Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN ANESTESI PADA

PASIEN ASMA

Oleh :
I Putu Adi Palguna
PENGERTIAN ASMA
Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronis
umum dari jalan nafas (airways) yang ditandai
dengan variabel dan gejala yang berulang seperti
obstruksi aliran udara reversibel, wheezing, tidak
bisa bernafas, rasa sesak di dada, bronkospasme
dan batuk-batuk terutama pada malam hari.
EPIDEMIOLOGI ASMA
300 juta orang di seluruh dunia  asma
Mortalitas dipekirakan mencapai 250 000
orang/tahun.

Di Indonesia : diperkirakan 2–5 % menderita asma.


Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak
masa kanak-kanak, sedangkan sepertiganya pada
masa dewasa sebelum umur 40 tahun.
ETIOLOGY ASMA

Asma bisa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya :


1. Genetik
2. Lingkungan
3. Infeksi virus seperti rhinovirus
4. Alergan seperti : debu, bulu anjing dan kucing
PATOFISOLOGI
 Substansi terinhalasi  mencetuskan bronkospasme melalui
mekanisme imun spesifik dan non spesifik dengan degranulasi sel
mast bronkial
 antigen akan berikatan dengan IgE pada permukaan sel mast
menyebabkan degranulasi
 Bronkokonstriksi terjadi akibat pelepasan histamin, bradikinin,
leukotrien C,D,E, Platelet Activating Factor, prostaglandin (PG)PGE2,
PGE2α, dan PGD2, netrofil dan eosinofil chemotactic factor
PATOFISIOLOGI
• Vagal afferent pada bronkus sensitive terhadap histamin dan
berbagai stimulus noksius termasuk air dingin, iritan yang
terinhalasi dan instrumentasi (Contoh intubasi endotrakeal)
• Aktivasi refleks vagal menyebabkan bronkokonstriksi yang
diperantarai siklik GMP intraseluler yang meningkat.
PATOFISIOLOGI

Selama serangan asma bronkokonstriksi, edema mukosa dan


sekresi meningkatkan resistensi terhadap aliran udara pada jalan
nafas bagian bawah
Saat serangan asma berkurang, resistensi jalan nafas kembali normal
dimulai pada jalan nafas yang besar (bronkus utama, bronkus
lobaris, bronkus segmental dan subsegmental) kemudian pada
saluran nafas yang lebih perifer
DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU

INTERMITEN  Gejala < 1x/minggu < 2 kali sebulan VEP1 atau APE > 80%

Mingguan  Tanpa gejala di luar serangan

 Serangan singkat

 Fungsi paru asimtomatik dan normal di luar


serangan.

PERSISTEN  Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari > 2 kali VEP1 atau APE > 80%

RINGAN  Serangan dapat mengganggu aktivitas dan seminggu normal


tidur.
Mingguan

PERSISTEN  Gejala harian > sekali VEP1 atau APE > 60% tetapi
< 80% normal
SEDANG  Menggunakan obat setiap hari seminggu

Harian  Serangan mengganggu aktivitas dan tidur

 Serangan 2x/minggu, bisa berhari – hari

PERSISTEN  Gejala terus menerus Sering VEP1 atau APE < 80% normal
BERAT  Aktivitas fisik terbatas
Kontinu  Sering serangan
DIAGNOSA DAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG

1. Dijumpai gejala yang klasik seperti


sesak nafas,
batuk
mengi.

2. Dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi


diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan
pengobatan, tetapi kadang menjadi kronik
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Spirometri
2. Melihat respon pengobatan dengan bronkodilator
3. Pemeriksaan tes kulit
4. Pemeriksaan eosinofi dalam darah
PERHATIAN PREOPERATIF

 Pokok permasalahan  inflamasi jalan nafas (bronchiolar) dan


hipereaktifitas respons terhadap berbagai stimuli
 Secara klinis asma termanifes sebagai serangan dispnea, batuk dan
mengi yang episodik. Obstruksi jalan nafas yang biasanya reversibel
akibat konstriksi otot polos bronchial, edema dan sekresi yang
meningkat.
 Secara klasik obstruksi dipresipitasi oleh berbagai substansi
yang terdapat di udara (airborne) termasuk serbuk tumbuhan,
bulu binatang, debu, polutan dan berbagai zat kimia
 Beberapa pasien juga mengalami bronkospasme  aspirin,
obat anti inflamasi non steroid, obat yang mengandung
preparat sulfit atau tartrazin dan zat pewarna lainnya,
olahraga, emosional dan infeksi virus
EVALUASI PREOPERATIF

1. Anamnesa dan Riwayat Penyakit


2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan fungsi paru
PERHATIAN ANESTESI

PENGELOLAAN PREOPERATIVE

 Titik berat dalam mengevaluasi pasien asma ditekankan pada


penentuan saat terakhir serangan dari penyakit ini

 Riwayat klinis pasien sebelumnya sangat penting diketahui.


Tidak adanya dispnea , mengi atau batuk yang minimal berarti
pasien dalam kondisi yang optimal

 Pasien dengan bronkospasme yang frekuen atau kronik harus


mendapatkan terapi bronkodilator yang optimal termasuk
agonis adrenergik β2
Preparat yang digunakan untuk
asma adalah sebagai berikut :
a. Simpatomimetik, atau
beta 2 adrenergik agonis
a. Albuterol
b. Salmeterol
c. Epinefrin
a. Parasimpatolitik
a. Ipratropium bromide
b. Sulfas Atropin
b. Metilxantine
c. Kortikosteroid
PREMEDIKASI
1. Sedatif ( Benzodiazepin) adalah Sedasi ini
penting diberikan pada pasien dengan riwayat
asma yang dipicu oleh emosional.

2. Narcotik(Opioid). Dipilih yang tidak mempunyai


efek pelepasan histamin misalnya fentanil,
sufentanil

3. Agen antikolinergik pemberian dilakukan jika


terdapat sekresi berlebihan atau penggunaan
ketamin sebagai agen induksi.
4. Pada penderita asma intubasi dapat diberikan lidocain
1-1,5 mg/kgBB atau Fentanyl 1-2 mcg/kgBB dapat
menurunkan reaktifitas laring terhadap ETT.
PENANGANAN ANESTESI
INTRAOPERATIF
Tujuan utama dalam anastesi pada pasien asma adalah untuk
menghindari terjadinya bronkospasme dan mengurangi respon
terhadap intubasi trakea.

Sangat penting bahwa pasien harus berada pada tingkat


anestesi yang dalam sebelum instrumenting jalan napas, seperti
intubasi trakea karena selama dalam tingkat anestesi cahaya
dapat memicu terjadinya bronkospasme.
Teknik anestesi regional harus dianggap saat
yang tepat, untuk menghindari instrumentasi
jalan napas.

Propofol merupakan agen induksi pilihan pada


hemodinamik pasien yang stabil karena
kemampuannya untuk melemahkan respon
bronchospastic intubasi baik pada penderita
asma dan penderita non-asma.
TERAPI BRONKOSPASME INTRAOPERATIF

Jika terjadi bronkospasme berat yang harus dilakukan yaitu :


• Oksigenasi dengan pemberian oksigen 100%
• Mendalami anestesi dengan meningkatkan agen volatile
• Aminophillyn 5-7 mg/kg i.v secara pelan-pelan
• Ipratropium bromide 0,25 mg nebulizer, adrenalin bolus I.v
(10μg=0,1 ml), ketamin 2 mg/kg magnesium 2 gr i.v secara
lambat
• Hidrokortison 200 mg i.v.
PENANGANAN POST
OPERATIF
 Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah epidural
analgesia.
 NSAID dihindari karena dapat mencetus terjadinya
bronkospasme.
 Oksigenasi harus tetap diberikan.
 Pasien asma yang selesai menjalani operasi pemberian
bronkodilator dilanjutkan lagi sesegera mungkin pada
pasca pembedahan.
PENUTUP
Asma adalah satu keadaan klinis yang ditandai dengan
episode berulang penyempitan bronkus yang reversible,
biasanya diantara episode terdapat pernapasan yang lebih
normal.

Penilaian terhadap reversibilitas penyakit penting


dilakukan evaluasi pasien dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan AGD dan pemeriksaan tes fungsi paru-paru.
Pasien dengan riwayat asma frekuen atau kronis
perlu dilakukan pengobatan sampai tercapai kondisi
yang optimal untuk dilakukan operasi atau kondisi
dimana gejala-gejala asma sudah minimal.

Pencegahan bronkospasme pada saat operasi penting


dilakukan terutama pada saat manipulasi jalan napas

Pemilihan obat-obatan dan tindakan anestesi perlu


dipertimbangkan untuk menghindari penggunaan
obat-obatan dan tindakan yang merangsang
terjadinya bronkospasme atau serangan asma.

Anda mungkin juga menyukai