Anda di halaman 1dari 19

Pembimbing : dr.

Satria Nugraha, SpTHT-KL


Oleh :
Audi Fikri Aulia
Fitrian Amwaalun Naafi’ah
Indra Fauzi

KEPANITERAAN KLINIK THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
 Bagian atas  A. etmoidalis anterior dan posterior
 Bagian bawah  Ujung A. palatina mayor dan
A.sfenopalatina
 Bagian depan hidung  cabang-cabang A. facialis
 Bagian depan septum  Pleksus Kiesselbach (Little’s area)
 Drainase vena  melalui V. oftalmika, V. fasialis anterior,
V.sfenopalatina.
FISIOLOGI HIDUNG
 Jalannapas
 Siklus hidung
 Pengatur kondisi udara
• Humidifikasi  palut lendir
• Regulasi suhu  pembuluh darah
 Proteksi penyaring & pelindung
 Resonansi suara
 Penciuman
 Proses bicara
 Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh
darah di nasofaring yang secara histopatologik jinak,
secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai
kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi,
mata, tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang
sulit dihentikan.
 Umumnya terdapat pada rentang usia 7 sampai 21 tahun
dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan
jarang pada usia diatas 25 tahun.
 Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak
dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.
 Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis
teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal
dan faktor ketidak-seimbangan hormonal.
 Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi
secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang.
 Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh
aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri
maksilaris interna
 Tumor pertama kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior
dan lateral koana di atap nasofaring.
 Tumor akan tumbuh besar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang
atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah
bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior.
 Perluasan ke arah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong
septum ke sisi kontralateral dan memipihkan bagian konka.
 Pada perluasan ke arah lateral, tumor melebar ke arah foramen
sfenopalatina, masuk ke fisura pterigomaksila dan akan mendesak
dinding posterior sinus maksila.
 Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fosa infratemporal dan
pterigomaksila masuk ke fosa serebri media. Dari sinus etmoid masuk
ke fosa serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan
fosa hipofise.
Session Fisch Chandler Redkowski
Stadium I A Terbatas pada kavum nasi Terbatas pada kavum nasi, nasofaring, Terbatas pada nasofaring A Terbatas pada kavum nasi dan atau
dan atau nasofaring tanpa destruksi tulang nasofaring

B Mengenai ≥ sinus B Mengenai ≥ sinus


Stadium II A Minimal pada Fossa Mengenai fossa pterygomaksila, sinus Mengenai kavum nasi, dan A Minimal pada foss pterygomaksila
Pterygomaksila paranasal dan disertai destruksi tulang sinus sphenoid

B Mengenai seluruh B Mengenai seluruh fossa


pterygomaksilan dan atau pterygomaksila dan atau mengerosi
mengerosi tulang orbita tulang orbita

C Mengenai fossa C Posterior sampai pterygoid plate


infratemporal dengan atau
tanpa keterlibatan pipi

Stadium III Perluasan intrakranial Fossa infratemporal, dengan atau region Mengenai antrum, sinus A Mengerosi basis cranii (intrakranial
parasellar yang masih berada di lateral ethmoid, fossa minimal)
dari sinus kavernosus pterygomaksila, fossa
B Mengerosi basis crania, perluasan
infratemporal, dan atau pipi
intrakranial sampai sinus kavernosus

Stadium IV Sinus kavernosus, kiasma optikum Perluasan intrakranial


dengan atau tanpa disertai fossa pituitari
 Anamnesis
- Hidung Tersumbat (80-90%)
- Epistaksis (45-60%)
- Nyeri Kepala (25%)
- Pembengkakan Wajah (10-18%)
- Gejala Lain  anosmia, rhinolalia, deafness,
pembengkakan palatum, serta deformitas pipi
 Pemeriksaan Penunjang
- Foto Plain  Waters, Skull AP/Lat, basis kranii
- CT Scan/MRI
- Arteriografi
 Hormonal
 Radioterapi
 Embolisasi
 Ligasi a. karotis eksterna
 Pembedahan
 Sitostatika
Pembedahan
 pendekatan transpalatal
 pendekatan rinotomi lateral
 pendekatan midfacial degloving
 kombinasi kraniotomi frontotemporal
Prognosis tumor ini jelek jika tidak segera didiagnioosis
secara dini dan dilakukan pengobatan dan penangan yang
tepat. Angiofibroma nasofaring merupakan tumor dengan
kekambuhan yang tinggi, rata-rata sebesar 32% sampai 40-
50% pada kasus dengan invasi basis kranii. Kekambuhan
dapat terjadi 3-4 bulan setelah operasi. Angka kekambuhan
tinggi terutama bila telah mengenai basis kranii seperti sinus
sphenoid, basis pterigoid, clivus, sinus kavernosus, dan fossa
anterior. Sehingga pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan
selama 6-8 bulan untuk setidaknya 3 tahun setelah operasi.
1. Soepardi EA, Iskandar N, editor. Hidung dan Tenggorok, edisi ke-7, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2012
2. Naz N, Ahmed Z, Shaikh SM, Marfani MS. Juvenile Nashopharyngeal Angiofibroma Role of Imaging in Diagnosis,
Staging and Recurrence. Pakistan Journal of Surgery. 2009
3. Higgler, Adams Boies. “BOIES : Buku Ajar Penyakit THT : edisi ke-6” Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015
4. Bender, Lionel; et al. The Facts on File Illustrated Guide to the Human Body : The Senses. New York : The Diagram Group.
2005
5. Garca Fatih M, Yuca AS, Yuca K. Juvenile Nasopharingeal Angiofibroma. Eur Gen Med .2010
6. Nicolai P, Schreiber A, Villaret AB. Juvenile Angiofibroma : Evolution of Management. International Journal of
Pediatrics. 2012
7. Sutton D, Gregson RHS. Arteriography and Interventional Angiography. In : Sutton D. Textbook of Radiology and
Imaging. 7th ed. Churchill Livingstone. 2008
8. Verma N, Kumar N, Azad R, Sharma N. Angioamtous Polyp : a Condition Difficult to Diagnose. Otorhinolaryngology
Clinics : An International Journal. 2011
9. Kumar B, Pant B, Jeppu S. Infarcted Angiectatic Nasal Polyp with Bone Erosion and Pterygopalatine Fossa Involvement-
Simulating Malignancy. Case Report and Literature Review. The Internet Journal of Pathology. 2012
10. Chan M, Bartlett E, Sahgal A, Chan S and Yu E. Imaging of Nasopharyngeal Carcinoma, In : Carcinogenesis, Diagnosis,
and Molecular Targeted Treatment for Nasopharyngeal Carcinoma. Shih-Shun Chen. 2012
11. Dharmabakti US. Angiofibroma nasofaring di bagian THTFKUI/RSCM Jakarta. Evaluasi Klinik Penatalaksanaan
dalam periode tahun 1983-1988 ORL Indonesia 1990

Anda mungkin juga menyukai