003) : Rp 5,4 trilliun/th ; Rp 14,8 milyar/hr

5
Masalah Transportasi Perkotaan
di Negara Berkembang

PERTAMBAHAN RENDAHNYA
PENDUDUK MUTU
KEHIDUPAN
SUB
URBANISASI PENCEMARAN
LINGKUNGAN

PERTUMBUHAN
EKONOMI

TINGKAT KONDISI TINGKAT


MOTORISASI ANGKUTAN KEMACETAN
UMUM
PERUBAHAN
POLA AKTIVITAS

6
Indonesia:
Urban-Rural Population and Vehicles

Source: Sub Division of Alternative Fuel Development, State Ministry of Environment

7
Kriteria Objektif Permasalahan Lalu Lintas

1. Total Waktu Perjalanan:


a) Mobilitas (kecepatan pada jaringan jalan, yang ditentukan
oleh kecepatan di ruas jalan, dan keterlambatan di
persimpangan).
b) Aksesibilitas, ditentukan oleh lokasi jaringan dan ruasnya,
yang akan mempengaruhi rute yang dipakai dalam
perjalanan.
2. Keselamatan: risiko kecelakaan, diukur dari tingkat
kecelakaan.
3. Biaya: berhubungan langsung dengan efisiensi dan
keselamatan operasi.
4. Kenyamanan
5. Lingkungan
6. Konservasi energi

8
Strategi dan Teknik MLL
STRATEGI TEKNIK
Manajemen 1. Perbaikan persimpangan
Kapasitas 2. Manajemen ruas jalan:
• pemisahan tipe kendaraan
• kontrol on-street parking (tempat, waktu)
• pelebaran jalan
3. Area traffic control:
• batasan tempat membelok
• sistem jalan satu arah
• koordinasi lampu lalu lintas
Manajemen 1. Jalur khusus bus
Prioritas 2. Prioritas persimpangan
3. Lajur bus
Manajemen 1. Pembatasan parkir
Demand 2. Penutupan jalan
(Traffic Restraint ) 3. Area dan cordon licensing
4. Batasan fisik
9
Strategi Penerapan Manajemen Lalu Lintas

• Seketika:
– jangkauan perubahannya diperkirakan terjadi dalam
waktu kurang dari 2 minggu
• Jangka pendek:
– jangkauan perubahannya diperkirakan terjadi dalam
waktu 2 minggu - 1 tahun
• Jangka menengah:
– jangkauan perubahannya diperkirakan terjadi dalam
waktu antara 1-3 tahun
• Jangka panjang:
– jangkauan perubahannya diperkirakan terjadi dalam
waktu 3-5 tahun
10
Contoh Kebijakan Manajemen Lalu Lintas
dengan Berbagai Strategi

Masalah
Kebijakan Strategi
Lalu Lintas
Kemacetan Penambahan kapasitas dengan memperbaiki Seketika
kontrol
meningkatkan kapasitas dengan manajemen Jangka
lalu lintas (jalan satu arah) pendek
mengurangi volume lalu lintas pada ruas jalan Jangka
dan persimpangan tertentu dengan merubah pendek
manajemen lalu lintas
meningkatkan kapasitas dengan pelebaran Jangka
jalan menengah
mengurangi volume lalu lintas pada lokasi Jangka
tertentu dengan merubah lalu lintas ke jalan menengah
baru/bebas hambatan

11
Faktor-faktor Utama Manajemen Lalu Lintas

Kapasitas ruang jalan


• Mengoptimumkan pemanfaatan ruang jalan yang ada
• Ruas jalan
• Persimpangan

Jaringan jalan
• Tinjauan sistem jaringan jalan secara macroscopic
• Pengelolaan prasarana
• Pengelolaan pergerakannya

Pola pergerakan
• Orientasi pergerakan
• Intensitas pergerakan
• Mekanisme pergerakan

Operasional pergerakan
• Berkaitan dengan karakterisrik pergerakan, seperti kecepatan dan
kapasitas angkut

