Anda di halaman 1dari 61

OEDEMA CEREBRI

DEFINISI
Meningkatnya volume otak akibat pertambahan
jumlah air di dalam jaringan otak sebagai
reaksi terhadap proses-proses patologis lokal
ataupun pengaruh-pengaruh umum lainnya
yang merusak (Quershi, 2008)
Pembagian area cortex cerebri
Fisiologi Peredaran Darah Otak
Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang
arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis
interna, yang cabang-cabangnya
beranastomosis membentuk sirkulus
arteriosus willisi
Etiologi
Peningkatan permeabilitas BBB
 Trauma mekanis  Zat kontras untuk
 Lesi termal arteriografi
 Hiperkapnia hipoksia Gangguan enzimatis
 Emboli serebral Stres yang hebat
 Infeksi Radiasi
 Tumor Electroshock
 pH asam  Hillang atau rusaknya
 Hiperosmolaritas autoregulasi
 Intoksikasi
Penurunan permeabilitas BBB
• Zat-zat kimia umpanya trypan red
• Hypotermia 26-28 C (rectal)
• Dextran
• Anticholinestrase like substance
Patofisiologi

Edema Edema
vasogenik sitotoksik

Edema Edema
osmotik interstitial
• edema vasogenik, plasma yang terdiri dari air, protein dan
elektrolit menembus BBB dan mengisi ruang intersisial
• edema sitotoksik, menunjukkan defisit ATP mengakibatkan
rusaknya pompa Na-K. Na masuk menembus membran sel
diikuti air dan Cl sehingga timbul edema sel
• edema osmotik, penurunan osmolaritas cairan intravaskuler
menyebabkan keluarnya air mengisi ruang intersisial mengikuti
hukum osmotik
• Edema hidrostatik, mekanisme pengaliran CSF dan
hambatan yang dapat menimbulkan hidrosefalus
Manifestasi Klinis
• Sakit kepala
• Mual dan muntah
• Gangguan kesadaran
• Kejang
• Perubahan mental (berupa confusion sampai
sindroma otak organis)
Diagnosis

Anamnesis
• Keluhan dan gejala klinis

Pemeriksaan fisik
• Tanda klinis : ’Cushing reflex’ (naiknya tekanan darah
arteri diikuti tekanan vena sistemik, bradikardia,
pernafasan tidak teratur), peningkatan TIK (edema papil).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
• Sinar-X tengkorak : Erosi dorsum sellae
sebagai gambaran khas peninggian TIK
• Tomografi terkomputer (CT scan) : pergeseran
garis tengah, obliterasi sisterna CSS sekeliling
batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral,
penyempitan sulci serebral, dan adanya clott
kecil multipel intraserebral
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Penatalaksanaan
• Primary survey
• Medikamentosa : Larutan hipertonik (urea dan
manitol), steroid, obat diuretik, dan lainnya
• Pengobatan jangka panjang : Pembatasan
cairan, pengendalian tekanan darah,
hipotermia, hiperventilasi dan oksigen
hiperbarik
• Pengobatan bedah
Pengobatan Bedah
• Perdarahan intraventrikuler dapat
menyebabkan hidrosefalus akut,oleh sebab itu
harus segera dilakukan drainase ventrikular
• Pengaliran CSS dengan penginsersian kateter
pada ventrikel kontralateral dari
kontusi/perdarahan intrakranial
• Pengaliran berkesinambungan harus diatur
pada tekanan sekitar 20 smH2O, untuk
mencegah kolapsnya ventrikel sekitar kateter
Komplikasi
FRAKTUR COSTA
Definisi
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang/tulang
rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada
spesifikasi lokasi pada tulang costa
Klasifikasi
• Fraktur simple
Jumlah costa • Fraktur multiple

• Fraktur segmental
Jumlah fraktur • Fraktur simple
tiap costa • Fraktur comminutif

• Superior (costa 1-3)


Letak fraktur • Median (costa 4-9)
• Inferior (costa 10-12)

