Anda di halaman 1dari 61

PPH 22, 23/26, 24

• Nama Kelompok
 Alifatul Afifah (160422608355)
 Anin Tia Feryanti (160422608355)
 Ayik Choiriyah (160422608222)
 Debby Damara N (160422608368)
 Eva Aulia Liwa (150422604797)
Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan
pajak yang dipungut
berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain
Badan usaha dan importir
dalam bidang umum Produsen
Badan usaha usaha industri kendaraan
bermotor atau
tertentu
importir
(BUMN)
bahan bakar
Kuasa Industri
Pengguna atau
Anggaran (KPA) eksportir

Badan usaha yang


Bendahara
melakukan pembelian
pengeluaran komoditas tambang

Bendahara pemerintah Badan usaha


yang
dan Kuasa Pengguna berproduksi
Anggaran (KPA) emas batangan

Bank Devisa Wajib Pajak


dan Direktorat badan
Jenderal Bea berpenjualan
dan Cukai barang mewa
Objek PPh Pasal 22

• Objek (Penghasilan yang dikenakan pajak)


PPh Pasal 22 adalah suatu kegiatan yang
meliputi impor barang, ekspor barang
tertentu, penjualan barang tertentu, atau
penjualan kepada pembeli tertentu
1.

5.

6.
7.

11.

12.
Kegiatan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 22
Impor barang
dan/atau
penyerahan Impor barang
barang yang yang
berdasarkan dibebaskan Impor
ketentuan dari pungutan sementara,
peraturan Bea Masuk jika pada
perundang- dan/atau waktu Impor kembali
undangan Pajak impornya (re-import), yang
tidak terutang Pertambahan nyata-nyata meliputi barang-
Pajak Nilai. dimaksudkan barang yang
Penghasilan. untuk telah diekspor
diekspor kemudian
kembali.
diimpor kembali
Pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut Pajak berkenaan dengan hal-hal berikut

Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.

Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan


dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).
Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas
batangan kepada Bank Indonesia.

Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa


Pengguna Anggaran, pejabat penerbit surat perintah membayar yang
diberi delegasi oleh KPA atau bendahara pengeluaran.

Pembelian gabah atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan


Logistik (Perum BULOG).
Saat Terutangnya PPh Pasal 22
Tata Cara
Pemungutan
dan
Penyetoran
PPh Pasal 22
Pajak yang telah dibayar
oleh Wajib Pajak melalui
Final pemungutan oleh pihak
lain dalam tahun berjalan
tersebut tidak dapat
dikreditkan pada total PPh
yang terutang pada akhir
suatu tahun saat pengisian
Sifat SPT Tahunan PPh.
Pemungutan

Pajak yang sudah dipungut oleh

Tidak pemungut atau dibayarkan dapat


dikreditkan/diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak penghasilan
final dalam tahun berjalan oleh Wajib
Pajak yang dipungut
Menghitung PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 = tarif x dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan pajak dalam PPh


Pasal 22 meliputi nilai impor, nilai
ekspor, dan harga beli atas pembelian
barang oleh instansi tertentu atau
harga jual atas penjualan hasil
produksi oleh usaha bidang tertentu.
Contoh
Penghitungan
PT
Perdana adalah importir barang-barang elektronika.
Perusahaan sudah memiliki API. Pada Mei 2016, PT Perdana
melakukan impor barang dari Jepang dengan harga faktur
USD 100.000. Biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan
barang dari Jepang ke dalam daerah pabean (Indonesia)
masing-masing sebesar 0,5% dan 10% dari harga faktur. Biaya
tersebut dibayar oleh PT Perdana. Tarif bea masuk 10% dari
CIP. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat
itu adalah USD1 = Rp 11.500. Hitung PPh Pasal 22 yang harus
dibayar PT Perdana!
• Menentukan nilai impor
Harga faktur (cost) USD 100.000
Biaya asuransi(insurance): 0,5% x USD 100.000 USD 500
Biaya angkut (freight): 10% x USD 100.000 USD 10.000 (+)
CIF (cost, insurance, freight) USD 110.500
Bea masuk: 10% x USD 110.500 USD 11.050 (+)
Nilai impor USD 121.550
Nilai impor dalam rupiah: USD 121.550 x Rp 11.500 Rp 1.397.825.000

• Menghitung PPh Pasal 22 impor


Besarnya PPh Pasal 22 adalah:
7,5% x Rp 1.397.825.000 Rp 104.836.875
Surat
pemberitahuan
masa dan bukti
pemotongan
PPh 23
“Pajak yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri (orang pribadi maupun
badan), dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh pasal 21”
 Pemotong PPh PASAL 23
PPH
 Penerima penghasilan dipotong PPh PASAL 23
23
 Penghasilan yang dikenakan PPh PASAL 23

 Penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan


PPh PASAL 23
 Tarif dan Perhitungan PPh PASAL 23

 Saat terutang, penyetoran, dan pelaporan PPh


PASAL 23
PEMOTONG PPh PASAL 23
1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagaiWajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh pasal 23, yaitu:
 akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali
camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
 orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa
PENERIMA PENGHASILAN DIPOTONG PAJAK
Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan)

Badan Usaha Tetap (BUT)


PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK
Pasal 23 UU Nomor 36 tahun 2008
• Dividen
• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
• Royalti.
• Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong pajak
penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain yang dikenai pajak penghasilan (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain, selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam (Pasal 21 UU PPh)
PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI
PEMOTONGAN PAJAK
Pasal 23 ayat 4 UU nomor 17 tahun 2000

• Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.


• Sewa yang dibayarkan atau terutang
• Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau
BUMD.
• Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer.
• Sisa hasil usaha koperasi
• Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas
jasa keuangan
TARIF DAN PENGHITUNGAN
PPH PASAL 23

1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:


• Dividen
• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang
• Royalti
• Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat 1 huruf e.
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:

• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan


harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21.
MENGHITUNG PPH 23
No. Objek Pajak Besarnya PPh Pasal 23
1. Dividen 15% x jumlah dividen
2. Bunga 15% x jumlah bunga
3. Royalti 15% x jumlah royalti
4. Sewa 2% x jumlah sewa
5. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong 15% x jumlah
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 huruf e hadiah/penghargaan/bonus

6. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 2% x jumlah sewa
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat 2

7. Imbalan sehubungan dengan jasateknik, jasa manajemen, jasa 2% x jumlah imbalan (tidak termasuk
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain PPN)
PPH ATAS DIVIDEN, BUNGA, DAN SEWA
Jenis Penghasilan Penggunaan Pajak Penghitungan Penerima
Bukan Objek Pajak - PT, Koperasi, BUMN/BUMD dengan
Dividen syarat tertentu

PPh Pasal 23 15% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri

PPh Pasal 26 20% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak luar negeri

PPh Pasal 17 ayat 2c 10% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi
Bukan Objek Pajak - Perusahaan reksadana atas bunga
Bunga obligasi
PPh Pasal 23 15% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri

PPh Pasal 26 20% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak luar negeri

PPh Pasal 4 ayat 2 20% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri atas
bunga deposito, tabungan dan bunga
obligasi pasar modal

PPh Pasal 23 2% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri


Sewa
PPh Pasal 26 20% x jumlah bruto Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 4 ayat 2 10% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak dalam negeri atas sewa
tanah dan/atau bangun
CONTOH PERHITUNGAN
Penerbit Salemba pada bulan Agustus membayarkan
royalti kepada penulis sebagai berikut:
Nama Penulis Jumlah Royalti Keterangan

Tuan A Rp.35.000.000 Mempunyai NPWP, menikah dengan dua tanggungan

Tuan B Rp.24.000.000 Tidak punya NPWP, tidak menikah, tanpa tanggungan

Nona X Rp.75.000.000 Mempunyai NPWP tanpa tanggungan

Nyonya Y Rp.9.500.000 Tidak mempunyai NPWP, tanpa tanggungan, suami


berpenghasilan
Pph Yang Dipotong Oleh Penerbit Salemba Atas Pembayaran Royalti
Tersebut Adalah:

Nama PPh yang Dipotong Tambahan PPh karena Tidak ber- Total PPh yang
Penulis NPWP Dipotong
Tuan A 15% x Rp.35.000.000 = Rp.5.250.000
Rp.5.250.000
Tuan B 15% x Rp.24.000.000 = 100% x Rp.3.600.000 = Rp.7.200.000
Rp.3.600.000 Rp.3.600.000
Nona X 15% x Rp.75.000.000 = Rp.11.250.000
Rp.11.250.000
Nyonya Y 15% x Rp.9.500.000 100% x Rp.1.425.000 = Rp.2.850.000
= Rp.1.425.000 Rp.1.425.000
SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN
PELAPORAN PPH PASAL 23

Saat Terutang:
Pajak penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
Penyetoran:
Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong
pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutangnya pajak
Pelaporan:
Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat
pemberitahuan masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir.
Bukti Pemotongan:
Pemotong PPh pasal 23 harus memberikan tanda bukti
pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani pajak
penghasilan yang dipotong.
Pelaksanaan:
Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh
pasal 23 dilakukan secara desentralisasi
Pemenuhan sendiri kewajiban
perpajakannya bagi Wajib
Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui
suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
menganut dua sistem pengenaan pajak
atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari
Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak Pemotongan oleh pihak yang
tersebut adalah: wajib membayar bagi Wajib
Pajak luar negeri lainnya.
Badan Subjek Pajak Penyelenggara Bentuk Usaha Perwakilan
Pemerintah dalam Negeri Kegiatan Tetap Perusahaan
Luar Negeri
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek
PPh Pasal 26) adalah:

