Anda di halaman 1dari 54

PERENCANAAN JALAN

GEOMETRIK

DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA MAKASSAR


2016
DASAR PERENCANAAN JALAN
• Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat
yang berfungsi untuk melayani pergerakan manusia dan
barang.
• Jalan dikatakan baik jika direncanakan sedemikian rupa
sehingga unsur keselamatan (safety) dan kenyamanan
(comfort) pemakai jalan dapat terjamin dengan baik .
• Pembangunan jalan bukan hal yang berdiri sendiri namun
memiliki aspek sekaligus dampak terhadap lingkungan,
tata ruang, sosial dan ekonomi kawasan. sehingga setiap
pembangunan jalan perlu didahului dilakukan oleh kajian
yang matang
• Termasuk Kajian tentang dampak lingkungan, dampak lalu
lintas, kajian perencanaan rute serta kajian teknis
infrastruktur.
Adapun beberapa hal yang menjadi
dasar pertimbangan perencanaan
jalan, yaitu :
• Klasifikasi Jalan
• Karateristik Lalu Lintas
• Karakteristik Jalan
• Dampak Lingkungan
• Ekonomi
• Keselamatan Lalu Lintas
Klasifikasi Jalan
Jalan dapat digolongkan pada 2 (dua)
golongan peruntukan
• Jalan Umum
• Jalan Khusus
Jalan umum dikelompokan berdasarkan
• Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan
Jalan Sekunder
• Status: Nasional; Provinsi;
Kabupaten/kota; Jalan desa
• Fungsi: Arteri; Kolektor; Lokal;
Lingkungan
• Kelas (sesuai bidang lalu lintas dan
angkutan jalan) : I; II; IIIA; IIIB; IIIC
• Spesifikasi penyediaan prasarana:
Klasifikasi & Spesifikasi Jalan
berdasarkan Penyediaan Prasarana Jalan

• Sumber: PP 34/2006 tentang Jalan


Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
adalah
• Jalan arteri, merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara
berdaya guna.
• Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul
ataupembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalanmasuk dibatasi.
• Jalan lokal, merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan setempat dengan
cirri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu
yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
• Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini
masih belum digunakan di Indonesia, namun
sudah mulai dikembangkan diberbagai negara
maju muatan sumbu terberat hingga sebesar 13
ton;
• Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
denganukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
Hubungan Kelas, Fungsi Jalan
dan Dimensi Teknis
Pelayanan Teknis Jalan
Tingkat Pelayanan Berdasarkan
Kelas dan Fungsi Jalan
Bagian Jalan, Peruntukan dan
Spesifikasinya
• Perencanaan jalan yang kita kenal dapat
dibedakan atas 2 aspek yakni sebagai
perencanaan jalan sebagai jalur
transportasi dan perancangan
infrastrukturnya.
• Perencanaan jalan sebagai jalur transportasi
membutuhkan langkah yang lebih panjang
yang dimulai dari tahapan perencanaan
transportasi (transport planning) dengan
melibatkan banyak aspek termasuk, ekonomi,
sosial, lingkungan dan tata ruang.
Namun, mengingat kebutuhan organisasi Dinas
Pekerjaan Umum Kota Makassar, maka
pembahasan kita akan berkisar pada perencanaan
jalan perkotaan dari sisi infrastruktur.
Secara umum, perencanan jalan sebagai
infrastruktur memiliki 2 aspek.
• Perancangan Geometrik
• Perancangan struktural.

Aspek yang akan kita bahas hanya pada kedua


aspek tersebut dengan penekanan pada
perancangan struktural.
Perancangan
Geometrik
• Kriteria Perencanaan
• Kendaraan Rencana
• Equivalent Mobil Penumpang
• Volume Lalu-lintas
• Kecepatan Rencana
Kendaraan Rencana
Dimensi & Radius putar (ruang manuver
kendaraan saat membelok di tikungan atau
persimpangan) sebagai dasar penyediaan ruang
jalan
3 Kategori (minimal):
• Kendaraan Kecil: mobil penumpang
• Kendaraan Sedang: Truk 3 As tandem atau Bus
Besar 2 As
• Kendaraan Besar: Truk Tempelan (Semi Trailer)
Dimensi Kendaraan Rencana
Proyeksi Dimensi Kendaraan untuk
Kendaraan Bus
Ekuivalen Mobil Penumpang
Jumlah lajur ditentukan berdasarkan
prakiraan volume lalu lintas harian (VLR)
yang dinyatakan alam smp/hari dan
menyatakan volume lalu lintas untuk kedua
arah.
Dalam menghitung VLR, karena pengaruh
berbagai jenis kendaraan, digunakan faktor
ekivalen mobil penumpang (emp).
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk
jalan perkotaan tak terbagi (UD-Undivided )
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk
jalan perkotaan satu arah dan terbagi

