Anda di halaman 1dari 90

FILSAFAT HUKUM

Dr. Zen Zanibar M.Z., S.H.


Kerangka Pemahaman Filsafat Hukum

PERINGKAT FILSAFAT HUKUM-TEORI HUKUM-ILMU


HUKUM

FILSAFAT HUKUM = merefleksi semua masalah


fundamental yang berkaitan dengan hukum.

Etos: penampilan aktual dari etika normatif sebagaimana


dalam masyarakat konkret pada suatu waktu tertentu
berlaku.
Filsafat hukum bergelut dengan:
Mempertanyakan landasan dari kekuatan mengikat dari
hukum. Mengapa hukum mengikat?
Kriteria untuk menilai kebenaran dari hukum
• Etika normatif: keseluruhan kriteria
yang berdasarkannya orang dan
tindakannya dinilai sebagai baik-
buruk.
• Masalah pokok dalam filsafat hukum
adalah hubungan hukum dengan
etika
• Hukum dan etika keduanya
merumuskan kriteria untuk
penilaian prilaku manusia dengan
sudut pandangan masing-masing.
• Hukum adalah satu momen dari
etika.
• Kosmologi: penyelidikan ttg alam semesta yg
teratur (mbicarakan asas2 rasional yg teratur);
• Ontologi: membicarakan asas2 rasional yang
ada dan berusaha menemukan esensi terdalam
dari yg ada;
• Epistimologi: cabang filsafat yg menyelidiki asal
mula susunan, metode2 dan sahnya
pengetahuan (apakah mengetahui itu?); apa yg
merupakan asal mula pengetahuan itu?
Bagaimanakah kita mengetahui bila kita
mempunyai pengetahuan? Corak2 pengetahuan
yg ada; Bgmana cara memperoleh pengetahuan?
Apakah yg diartikakn kebenaran dan kesesatan?
Dan apa yg diartikan kesalahan?
• RANAH FILSAFAT: Logika satu2nya alat dalam
filsafat; tehnik utk memperoleh kesimpulan;
• Logika deduktif (kesimpulan generalisasi)
• Logika induktif (kesimpulan berdasarkan
fenomena empirik),
• Hukum2 penyimpulan yg lurus;
• Metodologi: apakah sajakah tehnik
penyelidikan;
• Metafisika: apakah kenyataan itu?;
• Kosmologi: bagamana keadaannya shg
kenyataan itu dapat teratur?
• Epistimologi: apakah kebenaran itu?;
• Biologi kefilsafatan: apakah sesungguhnya
hidup itu?
• Psikologi kefilsafatan: apakah jiwa itu?
• Antropologi kefilsafatan: apakah manusia itu?
• Sosiologi kefilsafatan:
Apakah masyarakat dan negara?

• Etika: Apakah yg baik itu?

• Estetika: Apakah yg indah itu?

• Filsafat Agama: apakah keagaan


itu?
• Sosiologi Kefilsafatan pada intinya:
apakah pemerintahan, fungsi warga,
apakah pemerintahan maha kuasa?
Atau kedaulatannya tidak absolut?
• Apakah makna kedaulatan? Dimana
kaitannya dengan isme? Mana isme
yg dapat diterima, mana isme sumber
malapetaka?apakah demokrasi isme
yg paling sesuai dengan martabat dan
harkat manusia?
• Etika tujuan utamanya adalah
menemukan norma2 hidup yg
baik, apakah tolok ukur
perbuatan yg baik?
• Bagaimana cara memilih hal
yang baik?
• Pada akhirnya etika adalah
soal kesusilaan.
• Ontologi tujuan uutamanya adalah
memperoleh pengetahuan; Estetika:
apakah keindahan dan apa hubungan
keindahan dengan kebenaran?
Apakah hubungan indah dgn yg
benar dan baik? Apakah fungsi
keindahan dalam kehidupan
manusia?apakah ada ukuran yg
obyektif tentang sesuatu yang
dikatakan indah?
• FILSAFAT HUKUM
• Berfilsafat berarti bergulat dgn masalah-masalah dasar
manusia
• Usaha Filsafat mempunyai dua arah: i. Mengeritik
jawaban-jawaban yg tidak memadai; ii. Mencari jawaban
yg benar.
• Jawaban-jawaban yg ditemukan filsafat tidak abadi
sifatnya karena itu tidak pernah sampai pada akhir
masalah atau selalu bersedia diuji kebenarannya.
• Filsafat secara hakiki menuntut pertanggungjawaban.
Karena itu setiap langkah harus terbuka thd segala
macam pertanyaan dan dipertahankan secara
argumentatif, obyektif dan difahami oleh semua org.
• Dalam kajian filsafat setiap pembangunan ideologi yg
dijadikan pemacunya perlu dipertanyakan
• Ideologi menuntut sesuatu yg tidak boleh dipertanyakan
• KEGIATAN FILSAFAT HUKUM
• Pokok kajian: hidup sebagai keseluruhan
pengalaman dan pengertian
• Kegiatan intelektual yang metodis dan
sistematis, melalui refleksi menangkap makna
yang hakiki keseluruhan yang ada dan gejala-
gejala yang termasuk keseluruhan itu.
• Willem Zevenbergen mengidentifikasi Filsafat
Hukum untuk mencari jawaban atas tiga
pertanyaan:
• APAKAH YANG MENJADI DASAR HUKUM;
• APAKAH YANG MENYEBABKAN HUKUM
MENJADI LAYAK EKSISTENSINYA;
• BAGAIMANA SEHARUSNYA ISI HUKUM?
FILSAFAT mempelajari HUKUM dipelajari dalam dua
tingkat:
• Hukum berkaitan dengan manusia sebagai
manusia manusia menjadi subyek hukum
karena pribadinya sebagai ‘manusia’ buka
karena keterkaitannya dengan kelompok, suku,
bangsa, agama dsb.
• Hukum berkaitan dengan negara. Nagara
adalah instansi yang menetapkan dan
mempertahankan hukum dalam arti yuridis.
• J.W. Haris:
• Filsafat Hukum berbicara tentang nilai hukum
• Ada dua pertimbangan perlunya pemikiran
filosofis terhadap hukum:
– Pertama, kepentingan sosial yang lebih tinggi di
bidang keamanan umum, seperti ketertiban atau
kedamaian, menyebabkan manusia mencari beberapa
basis yang tetap dari suatu tindakan manusia
tertentu yang dibatasi oleh adanya kesadaran
individual, yang menjamin tertib sosial yang stabil.
– Kedua, tekanan terhadap kepentingan-kepentingan
sosial yang kurang berkaitan dan perlunya
menghgindari hal tersebut melalui kompromi baru
yang berkesinambungan dalam rangka menciptakan
keamanan umum, karena terjadinya perubahan
dalam masyarakat sehingga dapat berpengaruh
terhadap tertib sosial, yang menyebabkan manusia
mencari prinsip-prinsip perkembangan hukum
untuk menentukan dasar yang tetap dari tertib
sosial yang baru.

