Anda di halaman 1dari 46

Hanysah Wibowo

20050013032
KONSTRUKSI SOSIAL ATAS PENGETAHUAN PSIKOLOGIS
 Dalam bab ini, penulis menggunakan kerangka kerja konstruksi
sosial untuk mengembangkan kritik terhadap psikologi
abnormal dan klinis.
 Konstruksi sosial menekankan bahwa bahasa bukan cermin yang
sebenarnya bagi realitas atau piranti yang netral.
 “Psikologi kritis” adalah istilah yang mencakup banyak bentuk
kritik penulis terhadap disiplin psikologi yang pada awalnya
muncul melalui keterlibatan kami dalam feminisme.
 Penulis terus memfokuskan perhatian pada pengetahuan
psikologi mengenai wanita dan jender serta mengenai aspek-
aspek problematis yang berkaitan dengan wanita, apakah
sebagai pekerja lapangan, sebagai klien dalam terapi dan
konseling atau sebagai mahasiswa.
DIAGNOSIS: MENGADILI DAN PENAMAAN
 Hampir semua pertemuan (encounters) dalam sistem
kesehatan mental dimulai dengan asesmen terhadap
kesulitan klien
 Bagi kebanyakan ahli psikoterapi, apa yang penting
untuk perawatan (treatment) adalah pengetahuan
mereka tentang perasaan dan pengalaman klien,
diagnosis formal bukan hal yang penting atau
perhatian utama.
PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN STATISTIK UNTUK GANGGUAN
MENTAL
 Dari pendekatan konstruksi sosial, penulis menekankan pada tingkat
dimana diagnostik merupakan produk dari waktu dan tempat tertentu.
 Tujuan utama psikologi klinis dan abnormal kritis adalah memusatkan
perhatian kembali pada konteks sosial, terutama dalam
mempertimbangkan bagaimana suatu distribusi sumber daya dan
kekuatan yang tidak seimbang antara kelompok-kelompok sosial dapat
memberi konstribusi bagi timbulnya rasa tidak bahagia dan tidak
berdaya.
 Para ahli psikologi kritis tidak menyangkal adanya kenyataan bahwa
faktor-faktor biologi memiliki peranan dalam memunculkan terjadinya
beberapa masalah psikologis.
 Dalam kalangan feminis, muncul beberapa pertanyaan penting
sehubungan dengan hal tersebut, diantaranya mengapa masalah pola
makan ini mengarah pada kelompok jender tertentu; mengapa hal
tersebut lebih banyak terjadi di Eropa dan Amerika Utara (terutama
Amerika serikat) dibandingakan dengan tempat lain; mengapa jumlah
wanita dan gadis remaja yang mengalami maslah tersebut meningkat
pesat dalam beberapa tahun terakhir; dan kelompok wanita dan gadis
remaja yang bagaimana yang rentan terhadap masalah tersebut
APAKAH PUTUSAN KLINIS MENGANDUNG BIAS?
 Terdapat perbedaan yang besar dalam setiap rata-rata
kemunculan diagnosis antara jender, etnik, dan kelas
sosial.
 para ahli klinis yang sedang mengevaluasi laporan-
laporan mengenai beberapa kasus yang serupa akan
mengubah putusan diagnosi mereka untuk merespons
informasi mengenai jender, kelas sosial, ras maupun
gaya hidup pasien.
 Baik overdiagnosis maupun underdiagnosis sama-sama
memiliki konsekuensi negatif.
 Banyak ahli psikolgi kritis yang memiliki keraguan
terhadap asumsi dasar psikologi mengenai
universalitas peilaku manusia yang telah
mentransendesi waktu, tempat dan kondisi.
PENGARUH IDEOLOGIS PADA DIAGNOSIS
 Dengan memandang gangguan psikologis sebagai
bagian dari penyakit fisik, DSM mengarahkan
perhatian ahli-ahli klinis pada individu yang terpisah
dari konteks sosial.
 Banyak para hali terapi dengan pendekatan sistem
keluarga telah memiliki model psikososial yang sesuai,
yang banyak menyoroti interaksi antara berbagai
faktor kepribadian individu dengan kelompok sosial
dan berbagai kondisi sosial sebagai dasar dalam
memahami perilaku.
 FOKUS PADA INDIVIDU
 Psikoterapi tradisional melibatkan pertemuan antara klien
dengan seorang ahli klinis dalam situasi perjumpaan satu
lawan satu yang terus menerus.
 Pendekatan konvensional untuk menyelesaikan masalah-
masalah psikologis baik itu psikoterapi ataupun terapi obat
memposisikan individu sebagai lokus masalah
 Putusan para ahli klinis mengenai cara yang efektif
mengatasi kiris dan penderitaan sering mengandaikan
bahwa hak-hak istimewa yang dimiliki kelas menengah
atas kekuasaan dan sumber daya sosial juga tersedia untuk
semua golongan.
 Satu asumsi yang mendasari kebanyakan bentuk perlakuan
adalah bahwa apa yang salah berada pada individu,
sedangkan kondisi eksternal tidak perlu dipermasalahkan
atau dimodifikasikan.
WAKTU BAGI KEKUASAAN
 Ahli terapi adalah seseorang yang memegang kekuasaan
dan menggunakan kekuatan dari keahlian yang
dimilikinya.