HV : kendaraan berat; kendaraan bermotor dengan


jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari
4 (termasuk bus, truk 2 as, truk 3 as dan truk
kombinasi)
MC : sepeda motor; kendaraan bermotor beroda dua atau
tiga
 
Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan
melintasi satu titik pengamatan dalam satuan
waktu.
Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar
perkerasan jalan yang lebih lebar,sehingga tercipta
kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya jalan yang
terlalu lebar untuk volume lalu lintas rendah
cenderung membahayakan, karena pengemudi
cenderung mengemudikan kendaraannya pada
kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi
jalan belum tentu memungkinkan dan juga
mengakibatkan peningkatan biaya pembangunan.
Satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan sehubungan dengan penentuan
jumlah dan lebar lajur adalah :
1. Lalu lintas Harian Rata – Rata
2. Volume Jam Perencanaan
Lalu Lintas Harian
Lalu lintas harian rata –rata adalah volume lalu
lintas rata-rata dalam satu hari
Terdapat 2 jenis Lalu lintas Harian Rata-rata
Tahunan (LHRT) dan Lalu lintas Harian Rata-rata
(LHR).
 
Lalu lintas Harian Rata-rata
Tahunan (LHRT)
LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata
yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan
diperoleh daridata selama satu tahun penuh.
LHRT dinyatakan dalam SMP/hari/2 arah, atau
kendaraan/hari/2 arah umtuk 2 jalur 2 arah,
SMP/hari/1 arah ataukendaraan/hari/1 arah untuk
jalan berlajur banyak dengan median
Lalu Lintas Harian Rata-rata
(LHR)
Untuk menghitung LHRT harus tersedia data
jumlah kendaraan yang terus menerus selama 1
tahun penuh.
Mengingat biaya yang diperlukan, ketelitian yang
dicapai serta ketersediaan data volume lalu lintas
selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat
pula dipergunakan satuan “Lalu lintas Harian Rata-
rata “ (LHR).
LHR adalah hasil bagi jumlah kendaran yang
diperoleh selama pengamatan dibagi dengan
lamanya pengamatan.
Lalu Lintas Harian RATA-RATA
(LHR)
Data LHR ini cukup teliti jika:
1.Pengamatan dilakukan pada interval interval
waktu yang cukup menggambarkan fluktuasi arus
lalu lintas selama 1tahun
2.Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-
rata dariperhitungan LHR beberapa kali.
LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru
diperoleh dari analisa data yang diperoleh dari
survey asal dan tujuan serta volume lalu lintas
disekitar jalan tersebut.
 
Volume Jam Perencanaan (VJP)
 
LHR dan LHRT adalah volume lalu lintas dalam
satu hari,merupakan volume harian ,sehingga nilai
LHR dan LHRTitu tak dapat memberikan gambaran
perubahan – perubahan yang terjadi pada berbagai
jam dalam satu hari , yang nilainya dapat
bervariasi antara 0-100 % dari LHR.
Oleh karena itu tak dapat langsung dipergunakan
dalam perencanaan geometrik sehingga digunakan
Volume Jam Perencanaan (VJP)
.
 
Volume Jam Perencanaan (VJP)
 
Volume 1 jam yang dapat dipergunakan sebagai
VJP
Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat
pada distribusi arus lalul lintas setiap jam untuk
periode satu tahun.
Apabila terdapat volume arus lalu lintas per jam
yang melebihi jam perencanaan, maka kelebihan
tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang terlalu
besar.
Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang
sangat besar, sehingga akan mengakibatkan desain
tidak efisien.
 
Kecepatan Rencana ( Vr )
Kecepatan yang dipilih untuk mengikat komponen
perencanaan geometrik jalan dinyatakan dalam
kilometer per jam (km/h).
VR untuk suatu ruas jalan dengan kelas dan fungsi
yang sama, dianggap sama sepanjang ruas jalan
tersebut.
VR untuk masing-masing fungsi jalan ditetapkan
sesuai Tabel 9.
Untuk kondisi lingkungan dan atau medan yang
sulit, VR suatu bagian jalan dalam suatu ruas jalan
dapat diturunkan, dengan syarat bahwa penurunan
tersebut tidak boleh lebih dari 20 kilometer per
jam (km/h).
Tabel 9. Kecepatan rencana ( VR )
sesuai klasifikasi jalan di kawasan
perkotaan.
 
Bagian-bagian Jalan
Bagian pada potongan melintang adalah sebagai
berikut :

a) jalur lalu-lintas;
b) bahu jalan;
c) saluran samping
d) median, termasuk jalur tepian;
e) trotoar / jalur pejalan kaki;
f) jalur sepeda;
g) separator / jalur hijau;
h) jalur lambat;
i) lereng / talud.
 
Penempatan jalur khusus untuk Tipe Jalan
 
Tabel. 11. Lebar lajur jalan dan bahu jalan
 
Lajur
Apabila lajur dibatasi oleh marka garis membujur
terputus, maka lebar lajur diukur dari sisi dalam
garis tengah marka garis tepi jalan sampai dengan
garis tengah marka garis pembagi arah pada jalan
2-lajur-2-arah atau sampai dengan garis tengah
garis pembagi lajur pada jalan berlajur lebih dari
satu.
Apabila lajur dibatasi oleh marka garis membujur
utuh, maka lebar lajur diukur dari masing-masing
tepi sebelah dalam marka membujur garis utuh.
Kemiringan Melintang Jalan
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu
lintas pada bagian alinyemen jalan yang lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sebagai
berikut (lihat Gambar 4 di slide selanjutnya) :

untuk perkerasan aspal dan perkerasan


beton/semen, kemiringan melintang 2-3%;

pada jalan berlajur lebih dari 2, kemiringan


melintang ditambah 1 % ke arah yang sama;

untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan


melintang disesuaikan dengan karakteristik
permukaannya.
Gbr 4. Tipikal kemiringan melintang bahu
Bahu Jalan
Kemiringan melintang bahu jalan yang normal 3 -
5% (lihat Gambar 4 di slide sebelumnya).
Lebar minimal bahu jalan untuk bahu luar dan
bahu dalam dapat dilihat dalam Tabel 7.
Kemiringan melintang bahu jalan harus lebih
besar dari kemiringan melintang lajur
kendaraan.
Ketinggian permukaan bahu jalan harus menerus
dengan permukaan perkerasan jalan.
Bahu Jalan
Kemiringan melintang bahu jalan yang normal 3 -
5% (lihat Gambar 4).
Lebar minimal bahu jalan untuk bahu luar dan
bahu dalam dapat dilihat dalam Tabel 11.
Kemiringan melintang bahu jalan harus lebih
besar dari kemiringan melintang lajur
kendaraan.
Ketinggian permukaan bahu jalan harus menerus
dengan permukaan perkerasan jalan.
Jalur lambat berfungsi untuk
melayani kendaraan yang
bergerak lebih lambat dan
searah dengan jalur utamanya.
Jalur ini dapat berfungsi
sebagai jalur peralihan dari
hirarki jalan yang ada ke hirarki
jalan yang lebih rendah atau
sebaliknya.
Ketentuan untuk jalur lambat
adalah sebagai berikut :
Untuk jalan arteri 2 arah terbagi
dengan 4 lajur atau lebih,
dilengkapi dengan jalur lambat;
Jalur lambat direncanakan
mengikuti alinyemen jalur
cepat dengan lebar jalur dapat
mengikuti ketentuan
Separator Jalan
Separator jalan dibuat untuk memisahkan jalur
lambat dengan jalur cepat. Separator terdiri
atas bangunan fisik yang ditinggikan dengan kereb
dan jalur tepian. Lebar minimum separator adalah
1,00 m.
Median Jalan
Fungsi median jalan adalah untuk
• Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan
arah;
• mencegah kendaraan belok kanan.
• lapak tunggu penyeberang jalan;
• penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari
sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.
• penempatan fasilitas pendukung jalan;
• cadangan lajur (jika cukup luas);
• tempat prasarana kerja sementara;
• dimanfaatkan untuk jalur hijau; (bukan untuk kaki
lima)
Median Jalan