12
PERUMUSAN LINGKUP
DAERAH STUDI Tahapan
Pelaksanaan
SURVEI & KAJIAN IDENTIFIKASI Manajemen
DATA MASALAH LALU LINTAS
Lalu Lintas

PERUMUSAN PERUMUSAN SASARAN


TUJUAN

ANALISIS KEBIJAKAN

PROGRAM
PELAKSANAAN

IMPLEMENTASI

MONITORING

EVALUASI 13
Kebijakan Dasar MLL (1/4)
1. Kebijakan yang berkaitan dengan volume lalu
lintas dan pengaturan rute
– Mengatur sirkulasi lalu lintas pada suatu jaringan jalan
tertentu.
– Meminimumkan waktu tempuh total dalam suatu jaringan
jalan tertentu.
– Mengurangi volume kendaraan yang bersifat 'through
traffic'.
– Mengurangi ataupun meniadakan kendaraan-kendaraan
berat pada suatu ruas jalan ataupun jaringan jalan
tertentu.
– Mereview ataupun meningkatkan kondisi operasional
traffic pada jaringan jalan di mana manajemen lalu lintas
dilaksanakan, misalnya dengan: kanalisasi, pemarkaan,
perambuan, dll.

14
Kebijakan Dasar MLL (2/4)
2. Kebijakan yang berkaitan dengan perilaku
pengemudi
– Memperbaiki/meningkatkan disiplin pengendara.
– Memperkecil/mengurangi variasi kecepatan (karena
terlalu berfluktuasi), terutama terhadap kecepatan
tinggi, baik pada suatu ruas jalan tertentu ataupun
pada suatu jaringan jalan.
– Mengurangi kecepatan rata-rata (mean speed), pada
suatu titik tertentu, atau pada suatu ruas jalan
tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan.
– Menciptakan suatu lingkungan berlalu lintas yang
lebih teratur dan tertib (yaitu, meningkatkan
kepedulian pengendara terhadap pengendara
lainnya ataupun terhadap pejalan kaki).

15
Kebijakan Dasar MLL (3/4)

3. Kebijakan yang berkaitan dengan traffic


safety
– Mengurangi banyaknya titik konflik pada
persimpangan jalan.
– Mengurangi perbedaan kecepatan relatif antara
beberapa jenis kendaraan, misalnya perbedaan
kecepatan antara kendaraan pribadi (sedan) dengan
kendaraan umum (bis).
– Mengurangi titik konflik antar kendaraan yang terjadi
di luar persimpangan (misalnya terbentuk karena
adanya 'weaving area').
– Meningkatkan keterkaitan fungsional antara rute
pejalan kaki dengan sistem jaringan jalan bagi
pengendara (misalnya, akses ke sekolah, toko
ataupun fasilitas umum lainnya).
16
Kebijakan Dasar MLL (4/4)

4. Kebijakan non-traffic
– Tingkatkan/perbaiki kondisi lanskap jalan.
– Sediakan fasilitas pejalan kaki ataupun fasilitas
pengendara sepeda, baik yang berpotongan
dengan ruas jalan ataupun yang sejajar.

17
Pertimbangan Dalam Menyusun
Program Pelaksanaan MLL
• Kesesuaian antara program pelaksanaan dengan
strategi yang dicanangkan.
• Pemenuhan kebutuhan bagi semua pengguna jalan
dan kawasan, baik kendaraan maupun pejalan kaki.
• Faktor keselamatan (safety) bagi semua pihak.
• Dampaknya terhadap kondisi lingkungan di wilayah
sekitar.
• Akses terhadap berbagai pusat kegiatan.
• Kesesuaian terhadap kondisi tata guna lahan pada
wilayah sekitar.
• Konsumsi energi/bahan bakar.
• Kesesuaian kondisi arus lalu lintas dengan klasifikasi
fungsional jalan.