 Kenyataan ini memunculkan label yang tidak
menyenangkan terhadap sesi terapi sebagai “waktu bagi
kekuasaan” (the power hour) dan mengkritisi terapi sebagai
suatu bentuk kontrol sosial (Green, 1995).
 Ahli terapi yang peka terhadap ketidakseimbangan
kekuasaan dalam terapi yang peka terhadap
ketidakseimbangan kekuasaan dalam terapi berusaha
mencari cara untuk berbagi kekuasaan dengan klien dan
berusaha, mengawasi kecenderungan untuk menganggap
ahli terapi sebagai orang yang memegang kekuasaan.
 Beberapa ahli terapi feminis menyatakan bahwa dengan
berada dalam suatu posisi atas-bawah vis-a-vis, seorang
ahli terapi telah menghalangi kesempatan bagi wanita
untuk mengembangkan sikap asertif dan percaya diri
dalam terapi.
 BEBERAPA PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM
PERLAKUAN
 Beberapa pendekatan perlakuan telah mencoba untuk
meletakkan berbagai masalah psikologis dalam konteks
sosial yang luas dan membahas konteks tersebut.
 Pendekatan-pendekatan tersebut melibatkan bentuk-
bentuk terapi feminis yang mempertanyakan norma-
norma sosial serta tuntutan femininitas dan maskulinitas
yang konvensional.
 Para ahli terapi keluarga bekerja dengan keluarga secara
keseluruhan. Mereka menggunakan teori-teori perubahan
dan strategi-strategi terapi yang menganggap masalah
berasal dari keluarga sebagai suatu sistem interaksi, bukan
karena pengaruh seorang anggota keluarga saja. Dalam
terapi keluarga, para kritisi berusaha untuk menghindari
teori yang menyalahkan keluarga sebagai penyebab
timbulnya masalah.
 MEMPERTANYAKAN NILAI-NILAI DALAM
PERLAKUAN
 Terapi sebagai sumber daya bagi mereka yang menderita,
ternyata tidak didistribusikan secara seimbang diantara
kelompok-kelompok sosial. Karena membutuhkan waktu
dan uang, terapi disediakan bagi mereka yang memiliki
kekayaan ekonomi dan gaya hidup yang mapan untuk
bertemu secara teratur berdasarkan kesepakatan yang
rutin.
 Berbagai pendekatan diatur secara cermat, yang
menekankan batasan biaya pembayaran, dan khusus
mendukung bentuk-bentuk perlakuan yang singkat dan
dapat dilakukan sendiri oleh individu melalui pelatihan
terbatas.
 Psikologi klinis tidak dapat melepaskan diri dari
kebutuhan akan uang dan medikalisasi dibidang kesehatan
mental.
 ASUMSI-ASUMSI PENGETAHUAN
 Standar-standar tradisional bagi produksi
pengetahuan dalam psikologi klinis dan abnormal
didasarkan pada pandangan konvensional bahwa
peneliti merupakan dan dapat menjadi seorang
pengamat yang tidak bias, tanpa kepentingan dan
bebas nilai.
 Banyak pengetahuan psikologi klinis dan abnormal
ditulis menggunakan istilah-istilah yang bersifat
universal
 Masalah selanjutnya dalam pencapaian pengetahuan
psikologi adalah pengabaian terhadap pengalaman
dan identitas sehari-hari.
UNTUK MENJADI SEORANG AHLI PSIKOLOGI KRITIS
 Psikologi kritis lebih mengarahkan pada penguasaan sejumlah
paraktik yang merefleksikan suatu sikap skeptis dan kritis.
Penulis menjelaskan bagaimana kita dapat mengasah
kemampuan kritis anda sebagai kelanjutan dari studi kita
terhadap psikologi klinis dan abnormal:
1. Saat kita membaca tentang gangguan perilaku dan
penangannya, tanyakan pada diri kita mengenai kemampuan
menggeneralisasinya.
2. Carilah cela ketika membahas suatu topik
3. Jangan menggunakan alasan tentang kekurangan dan
gangguan untuk mengabaikan ketahanan dan kemampuan
manusia mengatasi masalah.
4. Tanyakan apakah defisiensi atau kualitas yang digambarkan
sebagai karakteristik individu barangkali lebih baik dijelaskan
sebagai perilaku-perilaku yang muncul karena situasi atau
konteks tertentu.
5. Muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai intervensi
psikologis.
6. Tanyakan bagaimana kesejahteraan seluruh anggota
masyarakat dapat dicapai.

 Definisi psikologi sosial yang paling umu diterima
menggambarkan disiplin ini sebagai satu upaya untuk
memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran,
perasaan dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh
kehadiran orang lain secara aktual, dibayangkan, atau
hadir secara tidak langsung.
 SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI SOSIAL
 Psikologi modern kira-kira dimulai pada awal abad ke-
20.
 Triplett (1898) melakukan eksperimen psikologi sosial
yang pertama, meneliti proses dimana kehadiran
individu lain tampaknya meningkatkan kinerja pada
tugas tertentu.
 Ledakan pertama dalam penelitian sosial terjadi pada
periode antara 1920 sampai 1940.
 Sebagian besar psikologi sosial pada periode tersebut
didorong oleh maraknya maslah-masalah sosial saat
itu. Salah satu pengaruh penting pada psikologi sosial
selama periode tersebut adalah peristiwa depresi.