• Roscoe Pound:
• Filsafat Hukum mencoba memberi kajian
rasional mengenai hukum pada suatu
waktu dan tempat tertentu atau
mencoba merumuskan berbagai
kepentingan yang diakibatkan adanya
tahapan perkembangan hukum, atau
mencoba menyatakan hasil-hasil dari
kedua hal tersebut secara universal
sehingga dapat diterima sebagai hukum
untuk setiap waktu dan tempat.
• Friedmann:
• Semua pemikiran sistematis mengenai
teori hukum dilingkupi oleh teori filsafat
pada satu sisi dan teori politik pada sisi
lain. Kedua aspek ini akan membawa
pemahaman mengenai perkembangan
pemikiran hukum.
• Radbruch:
• Tugas teori hukum membuat jelas nilai-
nilai dan postulat-postulat hukum sampai
kepada landasan filosofisnya yang
tertinggi.
• Teori hukum menurut Friedmann:
• Merumuskan cita-cita politik ke dalam terminologi
keadilan dan tertib hukum (legal order).
• Teori hukum tidak dapat memberi rumusan keadilan,
kapan sesuatu adil dan tidak adil pada suatu waktu dan
untk selamanya.
• Teori hukum berada di antara filsafat dan teori politik.
• Teori hukum dalam kajiannya tidak dapat melepaskan
diri dari filsafat dan politik.
• Filsafat hukum mempersoalkan hakekat hukum,
dasar\kekuatan mengikat hukum dan tujuan hukum.
• Filsafat hukum mendekati hukum sebagai fenemone
universal.
• Ilmu hukum mengamati gejala-gejala hukum.
• Tipe-tipe pokok mengenai pemikiran
hukum menurut Friedmann:

– Filsafat hukum yang berisikan kajian yang
merumuskan cita hukum (rechtsidee:
bintang pemandu dalam pembentukan
hukum) sebagai dasar dari sistem kajiannya.
– Ilmu hukum analitis (analytical jurisprudence)
yang intinya menekankan pada teknik
hukum (legal technique).
– Pendekatan hukum sosiologis yang intinya
menguji hubungan atara prinsip-prinsip
hukum dan fungsinya dalam masyarakat.
• Teori hukum menurut Friedmann:
• Merumuskan cita-cita politik ke dalam
terminologi keadilan dan tertib hukum (legal
order).
• Teori hukum tidak dapat memberi rumusan
keadilan, kapan sesuatu adil dan tidak adil pada
suatu waktu dan untk selamanya.
• Teori hukum berada di antara filsafat dan teori
politik.
• Teori hukum dalam kajiannya tidak dapat
melepaskan diri dari filsafat dan politik.
• Filsafat hukum mempersoalkan hakekat hukum,
dasar\kekuatan mengikat hukum dan tujuan
hukum.
• Inti Filsafat Hukum:
• Cabang filsafat filsafat etika atau moral
• Obyeknya hakekat hukum
• Cabang ilmu yang mempelajari lebih lanjut
setiap hal yang tidak dapat dijawab oleh ilmu
hukum.
• Apeldoorn:
– Ketika ilmu hukum berakhir, justru filsafat
hukum mulai. Filsafat hukum menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab
oleh ilmu hukum.
• Teori hukum dalam arti luas mencakup sosiologi
hukum, teori hukum dalam arti sempit, filsafat
hukum, dan dogmatik hukum.
• Unsur-Unsur/Bahan Hukum:
• (1) Idiel:
• a. logika
• b. etika
• c. estetika
• LOGIKA menghasilkan Ilmu Tentang
Pengertian pengertian dalam ilmu
hukum:
• Masyarakat Hukum,
• Subyek Hukum,
• Hak dan Kewajiban,
• Peristiwa Hukum,
• Obyek Hukum)
• Ilmu tentang Pengertian menghasilkan 1. ilmu
tentang kaidah [asas-asas, norma, bentuk
norma, pembentuk norma, hirarki norma] dan 2.
dogmatik hukum.
• Dogmatik hukum dan unsur riel (Manusia,
alam dan kebudayaan) menghasilkan Politik
Hukum.
• ETIKA dan ESTETIKA membahas soal nilai dan
asas menghasilkan Filsafat hukum.

• (2) Riel :
• a. Manusia
• b. Alam
• c. Kebudayaan
• a b dan c menghasilkan ilmu tentang kenyataan
(Sosiologi Hukum. Antoropologi Hukum,
Psikologi hukum, Sejarah Hukum dan
Perbandingan Hukum)
• Syarat pengkajian Filsafat Hukum sifatnya etis-
spekulatif dengan pendekatan kritis-reflektif.
• Persoalan pokok yang telaah berkisar pada:
• beragam nilai antinomis;
• tujuan hukum;
• keberlakuan kaidah hukum.
Nilai antinomis:
• Jasmaniah-rohaniah: (pengutamaan
jasmanimaterialisme) dan rohaniah
(pengutamaan rohani  spiritualisme);
• Liberalisme-Kolektivisme
(pengutamaan liberalisme di bidang
politik mengakibatkan demokrasi
liberal; pengutamaan liberalisme
dibidang ekonomi mengakibatkan
tumbuhnya kapitalisme)-kolektivisme
(pengutamaan kolektivisme di bidang
politik mengakibatkan totaliterisme;
pengutamaan kolektivisme di bidang
ekonomi mengakibatkan sosialisme
yang ditandai oleh dominasi negara atas
• Konservatisme – inovatisme: (pengutamaan
konservatisme di bidang politik
mengakibatkan pelestarian/pemapanan
sistem dan lembaga politik; pengutamaan
konservatisme di bidang ekonomi
menghasilkan sistem ekonomi cenderung
tertutup/anti perubahan), (pengutamaan
inovatisme di bidang politik mengakibatkan
sistem politik terbuka terhadap fenomena
politik universal/anti kemapanan;
pengutamaan inovatisme di bidang ekonomi
mengakibatkan sistem ekonomi terbuka
terhadap ekonomi dunia)
• Tujuan hukum:
• Kepastian (hukum harus ditegakkan: jika
hukum yang ditegakkan dibuat tidak
bersumber dari aspirasi masyarakat luas,
maka penegakan hukum menjadi semu),
ketertiban (hukum harus dipaksakan: jika
hukum yang dipaksakan dibuat tidak
berdasarkan aspirasi masyarakat luas, maka
pemaksaan menjadi otoriterisme);
• Kedamaian (tolok ukur kedamaian apabila
kepentingan dan hak semua pihak
terlindungi: persoalannya bagaimana
mewujudkan kepentin-gan dan hak semua
pihak?);

