Anda di halaman 1dari 14

Amniosentesis

Prosedur diagnosis pranatal yang paling banyak digunakan

Amniosintesis adalah pemeriksaan yang biasa digunakan


untuk uji abnormalitas kromosom, penyakit genetik dan
infeksi pada fetus.

Biasanya dilakukan pada trimester kedua, kira kira pada usia


15-18 minggu.
Amniosentesis dilakukan
dengan menambil cairan
amnion dari kantong amnion
dengan tuntunan USG.

sel janin dikultur dan diperiksa


untuk mengetahui adanya
kelainan kromosom.

Bila hasil amniosentesis menunjukkan


bahwa janin mengalami suatu kelainan
maka diperlukan suatu konseling
lanjutan bagi keluarga.
Secara teknis, pelaksanaan amniosintesis ini adalah
dengan cara memasukkan jarum menembus perut
ibu, kemudian diambil 20 ml amnion. Selanjutnya
dari amnion tersebut dilakukan pemeriksaan sesuai
dengan tujuannya.
Amniosintesis Dini ( Trimester
Pertama)
• Amniosintesis disebut dini jika dilakukan antara 11 dan
14 minggu.
• Tekniknya sama dengan teknik amniosentesis
tradisional, meskipun tidak adanya fusi membran ke
dinding uterus menyebabkan fungsi kantong amnion
menjadi lebih sulit, lebih sedikit cairan yang didapat
dikeluarkan (biasanya 1ml untuk setiap minggu gestasi).
• Amniosintesis dini menimbulkan angka kematian janin
dalam angka penyulit yang secara bermakna lebih
tinggi dari amniosintesis biasa.
• Komplikasi lainnya adalah clubfoot (tapiles) janin, yang
terjadi pada 1 hingga 1,4 persen setelah amniosintesis
tradisional.
Amniosintesis Trimester Kedua
• Amnionsintesis adalah metode yang aman dan akurat untuk
diagnosis pranatal dan biasanya dilakukan antara 15 hingga 20
minggu gestasi.
• Ultrasound digunakan sebagai penuntun untuk memasukan jarum
spinal ukuran 20 atau 22 kedalam kantong amnion, dengan
menghindari plasenta, tal pusat dan janin.
• Aspirat awal 1 sampai 2 ml cairan dibuang untuk mengurangi
kemungkinan pencemaran oleh sel-sel ibu, kemudian diambil
sekitar 20 ml cairan untuk analisis, dan jarum dikeluarkan. Tempat
pungsi diamati apakah ada perdarahan, dan pasien diperlihakan
denyut jantung janinnya.
• Komplikasi minor jarang terjadi dan mecakup kebocoran air
ketuban dan bercak perdarahan pervaginam yang sifatnya
sementara pada 1 hingga 2 % dan korioaminionitis pada kurang
dari per 1000 wanita diperiksa. Cedera akibat jarum pada janin
jarang terjadi.
Tujuan dilakukannya amniosentesis yaitu:
• Menetukan maturitas janin yaitu dengan memeriksa
bilirubin, kreatinin, sel yang tercat lipid dan analisis
surfaktan.
• Pada kehamilan lebih dari 37 minggu, bilirubin dalam air
ketuban sudah lenyap kecuali terdapat penyakit hemolitik.
• Konsentrasi kreatinin lebih dari atau sama dengan 1,8 mg/dl.
• Jumlah sel-sel yang tercat lipid (berwarna orange pada
pengecatan nile blue sulfate) lebih dari atau sama dengan 15%.
• Monitoring penyakit hemolitik.
• Determinasi seks.
• Diagnosis kelainan genetik.
Indikasi pemeriksaan amniosintesis :
• Ibu berusia di atas 35 tahun
• Pasangan yang telah memiliki anak dengan
ketidaknormalan kromosom
• Ibu yang membawa (karier) kelainan genetik X
• Menilai kematangan paru
• Menilai apakah terdapat spina bifida, anensefali
maupun menilai kadar bilirubin
Adapun pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut:
• Dilakukan kultur sel yang ada di dalam amnion,
kemudian diobservasi pertumbuhannya (biasanya
selama 2-3 minggu), selanjutnya dilakukan penilaian
terhadap sel tersebut.
Jika sel tidak dapat tumbuh, maka amniosintesis ini
gagal. Tingkat keberhasilan dari kultur sel ini adalah
1:500. Tingginya resiko kegagalan ini, maka sebelum
dilakukan amniosintesis sangat perlu dilakukan Informed
Consent yang telah didahului dengan penjelasan yang
jelas.
• Diagnosis neural tube deffect, namun penggunaan
amniosintesis untuk diagnosis ini sudah banyak ditinggalkan,
karena ada metode deteksi lain yang minim intervensi, yaitu
melalui USG.
• Menilai maturasi paru dengan menilai ratio lestin:
spingomielin.
• Tindakan amniosintesis untuk pemeriksaan DNA dapat
memberikan hasil yang cepat.
• amniosintesis dikombinasikan dengan Chorionic Villus
Sampling (CVS) dapat digunakan sebagai metode
diagnosis Down Syndrome dan kelainan genetik
lainnya.
• Keakuratan kombinasi kedua pemeriksaan ini untuk
mendiagnosa Down Syndrome lebih dari 99%.
Mekanisme pemeriksaannya adalah sel yang diperoleh
dari kedua metode tersebut dilakukan pemeriksaan
mikroskopis terhadap ukuran kromosom dan model
ikatannya. Terdapatnya extra copy dari kromosom 21
pada kariotip dapat digunakan sebagai penanda
terjadinya Down Syndrome (kelainan genetik yang
paling sering terjadi)
Hasil Tes Amniosentesis
• Kebanyakan hasil tes amniosentesis akan negatif dan
dapat disimpulkan bahwa janin atau bayi dalam
kandungan tersebut tidak memiliki kelainan dan
gangguan kesehatan.
• apabila ditemukan bahwa tes amniosentesis
menghasilkan nilai positif, itu berarti janin atau bayi
mungkin memiliki kelainan dan gangguan ksehatan
sehingga harus mendapat penanganan lebih serius.
• Cairan amnion normal bewarna jernih hingga ke
kuningan. Pada kehamilan lanjut cairan amnion
mengandung bintik2 vernik dan lanugo. Bila cairan
mengandung mekonium telah terjadi stres pada janin.
Cairan amnion berwarna coklat tembakau biasanya
berkaitan dengan kematian janin
Resiko Amniosintesis
• Keguguran
• Infeksi
• Cedera pada janin
• Berkembangnya penyakit rhesus pada bayi

Anda mungkin juga menyukai