 Pada tahun 1935, pada konvensi American
Psychological Assosiation di New Hampshire, ahli
psikologi sosial Ross Stagner menjdai ketua suatu
pertemuan dimana Society for the Psychological Study
of Social Issues (SPSSI) didirikan.
 SPSSI adalah organisasi pertama yang bertujuan
menggunakan penelitian psikologis untuk memajukan
kesejahteraan manusia.
 Tujuan SPSSI ada dua:
 Mendorong penelitian pada mereka yang mengalami
masalah psikologis karena kebijakan sosial, ekonomi,
dan politik modern.
 Membantu masyarakat dan para wakilnya memahami
dan menggunakan sumbangan penelitian ilmiah
tentang perilaku manusia untuk tujuan pembuatan
kebijakan sosial.
 KRISIS KEPERCAYAAN DIRI DALAM PSIKOLOGI
SOSIAL
 Pada pertengahan tahun 1960-an, psikologi sosial telah
berkembang dari fase remaja menjadi disiplin ilmu yang
lebih matang dan maju.
 Terdapat sebagian ahli yang mulai khawatir tentang masa
depan disiplin tersebut.
 Dimulai oleh artikel yang ditulis Ring
 Kelompok lain menyatakan bahwa metode laboratorium
dan pendekatan pengujian hipotesis untuk memahami
interaksi sosial tidak menukupi untuk mencapai
pemahaman tentang kompleksitas perilaku sosial manusia.
 pada tahun 1967.
 Pengkritik lain selama periode ini berpendapat bahwa
psikologi sosial pendekatannya terlalu bersifat
individualistis.
 Kritik lain terhadap psikologi sosial selama periode “krisis”
adalah bahwa psikologi sosial tidak relevan
 DUA PULUH TAHUN KEMUDIAN-KRISI
BERLANJUT
 Augoustinos dan Walker (1995), berpendapat bahwa
krisis tersebut hilang begitu saja, bukan karena
masalah terselesaikan, tetapi karena psikologi sosial
telah kehilangan ketertarikannya untuk mengatasi
persoalan tersebut.
 Rich (1981), berpendapat bahwa banyak persoalan
yang menimbulkan krisis telah diatasi dengan adanya
perkembangan psikologi sosial yang bersifat lebih
terapan dan lebih rumit metodologinya.
 Jones (1985), berpendapat bahwa tidak pernah terjadi
krisis yang sesungguhnya dan psikologi sosial
seharusnya meneruskan kegiatannya seperti biasa.

 SIAPA YANG MELAKUKAN PSIKOLOGI SOSIAL DAN
UNTUK SIAPA?
 Cartwright berpendapat bahwa “mengacu pada kondisi
sosial waktu itu dimana mereka memasuki bidang
psikologi sosial, mereka (ahli psikologi sosial) sebagian
besar adalah orang Amerika berkulit putih, laki-laki dan ,
kelas menengah maka mereka mencerminkan kepentingan
dan bias lapisan dari populasi”.
 Kini lebih banyak ahli psikologi sosial perempuan
dibandingkan sebelumnya, dan kaum perempuan tersebut
telah membuat sumbangan penting dalam tiap bidang
psikologi sosial.
 Beberapa penelitian terhadap ciri-ciri partisipan selama
kurang lebih dua puluh lima tahun terakhir menunjukkan
bahwa penelitian psikologi sosial sangat membatasi siapa
yang dipilih menjadi subjek penelitian.
 APA YANG DITELITI?
 Ahli psikologi sosial akan menemukan suatu psikologi sosial
yang lebih berkaitan dengan individu dibandingkan dengan
bagaimana individu berhubungan satu sama lain.
 kondisi ini sebagian merupakan hasil orientasi kognitif yang
mendominasi pemikiran dalam psikologi sosial masa kini.
 Dengan dominasi pendekatan kognitif, psikologi sosial mundur
secara dalam dan semakin dalam dalam pikiran dari individu-
individu yang diteliti. Bahkan topik seperti hubungan intim
diteliti dari sudut pandang individu. Hal ini menciptakan
kesulitan untuk memahami interaksi sosial dari sudut pandang
yang lebih “kontekstual”, sudut kebudayaan.
 Banyak teori yang muncul selama masa sebelum krisis psikologi
sosial bersifat motivasional. Akibatnya, teori dan penelitian
semakin menjadi berpusat pada individu dan semakin jauh jarak
dari perilaku sosial yang terjadi dalam lingkungan sosial.
 Salah satu yang ditawarkan untuk mengatasi kirisi ditahun 1970-
an adalah membumikan penelitian dan teori psikologi sosial
dalam isu-isu psikologi sosial penting dan persoalan sosial masa
kini.
 DIMANA PERILAKU SOSIAL DITELITI?
 Pada tahun-tahun sekitar Perang Dunia II, ketika
psikologi sosial pertama kali mengalami ledakan
kegiatan, para peneliti melakukan penelitian pada
berbagai lingkungan.
 Dengan pemujaan eksperimen laboratorium di tahun-
tahun 1960-an dan 1970-an, penelitian yang dilakukan
diluar laboratorium semakin langka.
 Mungkin jika dibandingkan hal yang lain
ketergantungan psikologi sosial pada eksperimen
laboratorium adalah faktor yang melahirkan krisis
kepercayaan diri pada psikologi sosial pada tahun
1980-an dan 1990-an.
 BAGAIMANA PERILAKU SOSIAL DITELITI?
 Selama masa keemasan eksperimen laboratorium,
sebagian besar penelitian melibatkan manipulasi atas
variabel bebas yang dilakukan oleh peneliti dan
mengukur dampak dari manipulasi tersebut (biasanya
dengan skala yang jawabannya bersifat tertutup
(close-ended response scales) pada serangkaian
terbatas variabel tergantung).
 KONDISI SAAT INI
 Psikologi sosial seperti yang dipraktikkan hari ini tampaknya tidak
berubah secara substansial sejak periode “krisis” ditahun 1960-an dan
1970-an. Banyak masalah yang terjadi pada saat itu juga dialami oleh
ahli psikologi sosial hari ini. Dalam sudut pandang tertentu, kesulitan
yang ada semakin menonjol:
1. Ahli psikologi sosial masa kini didominasi oleh orang Amerika yang
berkulit putih, laki-laki dan perempuan dan kelas menengah.
2. Subjek penelitian psikologi sosial sebagian besar adalah mahasiswa
tingkat sarjana yang terdidik dengan baik, lebih terampil secara
kognitif dan kurang terikat dalam sekelompoknya, lebih tunduk,
kurang bervariasi dari segi umur, dan lebih kaya dibandingkan
populasi rata-rata.
3. Individuasi dan kognitifikasi psikologi sosial tersebut menjadikan
psikologi sosial tidak lagi didorong atau mendapat informasi dari isu
sosial dan masalah sosial penting hari ini.
4. Sebagian besar penelitian psikologi sosial masih melibatkan
individu-individu yang bekerja dalam lingkungan akademis,
laboratorium yang terisolasi. Interaksi sosial, bagaimanapun, tidak
terjadi dalam sebuah laboratorium atau dalam pikiran seseorang.
5. Metode yang digunakan dalam sebagian besar penelitian psikologi
sosial melibatkan pengujian hipotesis dengan memanipulasi
serangkaian terbatas variabel bebas dan menilai pengaruhnya pada
serangkaian variabel tergantung.
 Kemitraan Penelitian
 Satu jalan untuk memperluas sumber data psikologi
sosial melampaui mahasiswa tingkat sarjana dalam
lingkungan laboratorium adalah membentuk
kemitraan penelitian dengan individu-individu yang
mewakili satu kelompok dan hidup dalam lingkungan
yang akan diteliti.
 Kemitraan juga diperlukan diantara para ahli psikologi
sosial dari bangsa yang berbeda, untuk memastikan
terjadinya perkembangan struktur pengetahuan (body
of knowledge) yang mencerminkan tidak hanya
sekedar konteks kebudayaan dan politik Amerika.
 Metode Penelitian Kualitatif
 Metode penelitian kualitatif atau alamiah secara khusus
sangat tepat untuk menggambarkan dan memahami
perilaku sosial dalam lingkungan alamiahnya. Beberapa
metode kualitatif yang biasa digunakan melibatkan
penggunaan wawancara mendalam, wawancara terbuka,
pengamatan alamiah, studi kasus dan analisis dokumen.

 Penelitian Aksi (Action Research)


 Kurang lebih dari 25 tahun yang lalu, Nevitt Sanford
berpendapat bahwa pemisahan antara sains dengan praktik
yang dilembagakan setelah Perang Dunia II telah
mengutuk penelitian aksi sebagai “peran remeh dalam
ilmu sosial”.
 Jumlah penelitian aksi tentu saja tidak banyak berubah
dari tahun ketahun, meskipun demikian kehadiran
pendekatan tersebut telah berakar kokoh walaupun dalam
jumlah sedikit, dalam bidang penelitian psikologi sosial,
sampai hari ini.
 Mengintegrasikan Penelitian Terapan Dan
Penelitian Dasar
 Kini waktunya bagi jurnal psikologi sosial arus utama
untuk mengintegrasikan komponen terapan dan dasar
dari disiplin psikologi sosial dan mulai menerapkan
sebuah standar relevansi sosial pada manuskrip-
manuskrip yang sedang dipertimbangkan untuk
dipublikasikan
 Psikologi sosial adalah sebuah ilmu sosial terapan.
Menghilangkan bagian yang terapan akan menjadikan
psikologi sosial kurang relevan terhadap masalah
sosial dan menghilangkannya lebih jauh dari bidang
pengalaman sosial yang nyata.
 SKALA PERMASALAHAN
 Meskipun sering dipandang sebagai subdisiplin dari psikologi, namun
pandangan ini mengabaikan pengaruh psikologi perkembangan baik di dalam
maupun di luar psikologi.
 Berbagai teori psikologi perkembangan mempengaruhi diskusi tentang sifat
dasar dan kualitas anak, proses pertumbuhan dan perubahan psikologis secara
kehidupan keluarga.
 Teori ini menjadi sumber daya penting bagi sejumlah profesi di bidang
kesejahteraan (welfare profession) yang bermunculan di negara-negara industri
mengawasi, mengevaluasi serta “mendukung” anak dan keluarga.