18
Measures of Effectiveness (MOE)
Urban Traffic Management (1/2)
Objective MOE
Maximize capacity Critical Lane Volume
Parking Supply
Volume/capacity ratio
Maximize productivity Operating cost per passenger trip
Operating cost per revenue vehicle-mile
Operating revenue/operating cost
Passengers per revenue vehicle-hour
Minimize operating costs Operating and maintenance cost
Operating deficits
Operating revenue
Minimize auto usage Intersection vehicle turning movements
Number of vehicles by occupancy
Person-miles of travel
Person trips
Traffic volume
Vehicle-miles of travel
Maximize transit usage Passenger-mile of travel
Transit passengers
Source : CHARLES M ABRAMS AND JOHN F.DIRENZO.,
Measures of Effectiveness for Multimodal Urban Traffic Management (FHA, 1988)
19
Measures of Effectiveness (MOE)
Urban Traffic Management (2/2)
Objective MOE
Reduce travel time Person-hours of travel
Point-Point travel time
Vehicle delay
Vehicle-hours of travel
Vehicle stops
Minimize travel costs Parking cost
Point-to-Point out-of- Pocket travel costs
Point-to-Point transit fares
Maximize safety Accidents
Accident rate
Traffic violations
Maximize comfort & Parking accumulation
convenience Perceived comfort and convenience
Transit load factor
Trip distance
Walk distance from parking location to destination
Maximize reliability Perceived reliability of service
Schedule adherence
Variance of average point-to-point travel time
Source : CHARLES M ABRAMS AND JOHN F.DIRENZO.,
Measures of Effectiveness for Multimodal Urban Traffic Management (FHA, 1988)
20
Sistem dan Manajemen
Angkutan Umum

21
Kondisi Objektif Sistem Angkutan
Umum di Indonesia
• Tingkat pelayanan yang rendah.
• Pola dan sistem manajemen yang
lemah.
• Daya angkut (kapasitas) yang terbatas.
• Tingkat kecelakaan yang relatif tinggi.
• Tingkat aksesibilitas terhadap sistem
angkutan umum yang masih terbatas.

22
Apakah ini Transportasi Massal ?

Foto: dok. voanews.com

23
Foto: dok. tempo.com

Foto: dok. matanews.com

Kebijakan Transportasi Ke Depan


???
Abad 19 : Dominasi transportasi rel
Abad 20 : Dominasi transportasi jalan (mobil pribadi)
Abad 21 : Transportasi berbasis rel ???
Foto: dok. detik.com
24
Strategi Pengurangan Kendaraan
ROAD PRICING

DOMAIN STRATEGI
PEMBATASAN
PARKIR TRANSPORT UTAMA

ANGKUTAN UMUM

KETERISIAN ANGKUTAN UMUM


PENUMPANG ROAD PRICING MRT, Busway,
Monorel dsb
PENGGESERAN PEMBATASAN PARKIR
WAKTU KERJA Penataan Jaringan
Feeder
ANGKUTAN UMUM
PEMBATASAN USIA RESTRAIN
DAN KEPEMILIKAN KETERISIAN PRIVATE VEHICLE
PENUMPANG
ERP, Ganjil-Genap?
PENGGESERAN WAKTU Penarikan Subsidi Moda
TELEMATIKA KERJA
tertentu Pajak BBM?
PEMBATASAN USIA
DAN KEPEMILIKAN PEMBATASAN
TATA GUNA LAHAN PARKIR

PAJAK
Kebijakan utama
Sumber : Prayudantyo, 2009 25
Strategi Mengatasi Kemacetan
TDM STRATEGY TOD STRATEGY

Pengurangan
Pergerakan Pengurangan
Kendaraan Pergerakan
Pribadi

Skenario Transportasi Skenario Tata Ruang


(Pergeseran Waktu, (Pergeseran Lokasi dan
Rute dan Moda) Penerapan TOD)

Sumber: Studi Perencanaan Teknis Transit Oriented Development (TOD), 2009


MANA YANG MEMBUAT MACET ?

