Anda di halaman 1dari 39

KELOMPOK 1

• Bima Sakti Wahyu (12161010101074)


• Rizky Purboningtyas (15161010101001)
• Alodia Geralda Khansa S (15161010101002)
• Ratih Iswari Ningtias (15161010101004)
• Ni Made Widia Sasmita (15161010101005)
• Sofira Nadia (15161010101006)
• Adik Wulandari (15161010101007)
• Shinta Dinyanti (15161010101008)
• Maurany Annisa Haque (15161010101009)
• Anesty Mustika (15161010101010)
• Wifqi Azlia (15161010101011)
• Mala Hayati (15161010101012)
• Fitria Nurhabiba Agustine (15161010101013)
• Layla Fakhriyah (15161010101116)
• Mega Sepathika (15161010101126)
SOIL TRANSMITTED HELMINTH
NEMATODA
ASCARIS
LUMBRICOIDES

MORFOLOGI SIKLUS HIDUP

PATOGENESIS

MANIFESTASI
KLINIK
EPIDEMOLOGI

DIAGNOSIS

PENCEGAHAN
MORFOLOGI
A. lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara
Nematoda lainya. Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang.
Ukuran cacing jantan 10-30 cm dengan diameter 2-4 mm, betina
22-35 cm, kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm.

A. lumbricoides memiliki 4 macam telur yang dapat dijumpai


di feses, yaitu telur fertile (telur yang dibuahi), unfertile (telur
yang tidak dibuahi), 5 6 decorticated (telur yang sudah dibuahi
tetapi telah kehilangan lapisan albuminnya) dan telur Infektif
(telur yang mengandung larva)
Gambar Telur A. lumbricoides
Gambar Telur A.
unfertile dan fertile
lumbricoides Fertile

Telur A. lumbricoides infektif


SIKLUS HIDUP
PATOGENESIS
■ Siklus hidup A.
lumbricoides dimulai dari
keluarnya telur bersama
dengan feses, yang
kemudian mencemari tanah.
Telur yang telah dibuahi akan
menjadi bentuk infektif
dengan lingkungan yang
mendukung, seperti
kelembaban yang tinggi dan
suhu yang hangat. Telur
bentuk infektif ini akan
menginfeksi manusia jika
tanpa sengaja tertelan
manusia.
■ Telur akan masuk ke saluran
pencernaan dan telur akan
menjadi larva pada usus.
Larva akan menembus usus
dan masuk ke pembuluh
darah. Ia akan beredar
mengikuti sistem peredaran
darah, dimulai dari pembuluh
darah vena, vena portal,
vena cava inferior dan akan
masuk ke jantung dan ke
pembuluh darah di paru-paru
dengan masa migrasi
berlangsung selama sekitar
15 hari.
■ Pada paru-paru akan terjadi
siklus paru dimana cacing
akan merusak alveolus,
masuk
ke bronkiolus,bronkus, trakea,
kemudian di laring dan
memicu batuk. Dengan
terjadinya batuk larva akan
tertelan kembali masuk ke
saluran cerna. Setibanya di
usus, larva akan menjadi
cacing dewasa.
■ Cacing akan menetap di usus dan kemudian
berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada
akhirnya akan keluar kembali bersama tinja.
Siklus pun akan terulang kembali bila
penderita baru ini membuang tinjanya tidak
pada tempatnya.
GEJALA KLINIS

1. Pada stadium dewasa :


- tidak nafsu makan,
- muntah - muntah, diare, konstipasi,
- mual dan malnutrisi.
- penyumbatan saluran cerna
2. Stadium larva :
sedangkan larva yang migrasi dapat menyebabkan
pneumonia dan eosinophilia paru
EPIDEMOLOGI

Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh


Nemathelminthes Ascaris Lumbricoides. Askariasis adalah
penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Diagnosis
DIAGNOSIS
■ Diagnosis askariasis
ditegakkan dengan
ditemukannya telur
pada tinja atau didalam
cairan empedu penderita
melalui pemeriksaan
mikroskopik. Atau
ditemukan cacing dewasa
pada anus, hidung, atau
mulut.
■ Dapat juga dengan
menggunakan X-Ray
sehingga hasil positif akan
menunjukkan gambaran
seperti gambar di kanan.
PENCEGAHAN
•Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
•Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak
makan serta sesudah buang air besar, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
•Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah)
sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi
dengan air hangat.
•Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
•Biasakan memakai jamban/WC.
•Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali
didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap
penyakit askariasis
MORFOLOGI
SIKLUS HIDUP

MANIFESTASI
KLINIK

HOOKWORM

DIAGNOSIS
PATOGENESIS
PENCEGAHAN

EPIDEMOLOGI
MORFOLOGI

Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia adalah A.


duodenale dan N. Americanus.

Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran cacing dewasa

TELUR
Sulit dibedakan antara spesies.
Bentuk oval dengan ukuran 40-60 mikron dengan dinding tipis transparan
dan berisi blastomer.
N. Americanus : panjang 9-11cm
A. Duodenale : panjang 11-13 cm

N. Americanus : panjang 7-9cm


A. Duodenale : panjang 8-11cm

N. americanus A. Duodenale

Pada buccal cavity (rongga


mulut) mempunyai 2 Pada buccal cavity (rongga
pasang “cutting plates” mulut) mempunyai 2
yaitu sepasang di ventral pasang gigi di anterior dan
dan sepasang di dorsal. di posterior. Dalam
Dalam keadaan istirahat keadaan istirahat tubuhnya
tubuhnya menyerupai menyerupai huruf “C”
huruf “S”.
SIKLUS HIDUP
Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya
berisi blastomer. Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir dan hangat
memudahkan untuk pertumbuhan telur biasanya telur menetas dalam 1-2
hari dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah waktu kurang lebih 5-10 hari
tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektife. Bentuk dari
larva filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup. Bila selama
periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan
menembus kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran
darah dan pembuluh lympe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai
ke jantung kanan masuk ke paru-paru lewat arteri pulmonalis kemudian
masuk kekapiler, karena ukuran larva lebih besar akhirnya kapiler pecah
(lung migration) kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronchus, larink, pharink
dan akhirnya ikut tertelan 12 masuk kedalam usus. Setelah di usus halus larva
melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai
menjadi dewasa. Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing
dewasa betina menghasilkan telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa
melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja menelan filariform larva langsung
ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration
PATOGENESIS
1. Menembus kulit  Creeping Eruption (CE)
2. Pada paru – paru  pneumonia
3. Pada usus halus  mencabik usus  pendarahan
MANIFESTASI
KLINIK
 Infeksi hookworm larva migrasi ke paru-paru gejala
klinik

3. Dyspnue
1. Pneumonia
2. Batuk terus-
4. Hemoptysis
menerus

 Infeksi cacing dewasa infeksi pencernaan gejala


klinik

5. Berat
1. Anorexia 3. Diare
badan turun
2. Panas
4. Anemia
EPIDEMOLOGI

 Hookworm menyebabkan infeksi pada kurang lebih 900 juta orang


dan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 liter.
 Dua spesies Nematoda : ancylostoma duodenale dan Necator
Americanus
 Cacing ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis
 Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban
sedang (suhu berkisar 23°-33° c)
 terjadi pada anak-anak
DIAGNOSIS

Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/cacing dewasa pada


feses penderita.
PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup


cacing dengan cara :
1. terhadap sumber infeksi dengan mengobati penderita
2. memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses
3. memakai alas kaki
PATOGENESIS

EPIDEMOLOGI
MANIFESTASI
KLINIK
DIAGNOSIS

SIKLUS HIDUP

MORFOLOGI PENCEGAHAN

Trichuris Trichiura
MORFOLOGI

 Cacing dewasa berbentuk cambuk


 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal dan 3/5 bagian anterior
lebih kecil
 Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4 cm) dari
pada betina dengan ujung posterior yang melengkung ke
ventral
 Cacing betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan ujung
posterior yang membulat
 Memiliki bentuk oesophagus yang khas disebut dengan
“Schistosoma oesophagus”
 Telur berukuran 30–54 x 23 mikron
SIKLUS HIDUP

1. Telur keluar bersama feses penderita


2. Telur melakukan pertumbuhan untuk menjadi telur infektif di tanah
selama 15-30 hari, ditemukan telur berisi larva stadium III
3. Manusia sehat tidak sengaja menelan telur yang infektif
4. Telur masuk ke dalam usus halus dan dinding telur akan pecah dan
larvanya keluar melalui kripte usus halus kemudian menuju ke caecum
5. Larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan tinggal di caecum dan
kolon
6. Apabila cacing jantan dan betina kawin, betina akan menghasilkan telur
3000-20.000 perhari
PATOGENESIS

Patogenesa berkaitan dengan jumlah organisme yang


menginvasi, sensitifitas host, bentuk perkembangan cacing,
migrasi larva dan status nutrisi host. Migrasi larva dapat
menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi alergi.
Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ
akibat invasinya dan mengakibatkan patogenesa yang lebih
berat”
MANIFESTASI
KLINIK

D apat menyebabkan diare, anemia, penurunan berat badan, nyeri


perut, nausea, vomiting, eosinophilia, tenesmus, rectal prolapse,
pertumbuhan lambat.
EPIDEMOLOGI

INFEKSI YANG DISEBABKAN OLEH CACING A.


LUMBRICOIDES DISEBUT ASCARIASIS. DI
INDONESIA PREVALENSI ASCARIASIS
TINGGI, FREKUENSINYA ANTARA 60% SAMPAI
90% TERUTAMA TERJADI PADA ANAK-ANAK.
A. LUMBRICOIDES BANYAK TERJADI PADA
DAERAH IKLIM TROPIS DAN SUBTROPIS
KHUSUSNYA NEGARA-NEGARA
BERKEMBANG SEPERTI AMERIKA SELATAN,
AFRIKA DAN ASIA”
DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan


mengidentifikasi adanya telur pada feses dan kadang
dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses,
muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi
dengan contras barium”
PENCEGAHAN

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara


dan sarana pembuangan feses, mencegah
kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah
yaitu dengan cara cuci bersih sebelum makan,
mencuci sayur-sayuran dan buah-buahan dengan
baik, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk
dan mengobati penderita”
SAMPEL
PEMERIKSAAN
Spesimen yang digunakan dalam penentuan diagnosis infeksi
kecacingan biasanya berasal dari feses, bilasan lambung dan
apusan rektal atau swab anus. Spesimen yang akan diperiksa
harus ditampung dalam botol bersih, bermulut lebar, dan
mempunyai tutup. Untuk feses yang diminta pada tersangka
infeksi biasanya berasal dari hasil defekasi spontan dan
biasanya setelah dilakukan pengobatan, cara pengambilan
sampel feses juga dapat dilakukan secara rectal touch, untuk
pemeriksaan feses rutin dibutuhkan sampel sebanyak 2-3
gram. Feses segar dapat disimpan semalam pada suhu rendah
yaitu pada suhu 4°C tanpa mengurangi nilai diagnostiknya.
PENGAWET
SAMPEL
 Larutan Formalin 50 % dan 10 %
 Larutan Schauddin
 Larutan Polivinil Alkohol yang mengandung Larutan
Schauddin
 Larutan Mertiolad -Iodium Formaldehid (MIF)
METODE
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis meliputi:
 Warna Feses : Kuning, putih, hijau atau hitam
 Bau Feses : Amis seperti bau ikan atau bau busuk
 Konsistensi : padat, lembek atau cair
 Adanya lendir, darah, potongan jaringan, sisa makanan yang belum dicerna atau
bahan sisa pengobatan seperti lemak, zat besi, magnesium dan barium.

2. Pemeriksaan Mikroskopis
a. Pemeriksaan feses dengan cara langsung (sediaan basah)
• cara langsung dengan kaca penutup
• cara langsung tanpa kaca penutup
3. Pemeriksaan feses dengan cara konsentrasi untuk telur cacing
a) Pemeriksaan feses dengan cara sedimentasi (Metode Faust & Russell)
b) Pemeriksaan dengan cara Flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metode
Willis)
c) Pemeriksaan feses dengan teknik Kato (Metode Kato & Miura)
d) Pemeriksaan feses dengan teknik modifikasi Kato katz
e) Pemeriksaan feses dengan teknik formalin-eter
f) Teknik AMS III (Acid-sodium sulfat-tritone-eter concentration)
g) Teknik hitung telur
h) Pemeriksaan feses langsung dengan kaca penutup metode Beaver
i) Pemeriksaan feses dengan cara menghitung telur cacing
DAFTAR PUSTAKA

• Kim M-K, Pyo K-H, Hwang Y-S, Park KH, Hwang IG, Chai J-Y, et al.
Effect of Temperature on Embryonation of Ascaris suum Eggs in an
Environmental Chamber. Korean J Parasitol. 2012 Sep;50(3):239–42.
• Cook GC, Zumla AI. Manson’s Tropical Diseases, 22nd Edition. 22nd
ed. Saunders Ltd.; 2008

Anda mungkin juga menyukai