 Bab ini menunjukkan konsekuensi represif dari keengganan psikologi
perkembangan untuk mengakui sepenuhnya kondisian budaya serta klaimnya
yang terbatas atas kebenaran.
 Psikologi perkembangan telah diarahkan untuk mendukung agenda sosial
yang sepenuhnya konservatif. Inilah sebabnya mengapa kita butuh suatu kritik
terhadap psikologi perkembangan.
 Tantangan bagi psikologi perkembangan, berkaitan dengan masyarakat secara
umum adalah memfokuskan pada kebutuhan-kebutuhan anak yang nyata
dalam konteks budaya politik tertentu, lebih dari sekadar wilayah kajian yang
menampilkan proyeksi-proyeksi kita tentang bagaimana menjadi anak..
 SUBJEK YANG LICIN
 Tulisan-tulisan psikologi perkembangan konvensional berkaitan
dengan “bayi dan bak mandi” : yang mana yang dijaga, dan yang
mana yang dibuang.
 Bayi adalah subjek pokok psikologi, sebagai unit perkembangan,
individu yang berkembang.
 Bayi dibentuk sebagai wilayah psikologis yang pribadi dan
individual. Bak mandi adalah lingkungan sosio-kulturalnya,
suatu bentangan pilihan yang mengelilingi atau mendukung
tetapi tidak mempengaruhi atau membentuk secara mendasar.
 Kegagalan untuk menyusun teori tentang produksi sosial (the
social production) yang menghasilkan konsepsi asosial
mengenai anak tersebut tidak mempertimbangkan adanya
perbedaan.
 Metafora yang digunakan tersebut menampilkan perkembangan
sebagai suatu yang alamiah, suatu proses universal. Seperti yang
akan dilihat, konsekuensi dari asumsi ini adalah adanya
anggapan bahwa perbedaan hanya dapat digambarkan dalam
istilah-istilah yang berkaitan dengan penyimpangan, orang yang
menyimpang atau sifat inferior.
 POLITIK TUBUH
 Para teoritis awal tentang politik modern mengambarkan
paralelitas antara kegiatan-kegiatan fisik tubuh dan proses
politik. Tentu saja, pandangan tentang peran dan fungsi negara
telah diformulasikan dalam istilah “politik tubuh” (the body
politic).
 Metafora organik semacam itu, yang menghubungkan negara
“tubuh alami” (a natural body), merupakan simbol dari
pemikiran yang modern, bersifat laki-laki dan warisan pemikiran
pencerahan barat dari abad ke-18 sampai sekarang. Ketiganya
menyoroti hubungan antara Pencerahan sebagai pendekatan
terhadap pengetahuan dan munculnya pengetahuan, serta suatu
teori tentang ketertiban dan kekacauan sosial.
 Psikologi perkembangan, ketika sekarang berfungsi sebagai sub
bagian tersendiri dari psikologi, berhubungan erat dengan
wilayah-wilayah lain dari psikologi. Sesungguhnya, psikologi
perkembangan tumbuh bermula dari wilayah “psikologi
individual’ yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-
20. Jadi, psikologi perkembangan selalu didasarkan selalu
didasarkan pada agenda sosial yang dominan, sama sekali bukan
merupakan sejumlah kegiatan konseptual yang murni akademis.
 KESESATAN-KESESATAN PERKEMBANGAN
 Para ahli psikologi sibuk mengidentifikasi mengira bahwa awal
dari kemunculan kualitas atau kapasitas tertentu dan mengira
bahwa semakin dekat mereka dapat melacak kualitas atau
kapasitas tersebut kembali pada saat kelahiran (atau masa
konsepsi), maka kualitas atau kapasitas tersebut seharusnya
semakin bersifat biologis.
 Ini adalah kesesatan pemikiran perkembangan yang kalsik
pemikiran tersebut memperlakukan biologi sebagai bebas budaya
(culture-free), dan oleh karena itu menolak pembentukan sosial
atas pengalaman, yang memilih untuk memperlihatkan atau
menafsirkan “yang biologis.”
 Fokus psikologi perkembangan bukan pada anak-anak tertentu
yang berkembang dalam situasi sosiohistoris khusus, tetapi pada
anak yang telah digeneralisasi dan abstrak.
 Secara psikologis, orang-orang yang dianggap “kurang
berkembang’ dipandang memiliki kesamaan satu sama lain,
sehingga kesamaan kemudian disimpulkan ada diantara anak-
anak, perempuan, orang-orang “neuortik” dan “primitif”. Dengan
kesesatan pemikiran perkembangan semacam itu, dominasi
kelompok-kelompok sosial yang berkuasa dipandang sebagai hal
yang alamiah.
 OBJEK DAN SUBJEK
 Intervensi psikologi perkembangan terutama diarahkan
pada ibu, yang kemudian menjadi fokus penyelidikan.
 Pada tingkat yang lebih tinggi, perempuan, sebagaimana
kebanyakan anak-anak, menjadi objek penelitian psikologi
perkembangan tentang bagaiamana mereka mengasuh,
bagaimana mereka diasuh dan bagaimana pengalaman
mereka sendiri saat diasuh memengaruhi bagaimana
mereka mengasuh. Bagaimana kapasitas perempuan untuk
mengasuh anak berkaitan dengan kelayakan mereka
mengasuh anak.