1 Bus 51 Mobil
mengangkut mengangkut 27
PARKING ON STREET  OFF STREET

• Kapasitas jalan dikembalikan dengan menangani hambatan


samping
28
• Penghapusan parking on street juga berarti penambahan ruang
untuk pedestrian
Karakteristik Pelayanan
Sistem Angkutan Umum
Terdapat 2 sistem pemakaian angkutan umum, yaitu :

a) Sistem sewa, yaitu kendaraan bisa dioperasikan baik oleh


operator maupun oleh penyewa, dalam hal ini tidak ada rute dan
jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai. Sistem ini sering
disebut juga sebagai demand responsive system, karena
penggunaannya yang tergantung pada adanya permintaan. Contoh
sistem ini adalah jenis angkutan taksi.
b) Sistem penggunaan bersama, yaitu kendaraan dioperasikan
oleh operator dengan rute dan jadwal yang biasanya tetap. Sistem
ini dikenal sebagai transit system. Terdapat 2 jenis sistem transit,
yaitu :
– Paratransit, yaitu tidak ada jadwal yang pasti dan kendaraan dapat
berhenti (menaikkan/menurunkan penumpang) di sepanjang rutenya.
Contohnya adalah angkutan kota.
– Mass transit, yaitu jadwal dan tempat pemberhentian-nya lebih pasti.
Contohnya bus kota.

29
Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum
Dibandingkan dengan Kendaraan Pribadi
Angkutan Umum Angkutan Pribadi
Peruntukan Umum Pemilik
Pemasok jasa Operator Pemilik
Penentuan rute perjalanan Operator (fixed) Pengguna/pemilik
(flexibel)
Penentuan kapan digunakan Operator (fixed) Pengguna/pemilik
(flexibel)
Penentuan biaya Operator (fixed) Sesuai pemakaian
Moda Bus, Streetcar, LRT, Mobil, motor, sepeda
Rapid
Kerapatan daerah Rendah - Medium Medium - Tinggi
pelayanan yang optimal
Pola rute pelayanan yang Menyebar Terkonsentrasi
optimal (radial)
Waktu pelayanan yang Off-peak Peak
terbaik
Trip purpose Rekreasi, shopping, Kerja, sekolah, bisnis
bisnis
30
Klasifikasi Angkutan Umum
Berdasarkan Moda
No Kelas Angkutan Jenis Moda
Umum
1 Paratransit Ojeg, Bajaj, Becak, Angkot, Taksi
2 Street Transit Metromini, Bus Reguler, Bus PATAS, Trolleybus, Streetcar, Trem
3 Semirapid Transit Light Rail Transit, Semirapid Buses
4 Rapid Transit Light Rail Rapi Transit, Rubber-tired Monorail, Rubber-tired
Rapid Transit, Rail Rapid Transit

31
Klasifikasi Rute Sistem Angkutan Umum
Ditinjau dari tipe pelayanannya, rute dapat dikelompokkan
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :
1. Rute tetap
2. Rute tetap dengan deviasi tertentu
3. Rute dengan batasan koridor
4. Rute dengan deviasi penuh (Demand-responsive routing)

Sedangkan ditinjau dari perannya dalam struktur jaringan,


maka rute dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok, yaitu
1. Trunk route
2. Principal routes
3. Secondary routes
4. Branch route
5. Local routes
6. Feeder routes
7. Double feeder routes
32
Penataan Feeder yang Baik

100-200 m radius

SECONDARY LINE

> 2 Km radius

> 2 Km radius
TRUNK/MAIN LIN

100-200 m radius
100-200 m radius

1-2 Km radius
1-2 Km radius
Klasifikasi Trayek, Ukuran Kota, dan Ukuran Kendaraan

Ukuran Kota (Jumlah Penduduk)


Kota Sedang
Kota Besar
Klasifikasi Kota Raya (250 ribu Kota Kecil
Area Layan Trayek (500 ribu
Trayek (>1 juta) s/d 500 (<250 ribu)
s/d 1 juta)
ribu)
Utama Antar kawasan utama dan Kereta Api Bus Besar Bus Besar/ Bus Sedang
antara kawasan utama Bus Besar Sedang
dengan kawasan pendukung
Cabang Antar kawasan pendukung Bus Sedang Bus Sedang Bus Sedang/ Bus Kecil
dan antar kawasan Kecil
pendukung dengan kawasan
pemukiman
Ranting Dalam kawasan pemukiman Bus Bus Kecil Mobil Mobil
Sedang/ Penumpang Penumpang
Kecil Umum Umum
Langsung Antar kawasan secara tetap Bus Besar Bus Besar Bus Sedang Bus Sedang
dan langsung

34
Kapasitas Rute Angkutan Umum

• Kapasitas rute adalah kemampuan maksimal dari rute


yang bersangkutan dalam melayani pergerakan
penumpang per satuan waktu.

• Faktor operasional yang menentukan besarnya kapasitas


angkut dari suatu rute adalah :
a) Jenis teknologi
b) Metoda pengaturan perjalanan di jalan yang dilaluinya
c) Pelayanan Ekspres/Non-Ekspres

• Aspek-aspek operasional yang berpengaruh terhadap


besarnya kapasitas suatu rute, yaitu
a) Kecepatan rata-rata
b) Waktu tempuh
c) Headway (interval waktu antar keberangkatan)

36
Fasilitas Angkutan Umum

• Bus stops, bus bays, lay-bays


• Shelter penumpang
• Jalur antri taksi
• Fasilitas alih moda
• Prioritas lampu LL bagi bus kota
• Lajur/jalur khusus bus
• Jalan khusus bus
• Kawasan khusus prioritas angkutan umum

37
BUS PRIORITY
Prioritas pada ruas
• With-flow bus lanes
• Contra-flow bus lanes
• Reserved bus lanes pada jalan bebas hambatan
• Bus-only street
• Busway
Prioritas pada persimpangan
• Prioritas pasif (pre-calculated signal plans)
• Prioritas aktif (lampu LL diatur secara interaktif sesuai
kedatangan bus)
• Gating (membatasi jumlah kendaraan yang melewati
jalan/area tertentu melalui suatu “gate”, sementara bus
dapat mem-bypass-nya lewat lajur/jalur khusus bus)

38
Tujuan dari bus priority

• Meningkatkan kondisi pelayanan bus


(kecepatan bertambah, jadwal terpenuhi,
waktu tunggu yang rendah)
• Memaksimalkan efisiensi ekonomi dari
seluruh sistem transportasi
• Penghematan pemanfaatan energi
• Meningkatkan citra (image) angkutan umum
bus
• Mengurangi biaya operasi pengelolaan bus

39
Dampak Implementasi Bus Priority
Aspek Dampak
• perubahan waktu pejalanan bagi penumpang bus (walking time,
Ekonomi waiting time dan riding time)
• perubahan waktu perjalanan (travel time) bagi kend. lain
• perubahan biaya operasi pengelolaan bus
• perubahan biaya operasi kendaraan non-bus
• perubahan tingkat kecelakaan
• perubahan consumer surplus
• efek redistribusi (redistribusi cost dan benefit antara segmen-
Sosial- segmen masyarakat, misal dari pemilik kendaraan ke non-
Politik pemilik kendaraan)
• efek pada modal-split
• konservasi energi
• perubahan citra angkutan umum
• perubahan tingkat polusi udara
Lingkungan • perubahan pada tingkat kebisingan
• perubahan pada pemandangan
40
With-flow Bus Lanes dengan Rambu Lalu Lintas
(TRRL, 1976, dari GA Giannopoulos, Bus Planning and Operation in Urban Areas, 1989)

41
Keuntungan dari with-flow bus lanes

• Bus dapat melaju dengan lebih lancar.