• Keadilan (keadilan selalu berkaitan dengan
ukuran-ukuran masyarakat. Ada keadilan
masyarakat setempat di mana suatu peristiwa
hukum telah menyebabkan
ketidakseimbangan di lingkungan kecil
masyarakat tertentu. Ada juga keadilan
masyarakat lebih luas di mana kebutuhan
kesejahteraan masyarakat yang lebih luas dari
masyarakat setempat perlu diwujudkan. Ada
pula keadilan masyarakat yang lebih luas lagi
misalnya negara dimana kepentingan publik
djunjung tinggi). Inti keadilan adalah
pemulihan ketidakseimbangan.
• Keberlakuan kaidah hukum:
• Keberlakuan kaidah hukum:
• Yuridis (Kelsen: berdasarkan kaidah
yang; W. Zevenbergen: terbentuk
menurut cara yang ditetapkan lebih
tinggi; J.H.A.Logemann: menunjukkan
keharusan antara suatu kondisi dengan
akibatnya)
• Sosiologis: berlakuknya hukum
didasarkan pada kekuasaan dan
pengakuan oleh masyarakat.
• Filosofis: sesuai dengan cita hukum
• Lingkup berlakunya kaidah:

– Lingkup wilayah (ruimtegebied)


– Lingkup pribadi (personengebied)
– Lingkup waktu (tijdsgebied)
– Lingkup ikhwal (zaaksgebied)
• Asas hukum dan Sistem Hukum:
• Asas hukum (legal principle) dan Sistem
Hukum (legal system):
• ASAS HUKUM berperan sebagai meta
kaidah dari kaidah hukum yang tewujud
dalam sikap tindak. Karena itu asas
hukum roh dari kaidah. Asas hanya nilai
atau tuntutan etis bukan norma [norma
dalam UUD selain meta kaidah untuk
kaidah yang lebih rendah juga nilai dan
tuntutan etis bagi kaidah yang lebih
rendah dan sikap tindak dalam
penyelenggaraan negara].
• Asas hukum: landasan bagi pembentukan
hukum (ratio legis) kekuatan asas akan terus
ada meskipun suatu hukum dibentuk
berlandaskan asas tertentu;
• Asas hukum: penghubung idea dan pandangan
etis masyarakat;
• Dua pandangan tentang kekuatan asas:
• Asas hukum: memberikan argumentasi bagi
pedoman sikap tindak yang harus diterapkan
tetapi tidak meberikan pedoman bagi prilaku;
• Asas hukum (Bruggink): dianggap sebagai suatu
tipe kaidah hukum mengenai kaidah prilaku,
sehingga berfungsi seperti kaidah prilaku.
– Asas hukum berciri umum atau memiliki
derajat keumuman yang lebih tinggi..
(Bruggink)
• Di antara asas-asas hukum terdapat
perbedaan derajat keumuman. Ada asas
hukum yang fundamental dan ada yang
kurang fundamental.
• Asas hukum yang paling fundamental adalah
basis dari setiap sistem hukum
• Asas hukum fundamental memberi ciri khas
pada sistem hukum tertentu.
• Asas hukum kurang fundamental menjadi
basis dari bidang hukum tertentu.
• Asas hukum: fondasi dan batu uji (kritische
toetssteen) terhadap sistem hukum.
• Meuwissen
• Menggolongkan asas hukum menjadi asas hukum
materil dan asas hukum formal:
• Asas hukum materiel:
• Asas penghormatan terhadap kepribadian manusia 
dikonkritkan menjadi:
– Asas penghormatan terhadap aspek-aspek kerohanian dan
kejasmanian pribadi, dalam hubungan pribadi-pribadi lain,
yang memunculkan:
– Asas kepercayaan, yang menuntut timbal balik, dan
memunculkan:
– Asas pertanggungjawaban, yang kemudian melahirkan asas
keadilan.
• Asas kepercayaan dan asas pertanggungjawaban akan
menentukan struktur masyarakat.
• Asas hukum formal:
• Asas konsistensi logikal
• Asas kepastian
• Asas persamaan.
• SISTEM HUKUM (Legal system)
• Bruggink:
• Sistem hukum hanya merupakan
upaya rasionalisasi (melalui proses
sistematisasi logis) untuk
memperoleh suatu gambaran yang
menyeluruh yang terssusun dalam
suatu ikhtisar berkenaan dengan
hukum positif.
• Sistem hukum tidak selalu
menunjukkan hirarkis dari asas sampai
dengan kaidah khusus. Sistem demikian
merupakan sistem tertutup. Membentuk
sistem total dan yang secara logis
bersifat tertutup mustahil
• Sistem hukum bersifat terbuka. Sistem
hukum yang terbuka yang
memungkinkannya mengikuti
perkembangan dalam masyarakat.
• Perekat sistem hukum:
• Hans Kelsen Grundnorm berfungsi
sebagai perekat sistem hukum .
Grundnorm membentuk penilaian etis
terhadap sistem hukum.
• Dias: perekat sistem adalah
keabsahannya karena pembentukan
kaidah berbasis sama.
• Fuller sistem hukum mengandung
moralitas tertentu (principles of
legality): mengandung peraturan
hukum yang konstan, diumumkan,
tidak berlaku sutrut (asas retroactive),
mudah difahami, konsisten, tidak
mudah diubah dan ditegakkan.
• Sistematisasi sistem hukum positip
tergantung pada kepentingan
masyarakat dan tujuan politik yang
berkembang.
• Sistem hukum merupakan suatu
keseluruhan yang terbatas, yang
memperlihatkan aturan-aturan hukum
dan putusan hakim yg berlaku dalam
masyarakat tertentu.
• Sistem hukum terbentuk oleh asas-asas
hukum.
• Perekat sistem hukum:
• Hans Kelsen Grundnorm berfungsi
sebagai perekat sistem hukum .
Grundnorm membentuk penilaian etis
terhadap sistem hukum.
• Dias: perekat sistem adalah
keabsahannya karena pembentukan
kaidah berbasis sama.
• Fuller sistem hukum mengandung
moralitas tertentu (principles of
legality): mengandung peraturan
hukum yang konstan, diumumkan,
tidak berlaku sutrut (asas retroactive),
mudah difahami, konsisten, tidak
mudah diubah dan ditegakkan.
• Unsur sistem hukum:
– Satjipto Rahardjo: struktur hukum,
kategori, dan konsep hukum.
– Kees Schuit:
– unsur idiel (terbentuk oleh sistem makna
hukum, yaitu aturan, kaidah-kaidah dan
asas-asas),
– unsur operasional (keseluruhan organisasi
dan lembagalembaga yang didirikan dalam
suatu sistem hukum, termasuk para
pengemban jabatan yg menjalankan lebaga
tersebut),
– unsur aktual (keseluruhan putusan-putusan
dan perbuatan konkrit yang berkaitan
dengan sistem makna hukum, baik yg
berasal dari pengemban jabatan maupun yg
– Friedmann: Substansi hukum, struktur
hukum, dan budaya hukum
– Substansi hukum mencakup seluruh aturan
yang berlaku
– Struktur hukum mencakup semua
perangkat organisasi dan fasilitas
penegakan hukum
– Budaya hukum mencakup budaya
measyarakat yang mempengaruhi prilaku
ketaatan/kepatuhan dan penegakan
• DUA VISI DALAM HISTORITAS
SEJARAH YG BERBASIS PADA
PENGEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
• IDEALISTIS-SPRITUALISTIS
• Gagasan hukum absolut muncul dari satu
gagasan ke gagasan yg lain dan cenderung
a-priori tidak berubah dan karenanya a-
historis, meskipun dapat dikronologiskan
[Ide Plato, Aristoteles, Cicero dst]
• Hukum adalah perwujudan ide, seperti
keadilan, rasio dll sebagai pandangan
hukum statis.