 Kesimpulan tersebut mendukung pendirian yang
menyamakan feminitas denga pengasuhan dan karenanya
menolak atau memberi stigma perempuan yang tidak dapa
atau tidak ingin memiliki anak.
 Tidak kalah pentingnya, hingga saat ini laki-laki sebagai
bapak tampak kurang diperhatikan dalam psikologi
perkembangan
 KETIDAKHADIRAN NORMAL/KEHADIRAN
PATOLOGIS
 Secara umum tentang penelitian mendalam mengenai
kajian paraktik psikologi perkembangan, tetapi tidak
semua ibu, anak dan keluarga diposisikan sejajar
dalam hubungan dengan psikologi.
 Ann Phoenix (1987) memberi istilah “ketiadaan
normal/keadiran patologis” untuk menggambarkan
bagaimana pengalaman orang kulit hitam yang secara
khusus disingkirkan atau diabaikan dan hanya muncul
ketika dihubungkan dengan persoalan-persoalan
sosial, seperti peran ibu yang prematur dan orangtua
tunggal.
 DARI PERSOALAN LAMA MENUJU AGENDA
BARU
 Psikologi sulit mengakui bahwa pola jender yang
implisit pada subjek kajiannya adalah subjek dengan
norma maskulin dari dunia barat.
 Dalam psikologi perkembangan, norma ini diberi
bentuk baru dalam perkembangan selanjutnya:
perkembangan dibentuk untuk menandai perubahan
dari kualitas kedekatan, hubungan, keterkaitan yang
konkret dan ketergantungan pada konteks, yang
secara budaya difeminisasi, menjadi otonomi,
keberjarakan, dan ketidakberpihakan.
 Perhatian pada asumsi normatif kultural yang
membentuk psikologi perkembangan membawa
pertanyaan baru bagi psikologi kritis.

 DESAIN YANG KUAT
 Kita telah melihat bagaimana fokus pada gagasan abstrak
tentang “anak” telah mendahului penelitian tentang anak
tertentu.
 Disini terdapat ketidakhadiran paradoksal yang lain: partisipasi
anak-anak dalam topik dan agenda psikologi perkembangan.
 Anak-anak jarang diundang untuk memberikan persetujuan atas
partisipasi mereka. Yang terjadi adalah guru atau orangtua
mewakili mereka untuk memberikan persetujuan, sementara
anak-anak sendiri sangat mungkin menolak untuk berpartisipasi
jika mereka mengetahui bahwa orangtua atau guru mereka
sebelumnya telah memberi persetujuan.
 Hal ini seharusnya juga memberi pelajaran terhadap kebiasaan
buruk kita untuk menghilangkan partisipasi aktif anak dalam
penelitian, dan juga kebiasaan eksploitasi nyata atau potensial
atas anak yang membutuhkan perhatian khusus dengan dalih
melaksanakan penelitian tentang anak secara umum.
 Disiplin psikologi perkembangan dibentuk oleh hubungan
asimetris antara orang dewasa dan anak-anak, yang kemudian
masih diperkuat oleh penelitian maupun yang diteliti (yang
biasanya merupakan seorang peneliti eksperimen dan
subjeknya).
 MENUJU PSIKOLOGI PEKEMBANGAN KRITIS
 Morss (1995) dalam analisisnya tentang jenis psikologi
perkembangan yang kritis dan tidak kritis, membedakan tiga
posisi.
 Pertama, ada pendekatan konstruksionisme sosial. Morss
berpendapat bahwa pendekatan itu tetap mengandung sisa-sisa
kerangka individualisme dalam pendekatan itu tetap
mengandung sisa-sisa kerangka individualisme dalam
penekanan mereka pada perkembangan yang saling
menguntungkan dalam interaksi ibu-anak.
 Kedua ada pernyataan yang mengajak menuju pada suatu
psikologi kritis dalam perkembangan. Meskipun pernyataan
tersebut lebih peka pada definisi sosial dan kultural tentang
perkembangan, namun berisiko mereproduksi narasi
perkembangan yang bersifat “alamiah” dari teori-teori arus
utama.
 Posisi ketiga yang didefinisikan Morss adalah
“antiperkembangan”, dimana pendekatan ini memformulasikan
penjelasan tentang perubahan tanpa memperhatikan kembali
gagasan tentang keteraturan alamiah yang menonjol.
 Pengetahuan Tentang Anak-Anak
 Salah satu cara memahami pentingnya teori psikologi perkembangan
dan praktiknya adalah mengaitkannya dengan representasi anak-anak
dalam konteks budaya yang lebih luas, kekhasan sejarahnya, polarisasi
jendernya, fungsi emosi dan evaluatif dari ketertarikan pada
“kepentingan terbaik” anak-anak.
 Begitu pula kita perlu menggali lebih dalam apa yang dilakukan orang
dewasa untuk mengembalikan “masa kecil yang tercuri”, baik bagi
orang dewasa maupun anak-anak.

 Mempraktikan Yang Sehari-Hari


 Strategi kedua, untuk menghilangkan tekanan dari model-model
perkembangan yang digeneralisasi dan abstrak, adalah lebih
memerhatikan pada kehidupan sehari-hari.
 Pendekatan tersebut berpusat pada “sejarah kehidupan” (life history)
dan laporan tentang aktivitas keseharian dan mingguan dan bukan
dirancang untuk menemukan kebenaran terdalam tentang kualitas
atau konseptualisasi tentang anak-anak.