Posisi fraktur : anterior, lateral, posterior


Etiologi

trauma nontrauma
Gerak
tumpul
berlebihan

Stress
tembus
fraktur
Tanda dan Gejala
• Nyeri tekan, krepitus dan deformitas dinding
dada
• Adanya gerakan paradoksal
• Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan: sianosis,
takipnea
• Nafas cepat, dangkal dan tersendat
• Nyeri bertambah saat batuk dan bernafas
• Jika terjadi luka terbuka, terdengar suara udara
yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada
• Gejala perdarahan dalam dan syok
Patofisiologi
• Pada trauma yang menyebabkan fraktur costa
dapat terjadi apabila energi yang diterimanya
melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa
tersebut
• Fraktur costa yang “displace” akan dapat
mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya
Diagnosis

Anamnesis
• Keluhan dan mekanisme trauma

Pemeriksaan fisik
• Primary survey (ABCDE), general survey : tanda-tanda
fraktur, nilai status neurologis (plexus brachialis,
intercostalis, subclavia)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen thoraks AP dan lateral : menemukan
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun
contusion pulmonum, mengetahui jenis dan
letak fraktur costae.
• Rontgen thoraks oblique : untuk fraktur
multiple.
• EKG
• Monitor laju nafas, analisis gas darah, pulse
oksimetri
Diagnosis Banding
• Fraktur sternum
• Fraktur vertebrae
• Stress fraktur
• Osteoarthritis
• Pneumotoraks
• Cedera trakea dan bronkus
• Contusio dinding dada
• Flail chest
Penatalaksanaan
• Airway dengan kontrol servikal
• Breathing dan ventilasi : oksigen dan analgesia
untuk nyeri dan membantu pengembangan
dinding dada (morphine sulfate). Blok
n.interkostalis jika nyeri berat (bupivakain atau
Marcaine 0,5%)
• Circulation dan kontrol perdarahan
• Disability : nilai GCS, pupil dan tanda lateralisasi
• Exposure
Komplikasi
• Atelektasis
• Pneumonia
• Hematotoraks
• Pneumotoraks
• Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru
maupun jantung
• Laserasi jantung
Prognosis
• Fraktur costa pada anak dengan tanpa
komplikasi memiliki prognosis yang baik
• Pada penderita dewasa umumnya memiliki
prognosis yang kurang baik karena
penyambungan tulang relatif lebih lama dan
komplikasi yang terjadi
FRAKTUR PELVIS
Anatomi Pelvis
Klasifikasi
Lateral compression (LC) injuries

Kategori Karakteristik umum

LC 1 Fraktur anterior Sacral compression on side of impact


transverse (pubic
rami)
LC 2 Fraktur anterior Fraktur crescent (iliac wing)
transverse (pubic
rami)
LC 3 Fraktur anterior Contralateral open book (APC)
transverse injury
Anteroposterior compression (APC)

Kategori
APC 1 Symphiseal diastasis Pelebaran symphisis pubis dan/atau SI joint,
ligamentum anterior dan posterior
menegang, tetapi intak
APC 2 Symphiseal diastasis atau Pelebaran SI joint, ligamentum anterior
fraktur anterior vertical disrupted, ligamentum posterior intak
APC 3 Symphiseal diastasis atau Heparasi hemipelvis total tanpa disrupsi
fraktur anterior vertical sendi, ligamentum anterior dan posterior
disrupted total
Vertical shear (VS)
injuries

VS Symphyseal diastasis atau Displacement vertical secara anterior


fraktur anterior vertical dan posterior, biasanya sepanjang SI
joint, terkandang sepanjang sayap
iliac dan/atau sacrum
CM Komponen anterior dan/atau Kombinasi pola luka yang lain,
posterior, vertical dan/atau LC/VS atau LC/APC
transverse
Etiologi
High energy
Low energy injury:
Mekanisme
injury: jatuh kecelakan
injury: besar
terduduk kendaraan
dan bentuk
pada pasien bermotor,
injury
osteoporosis atau jatuh dari
ketinggian
Diagnosis