• Tingkat pelayanan bus bertambah (berkurangnya waktu
tempuh, tingkat reliability yang bertambah, jadwal
dipenuhi).
• Hambatan dari lalu-lintas lain menjadi berkurang.
• Prioritas dapat diterapkan pada jam sibuk saja, sehingga
pada jam non sibuk dimungkinkan lalu lintas bercampur
kembali secara normal.
• Citra angkutan umum akan bertambah sehingga akan
merangsang masyarakat untuk menggunakan angkutan
umum.

42
Kerugian dari with-flow bus lanes
• Akan dibutuhkan pengaturan (enforcement) yang terus menerus,
mengingat karena letaknya persis bersinggungan dengan kerb (trotoar)
dan juga karena kondisinya lebih lengang banyak kendaraan pribadi non-
bus yang akan terangsang untuk turut menggunakan jalur khusus bus ini,
atau bahkan berhenti dan memarkir persis di pinggir trotoar.
• Akses ke bangunan yang ada di pinggir trotoar akan lebih sulit, terutama
bagi kendaraan komersial non-bus yang harus berurusan dengan toko
ataupun kantor yang terletak di pinggir jalan bersangkutan.
• Pada awalnya banyak menyebabkan masalah kecelakaan, terutama bagi
kendaraan non-bus. Tetapi lambat laun pada saat semua pengguna jalan
sudah familiar maka masalahnya dengan sendirinya akan hilang.
• Terkadang lajur khusus bus ini menyebabkan timbulnya kemacetan bagi
kendaraan non-bus pada jalur di sampingnya. Selanjutnya, jika banyak
kendaraan berusaha menghindar ruas jalan yang memiliki lajur khusus
bus dan menggunakan jalan-jalan alternatif di sekitarnya, maka yang
terjadi kemudian adalah makin tersebarnya daerah kemacetan yang
terjadi.

43
Dampak Empiris Kuantitatif
dari Implementasi With-flow Bus Lanes

No Kinerja Operasional Dampak yang dihasilkan

1. Bus journey speed meningkat 0 - 5 Km/jam


2. Bus travel time berkurang 0 - 25%
3. Bus patronage Bertambah 0 - 10 %
4. Service reliability dijumpai banyak peningkatan,
meskipun tanpa bukti kuantitatif
5. Non-bus Travel time meningkat 0 - 25 %

44
Contra-flow Bus Lane dengan Rambu Lalu Lintas

45
Penerapan
Contra-flow Bus Lane

46
Contoh
Pengaturan
Simpang
sebagai Akibat
dari Contra-flow
Bus Lanes (1)

BOULEVARD ST GERMAIN, PARIS : ENTRANCE AND


EXIT OF THE CONTRA-FLOW BUS LANE

47
Contoh Pengaturan Simpang
sebagai Akibat dari Contra-flow Bus Lanes (2)

Source : City of Chicago Bureau of Street Traffic

48
Contoh Pengaturan
Simpang pada
Ujung Contra-flow
Bus Lanes

49
Keuntungan Contra-flow Bus Lanes

Keuntungan dari contra-flow bus lanes adalah


sama dengan with-flow bus lanes, serta :
• Adanya jalan satu arah tidak menyebabkan
lintasan rute bus memisah pada ruas jalan yang
lain, tetapi tetap pada ruas jalan yang sama,
sehingga penumpang tidak dirugikan.
• Keberadaan contra-flow bus lanes lebih efektif,
karena biasanya tidak ada kendaraan lain yang
berani menggunakan lajur khusus bus kecuali
bus. Selain itu enforcement dirasa lebih mudah.
• Jarak tempuh bus dapat dipertahankan tetap
singkat, yang berarti pula waktu tempuh tetap
pendek.