• MATERIALISTIS-SOSIOLOGIS
• Hukum tidak semata ide (produk ratio)
tetapi yang sangat penting adalah produk
kenyataan kehidupan masyarakat (lokal,
regional, nasional dan global).
• Mazhab historis contoh dari paradigma
hukum sbg produk kenyataan.
• Marxisme adalah contoh pemikiran yg
menghasilkan paradigma hukum empiris.
– IDEALISTIS SPRITUALISTIS
• Jika hukum dianggap sbg perwujudan gagasan
absolut arahnya dan hasilnya pastilah
pandangan hukum statis.
• Benar bahwa ide-ide hukum muncul (lahir) dari
pemikiran secara berurut, dari pemikiran ahli yg
satu ke ahli yg berikutnya, yang belakangan
melengkapi yg terdahulu atau mengkritisi ide
ahli sebelumnya.
• Perkemnbangan dari pemikiran ahli yang
terdahulu ke ahli berikutnya cenderung a-priori
atau a-historis.
• Ide-ide yang berkembang itu bisa diurut secara
kronologis (vertikal) tetapi tidak dalam
pengertian kronologis linier (horizontal).
IDEALISTIS-SPRITUALISTIS MENGUASAI
PEMIKIRAN DAN PENCIPTAAN HUKUM
SAMPAI ABAD XIX
• Idea hukum yg dicetuskan Plato dianggap
lebih dari sekedar materi hukum (galian
pemikiran filosofis spekulatif). Demikian
pula pandangan Aristoteles ttg keadilan
alam” dan “keadilan perundang-
undangan”.
• Era abad menengah hukum yang diberi
energi keyakinan dari keagamaan atau ‘ius
naturale’ versi Thomas Aquino.
• Era renaissance di abad XVI muncul
semacam skularisasi konsep hukum
alam.
• Abad XVII dan XVIII adalah era ini
peletakan batu pertama tentang hukum
sebagai produk kecerdasan, hukum yang
berlandaskan pada peristiwa atau
kenyataan menyusul perkembangan ilmu
eksakta yang berbasis pada fenemona
empiris eksperimental
• Teori tentang wilayah kewenangan, subyek
dan hubungan hukum
• Gebiedsleer = ajaran tentang wilayah hukum
kewenangan (darat, laut, udara, orang dan
batas-batas wewenangnya)
• Persoonleer = ajaran tentang subyek hukum:
Negara adalah subyek hukum internasional.
Pemerintah adalah subyek hukum yang
mewakili negara sebagai subyek hukum nasional
maupun internasional
• De leer van de rechtsbetrekking = ajaran
tentang hubungan hukum hubungan hukum
Penguasa/ pemerintah suatu negara dan warga
• Penguasa memiliki tugas (kewajiban) dan
wewenang (hak)
• Warga memiliki hak (kewajiban penguasa utk
memenuhinya) dan kewajiban (wewenang
penguasa utk menuntut pemenuhannya dari
• Tugas pengusa >< hak warga
• Menyelenggarakan pendidikan, menjamin
keamanan dan ketertiban, menyediakan
bahan pangan, lapangan kerja,
memadamkan api, menyediakan
transportasi, menjaga perbatasan,
membuat jembatan dan jalan,
menyediakan fasilitas kesehatan,
membasmi epidemi,
• Membuat selokan, menyediakan air
bersih, menjaga kelestarian lingkungan
• Tugas penguasa diwujudan: dgn
PerPerUU, Administrasi, dan pengadilan
• Wewenang Penguasa >< Kewajiban
Warga (bayar pajak, taat hukum termasuk
menaati perintah panggul senjata,
menghadap pengadilan, menjadi saksi,
belajar, makan, perumahan, mendapat
pekerjaan, dll)
• Wewenang penguasa diwujudkan melalui
pengaturan yang mewajibkan warga jika
kewajiban aparat negara utk memaksa,
pengadilan untuk mengadili yg dianggap
bersalah/ingkar thd kewajiban; dan
penjara utk menghukum warga yg terbukti
ingkar
• Kajian Filsafat tentang hubungan hukum
dengan negara
• Leon Duguit: dasarnya HUKUM YANG HIDUP
DALAM MASYARAKAT;
• HUKUM ADALAH PERISTIWA = hukum tumbuh
dalam masyarakat= hukum adalah penjelmaan
solidaritas sosial (social solidariteit)yaitu
hubungan fungsional antar warga masyarakat;
hukum adalah ciptaan psikologis dari
masyarakat yang dipengaruhi oleh kebutuhan
materil, intlektual dn moral.
• Solidaritas sosial = Mechanische solidariteit
hak adalah fungsi sosial karena hidup adalah
kebersamaan (solidaritas)
• Hukum adalah penjelmaan dari solidaritas sosial
itu. Konstitusi = penjelmaan kenyataan dalam
masyarakat yang terwujud berupa struktur (de
riele machtfactoren)
• Kajian Filsafat tentang hubungan hukum
dengan negara
• Leon Duguit: dasarnya HUKUM YANG HIDUP
DALAM MASYARAKAT;
• HUKUM ADALAH PERISTIWA = hukum tumbuh
dalam masyarakat= hukum adalah penjelmaan
solidaritas sosial (social solidariteit) yaitu
hubungan fungsional antar warga masyarakat;
hukum adalah ciptaan psikologis dari