 Perempuan Dan Anak-Anak
 Ketiga, kita telah menyaksikan bagaimana subjek penelitian psikologi
perkembangan bergeser dari anak-anak menuju ke ibu, dengan anak
perempuan diposisikan diantara kedua posisi tersebut.
 Kini asumsi tentang menginginkan, memelihara, merawat dan
mengetahui bagaimana memelihara anak, masuk secara dalam ke
definisi tentang feminitas normatif.
 Kaum feminis telah benar dengan menunjukkan bahwa anak-anak
merupakan sumber penindasan bagi perempuan, dan bab ini
menunjukkan peran psikologi perkembangan dalam penindasan itu.
 Apa yang perlu diwaspadai oleh ahli psikologi perkembangan kritis
adalah bagaimana agenda yang lain (tentang kesehatan sosial, kontrol
sosial atau imperialisme budaya) dapat terbentuk karena intervensi
pada “kepentingan terbaik anak-anak” maupun atas nama emansipasi
perempuan.

 Perkembangan Dalam Perkembangan


 Keempat, perhatian pada kolonisasi (sebagai sebuah tafsiran) dan
homogenisasi (menghilangkan keragaman) merupakan rahim dari
model perkembangan yang tunggal yang membawa cahaya kritis bari
bagaimana psikologi perkembangan diekspor dari wilayah daratan
Inggris dan Amerika Serikat sebagai penghasil, menuju lingkungan
penerima yang baru.
 Benar Dan Salah
 Dalam perdebatan tentang kelayakan orangtua, kita
perlu mengkaji dan melawan, bagaimana wacana
tentang “kebutuhan anak” dapat dimobilisasi untuk
tujuan yang reaksioner yang menghilangkan hal
pemeliharaan kaum perempuan atas anak-anak
mereka, atau bagaimana mengajari ibu-ibu tentang
bagaimana bermain dengan atau “merangsang” anak
mereka tidak akan mengubah konteks ketidakadilan
sosial dan ekonomi lebih luas yang bertanggung jawab
atas “kegagalan pertumbuhan” pada anak-anak.
 Terdapat suatu konsensu bahwa psikologi politik,
sebagai disiplin ilmiah, dikembangkan dari pertemuan
antara psikologi dan ilmu politik. Disiplin ini
mempelajari pengaruh proses psikologi terhadap
perilaku politik, dan sebaliknya, pengaruh proses
psikologi dari struktur politik individu atau kelompok.
Proses-proses psikologis yang terkait dengan politik
meliputi persepsi, kognisi (misalnya keyakinan, nilai-
nilai, reprensentasi sosial, sikap, ideologi), sosialisasi,
kepemimpinan, identitas sosial, konflik, komunikasi,
otoritarianisme dan kekuasaan.
 Psikologi politik mulai diakui sebagai suatu kajian yang
sistematis, dengan wilayah akademisnya sendiri, pada
tahun 1970-an, pada tahun 1978 the Internasional society of
political psychology didirikan untuk pertma kalinya oleh
para peneliti dan praktisi yang ada dibidang ini.
 McGuire (1993) mengidentifikasikan tiga fase utama
perkembangan psikologi politik arus utama pada abad ke-
20. Selama fase pertama, terdapat ketertarikan terhadap
penelitian mengenai kepribadian dan kebudayaan. Selama
fase kedua, penelitian difokuskan pada kajian mengenai
sikap-sikap politik (misalnya konservatisme, liberalisme
dan dogmatisme) dan perilaku memilih. Fase ketiga, dan
yang sekarang ini, menekankan pada ideologi politik.
 Kondisi manusia sebagai binatang sosial dan politik (zoo
politicon) tidak dapat dipertanyakan lagi. Tetapi sifat
politis dari perilaku sosial tersebut seringkali diabaikan,
baik oleh masyarakat maupun oleh psikologi politik.
Analisis politik atas perilaku sosial dilakukan dengan
tingkat kecemasan yang tinggi. Situasi yang buruk
(malaise) tampaknya dilekatkan pada konsep tentang
politik sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan.
Aspek yang mengganggu dari politik ini berasal dari dua
sumber. Di satu sisi, orang-orang memandang rendah
perilaku manipulatif para politikus yang mengabaikan
mereka dari proses pengambilan keputusan penting. Disisi
lain, para politikus tidak sika diganggu oleh tindakan
politis masyarakat. Maka politikus maupun masyarakat
yang tidak puas, memperlakukan istilah “politik” secara
negatif.
 Marti-Baro memperlihatkan kebutuhan untuk “bertanya kepada dirinya
sendiri apakah ia merupakan kelompok utama atau individu yang terlibat
dalam setiap hubungan politik dan tidak menerima begitu saja apa yang positif
atau terlihat”. Psikologi politik seharusnya mempelajari seluruh pemain politik
dan tidak hanya pemain politik yang “positif dan tampak” seperti yang
dipelajari oleh psikologi arus utama. Mereka termasuk :
1. Aktor-aktor politik tradisional : politikus, perwakilan pemerintah, anggota
legislatif, hakim
2. Para pemain yang pengaruhnya diperoleh dari latar belakangnya yang tidak
secara langsung terlihat: manajer bisnis, kelompok, dan para pemimpin
ekonomi dan religius.