1. Dividen;
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. Hadiah dan penghargaan;
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
8. Keuntungan karena pembebasan utang.
Tarif
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang
dikenakan PPh Pasal 26 atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak
berganda (P3B) antar negara atau tax treaty. Tarif PPh Pasal 26 berdasar P3B
untuk dividen diatur sebagai berikut:

Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebai
berikut:

• Tarif 20% dari penghasilan bruto;


• Tarif 20% dari penghasilan neto;
• Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan.
1. PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan bruto
Perhitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber dari modal
dalam bentuk:
• Dividen;
• Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
• Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
• Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
• Hadiah dan penghargaan;
• Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
• Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007, pengenaan Pajak Penghasilan
atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%
(sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Penghindaran Pajak
Berganda yang berlaku dalam hal terdapat penanaman modal di bidang-bidang
usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.
Contoh 1.3
Richard Mark (menikah dengan 2 orang anak) bekerja sebagai
konsultan pada Hotel Melia di Jakarta dengan gaji sebulan sebesar
US$10.000. Richard Mark mulai bekerja pada tanggal 5 September
2016 dan berakhir pada awal Juli 2017 (berada di Indonesia kurang
dari 183 hari dalam 12 bulan berturut-turut). Kurs yang berlaku pada
bulan Maret 2016 menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah
Rp13.000 untuk US$1.

PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk Richard Mark
pada bulan Maret 2007 adalah:
20% x US$10.000 x Rp13.000 = Rp26.000.000
2. PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto;
Penghasilan neto = Perkiraan penghasilan neto x Penghasilan bruto

Perhitungan tersebut diterapkan untuk:


• Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
• Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Besarnya perkiraan penghasilan neto dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut:


• Untuk premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik
secara langsung maupun melalui pialang, besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50%
dari jumlah premi yang dibayar (penghasilan bruto), sehingga:

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


= 20% x {50% x Penghasilan bruto}
= 10% x Penghasilan bruto
= 10% x Jumlah premi yang dibayar
• Untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, secara langsung maupun melalui pialang adalah 10% dari jumlah premi yang
dibayar (penghasilan bruto), sehingga:

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


= 20% x {10% x Penghasilan bruto}
= 2% x Penghasilan bruto
= 2% x Jumlah premi yang dibayar

• Untuk premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 5% dari jumlah premi yang
dibayar (penghasilan bruto), sehingga:

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


= 20% x {5% x Penghasilan bruto}
= 1% x Penghasilan bruto
= 1% x Jumlah premi yang dibayar
Contoh 2.2
Seperti pada Contoh 2.1., PT Ananda tidak mengasuransikan
bangunannya langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri, tetapi
mengasuransikan bangunan yang dimiliki kepada perusahaan asuransi
dalam negeri, yaitu Perusahaan Asuransi Beringin Jaya dengan jumlah
premi sebesar Rp750.000.000. Untuk mengurangi risiko, Beringin Jaya
mengasuransikan sebagian polis asuransinya kepada perusahaan
asuransi di luar negeri Tower Insurance Ltd. dengan premi sebesar
Rp500.000.000.
Pasal 26 yang harus dipotong Beringin Jaya adalah:
20% x 10% x Rp500.000.000 = Rp10.000.000
3. PPh Pasal 26 = 20% x (Penghasilan Kena Pajak – PPh terutang)
Penghitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha tetap di Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya
tidak ditanamkan kembali di Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.

Contoh 3.1
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp17.500.000.000.
PPh Pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp17.500.000.000
PPh terutang: 25% x Rp17.500.000.000 Rp4.375.000.000 (–)
Penghasilan setelah dikurangi pajak Rp13.125.000.000

PPh Pasal 26 yang terutang:


20% x Rp13.125.000.000 Rp2.625.000.000

Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar
Rp13.125.000 tidak dipotong PPh Pasal 26.
Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri
adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya
tidak bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
(pemotongannya tidak bersifat final) adalah:
Penghasilan kantor pusat Penghasilan berupa dividen; bunga, termasuk Penghasilan Wajib Pajak
dari usaha atau kegiatan, premium, diskonto, premi swap dan imbalan orang pribadi atau badan
penjualan barang, atau sehubungan dengan jaminan pengembalian luar negeri yang berubah
pemberian jasa di Indonesia utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain status menjadi Wajib Pajak
yang sejenis dengan yang sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan dalam negeri atau bentuk
dijalankan atau yang sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan usaha tetap.
dilakukan oleh bentuk kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan
usaha tetap di Indonesia. pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari
penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan
reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri, penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha
tetap dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tersebut.
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir
bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga
termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta; penghasilan sehubungan dengan
jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
a. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
c. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang
dipotong.
d. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus
dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Namun, apabila bentuk
usaha tetap tersebut meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan,
pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada perhitungan sementara, terutang dan
harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan disampaikan, akan
tetapi tidak melampaui tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah tahun pajak atau
bagian tahun pajak berakhir.
PPH PASAL 24
Pajak penghasilan pasal 24, yang disingkat PPh pasal
24 adalah pajak yang dibayar atau terutang diluar
negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24
ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan
terutang dalam suatu tahun pajak.
PERMOHONAN PENGKREDITAN PAJAK
LUAR NEGERI

Laporan keuangan dari penghasilan


yang berasal dari luar negeri.

Fotokopi surat pemberitahuan pajak


yang disampaikan diluar negeri dan

Dokumen pembayaran pajak diluar


negeri.
PENGGABUNGAN PENGHASILAN

Untuk Untuk penghasilan Untuk penghasilan berupa deviden yang


lainnya seperti diperoleh dari waib pajak dalam negeri
penghasilan dari dari penyertaan modal sekurang-
usaha dilakukan sewa, bunga kurangnya 50% dari jumlah saham
dalam tahun royalty dan lain-lain disetor atau secara bersama-sama
pajak dilakukan dalam dengan wajib pajak dalam negeri lainnya
tahun pajak sekurang-kurannya 50% dari jumlah
diperolehnya saham disetor pada badan usaha luar
penghasilan diterimanya negeri yang sahamnya tidak di
tersebut ( accrual penghasilan perdagangkan di bursa efek , dilakukan
basis). tersebut (cash dalam tahun pajak pada saat perolehan
basis). deviden.
1. Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan
surat pemberitahuan tahuanan pajak penghasilan badan usaha diluar negeri
untuk tahun pajak yang bersangkutan ,

2. Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh atau tidak ada
kewajiban penyampaian SPT PPh saat diperolehnya duviden adalah pada bulan
ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Penghasilan
dari saham dan
sekuritas
lainnya
Penghasilan bentuk usaha
tetap adalah Negara tempat
bentuk usah tetap tersebut
Penghasilan
menjalankan usaha atau berupa bunga
melakukan kegiatan

Penghasilan
Penghasilan
berupa
berupa sewa
imbalan
MEKANISME PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR DI LUAR NEGERI
ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

Pajak Penghasilan yang dibayar


Besarnya kredit pajak yang di perbolehkan
atau terutang di Luar Negeri
adalah setinggi-tingginya sama dengan
dapat dikreditkan dengan Pajak
jumlah pajak yang dibayar atau terutang
Penghasilan yang terutang di diluar negeri tapi tapi tidak boleh melebihi
Indonesia pajak langsung jumlah yang dihitung menurut
dikarenakan atas penghasilan perbandingan antara penghasilan dari luar
yang di terima wajib pajak dari negeri terhadap penghasilan kena pajak
luar negeri tersebut (PKP) atau setinggi-tingginya sama dengan
pajak yang terutang atas PKP dalam hal
PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri
BERIKUT ADALAH TATACARA PENGHITUNGAN
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI:
Menghitung total PKP Menghitung total PPh terutang

• Penghasilan neto = Penghasilan • Tariff PPh pasal 17 ayat (1) b X


luar negeri + penghasilan dalam penghasilan kena pajak
negeri

Menghitung PPh maksimum Menghitung PPh yang dipotong


dikreditkan sesuai dengan atau dibayar diluar negeri
perbandingan penghasilan • Tarif pajak diliar negeri X
• Penghasilan luar negeri : Total penghasilan luar negeri
penghasilan dalam dan luar negeri
X total PPh terutang
PERHITUNGAN PPH PASAL 24 JIKA TERJADI KERUGIAN USAHA
DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
Menghitung total PKP
• Penghasilan neto = Penghasilan luar negeri + penghasilan dalam negeri

Menghitung total PPh terutang


• Tariff PPh pasal 17 ayat (1) b X penghasilan kena pajak

Menghitung PPh maksimum dikreditkan sesuai dengan perbandingan penghasilan


• Penghasilan luar negeri = Total penghasilan dalam dan luar negeri X total PPh
terutang

Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar diluar negeri


• Tarif pajak diluar negeri X penghasilan luar negeri
PENGURANGAN ATAU PENGEMBALIAN PPh
LUAR NEGERI

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas


penghasilan yang dibayar di luar negeri sehingga besarnya pajak
yang dapat di kreditkan di indonesia menjadi lebih kecil daripada
besarnya perhitungaan semula, maka selisihnya ditambah pada
PPh yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam
negeri pada tahun pengurangan atau pengambilan dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai