PPH 23, 23, 26, 24
PPH 23, 23, 26, 24
• Nama Kelompok
Alifatul Afifah (160422608355)
Anin Tia Feryanti (160422608355)
Ayik Choiriyah (160422608222)
Debby Damara N (160422608368)
Eva Aulia Liwa (150422604797)
Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan
pajak yang dipungut
berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain
Badan usaha dan importir
dalam bidang umum Produsen
Badan usaha usaha industri kendaraan
bermotor atau
tertentu
importir
(BUMN)
bahan bakar
Kuasa Industri
Pengguna atau
Anggaran (KPA) eksportir
5.
6.
7.
11.
12.
Kegiatan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 22
Impor barang
dan/atau
penyerahan Impor barang
barang yang yang
berdasarkan dibebaskan Impor
ketentuan dari pungutan sementara,
peraturan Bea Masuk jika pada
perundang- dan/atau waktu Impor kembali
undangan Pajak impornya (re-import), yang
tidak terutang Pertambahan nyata-nyata meliputi barang-
Pajak Nilai. dimaksudkan barang yang
Penghasilan. untuk telah diekspor
diekspor kemudian
kembali.
diimpor kembali
Pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut Pajak berkenaan dengan hal-hal berikut
Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.
6. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 2% x jumlah sewa
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat 2
7. Imbalan sehubungan dengan jasateknik, jasa manajemen, jasa 2% x jumlah imbalan (tidak termasuk
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain PPN)
PPH ATAS DIVIDEN, BUNGA, DAN SEWA
Jenis Penghasilan Penggunaan Pajak Penghitungan Penerima
Bukan Objek Pajak - PT, Koperasi, BUMN/BUMD dengan
Dividen syarat tertentu
PPh Pasal 26 20% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 17 ayat 2c 10% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi
Bukan Objek Pajak - Perusahaan reksadana atas bunga
Bunga obligasi
PPh Pasal 23 15% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri
PPh Pasal 26 20% x jumlah bruto (final) Wajib Pajak luar negeri
PPh Pasal 4 ayat 2 20% x jumlah bruto Wajib Pajak dalam negeri atas
bunga deposito, tabungan dan bunga
obligasi pasar modal
Nama PPh yang Dipotong Tambahan PPh karena Tidak ber- Total PPh yang
Penulis NPWP Dipotong
Tuan A 15% x Rp.35.000.000 = Rp.5.250.000
Rp.5.250.000
Tuan B 15% x Rp.24.000.000 = 100% x Rp.3.600.000 = Rp.7.200.000
Rp.3.600.000 Rp.3.600.000
Nona X 15% x Rp.75.000.000 = Rp.11.250.000
Rp.11.250.000
Nyonya Y 15% x Rp.9.500.000 100% x Rp.1.425.000 = Rp.2.850.000
= Rp.1.425.000 Rp.1.425.000
SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN
PELAPORAN PPH PASAL 23
Saat Terutang:
Pajak penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
Penyetoran:
Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong
pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutangnya pajak
Pelaporan:
Pemotong PPh pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat
pemberitahuan masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir.
Bukti Pemotongan:
Pemotong PPh pasal 23 harus memberikan tanda bukti
pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani pajak
penghasilan yang dipotong.
Pelaksanaan:
Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh
pasal 23 dilakukan secara desentralisasi
Pemenuhan sendiri kewajiban
perpajakannya bagi Wajib
Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui
suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
menganut dua sistem pengenaan pajak
atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari
Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak Pemotongan oleh pihak yang
tersebut adalah: wajib membayar bagi Wajib
Pajak luar negeri lainnya.
Badan Subjek Pajak Penyelenggara Bentuk Usaha Perwakilan
Pemerintah dalam Negeri Kegiatan Tetap Perusahaan
Luar Negeri
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek
PPh Pasal 26) adalah:
1. Dividen;
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. Hadiah dan penghargaan;
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
8. Keuntungan karena pembebasan utang.
Tarif
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang
dikenakan PPh Pasal 26 atau sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak
berganda (P3B) antar negara atau tax treaty. Tarif PPh Pasal 26 berdasar P3B
untuk dividen diatur sebagai berikut:
Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebai
berikut:
PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk Richard Mark
pada bulan Maret 2007 adalah:
20% x US$10.000 x Rp13.000 = Rp26.000.000
2. PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto;
Penghasilan neto = Perkiraan penghasilan neto x Penghasilan bruto
• Untuk premi yang dibayar perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang adalah 5% dari jumlah premi yang
dibayar (penghasilan bruto), sehingga:
Contoh 3.1
Suatu bentuk usaha tetap di Indonesia memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp17.500.000.000.
PPh Pasal 26 dihitung sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp17.500.000.000
PPh terutang: 25% x Rp17.500.000.000 Rp4.375.000.000 (–)
Penghasilan setelah dikurangi pajak Rp13.125.000.000
Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan sebesar
Rp13.125.000 tidak dipotong PPh Pasal 26.
Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26
Pada prinsipnya, pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri
adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya
tidak bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
(pemotongannya tidak bersifat final) adalah:
Penghasilan kantor pusat Penghasilan berupa dividen; bunga, termasuk Penghasilan Wajib Pajak
dari usaha atau kegiatan, premium, diskonto, premi swap dan imbalan orang pribadi atau badan
penjualan barang, atau sehubungan dengan jaminan pengembalian luar negeri yang berubah
pemberian jasa di Indonesia utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain status menjadi Wajib Pajak
yang sejenis dengan yang sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan dalam negeri atau bentuk
dijalankan atau yang sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan usaha tetap.
dilakukan oleh bentuk kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan
usaha tetap di Indonesia. pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari
penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan
reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri, penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha
tetap dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan tersebut.
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir
bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga
termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta; penghasilan sehubungan dengan
jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:
a. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
c. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang
dipotong.
d. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus
dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Namun, apabila bentuk
usaha tetap tersebut meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan,
pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada perhitungan sementara, terutang dan
harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan disampaikan, akan
tetapi tidak melampaui tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah tahun pajak atau
bagian tahun pajak berakhir.
PPH PASAL 24
Pajak penghasilan pasal 24, yang disingkat PPh pasal
24 adalah pajak yang dibayar atau terutang diluar
negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. PPh pasal 24
ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan
terutang dalam suatu tahun pajak.
PERMOHONAN PENGKREDITAN PAJAK
LUAR NEGERI
2. Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh atau tidak ada
kewajiban penyampaian SPT PPh saat diperolehnya duviden adalah pada bulan
ketujuh setelah tahun pajak berakhir.
PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN
Penghasilan
dari saham dan
sekuritas
lainnya
Penghasilan bentuk usaha
tetap adalah Negara tempat
bentuk usah tetap tersebut
Penghasilan
menjalankan usaha atau berupa bunga
melakukan kegiatan
Penghasilan
Penghasilan
berupa
berupa sewa
imbalan
MEKANISME PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR DI LUAR NEGERI
ADALAH SEBAGAI BERIKUT :