Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Oleh :
Faradilla Wiyanda, S.Ked
Rozaqna Syahputri, S.Ked

PEMBIMBING:
dr. Eko Waskito Wibowo, M.ked (AN) Sp. AN
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit akibat gigital ular atau “snakebite” merupakan kejadian yang cukup sering
ditemukan pada lingkungan tertentu dan biasanya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu, terutama pada area pedesaan di negara-negara berkembang.

Didalam bisa ular terdapat kandungan yang toksis maupun yang tidak toksis yang di produksi
oleh struktur glandular homolog yang berjalan menuju glandula salivatorius pada ular.

Manifestasi kardiovaskuler pada pasien dengan luka gigitan yang berat dapat berupa syok

Syok yang terjadi dapat berupa syok hipovolemia dengan disertai peningkatan permeabilitas
pembuluh darah terhadap sel darah merah dan plasma.
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : M.Akbar
Jenis kelmin : Laki Laki
Umur : 2 tahun
Status perkawinan : IOT
Agama : islam
Suku : aceh
Tanggal MRS : 18 – 10 – 2017
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Penurunan Kesadaran dan sesak setelah di gigit ular
Telaah : pasien datang ke IGD RSUD Langsa dengan keluhan penurunan
kesadaran, penurunan kesadaran ini terjadi saat setelah terjadi gigitan ular daerah tangan kanan
pasien, perdarahan aktif (+) sesak nafas (+)
RPD : disangkal
RPK : disangkal
RPO : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENT
• Keadaan umum : penurunan kesadaran
• Sensorium : coma
• Vital sign :
- Tekanan darah : 89/76 mmhg
- Temperatur : 36,9 0C
- Pernafasan : 14 x/i
- Nadi : 169 x/i
- SP.O2 : 50%
• BB :11 KG
PEMERIKSAAN FISIK

• Kepala : dalam batas normal (+) terpasang ETT (+)


• Mata : konjungtiva palpebra anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), refleks pupil
normal (+) pupil isokor (+)
• Leher : trakea midline (+), pembesaran KGB (-)
• Telinga : normotia
• Hidung : deviasi septum (-), secret (-)
• Thoraks :
– Inspeksi : benjolan (-) pergerakan dinding dada simetris
– Palpasi : simetris (+) nyeritekan (-)
– Perkusi : sonor (+)
– Auskultasi : ronki basah lapangan paru kiri bawah (+)

• Abdomen :
– Inspeksi :simetris (+), distensi(-), venektasi (-)
– Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-)
– Perkusi : tympani (+)
– Auskultasi : pristaltik (+)
• Ekstremitas atas : oedem (+/-) luka seperti gigitan (+)
• Ekstremitas bawah: oedem (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal : 18-10-2017

Hemotologi KIMIA DARAH

Hemoglobin 9,5 Total Bilirubuin 0,2

Hematokrit 31,1 SGOT 90

Eritrosit 4,03 SGPT 31

Leukosit 14,5 Elektrolit darah

Trombosit 369 Kalium 5,3

Gol. Darah A Chlorida 113

Glucose 120 Natrium 149


DIAGNOSA BANDING

- Snake Bite
- Akut Respiratory Failure DIAGNOSA KERJA
-Cronic Respiratory Failure
Snake bite e.c akut respiratory failure

TERAPI
• Injeksi
• inj. Fentanil 1 amp +20 cc Nacl 0,9 % ,1 cc/ jam
• -inj. Metronidazole 100mg/8 jam
• -inj. cefotaxime 200mg/ 8jam
• -inj. Citicolin 1amp + aqua 5cc, 1cc/12jam
• -inj. Propopol 2cc/jam
• -inj. Dexametason1/2 amp/8jam
• -inj. ATS ½ amp (ekstra)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
NEUROTOKSIN

Toksin polipeptida merupakan molekul dengan berat jenis rendah (low molecular
weight), protein non-enzimatik dan hanya ditemukan pada bisa ular tipe elapid.

Komposisi bisa ular (berat kering) mengandung protein lebih dari 90%. Setiap bisa ular
mengandung lebih dari 100 jenis protein : enzim, toksin polipeptida non-enzimatik, dan
protein non-toksis seperti nerve growth factor.

Adapun bentuk gejala neurologis pada pasien yang terkena gigitan ular bisa berupa
pusing, parastesia, abnormalisasi pada sistem penciuman dan pengecap, ptosis,
oftalmoplegia eksternal,

paralisis dari otot-otot wajah dan otot-otot yang berinervasi dengan saraf kranial,
mengeluarkan suara sengau atau afonia, regurgitasi melalui hidung, susah untuk
menelan ai rludah, dan paralisis dari sistem pernapasan.
GAGAL NAFAS AKUT

DEFINISI

Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan
pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. Gagal napas dapat
terjadi secara akut atau kronis.

Kondisi klinis dimana PaO2 < 60 mmHg saat bernafas diudara terbuka atau PaCO2 > 50
mmHg.