masyarakat yang dipengaruhi oleh kebutuhan
materil, intlektual dn moral.
• Solidaritas sosial = Mechanische solidariteit
hak adalah fungsi sosial karena hidup adalah
kebersamaan (solidaritas)
• Hukum adalah penjelmaan dari solidaritas sosial
itu. Konstitusi = penjelmaan kenyataan dalam
masyarakat yang terwujud berupa struktur (de
riele machtfactoren)
• Hauriou:
• Masyarakat = peristiwa moral (een morele feit)=
bangunan moral/struktur moral
• Dalam masyarakat yang riel adalah institusi-
institusinya baik hukum (rechtsinstellingen)
maupun negara (staatsinstellingen)
• Konstitusi adalah instellingen atau lembaga
yang terjelma melalui proses institutionalisasi
• Institutionalisasi mencakup tiga tahap (ide,
elite, dan milieu)
• Mengapa ide muncul dan akhirnya menjadi
institusi/hukum? Jawabnya karena perlu de
orde, het gezag dan de vrijheid.
• Hermann Heller:
• Konstitusi:
• Mencerminkan kehidupan politik dalam
masyarakat sebagai suatu fakta (pengertian
sosiologis dan politis)
• Satu kesatuan kaidah hukum yg hidup dalam
masyarakat (pengertian yuridis)
• Naskah sebagai UU tertinggi yg berlaku dlm
suatu negara
• Herman Heller menghadapi kenyataan
• NEGARA = organisasi kekuasaan teritorial
(Territoriaal gezags organisastie)
• NEGARA = harus dilihat fungsinya thd
masyarakat
• masyarakat membutuhkan pengaturan karena
itu masyarakat butuh negara
• Negara dan masyarakat ada hubungan saling
• NEGARA ada hubungan dgn HUKUM
• Hukum = norma empiris (het recht is een
empirische norm) hukum harus ada yg
menjelmakannya dan pengakuan negara
• Kebiasaan menjadi hukum dalam masyarakat
dan diakui oleh negara sebagai hukum
• Bagi negara hukum sangat penting karena
hukum memperkuat negara, stabil, dan menjadi
dasar bagi negara utk bertindak.
• Mac Iver:
• Kekuasaan bisa diwujudkan dengan kekuatan,
tetapi utk mempertahankan kekuasaan tidak
selalu dgn kekuatan. Sifat kekuasaan tidak
kekal. Untuk mengekalkan kekuasaan perlu
landasan hukum
• Kesimpulan NEGARA perlu hukum (norma)
sebaliknya HUKUM perlu negara untuk
mempertahankan norma
• Teori Hukum Sebagai Perintah yang berkuasa
• Teori hukum yg dikemukakan oleh John Austin. Austin mengatakan
hukum adalah perintah (law as commands).
• Dalam konsep Austin ‘setiap petunjuk adalah perintah, ancaman
kesalahan adalah sanksi, dan pihak yg diperintah dan diancam
sanksi bertanggung jawab atau kewajiban.
• Kewajiban dan sanksi berkorelasi dan resiko dari sanksi adalah
alasan bg kepatuhan: (‘Every directive, …, is a command, the threat of
evil is a sanction, and the party comanded and threatened is under
an obligation or duty. Duty and sanction are coorelative and fear of
sanction is the motive for obidience).
• Pemberi perintah adalah Negara yg memegang kedaulatan dalam
suatu masyarakat.
• Menurut Austin hukum adalah perintah umum yg berdaulat yg
didukung oleh sanksi (A commander,..., is sovereign in that
society….Austin concluded that a law is a general command of a
sovereign backed by a santion).
• Hans Kelsen menolak teori hukum sebagai perintah,
dengan alasan, sebagaimana prinsip hukum murninya:
• Pertama, menurut Kelsen, perintah (command) adalah
elemen psikologi yang mengintervensi teori ilmu hukum
yang bebas dari pengaruh semacam itu.
• Kedua, hukum sebagai perintah sebagaimana sanksi atas
pelanggarannya, menurut Kelsen, tidak cukup dan
membingungkan (inadequate and confused). Karena
validitas hukum, menurut Kelsen, tidak ditentukan oleh
sanksi. Sanksi tergantung pada bagaimana berkerjanya
hukum itu. Norma valid sebelum norma itu efektif.
Validitas dari suatu norma tergantung pada efektifitas
tata hukum sebagai keseluruhan.
• Teori Hukum Positif
• Positivisme hukum mengatakan, hukum adalah
perintah yang mengalir dari sumber tertentu.
Pembuat perintah mengharapkan pihak yang
diperintah berbuat sesuatu atau menahan diri.
Apabila perintah diabaikan, maka pemberi
perintah akan menjatuhkan sanksi.
• Menurut positivisme hukum, hukum dibuat oleh
negara. Sumber hukum adalah kemauan yang
berdaulat (The source of a law is the will of the
sovereign). Negara adalah pembentuk hukum,
sebagai kekuatan dan kekuasaan moral di
belakang hukum, sebagai tuhan dunia hukum
(the god of the world of law).