3. Rakyat jelaka, yang didefinisikan sebagai jumlah orang yang memiliki hak-hak
dan kewajiban politik dan mereka yang dengan menggerakkan diri mereka
sendiri, mengambil bagian dalam pemerintahan negara.
4. Beberapa orang, sebagai satu kelompok yang terdiri dari anggota masyarakat
itu sendiri maupun yang bukan anggota masyarakat itu, yang bertindak dan
bereaksi terhadap tindakan-tindakan politik.
5. Kelompok minoritas yang mungkin menjadi objek dari perlakuan politik yang
berbeda.
 Hubungan antara identitas sosial dan politik telah
menjadi tema penelitian dalam psikologi politik sejak
awal kelahiran bidang ini. Saat memahami konsep-
konsep seperti nasionalisasi dan nasionalisme sebagai
hal yang fundamental, penelitian yang terkait dengan
tema-tema tersebut telah menghasilakn interpretasi-
interprestasi yang menjajah dan melegitimasi
kebijakan penghapusan identitas nasional terhadap
beberapa kelompok. Penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bagaimana kelompok dan masyarakat
pada umunya mengembangkan kesan-kesan yang
mencemarkan diri sendiri (self denigrating) melalui
internalisasi atribut-atribut negatif.
 Sekalipun psikologi politik belum diakui sebagai
cabang dari psikologi, telah ada penelitian-penelitian
mengenai pastisipasi politik. Penelitian ini
mengekspolrasi perilaku memilih dan militansi pada
partai-partai politik. Walaupun istilah “partisipan”
sering digunakan dalam literatur, namun para penulis
telah mulai meluaskan wilayah kajiannya. Penulis
lebih suka berbicara tentang tindakan politik (political
actions), yang menekankan karakter dinamis dari
aktor-aktor sosialyang menentukan masyarakat dan
membangun intitusi-institusi sosial.
 Pandangan tradisional mengenai politik bersandar cecara
kuat pada ideologi tentang suatu dunia yang adil. Menurut
ideologi ini, masyarakat diatur dalam suatu cara yang jujur
dan adil dan para profesional politik bertugas melayani
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Protes politik tidak
memperoleh dasar legitimasi karena perilaku ini tidak
mengikuti aturan permainan. Orang-orang yang protes
dianggap sebagai ekstremis. Meskipun demikian, Lederer
mengamati bahwa “ protes politik dalam demokrasi
industrial yang lebih maju, yang dimulai pada akhir tahun
1960-an, menggambarkan politisasi publik dan
kebangkitan gaya baru dari tindakan politik.”gaya” baru ini
adalah apa yang kita sebut model alternatif dari tindakan
politik yakni bentuk-bentuk nonkonvensional dari
tindakan yang terkait dengan ketidakpuasan.
 Ideologi disusun dalam bahasa dan diekspresikan dalam wacana. Ini adalah
proses dinamis dari legitimasi gagasan-gagasan tertentu yang dibutuhkan agar
dapat dipaksakan sebagai “kebenaran” atau sebagai sesuatu yang sahih. Maka
ideologi memunculkan kesan0kesan yang diatur untuk menjaga orang-orang
tertentu tetap berkuasa. Melalui tindakan yang berdasarkan “pandangan
umum” (common sense), ideologi membantu berkembangnya keyakinan-
keyakinan tertentu tentang dunia sosial sebagai suatu alamiah.

 Deideologisasi mensyaratkan suatu komitmen politik: untuk memperjuangkan


kepentingan-kepentingan mereka yang tertindas dan meletakkan kepentingan
mereka diatas kepentingan lainnya. Satu contoh dari upaya ini adalah usulan
yang diajukan oleh Martin-Baro agar menggunakan pengumpulan opini publik
sebagai latar deideologisasi. Untuk mencapai tujuan ini, hasil-hasil survey
dibutuhkan untuk menjadi bahan diskusi dengan orang-orang dan digunakan
sebagai alat pendidikan populer.deideologisasi terkait erat denganmunculnya
kesadaran, untuk memunculkan kesadaran tidak berarti mengisis ruang
kosong. Setiap orang memiliki kesadaran (consciousness) terhadap kondisi
kehidupan, terhadap sebab dan akibat untuk memunculkan perubahan dan
pemberdayaan.
 Pembahasan sebelumnya menunjukkan keterkaitan antara
tindakan politik dan demokrasi. Walaupun ahli psikologi
politik meneliti berbagai bentuk ekspresi politik dalam
demokrasi tetapi upaya untuk meruntuhkan demokrasi
jarang dieksplorasi. Demokrasi dipandn]ang sebagai sistem
politik yang diketahui paling baik. Namun kenyataannya,
dalam demokrasi yang benar-benar demokratis, berbgai
bentuk tindakan seharusnya hidup bersama. Psikologi
politik harus mempelajari prose demokratis dari perspektif
dekonstruksionis. Hal ini membutuhkan pengkajian
terhadap makna yang tersembunyi dari teks dan praktik,
menganalisis cara-cara dimana keduannya dihadirkan dan
dijelaskan. Psikologi politik ingin membuktikan
kontradiksi-kontradiksi, asumsi-asumsi kesenjangan, dan
strategi-strategi yang mencakup dalam teks politik.

Anda mungkin juga menyukai