50
Kerugian Contra-flow Bus Lanes

Kerugiannya adalah hampir sama dengan with-flow


bus lanes, serta :
• Pejalan kaki biasanya tidak sadar bahwa ada
kendaraan bus yang berjalan berlawanan arah
dengan lalu lintas, sehingga cukup membahayakan
bagi pejalan kaki.
• Diperlukan modiflkasi lay out dari persimpangan,
sehingga akan membutuhkan pembiayaan yang
tidak sedikit.
• Diimplementasikannya contra-flow bus lanes
menimbulkan beberapa titik traffic conflic baru yang
sebenarnya dimaksudkan untuk dihilangkan dengan
adanya jalan satu arah.
• Bagi penumpang, turun dan naik dari bus menjadi
lebih sulit.
51
Bus-Only-Street
• Untuk menolong masyarakat pengguna bus
agar lebih mudah mencapai/akses ke lokasi-
lokasi utama dengan bus, tanpa harus berjalan
kaki.
• Untuk meningkatkan bus reliability dan juga
untuk mengurangi tundaan yang dirasakan oleh
penumpang.
• Untuk meningkatkan mobilitas pejalan kaki
pada daerah-daerah pertokoan.
• Untuk memperbaiki kondisi lingkungan dari
ruas-ruas jalan yang ada pada daerah-daerah
pertokoan, sehingga pejalan kaki merasa lebih
nyaman untuk melakukan mobilitasnya.

52
Busway

• Sekumpulan ruas jalan yang menerus


dimana bus diberikan penanganan
khusus untuk bergerak dengan cara
memisahkannya dengan kendaraan lain.
• Busway dapat berupa sekumpulan lajur
khusus bus yang menerus pada
sekumpulan ruas jalan atau berupa jalur
khusus bus yang terpisah dengan lalu-
lintas lainnya dengan pemisah fisik.
53
Manajemen
Jaringan Jalan

54
MANAJEMEN JARINGAN JALAN

Peran Jalan Sebagai Pengalir Lalu-lintas (Traffic Function) & Land Service
(Source : AUSTROADS, 1988, Arterial Road Traffic Management)

55
Perlunya Manajemen Jaringan Jalan

• Bercampurnya pola pergerakan internal perkotaan


dengan pola pergerakan eksternal/regional.
• Terjadinya pembebanan lalu lintas pada beberapa
ruas jalan tertentu, akibat adanya bangkitan lalu
lintas yang berlebihan ataupun karena tidak
berfungsinya beberapa ruas jalan tertentu.
• Jeleknya kondisi teknis di beberapa ruas jalan
tertentu.
• Bercampurnya berbagai jenis kendaraan dengan
berbagai ukuran pada jaringan jalan.
• Tidak adanya penataan jaringan jalan secara
fungsional, sehingga suatu ruas jalan terkadang
mempunyai peran lebih dari satu.

56
Sasaran Manajemen Jaringan Jalan

• Mengoptimalkan jaringan jalan yang ada


dalam melayani pergerakan lalu lintas.
• Menjadikan rusa-ruas jalan yang ada
sedemikian sehingga sebagai satu kesatuan
jaringan dapat berfungsi secara optimal.
• Menjadikan jaringan jalan yang ada suatu
prasarana jalan yang baik ditinjau dari
sudut pengendara, yaitu suatu prasarana
jalan yang nyaman, aman, dan teratur.

57
Strategi Manajemen Jaringan Jalan

Pengelolaan Prasarana Jalan


• Pengaturan hirarki fungsi/peran jalan
• Pengaturan akses
• Pengaturan 'on-street' parkir
• Pengaturan alat pengendaliaan LL (koordinasi lampu,
variable signs, dll)

Pengelolaan Sistem Pergerakan


• Pengaturan sirkulasi lalu lintas
• Prioritas angkutan umum
• Pengaturan rute untuk kelompok/jenis lalu lintas tertentu
• Pengaturan persimpangan secara terkoordinasi (area-wide
traffic control)
• Manajemen insiden dan kecelakaan