• Menurut positivisme, hukum positif memiliki empat
unsur:
• perintah yang mengalir dari sumber tertentu;
• sanksi, yaitu sesuatu yang buruk yang mungkin melekat
pada perintah;
• kewajiban, yaitu keharusan yang diciptakan oleh
pembuat perintah;
• kedaulatan dari pembentuk perintah.
• Positivisme hukum berpendapat: satu-satunya hukum
yang diterima sebagai hukum adalah tata hukum.
Hukum hanya berlaku karena bentuk positifnya
ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Hukum hanya
ada hubungan dengan bentuk formalnya.
• Salah seorang panganut positivisme, Rudolf von Jhering,
mengatakan bahwa hukum adalah alat untuk mencapai
tujuan. Maksud Jhering tersebut, tidak lain untuk
menunjukkan bahwa hukum tergantung dari paksaan,
dan hak untuk memaksa adalah monopoli mutlak
negara.
• Hukum menurut Jhering adalah aturan hidup
bersama, yang dianggap sesuai dengan
kepentingan negara. Hukum, adalah
pernyataan egoisme nasional. Hukum
dikembangkan secara sistematis dan rasional,
sesuai dengan kebutuhan hidup bernegara.
• Positivisme aliran yang berasal dari pemikiran
Auguste Comte. Sebagai sosiolog Comte ingin
menerapkan metode ilmu alam
(Naturwissenscahft) yang sifat utamanya
experimental-empiris (experimenteel empirisch),
sehingga ilmu hukumpun, menurut Comte,
dalam pengkajiannya melakukan penelitian
empiris atau hasil pengamatan pancaindra. Bagi
Comte hanya hasil pengamatan pancaindra yang
berharga sebagai bahan ilmu pengetahuan.
Mengapa Comte berpendapat demikian?
• Teori terkenal yang dikembangkan Comte ialah “de drie
stadien leer” atau tiga tingkat (stadium) perkembangan
pikiran manusia (de drie phasen van ontwikkeling van
het menselijk denken).
• Tiga stadium dimaksud:
– Fase keagamaan (Theologisch phase). Maksudnya manusia belum
belajar berpikir sendiri, semua kejadian disandarkan kepada
kemauan Tuhan yang tercermin dalam kitab-kitab suci;
– Fase hayalan (Metaphysische phase). Maksudnya mulai berpikir
sendiri, membuat pengertian-pengertian dan penjelasan sendiri,
meskipun masih abstrak, spekulatif (trancendent) dan belum
diuji dengan kenyataan atau belum didasarkan pengalaman
atau observasi dengan pancaindra;
– Fase positif (Positieve Phase). Maksudnya pase di mana manusia
lebih mengedepankan kenyataan. Kenyataan adalah hasil
observasi pancaindra. Aksioma, dalil, hukum, proposisi dan
segala bentuk statement dianggap benar jika sudah teruji secara
empiris.
• Dalam bidang hukum pandangan positivisme Comte
tersebut sangat berpengaruh dan menimbulkan aliran
yang mementingkan hukum positif atau melihat undang-
undang saja. Kemudian melahirkan teori penafsiran.
• Teori Penafsiran dan perkembangan awalnya
• LEGISTEN: Fenomena positivisme dimulai oleh
kalangan yang melihat hukum sebagai undang-
undang yang disebut Legisten.
• Bagi penganut legisten hukum melekat pada
undang-undang, karena itu prinsip hakim
mengadili berdasarkan undang-undang,
undang-undang dianggap lengkap, dan hakim
tidak boleh menolak perkara.
• Baik Legisten maupun Begriffsjurisprudence
menganggap tugas hakim sama, yaitu
menerapkan undang-undang (rechtstoepassing).
Karena itu muncul reaksi yang berpendapat
hakim tidak menjalankan hukum semata tetapi
juga membentuk hukum (rechtschepping atau
rechtsvorming). Penganut pandangan ini disebut
Freirechts-bewegung atau Interessen-
Jurisprudenz.
 BEGRIFFJURISPRUDENZ: paham legisten diakui
kelemahannya, oleh karena ternyata undang-undang
banyak kekosongan (leemten).
 Muncul paham baru begriffsjurisprudenz yang
menganggap undang-undang lepas dari kekurangannya
(luckenlos). Bagi kalangan begriffsjurisprudenz
undang-undang luckenvoll atau penuh kekurangan-
kekurangan.
 UU perlu dilengkapi dg menggunakan logische expansioniskraft
dari UU
 Cara melengkapi UU:
 metodenya ialah menyusun konstruksi (rechtsdogmatiek). Karena
itu aliran ini disebut juga konstuktionsjurisprudence.
 Tujuannya utk menemukan pengertian (bergrippen) atau
mengkonstruksi pengertian (begripsvorming).
 Pengertian2 yg dihasilkan merupakan cara menutup
kekurangan2 dalam UU.
 Bagaimana cara membangun pengertian dimaksud? Ada dua
cara:
 Analogi hukum (rechtsanalogie); dan
 Diterminasi atau penghalusan hukum (rechtsverfijning).
FREIRECHTSBEWEGUNG/INTERESSENJURISP
RUDENZ:
• Hakim harus bersikap aktif. Hakim berhak
mempertimbangkan kepentingan kedua
belah pihak (merdeka dalam arti positif)
dan tidak terikat oleh UU (merdeka dalam
arti negatif).
• Mengapa hakim harus aktif? Karena
hakim dipengaruhi oleh kemauannya
(rechtsgevoel-nya), tidak hanya pikiran
juridis (juridisch denken) tetapi juga emosi
pikirannya (emotioneel denken).
• Paul Scholten: tugas hakim bukan
rechtstoepassing (menerapkan hukum)
atau rechtschepping (membentuk hukum)
melainkan rechtsvinding (menemukan
hukum).
• Djokosutono: istilah yang tepat digunakan
untuk menjelaskan perkembangan tugas
hakim dari masa ke masa berikut aliran
paham pendukungnya, adalah
rechtshantering sebagai istilah netral yang
mencakup ketiga istilah tersebut.
• Rechtstoepassing berasal dari pengaruh ajaran
Montesquieu tentang pemisahan “separation of
power” atau “separation des pavoirs” yang
mendalilkan “de wetgever schept recht, de rechter
past het toe” (Pembentuk undang-undang
membuat hukum dan hakim menjalankannya).
• Segala masalah atau perkara ada jawabannya
dalam UU, oleh karena UU sudah lengkap (de
wet is volledig).
• Hakim adalah mulut UU (la bouche qui pronence
les pareles de la loi).
• Jika ada kekosongan dalam UU, maka hakim
harus melakukan konstruksi. Apa yang menjadi
latar belakang pandangan demikian?
• Montesquieu: bahwa boleh jadi suatu UU
mampu melihat ke depan sekaligus buta,
dalam beberapa kasus tertentu, menjadi
terlalu keras atau kaku. Namun hakim
dari bangsa yang bersangkutan, tidak
lebih ketimbang sekedar mulut UU; badan
tak berjiwa, yang gagal meniadakan
keberlakuan maupun kekerasan UU
tersebut.
• J.A. Pontier: pendapat Montesquieu
tersebut menjadi landasan bagi kalangan
legisten terutama di Belanda yg
menganggap peran hakim seperti metafora
(la bouche de la loi) atau hanya mulut UU.
• Namun, kata Pontier, dewasa ini untuk
berbagai alasan muncul keraguan apa
benar Montesquieu sungguh bermaksud
menyatakan hakim hanya corong
pembentuk UU, hanya menerapkan UU,
dan bahwa “loi” yang dimaksud
Montesquieu hanya berarti UU?
• Terlepas dari perdebatan tentang pendapat
Montesquieu yg menjadi dasar legisten
tersebut, konstruksi ternyata memang
tidak cukup.
• Kalangan penganut freirechtsbewegung
berpendapat bahwa hakim harus
membentuk hukum (rechtschepping).
• Pembentukan hukum masih juga belum
memadai, maka hakim, menurut Paul
Scholten, harus menemukan hukum
(rechtsvinding).
• Jika ditarik latar belakang mengapa tugas
hakim berkembang?
• Jawabannya adalah sejarah hukum
Romawi (Corpus Iuris Civilis) yg ditemukan
oleh bangsa Italia dinilai sebagai
kodifikasi atau sistem hukum yg lengkap.
• Dalam penerapannya ternyata ditemukan
kekosongan.
• Bagaimana mengisi kekosongan itulah
kemudian melahirkan aliran pemikiran ttg
fungsi hakim dalam mengadili.
• Uraian di atas menunjukkan bagaimana
asal muasal positivisme hukum.
• Hukum memang sangat dikaitkan dgn
hukum tertulis dan dibentuk oleh
penguasa (hukum sebagai perintah atau
larangan) dan ditopang oleh sanksi agar
setiap org mematuhinya (memaksa atau
dwang).
• Karena itu Paul Scholten mengatakan
“hukum itu suatu petunjuk tentang apa yg
layak dikerjakan dan apa yg tidak, dgn
kata lain hukum itu bersifat suatu
perintah”.
• Dalam kalangan penganut positivisme
menunjukkan sekurang-kurangnya dua
kecenderungan pokok, yakni positivisme
analitis dan pragmatisme.
• Baik positivisme analitis maupun
positivisme pragmatis berhubungan
dengan empirisme dengan atau melalui
cara berbeda.
• Manifestasi positivisme analitis yg diletakkan
secara ilmiah oleh John Austin (1790-1859) dan
pengikutnya, yg kemudian dimodifikasi oleh
Kelsen dan Mazhab Wina.
• Positivisme analitis mencurahkan perhatiannya
pada susunan sistem hukum yg “positif”.
• Susunan sistem hukum positif tersebut secara
rinci sebagai susunan hukum dalam negara
moderen yaitu dari “perintah yg berdaulat”
(Austin) ke dalam stufentheori (Kelsen) yaitu
norma-norma yg secara hirarkis diambil atau
bersumber dari Grundnorm yg hipotetis.
• Maksudnya konsep hukum sebagai perintah yg
berdaulat versi Austin diadopsi oleh Kelsen
dalam susunan hirakis sistem hukum yg
berpuncak pada grundnorm.
• Positivisme pragmatis atau positivisme
versi yang berkembang di Amerika Serikat
menolak abstraksi dan hal-hal yang tidak
memadai, cara penyelesaian verbal,
alasan-alasan a priori yang tidak baik,
prinsip-prinsip yang ditentukan, sistem-
sistem yang tertutup, hal-hal yang
dianggap mutlak dan asli.
• Pragmatisme melihat ke arah hasil-hasil
dan akibat-akibat, seperti dipahamkan
oleh positivisme analitis yg lebih
mengutamakan logika.
• Karena hukum, bagi pragmatisme,
adalah proses eksperimental di mana
faktor logika hanya salah satu dari faktor-
faktor yg utama untuk menarik
kesimpulan tertentu.
• Ketentuan-ketentuan hukum bekerja
tidak sebagaimana adanya di atas kertas
tetapi memanfaatkan ilmu-ilmu
pengetahuan observatif empiris.
• Pragmatisme adalah gerakan realis yang
menggunakan metode pendekatan modern
untuk mengetahui apa hukum itu, bukan
bagaimana hukum yang seharusnya itu.
Hukum, bagi pragmatisme, adalah hasil
dari kekuatan dan alat kontrol sosial.
• Hans Kelsen salah seorang pakar yg menganut paham
ini. Kelsen: hukum adalah ekspresi dari keharusan.
Hukum adalah keharusan atau seharusnya
sebagaimana tercermin dalam rumusan formal dalam
suatu UU.
• Satu-satunya hukum adalah hukum positif; hukum
lain tidak ada, orang-orang yg hidup bersama
membentuk hukum guna mengatur hidup bersama
itu. Bahwa keharusan dari pada hukum mungkin
bersumber dari keharusan yg lainnya.
• Hak dan kewajiban hanya ada kalau ditentukan oleh
hukum positif. Kaedah hukum mewajibkan karena
memiliki segi formalnya.
• PERKEMBANGAN PENGERTIAN HUKUM
• ERA YUNANI KUNO
– Hukum sebagai keharusan alamiah (nomos):
laki-laki berkuasa, budak tetap budak sebagai
kenyataan alamiah.
– Keadilan mulai muncul dalam klaim [Socrates:
penegak hukum mengindahkan keadilan
sebagai nilai yg melebihi manusia]
– Socrates dan Aristoteles: sudah mulai
mempertimbangkan manakah aturan yang
adil yang harus dituju oleh hukum, walaupun
mereka tetap juga mau taat pada aturan-
aturan alam.
• ERA ROMAWI
• Ius gentium hukum yg diterima semua
bangsa dalam wilayah kekaisaran Romawi
sebagai dasar kehidupan bersama.
• Hukum era ini bersifat kasuistik hukum
hanya berfungsi sebgai pedoman hakim.
• Perkembangan selanjutnya peraturan
kaisar menjadi UU (bersifat umum dan
abstrak) dan mengikat.
• Sekitar 1 abad sebelum masehi ilmu hukum
dikembangkan dengan basis hukum abstark dan
umum seperti diajarkan oleh Cicero, Gaius,
Ulpianus dll. Dalam pengajaran tsb hukum
bersifat ideal (dicita-citakan) yg dicerminkan
dalam leges.
• Pasca kekaisaran Romawi Barat, hukum Romawi
kemudian dipelihara dan dikembangkan oleh
Byzantium (Romawi Timur) dan diwariskan ke
generasi selanjutnya dalam bnetuk kodeks
hukum. Atas perintah Kaisar Yustianus seluruh
perundangan kekaisaran Romawi dihimpun
dalam Codex Iuris Romani yg disebut juga
Codex Iustianianus atau disebut juga Corpus
Iuris Civilis (CIC) pada tahun 528 s.d. 534 M.
• CIC kemudian dikembangkan dan
dipelajari dan diterapkan dalam wilayah
kekaisaran Jerman. Pada Masa Kaisar
Napoleon berkuasa (1804) hukum Romawi
dijadikan basis hukum perdata yang
kemudian diberi nama Code Civil oleh
kalangan ahli ketika itu.
ABAD PERTENGAHAN
• Kepercayaan kepada agama berkembang.
• Eropa dikuasai oleh pemikran agama
Kristen, sementara Timur Tengah dikuasai
oleh pemikiran agama Islam. Karena itu
hukum dipandang bersumber dari Tuhan.
• Kalangan ahli penganut Kristiani
mempertahankan hukum alam sebagai
norma hukum. Thomas Aquinas misalnya,
mengatakan aturan alam tidak lain dari
partisipasi aturan abadi (lex aeterna) yang
ada pada Tuhan, sebaliknya kalangan ahli
Islam mengandalkan hukum agama
sebagai sumber hukum.
• Dalam Filsafat Hukum sejak abad
Pertengahan ada 5 jenis hukum:
• Lex aeterna mengandung pengertian teologis
sebagai asal mula segala hukum;
• Lex devina positiva hukum agama sebagai
sumber hukum yang tercermin dalam wahyu
terutama prinsip-prinsip keadilan;
• Lex naturalis hukum alam sebagai sumber
hukum yang dikembangkan melalui akal budi;
• Ius Gentium hukum antar bangsa dalam
lingkungan bangsa-bangsa dalam kekaisaran
Romawi;
• Lex humana positiva hukum produk penguasa
• ZAMAN RENAISANCE
– Terjadi perkembangan ilmu pengetahuan terutama
ilmu pengetahun alam (eksak).
– Dunia “ditemukan kembali” melalui ilmu-ilmu
empiris.
– Kebenaran dicari dan ditemukan dalam fakta dan
pengalaman (empiris). Teori-teori baru yang
diperkenalkan oleh ahli menjadi pendorong bagi
lahirnya Negara nasional dengan kekuasaan raja yg
kuat dan nasionalisme bersamaan meluasnya
kekuasaan melalui pertualangan mencari daerah baru
(kolonialisme).
– Pengembangan ilmu hukum juga terpengaruh.
Tekanan hukum tidak semata pada hukum ideal (lihat
5 jenis hukum di atas) melainkan pada hukum yang
dibentuk manusia, namun masih ada percampuran
hukum yang dibuat oleh penguasa (tata hukum
hukum negara).
– Hukum ada hubungan dengan politik. Hukum dikaji
• ZAMAN AUFKLARUNG
• Kepercayaan kepada akal budi menandai
era pencerahan.
• Rasionalisme menjadi cap bagi kehidupan
manusia.
• Berkat Rene Descartes (1596-1650)
pikiran manusia lebih dipercaya karena
akal budinya dan kebebasan.
• Manusia sebagai subyek adalah modal
utama dari seluruh pandangan hidup.
• Pengaruhnya terhadap filsafat ialah:
• Rasionalisme (mengedepankan akal budi)
pendukungnya Wolf (1679-1754),
Montesquieu (1689-1755), Voltaire (1694-
1778), Rousseau (1712-1778), Immanuel
Kant (1724-1804).
• Empirisme (mengedepankan basis empiris
bagi semua pengertian/konsep)
pendukungnya John Locke (1632-1704),
David Hume (1711-1776), sejak abad XVII
di Inggris telah berkembang prinsip
sesuatu yg tidak dialami (empiris) tidak
diakui kebenarannya.
– Filsafat hukum diartikan sebagai usaha untuk
mengerti hukum sebagai bagian dari sitem pikiran
yang lengkap dan rasional belaka.
– Hukum dilihat sebagai kaidah-kaidah yg berlaku
dalam negara, kemudian dicari asas-asas universal
yang bersumber pada akal budi manusia. Selain itu
diakui adanya hukum kodrat yg berasal dari akal budi
yg berfungsi sebagi dasar hukum positif.
– Tokoh penting dalam era Aufklarung:
– John Locke ‘HAM pembatas kekuasaan penguasa’;
Montesquieu ‘pemisahan kekuasaan’;
– Rousseau ‘rakyat subyek dan pencipta hukum, karena
itu raja sebagai pembuat hukum harus diganti’;
Immanuel Kant ‘pembentukan tata hukum adalah
inisiatif manusia utk membangun kehidupan bersama
yg bermoral’.
ABAD XIX
• Ditandai oleh empirisme dalam bentuk
baru yg disebut positivisme dengan
penekanan analisis ilmiah untuk mencari
kebenaran melalui ilmu pengetahuan
(empiris).
• Positivisme berkembang menjadi dua
cabang: Posivisme yuridis dan positivisme
sosiologis
• Positivisme yuridis:
• Hukum sebagai produk ilmiah belaka atau hasil
dari akvitas profesional atau pakar hukum.
• Hukum identik dgn UU, hukum muncul karena
keterkaitannya dengan negara, hukum yg benar
adalah hukum yg berlaku dalam negara.
• Hukum tidak ada kaitan dengan moral, hukum
adalah hasil karya para pemikir hukum.
• Hukum bersifat ‘closed logical sistem’ Tidak
perlu ada bimbingan norma sosial, politik dan
moral. Tokohnya R. von Jhering dan John
Austin dari kelompok Analitical jurisprudence.
• Positivisme sosiologis:
• Hukum adalah bagian dari kehidupan
masyarakat,
• hukum adalah kenyataan dalam
masyarakat.
• Hukum bersifat terbuka bagi kehidupan
masyarakat yg harus diteliti dengan
metode ilmiah empiris.
• Hukum adalah ilmu kenyataan/fakta atau
pengalaman.
• Tiga tokoh penting era abad XIX:
• Hegel (1770-1831) ‘hukum sebagai
perwujudan roh obyektif dalam kehidupan
manusia’
• F. von Savigny (1779-1861) ‘hukum adalah
kebudayaan yg terus berubah sepanjang
sejarah. Hukum adalah produk
kebudayaan masing-masing zaman.’
• Karl marx (1818-1883) ‘hukum cerminan
kondisi ekonomis masyarakat’
• ABAD XX
• Semua negara membentuk hukum yg
metodenya diambil dari pemikiran hukum
abad XIX
• Akan tetapi kalangan ahli terpecah
menjadi dua pendapat tentang hukum:
Kelompok sosiologis dan Kelompok
Positivis-logis
• Kelompok sosiologis: melihat hukum dalam
hubungan dengan pemerintah negara atau
norma hukum secara de facto berlaku
berdasarkan prinsip kepentingan umum
sekaligus sebagai budaya dan sejarah bangsa
ybs.
• Kelompok positivis-logis: hukum dilihat
sebagai bagian dari kehidupan etis, oleh karena
itu ada hubungan antara hukum positif dengan
pribadi manusia yg berpedoman pada norma
keadilan. Pemikiran ini berakar pada filsafat
neoklasik,neokantianisme, neohegelisme dan
filsafat eksistensi.

Anda mungkin juga menyukai