Adanya kegagalan pernafasan dinyatakan apabila paru-paru tidak dapat lagi memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan
karbondioksida.
ETIOLOGI

Penyebab gagal napas dapat digolongkan sesuai kelainan primernya dan komponen
sistem pernapasan yaitu:

1. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)


- Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat mendepresi
dorongan untuk bernapas

2. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada


- Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat ventilasi per
menit sesuai dengan produksi CO2

3. Abnormalitas jalan napas


- Obstruksi jalan napas yang berat adlah penyebab umum hiperkapni akut dan kronis

4. Abnormalitas alveoli
- penyakit yang ditandai oleh hipoksemi walaupun komplikasi hiperkapni dapat terjadi
5. Penyebab umum gagal napas tipe I 6. Penyebab umum gagal napas tipe II
(hipoksemi) (hiperkapni)
• - Emfisema dan bronkitis kronis • - Emfisema dan bronkitis kronis
(PPOK) (PPOK)
• - Pneumonia • - Asma yang berat
• - Edema pulmoner • - Overdosis obat
• - Asma • - Keracunan
• - Pneumothorak • - Miastenia gravis
• - Emboli paru • - Polineuropati
• - Hipertensi arteri pulmoner • - Kelainan otot primer
• - Pneumokoniosis • - Porphiria
• - Penyakit paru granuloma • - Kordotomi servikal
• - Penyakit jantung kongenital sianosis • - Trauma kepala dan servikal
• - Bronkiekstasi • - Hipoventilasi alveolar primer
• - Sindrom distres pernapasan akut • - Sindrom hipoventilasi pada obesitas
• - Sindrom emboli lemak • - Edema pulmoner
• - Kiposkoliosis • - Sindrom distres pernapasan akut
• - Obesitas • - Miksedema
PATOFISIOLOGI

1. Kegagalan Oksigenasi (Gagal Nafas Tipe I/Hipoksemik)

Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai dengan PaO2
menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal nafas tipe I ini terjadi pada kelainan
pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner.

Mekanisme terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat :

1. 3.
2.
Gangguan Pirau intrapulmonal
Gangguan difusi
ventilasi/perfusi
2. Kegagalan Ventilasi (Gagal Nafas Tipe II/Hiperkapnik)

Gagal nafas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2
atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal dan penurunan PaO2 atau
hipoksemia.

Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmoner.


Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat disebabkan karena :
1) penekanan dorongan pernapasan sentral
2) gangguan pada respon ventilasi.

Penyakit-penyakit atau kedaan penyebab kegagalan ventilasi :

a. Ekstrapulmoner b. Pulmoner
- overdosis sedatif atau opiat - asma bronkial
- stroke serebrovaskular - PPOK
- koma - fibrosis kistik
- hipotiroid - konsolidasi
- kerusakan primer pusat nafas - fibrosis
- neurotoksik - edema paru
MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia jaringan. Tanda dan
gejala yang sering dicari untuk menentukan adanya hipoksemia seringkali baru timbul setelah
PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. Jaringan yang sangat peka terhadap penurunan oksigen
diantaranya adalah otak, jantung, dan paru-paru.

gangguan fungsi motorik


Tanda dan Gejala
agitasi dan gelisah yang dapat berlanjut menjadi delirium
dan menjadi tidak sadar.

gejala neurologis,
• berupa sakit kepala, Respons kardiovaskular yang mula-mula tehadap
• kekacauan mental, hipoksemia adalah takikardi dan peningkatan curah
jantung serta tekanan darah.
• gangguan dalam penilaian
Jika hipoksia menetap,bradikardi, hipotensi, penurunan
• bicara kacau terjadi.
curah jantung dan aritmia dapat terjadi.
Penilaian klinis dari gagal nafas dapat digunakan kriteria sebagai berikut :

1. penggunaan otot pernafasan tambahan


2. takipnea
3. takikardia
4. keringat
5. pulsus paradoksus (jarang)
6. tidak dapat berbicara, keengganan untuk berbaring terlentang
7. agitasi, gelisah, penurunan kesadaran
8. gerakan nafas yang tidak sinkron
9. respirasi paradoksal
PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari terapi gagal nafas ialah mengembalikan pertukaran gas yang adekuat
dengan komplikasi sekecil mungkin. Penatalaksanaan awal untuk semua pasien gagal
nafas adalah sama yaitu oksigenasi yang adekuat.

Pemberian oksigen ini tentu saja memperhatikan prinsip jalan nafas, nafas, dan sirkulasi.
Sehingga diperlukan tindakan-tindakan suportif untuk membebaskan jalan nafas serta
mengusahakan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat.

Penatalaksanaan standar pasien dengan gagal nafas adalah sebagai berikut : pemberian
terapi oksigen, penatalaksanaan obstruksi jalan nafas, pengobatan infeksi pulmonal,
pengaturan jumlah sekret, dan membatasi terjadinya edema pulmonal.
Manajemen Gagal Nafas

1 -Airway management

Endotracheal intubasi :
Indikasi
Kondisi Hypoxemia
Perubahan status mental

Tujuan:
meningkatkan perfusi ke seluruh jaringan,
terapi berhasil jika PaO2 > 60mmHg atau
saturasi oksigen arterial (SaO2) > 90%.
3. Mechanical ventilation

Pasien yang sangat sulit bernapas yang


disertai dengan hiperkapni dan asidosis
respiratorik.memerlukan ventilator untuk
membantu pernapasan.

Tujuannya adalah meningkatkan PaO2 dan


menurunkan PaCO2. Tube plastik yang
dimasukkan melalui hidung atau wajah dan
menuju trakea dihubungkan dengan mesin
yang akan mengalirkan udara ke paru paru.

Pasien dengan ventilator dapat mengalami


agitasi maka perlu diberikan obat penenang
seperti lorazepam, midazolam, morfin atau
fentanil.

Anda mungkin juga menyukai