• Jalan dua arah dengan empat lajur atau lebih


harus dilengkapi median.
• Jika lebar ruang yang tersedia untuk median <
2,5 m, median harus ditinggikan atau dilengkapi
dengan pembatas fisik agar tidak dilanggar oleh
kendaraan.
• Lebar minimum median, terdiri atas jalur tepian
dan bangunan pemisah jalur, ditetapkan sesuai
Tabel . Dalam hal penggunaan median untuk
pemasangan fasilitas jalan, agar
dipertimbangkan keperluan ruang bebas
kendaraan untuk setiap arah.
Jalur Pejalan Kaki
1) Fasilitas pejalan kaki disediakan untuk
pergerakan pejalan kaki. Semua jalan perkotaan
harus dilengkapi jalur pejalan kaki di satu sisi
atau di kedua sisi. Jalur pejalan kaki harus
mempertimbangkan penyandang cacat, dan
dapat berupa :
• jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan, tetapi
diperkeras permukaannya;
• trotoar;
• penyeberangan sebidang;
• penyeberangan tidak sebidang (jembatan
penyeberangan atau terowongan
penyeberangan;
• sarana untuk penyandang cacat (difables)
Jalur Pejalan Kaki
2) Jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan,
harus ditempatkan di sebelah luar saluran
samping. Lebar minimum jalur pejalan kaki yang
tidak ditinggikan adalah 1,5 m.
3) Khusus untuk jalan arteri dan kolektor di
perkotaan sangat dianjurkan berupa trotoar.
4) Lebar trotoar harus disesuaikan dengan jumlah
pejalan kaki yang menggunakannya. Penentuan
lebar trotoar yang diperlukan, agar mengacu
kepada Spesifikasi Trotoar (SNI No. 03-2447-
1991).
Elemen Geometrik Jalan
• Alinyemen horisontal yakni proyeksi garis
sumbu jalan pada bidang horisontal.
• Alinyemen vertikal yakni proyeksi garis sumbu
jalan pada bidang vertikal yang melalui sumbu
jalan
• Pada banyak kasus, alinyemen horizontal tidak
dijadikan pertimbangan dalam mendisain,
mengingat adanya keterbatasan ruang atau pun
adanya kebijakan khusus. Namun, demikian
penerapan radius minimum untuk kendaraan
rencana harus diupayakan.
Elemen Geometrik Jalan

• Kebanyakan, adanya kemacetan pada simpang,


sangat dipengaruhi oleh dimensi simpang baik
karena tidak memadainya radius belok
kendaraan rencana atau karena adanya halangan
lain (adanya tiang utilitas/reklame/gapura) atau
karena koordinasi simpang yang kurang baik.
• Untuk perencanaan simpang sederhana dapat
dibaca pada Tata Cara Perencanaan
Persimpangan Sederhana Jalan Perkotaan, No.
02/P/BNKT/1991, sedang aturan yang lebih baru
yakni Tata Cara Perencanaan Geometrik
Persimpangan Sebidang Pt T-02-2002-B dan
Pedoman Perencanaan Persimpangan Jalan tak
Sebidang No. 03/BM/2005.
Koordinasi Alinemen
Koordinasi Alinemen
Fungsi Lengkung Peralihan
• Lengkung peralihan yang baik memberikan
jejak yang mudah diikuti, sehingga gaya
sentrifugal bertambah dan berkurang
secara teratur sewaktu kendaraan
memasuki dan meninggalkan busur
lingkaran.
• Panjang lengkung peralihan memberikan
kemungkinan untuk mengatur pencapaian
kemiringan. Peralihan dari kemiringan
normal (normal crossfall) ke superelevasi
penuh pada busur lingkaran dapat
dilakukan sepanjang lengkung peralihan.
• Tampak suatu jalan akan bertambah baik
dengan menggunakan lengkung peralihan.
Ilustrasi Lengkung Peralihan Spiral

Tanpa Spiral

Dengan Spiral
No Spiral
Assistant with Target Rod (2ft object height)

Observer with Sighting


Rod (3.5 ft)

51
Lengkung Vertikal Cembung
SSD

PVI
Line of Sight

PVC PVT G2
G1

h2
h1

For S < L For S > L

L
A S 
2

200 h1  h2  2


100 2h1  2h2  2 L  2S 
A
Lengkung Vertikal Cekung

Light Beam Distance (SSD)

G1
headlight beam (diverging from LOS by β degrees) G2

PVC PVT

h1 PVI
h2=0

L
For S < L For S > L

L
AS 2 200 0.6  S tan  
L  2S 
200 0.6  S tan   A
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai