Anda di halaman 1dari 50

Epilepsi

Pengertian
• Epilepsi :
- Gangguan SSP yang ditandai dg
terjadinya bangkitan (seizure, fit,
attack, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala
- Kejadian kejang yang terjadi berulang
(kambuhan)
• Kejang : manifestasi klinik dari
aktivitas neuron yang berlebihan di
dalam korteks serebral
• Manifestasi klinik kejang sangat
bervariasi tergantung dari daerah
otak fungsional yang terlibat
Epidemiologi
• Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsi  pada kondisi
tanpa serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga
normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsi 
malu/enggan mengakui.

• Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun


sampai umur 50 thn, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg
kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular.

• Pada 75% pasien, epilepsi terjadi sebelum umur 18 thn.


Prognosis
• Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami
epilepsi akan sembuh, dan kurang lebih separuh pasien
akan bisa lepas obat.
• 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi
kronis  pengobatan semakin sulit  5 % di antaranya
akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-
hari.
• Pasien dgn lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami
retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik 
prognosis jelek.
• Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi
daripada populasi umum.
Penyebab kematian pada epilepsi :
• Penyakit yg mendasarinya dimana gejalanya
berupa epilepsi misal : tumor otak, stroke.
• Penyakit yg tidak jelas kaitannya dgn epilepsi
yg ada misal : pneumonia.
• Akibat langsung dari epilepsi : status
epileptikus, kecelakaan sebagai akibat
bangkitan epilepsi dan sudden un-expected
death.
Etiologi
• Epilepsi mungkin disebabkan oleh:
– Aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang
mempengaruhi otak.
– Gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak
akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain.
– Pada bayi  penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia
waktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan
metabolik, malformasi congenital pada otak, atau infeksi.
– Pada anak-anak dan remaja  mayoritas adalah epilepsi
idiopatik, pada umur 5-6 tahun  disebabkan karena febril
– Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi  idiopatik,
karena birth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 thn),
penyakit serebro vaskuler (> 50 thn)
Patogenesis
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara
pengaruh inhibisi dan eksitatori
pada otak

Ketidakseimbangan bisa terjadi


karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
– Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori 
meningkatnya aksi glutamat
atau aspartat
Diagnosis
• Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan
kejang secara berulang.
• Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala,
diperlukan berbagai alat diagnostik :
– EEG
– CT-scan
– MRI
– Lain-lain
Klasifikasi

• Berdasarkan tanda klinik


dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– Kejang umum
(generalized seizure) 
jika aktivasi terjadi pd
kedua hemisfere otak
secara bersama-sama
– Kejang parsial/focal 
jika dimulai dari daerah
tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand
mal
– Merupakan bentuk paling
banyak terjadi.
– Pasien tiba-tiba jatuh, kejang,
nafas terengah-engah, keluar
air liur.
– Bisa terjadi sianosis, ngompol,
atau menggigit lidah
– Terjadi beberapa menit,
kemudian diikuti lemah,
kebingungan, sakit kepala atau
tidur.
• Abscense attacks = petit mal
– jenis yang jarang
– umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
– penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip,
dengan kepala terkulai
– kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak
disadari
• Myoclonic seizure
– biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
– pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
– jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien
normal
• Atonic seizure
– jarang terjadi
– pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa
segera recovered
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan
kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
– pasien melakukan gerakan-
gerakan tak terkendali: gerakan
mengunyah, meringis, dll tanpa
kesadaran
Tujuan Terapi

• Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan


meminimalisasi adverse effect of drug
Strategi pengobatan
 Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan
neurotransmitter
Prinsip pengobatan Epilepsi
– Monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse effect,
meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi
lebih baik dari monoterapi dan biasanya kurang efektif karena
interaksi antar obat justru akan mengganggu efektivitasnya dan
akumulasi efek samping dgn politerapi.
– Hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif 
toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik
bisa menetap selama pengobatan.
– Jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika
gagal baru diberi sedatif atau politerapi.
– Berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya.
– Memperhatikan risk-benefit ratio terapi.
– Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin
dalam jangka waktu pendek.
Cont…….
– Mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai
dgn kondisi klinis pasien  penting : kepatuhan pasien.
– Ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi 
perlu pemantauan ketat dan penyesuaian dosis.
– Jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan 
pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain
(hindari politerapi).
– Lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika
mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga
kondisi klinis pasien .
Monitoring kadar obat dalam serum
Tujuan :
• Untuk mengevaluasi kepatuhan penderita
• Menilai faktor farmakokinetika dan farmakodinamika obat 
menelusuri kemungkinan apabila terjadi kegagalan terapi
• Mengidentifikasi kadar obat yg efektif utk mengenali perubahan2 yg
mungkin dpt menimbulkan kejang/bangkitan atau efek samping
• Menentukan obat apa yg kemungkinan dpt menimbulkan efek
toksik apabila digunakan lebih dari satu macam obat
Kendala :
Fasilitas & biaya pemeriksaan laboratorium
Monoterapi
• Tujuan utama : mengendalikan bangkitan epilepsi dgn satu jenis obat
• Obat yg dipilih adalah obat yg terbaik atau paling sesuai utk bangkitan
tertentu dan penderita sendiri
• Apabila obat pertama jelas-jelas terbukti tdk efektif, maka obat jenis
kedua harus diberikan
• Penghentian obat pertama secara mendadak tidak dianjurkan karena akan
menimbulkan bangkitan ulang, penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis
total harian setiap 5 kali waktu paruh obat
• Dalam praktek pendekatan monoterapi mungkin sulit diterapkan secara
konsisten mengingat perlu tenaga profesional, fasilitas laboratorium yg
mendukung serta kerja sama yg baik antara penderita dan keluarga
Tatalaksana terapi epilepsi
• Non farmakologi:
– Amati faktor pemicu
– Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya :
stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan
jadwal tidur, terlambat makan, dll.
• Farmakologi : menggunakan obat-obat
antiepilepsi
Obat-obat anti epilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan
muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:


• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat  contoh:
Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh: Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien  mungkin dg
menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool  contoh: Gabapentin
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya

Kejang Umum (generalized seizures)


Kejang Tonic-clonic Abscense Myoclonic,
parsial atonic
Drug of Karbamazepin Valproat Etosuksimid Valproat
choice Fenitoin Karbamazepin Valproat
Valproat Fenitoin

Alternatives Lamotrigin Lamotrigin Clonazepam Klonazepam


Gabapentin Topiramat Lamotrigin Lamotrigin
Topiramat Primidon Topiramat
Tiagabin Fenobarbital Felbamat
Primidon
Fenobarbital
ALGORITMA Diagnosa positif
TATALAKSANA
EPILEPSI Mulai pengobatan dgn satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping

Ya Sembuh ? Tidak

Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ?

Ya Tidak Ya Tidak

Tingkatkan dosis Turunkan dosis


Kualitas hidup Turunkan dosis Tambah AED 2
optimal ?

Pertimbangkan,
Sembuh?
Ya Tidak Hentikan AED1
Atasi dgn tepat Tetap gunakan Ya Tidak
AED2
Lanjutkan
terapi
lanjut
lanjut
lanjutan

Lanjutkan Tidak sembuh


terapi
Efek samping dapat ditoleransi ?
Tidak kambuh
Selama > 2 th ? Tidak Ya

ya tidak Hentikan AED yang tdk efektif, Tingkatkan dosis


Tambahkan AED2 yang lain AED2, cek interaksi
Cek kepatuhan
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment Sembuh ?
awal
Ya Tidak

Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,


Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
Status epileptikus
• Adalah kejang umum yang terjadi selama 5
menit atau lebih atau kejadian kejang 2 kali
atau lebih tanpa pemulihan kesadaran di
antara dua kejadian tersebut
• Merupakan kondisi darurat yg memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan
kerusakan neurologik permanen maupun
kematian
Etiologi
Tipe 1 Tipe 2
(tidak ada lesi ( Ada lesi struktural)
struktural)  Anoksia/hipoksia
• Infeksi  Tumor CNS
• Infeksi CNS  CVA
• Gangguan metabolik  Overdose obat
 Hemoragi
• Turunnya level AED
 Trauma
• Alkohol
• Idiopatik
Pengobatan
• Non-farmakologi:
– Tanda-tanda vital dipantau
– Pelihara ventilasi
– Berikan oksigen
– Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau
metabolik
– Kadang terjadi hipoglikemi  berikan glukosa

• Farmakologi : dengan obat-obatan


Tatalaksana pengobatan
Profil obat
• Karbamazepin (carbamazepin)
Dimetabolisme di liver carbamazepin – 10, 11 –
epoxide (metabolit aktif) 
Antikonvulsan
Neurotoksisitas  ES : mual, bingung, mengantuk,
pandangan kabur, ataksia
ES jarang : agranulositosis

Konsentrasi serum meningkat linier dgn dosis (beda


dgn fenitoin)
• Fenitoin
Terhidroksilasi di liver melalui sistem penjenuhan enzim,
kecepatan metabolisme bervariasi antar individu
Diperlukan sampai 20 hari untuk mencapai kadar level
stabil sesudah perubahan dosis sehingga perlu
dicegah ↑ dosis secara gradual atau sampai terjadi
tanda gangguan serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan
involuntar)
Perlu monitoring konsentrasi serum secara ketat  ↑
dosis kecil menghasilkan kadar toksik obat dalam serum.
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak,
gambaran muka kasar dan hirsutism
• Lamotrigin
Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt
fenitoin dgn ES lebih kecil.
ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk
Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
• Fenobarbital
Sama efektifnya dgn karbamazepin & fenitoin pd
pengobatan kejang tonik-klonik dan parsial, ttp ES
sedatif nya besar

Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan


withdrawal secara tiba2 yg dpt memicu status
epileptikus.

ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus),


mengantuk (pd dewasa), dan hiperkinesia pd anak2
• Vigabatrin, gabapentin, dan topiramat
Digunakan sbg : “ add-on” drugs pd penderita epilepsi
yg tdk mencapai efek baik dgn obat antiepilepsi lain

Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt


mengurangi daerah pandang (visual fields) sampai 1/3
penderita

Gabapentin & karbamazepin juga digunakan utk


mengobati nyeri neuropatik (shooting & stabbing) yg krg
berespon thdp analgesik konvensional
• Ethosuximide
Hanya efektif pd pengobatan kejang
mioklonik (tanpa efek kehilangan kesadaran)
• Valproat
Keuntungan : risiko sedatif kecil, spektrum
aktivitas luas & ES mual, peningkatan BB,
perdarahan & rambut rontok relatif kecil

Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik


menyebabkan toksisitas hepatik parah / fatal
• Benzodiazepin : Clonazepam
Antikonvulsan poten, efektif pd absences,
tonic-clonic seizures & myoclonic seizures

Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd


pada pemberian oral yg lama
Pemberian obat antiepilepsi pada anak
• Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan epilepsi,
faktor etiologi, munculnya bangkitan pada usia dini, sering
mengalami bangkitan, dan obat antiepilepsi
• Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
• Fenobarbital →hiperaktif
• Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi mental
dan penurunan kemampuan membaca
• Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif ringan
• Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik
Efek obat antiepilepsi pada anak
• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2
antiepilepsi (asam valproat, carbamazepin,
oxcarbazepin) dapat menurunkan densitas
tulang pada anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang
pada anak, di samping perlu dipertimbangkan
pemberian suplemen utk tulang.
Epilepsi pada usia lanjut
• Perlu pertimbangan : penyakit lain yg menyertai,
polifarmasi yg menyebabkan interaksi obat,
perubahan fisiologi tubuh (absorpsi obat, ikatan
protein, metabolisme dan eliminasi obat)
• Prinsip terapi : dosis tunggal atau dua kali sehari,
tidak ada efek samping atau minimal, tidak ada
interaksi obat atau minimal, ikatan protein rendah,
farmakokinetik linier, tidak berpotensi reaksi alergi
atau idiosinkrasi, dan ada ketersediaan dlm bentuk
parenteral
Pertimbanga pemakaian obat pada
wanita
• Estrogen menghambat reseptor GABA,
mempotensiasi aktivitas glutaminergik
• Progesteron efeknya berlawanan dg estrogen dan
mempotensiasi aktivitas reseptor GABA &
mengurangi kec neuronal discharge
• Obat2 antiepilepsi terutama induser enzim metab
hepatik juga pengaruhi hormon dg peningkatan
metab hormon steroid & menginduksi produksi
hormon seks terikat globulin shg menyebabkan
penurunan fraksi hormon steroid yg tak terikat
(unbond)  mengurangi efikasi hormon
Contoh aplikasi klinis
Obat2 antiepilepsi gol enzym – inducer misal
topiramat menyebabkan kegagalan oral
kontrasepsi pd wanita shg perlu dosis oral
kontrasepsi yg tinggi (≥ 50 μg)
• Sedang valproat, BZ dan sebag besar antiepilepsi
baru yg non enzyme – inducer
 tidak punya efek tsb

Pd sebag besar wanita epilepsi kecenderungan


kejang meningkat pd masa menstruasi (catamenial
seizures) dan saat ovulasi  hal ini berhub dg
progesteron withdrawl & perub rasio estrogen –
progesteron, pada kondisi ini lebih baik dg obat
antiepilepsi konvensional
Epilepsi pada kehamilan
Akibat epilepsi pd kehamilan :
Kejang maternal 25 – 30% penderita
Komplikasi kehamilan
ES pd fetus meliputi penyakit dan obat
antiepilepsi
• Kejang maternal akibat efek langsung pd
seizures threshold dan penurunan konsentrasi
obat antiepilepsi dlm serum terkait dgn
peningkatan klirens obat, protein binding,
disposisi obat dll pd kehamilan
• Efek obat antiepilepsi pd kehamilan  malformasi kongenital

Barbiturat & fenitoin  congenital heart malformation,


orofacial clefts & malformasi lain

Valproat & carbamazepin spina bifida (neural tube defect)


& hypospadias

ES pd kehamilan yg bukan akibat obat antiepilepsi : hambatan


pertumb, psikomotor, retardasi mental, BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah)
Informasi dan edukasi pada wanita hamil

• Intake asam folat (~0,4 – 1 mg/hari) pd


prenatalmencegah efek teratogenik
• Obat antiepilepsi secara monoterapi, dosis serendah
mgk mengurangi efek teratogenik
• Obat2 antiepilepsi yg lebih baru punya efek
teratogenik lebih kecil
• Pemberian vit K pd bulan terakhir kehamilan dg dosis
10 mg oral setiap hari mencegah koagulopati
Informasi dan edukasi pada ibu
menyusui
• Meski distribusi obat antiepilepsi dilaporkan
rendah pada air susu, namun perlu
diperhatikan efek pada bayi (sedasi,
iritabilitas, poor feeding) terutama pada
pemakaian barbiturat & benzodiazepin
Penghentian pengobatan epilepsi
• Tergantung jenis bangkitan / kejang dan prognosis
epilepsi
• Jenis bangkitan untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan, misalnya :
• Epilepsi absence atau petit mal →tingkat
kekambuhan rendah
• Berturut-turut makin tinggi tingkat kekambuhan :
klonik atau mioklonik, kejang tonik-klonik, parsial
sederhana dan parsial kompleks, selanjutnya kejang
yang terdiri dari lebih dari satu jenis
Terapi operatif
• Diberikan bila terapi menggunakan obat-obatan anti
epilepsi gagal
• Perlu dipertimbangkan terapi operatif (terutama utk
epilepsi refrakter/kambuhan)
• Lebih kurang 70-80% penderita yg mengalami
operasi terbebas dari bangkitan, walaupun beberapa
diantaranya harus tetap minum obat

Anda mungkin juga menyukai