Anamnesis
• Riwayat trauma abdomen bawah dan tungkai

Pemeriksaan fisik
• Jejas pada pelvis/abdomen bagian bawah, nyeri tekan
pada pelvis, ketidakstabilan pada perabaa, perbedaan
panjang kedua tungkai, Rectal examination dan darah
pada meatus urethra externus, hipotensi & tachycardia
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
• Anteroposterior View of Pelvis
• Pelvic Inlet View : menunjukkan pemindahan
pada bagian anterior-posterior.
• Pelvic Outlet View: menunjukkan pemindahan
superior-inferior dan melihat gambaran
foramen sacrum
• Computed Tomography (CT) : sendi sacroiliaca
• Lateral Sacral View : untuk transverse sacral
fractures
Tatalaksana emergensi
• Military antishock trousers (MAST) : stabilisasi
• Resuscitation of patients in hypovolemic shock
a. IV lines
b. Crystalloid solution
c. Blood administration
d. tatalaksana hipotermi
e. awasi urinary output
Terapi Pembedahan
• External fixation : untuk stabilisasi darurat dan
resusitasi
• Internal fixation : teknik fiksasi tergantung pada
tipe fraktur
• Anterior pubic symphisis plating : Reduksi dan
fiksasi sederhana pada diastasis simfisis pubis
>2,5cm
• Pubic rami fractures : pada fraktur tidak stabil
dilakukan pemasangan plat melewati arah
ilioinguinal
Terapi non-pembedahan
• Stable, nondisplace or minimal displace
fractures : dilakukan dengan weightbearing
pada sisi normal
• Simple open-book fractures : Cedera pada
diastasis pubis <2.5cm
• Unstable and severely displaced fractures
• Early mobilization
• Skeletal traction : pada fraktur vertikal tidak
stabil (pasien kontraindikatif)
FRAKTUR ACETABULUM
Anatomi
• Acetabulum diliputi oleh column anterior dan
posterior seperti kedua anggota badan Y yang
terbalik
Patofisiologi
Klasifikasi fraktur acetabular sesuai dengan
morfologi fraktur sebagai pola fraktur dasar
• Fraktur dinding posterior
• Fraktur kolom posterior
• Fraktur dinding anterior
• Fraktur kolom anterior
• Fraktur transversal
Klasifikasi AO-ASIF
Arbeitsgemeinschaft für Osteosynthesefragen for the Study of Internal Fixation

• Fraktur tipe A - Melibatkan dinding atau kolom


tunggal (anterior atau posterior)
• Fraktur Tipe B - Melibatkan kolom anterior dan
posterior namun tidak fraktur bicolumnar
(melintang, berbentuk T, anterior dengan cedera tipe
hembusan posterior)
• Fraktur tipe C - Fraktur Bicolumnar, dengan atap
sebagai fragmen terpisah
Epidemiologi

• Studi di pusat trauma tingkat I telah


menunjukkan tingkat fraktur pelvis dan
acetabular 0,5-7,5%.
• Peltier melaporkan adanya kejadian fraktur
acetabular 24% pada rangkaian patah tulang
panggul orang dewasa. Sekitar 5-10% cedera
pelvis anak-anak melibatkan acetabulum.
Diagnosis
• Anamnesis : Sifat dan mekanisme cedera
• Pemeriksaan Fisik :
a. Primary survey
b. Cedera terkait : patela atau fraktur tibialis
atas atau cedera ligamen posterior (PCL),
fraktur porositas femur , fraktur panggul
c. Pemeriksaan ortopedi lokal
• Posisi anggota badan bagian bawah
• Kulit : luka lokal, lecet, dan luka degloving
• Lesi Morel-Lavele: cedera degloving yang
tertutup yang terjadi di atas trokanter
mayor
• Abduksi dan abduksi pinggul : mendeteksi
ketidakstabilan
• Perbedaan panjang-Limb
• Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan Penunjang
• Radiograf polos :proyeksi anteroposterior
[AP], proyeksi Judet, dan jika diperlukan,
proyeksi inlet dan outlet dari panggul.
• Computed tomography (CT): Polos dan dengan
rekonstruksi tiga dimensi (3D)
• Ultrasonografi doppler atau venografi dapat
dilakukan pada kasus curiga trombosis vena
dalam (DVT)
Terapi non pembedahan
• Patah tulang yang tidak terdeteksi
• Fraktur inkarserata dengan: (1) Sebagian besar asetabulum
tetap utuh dan caput femoral tetap sesuai dengan porsi
acetabulum; (2) kongruensi sekunder setelah hanya
perpindahan moderat dari fraktur kedua kolom dan pasien
terlambat (> 3 minggu setelah cedera)
• Fraktur dinding posterosuperior kecil yang berhubungan
dengan sendi pinggul yang stabil dan reduksi kongruen
• Cedera dinding posterior yang sedikit inkarserata atau
nondisplaced dan merupakan bagian dari pola yang lebih
kompleks yang membutuhkan pendekatan ilioinguinal.
• Jika operasi dikontraindikasikan
Terapi Pembedahan
Indikasi reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) :
• Semua fraktur displaced (>2 artikular step)
• Sudut busur atap utuh <30 °
• Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan reduksi
konsentris dengan cara tertutup
• Fraktur dengan sudut lengkung atap medial <=45 °, sudut
lengkung atap anterior <=25 °, atau sudut lengkung atap
posterior <=70 ° di bagian berat dari acetabulum,
ketidakstabilan terus-menerus setelah reduksi tertutup
• Fragmen intra-artikular ikarserata atau impaksi permukaan
artikular
• ORIF darurat jika terdapat cedera vaskular terkait atau
kelumpuhan sciatic berkembang setelah reduksi tertutup
Pendekatan Bedah Umum
• Pendekatan Kocher-Langenbeck pada fraktur
terisolasi dari dinding posterior dan / atau kolom
dengan atau tanpa dislokasi (tipe A1 dan A2 pada [AO-
ASIF] klasifikasi)
• Pendekatan Ilioinguinal pada fraktur dinding anterior,
kolom anterior, kolom anterior gabungan dengan
ekstensi hemitransverse posterior, jenis fraktur A3 dan
B3 (AO-ASIF), fraktur pada kedua kolom
• Pendekatan Iliofemoral untuk fraktur kolom anterior
• Pendekatan gabungan kombinasi satu pendekatan
anterior dan satu posterior
Reduksi dan Fiksasi

• Reduksi fraktur acetabular biasanya


berlangsung dari pinggiran ke pusat, yaitu
dalam mode sentripetal.
• Fiksasi sementara biasanya dibuat dengan
menggunakan kabel Kirschner (K-wires) dan
kadang-kadang kabel pengikat
• Fiksasi primer biasanya adalah dengan
menggunakan sekrup antarfragmentasi.
Perawatan Pasca operasi
• Untuk memaksimalkan status fungsional
pasien, memfasilitasi kembalinya fungsi lebih
awal, dan mendeteksi komplikasi dengan
cepat dan mengelolanya dengan tepat
• Tindakan umum
– Menjaga keseimbangan elektrolit
– Mengatasi nyeri. : dengan infus epidural kontinyu
dari opiat.
– Antibiotik spektrum luas
– Pencegahan pengerasan heterotopic dengan
indometasin, 25 mg tiga kali sehari selama 6
minggu.
– Tidak menggunakan antikoagulan. Pada pasien
dengan risiko tinggi, profilaksis DVT standar harus
digunakan.
– Nutrisi
• Protokol mobilisasi
– Pada hari 1 pasca operasi, latihan paha depan statis
dimulai.
– Pada hari ke 2 atau ke 3, gerakan pasif kontinyu (CPM)
dimulai, dengan jangkauan terbatas sekitar 60 °
selama 3 hari pertama untuk menghindari ketegangan
pada luka.
– Pada hari 3-7, latihan quadriceps dinamis dilakukan.
Begitu sakit telah mereda, pasien mungkin akan
memulai latihan berjalan di alat bantu atau kruk
ketiak.
• Terapi fisik untuk mendapatkan kembali kekuatan otot
pada pinggul
• Abduksi aktif dan adduksi pasif dihindari selama 4
minggu pada pasien yang diobati dengan pendekatan
iliofemoral yang diperluas.
• Selama 8-12 minggu pasca operasi, menopang berat
badan dibatasi. Penopangan penuh diijinkan hanya
setelah fraktur menyatu, biasanya sekitar 12 minggu,
dengan membuang alat bantu berjalan secara bertahap
seperti yang ditoleransi.
• Setelah sekitar 1 tahun, jika tidak ada komplikasi,
kembali ke kegiatan olahraga mungkin disarankan.
Komplikasi
Komplikasi dini Komplikasi lambat
• Infeksi • Avascular necrosis
• Kerusakan saraf • Posttraumatic
• Cedera vascular osteoarthrosis
• Tromboembolisme • Heterotopic
pembentukan tulang
• Malreduksi
baru.
• Kegagalan fiksasi
• Nonunion
• Perangkat keras intra-
• Chondrolysis
artikular

Anda mungkin juga menyukai