58
Ilustrasi dari
Berbagai Kelas
Jalan

59
Manajemen Jaringan Jalan Arteri

• Penggunaan alat pengendalian yang tepat (di ruas dan


simpang), disesuaikan dengan kondisi setempat.
• Simpang tak sebidang, simpang susun: untuk
menghilangkan konflik arus LL (jalan bebas hambatan,
arteri yang sibuk).
• Lampu LL: pemisahan waktu antar arus LL yang konflik
(pengaturan jumlah fase, fase khusus belok kanan, lampu
belok kiri, kordinasi lampu)
• Pengaturan lajur per-arah pergerakan di simpang.
• Lajur untuk U-turn atau belok pada jalan bermedian.
• Larangan belok untuk meningkatkan kapasitas, kelancaran,
keselamatan LL.
• Pelebaran jalur pendekat dan keluar di simpang untuk
meningkatkan kapasitas.
• Penyediaan lajur khusus sepeda, sepeda motor.

60
Guidelines for the Use of Intersection Control Devices
(Source : AUSTROADS, 1988, Arterial Road Traffic Management)

Primary Secondary Collector & Local Local


Arterial Arterial Crossing Rd Street
Traffic Signals
Primary Arterials A A O X
Secondary Arterials A O X
Collector & X X
Local Street X
Roundabouts
Primary Arterials O O X X
Secondary Arterials O O X
Collector & A O
Local Street A
STOP or signs
Primary Arterials X X A A
Secondary Arterials X A A
Collector & A A
Local Street A
Legend: A - Most Likely to be an appropriate treatment
O - May be an appropriate treatment
X - Usually an inappropriate treatment
(Adapted from RTA (1983))
61
Simpang tak
sebidang

62
Pengaturan
fase lampu LL
untuk belok kanan

63
Pengaturan lajur belok
kanan di simpang

64
Lajur untuk belok kanan pada jalan bermedian

65
Lajur sepeda di simpang susun
jalan bebas hambatan

66
Fasilitas Pejalan Kaki
• Underpass/overpass untuk penyeberangan volume tinggi di
ruas jalan yang sibuk.
• Lampu LL yang dioperasikan pejalan kaki
• Zebra cross
• Pelican crossing: penyeberangan jalan dg lampu LL untuk
mengendalikan arus kendaraan dan memberikan prioritas
kepada pejalan kaki.
• Alat audio, untuk membantu tuna rungu.
• Pulau penyeberangan, untuk penyeberangan bertahap dan
perlindungan bagi penyeberang.
• Penyediaan lampu penerangan yang memadai.
• Pelebaran kerb, penyempitan jalur untuk membantu
penyeberangan.
• Pagar pembatas untuk mengendalikan penyeberang di lokasi
berbahaya.
• Penyediaan rambu yang sesuai.

67
PENGEMBANGAN
PEDESTRIAN
Diversity - Mixed-use development

Lloyd Wright

Lloyd Wright

Locating residences together with


commercial areas reduces the
number of trips and the distances
travelled. Lloyd Wright
Non-Mixed Land Use

Separating
office,
residence,
shopping
areas.

Hence, travel
is more than
required
Mixed use examples
Lloyd Wright

Stockholm

Lloyd Wright Lloyd Wright

Copenhagen Brighton
Transit
Oriented
Development
(TOD)

72
Street design, sprawl, and access

Poor land-use
planning can create
a “severance” effect
in which walking
You can’t
even short distances
is physically get there
impossible

from here
Guidelines for the Use of Pedestrian Devices
(Source : AUSTROADS, 1988, Arterial Road Traffic Management)

Type of Facility Freeway Primary Secondary Collector Local


Arterial Arterial
Overpass/Underpass A O O X X
Pedestrian Operated Signals X A A A X
Pedestrian Crossing (Zebra) X X O A X
School Crossing X O O A O
Audio Tactile Devices X O O O X
Pedestrian Refuge X A A A A
Kerb Extension X X O O A
Street Lighting X A A A A
Pedestrian Barrier Fencing A A O O O
Signing A A A O O
Legend: A - Most Likely to be an appropriate treatment
O - May be an appropriate treatment
X - Usually an inappropriate treatment
(Adapted from RTA (1983))

74

Anda mungkin juga menyukai