Pseudomenbrane berwarna
putihkelabu, “kotor”
berdarah bila diusaha
dilepasmelekat pada
tonsil, dinding faring,
uvula, dan palatum
*
Limfoadenitis leher dan submandibular “bullneck”, dan
edema muka
*Difteri laring
• Gejala biasanya dari perluasan diphtheria faring tetapi
bisa primer dengan gejala kurang nyata.
• Obstruksi saluran nafas atas (maka dia mirip sekali
dengan sindroma krup “croup”)
• Suara parau
• Stridor bagian inspiratur pada mulanya, kemudian
progresif & bifasik (inspir & expir)
• Retraksi suprasternal & supraklavikular
• Bila pseudomembrane terlepas, bisa diaspirasi dan
menutup jalan nafas mati mendadak
*
• Berupa tukak (ulcer) di kulit,
vulvovagina & konjunctiva.
Tepinya jelas & mungkin ada
pseudomembranepada dasarnya.
Rasa sakit-nyeri
• Cenderung menjadi tukak kronis
di daerah tropis
• Di telinga berupa otitis externa
kronis yang bernanah dan berbau.
*diagnosa
• Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan
pemeriksaan laboratorium.
• Gejala klinik merupakan pegangan utama dalam
menegakkan diagnosa. Secara klinik diagnosa dapat
ditegakkan dengan melihat adanya membran.
• Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar
hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, dan
penurunan jumlah eritrosit.
*Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan
kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, dan penurunan jumlah
eritrosit.
*Diagnosis pasti dengan isolasi C. diphteriae
dengan pembiakan pada media Loeffler
dilanjutkan dengan tes toksinogenitas
*diagnosa banding
*Difteria Hidung : common cold, sinusitis,
benda asing dalam hidung.
*Difteria Faring : tonsilofaringitis, candidiasis
mulut.
*Difteria Laring : abses retrofaringeal, croup
spasmodik dan benda asing dalam laring.
*
*
*Pasien diisolasi sampai masa akut terlewati dan biakan hapus
tenggorok negatif 2x berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap
diisolasi selama 2-3 minggu. Tirah baring lebih kurang 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada difteri laring,
dijaga agar napas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan
menggunakan nebulizer
*Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan
toksoid diftery.
Bila kultur (-) / SCHICK test - : bebas isolasi.
Bila kultur + / SCHICK test - : pengobatan karier
Bila kultur + / SCHICK test + / gejala - : anti toksin diftery +
penisilin
Bila kultur - / SCHICK test + : toksoid (imunisasi aktif).
*
Antibiotika
Penicillin dapat digunakan bagi penderita yang tidak sensitif,
bila penderita sensitif terhadap penicillin dapat digunakan
erythromycin. Lama pemberian selama 7 hari, pada golongan
erithromycin dapat digunakan selama 7 -10 hari.
* Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10 hari. Maksimal 3
gram/hari.
*Eritromisin(bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari
selama 10 hari.
Antitoxin
Anti Diphtheria Serum (ADS) Antitoksin harus diberikan segera
setelah dibuat diagnosis difteria.
Cara pemberian :
*Difteria Hidung 20.000 Intramuscular
*Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena
*Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena
*Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena Kombinasi lokasi
diatas 80.000 Intravena
*Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena
*Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 Intravena.
*Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam
larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan. Hasil
positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm.
Kortikosteroid
Indikasi : Difteri berat
*Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.
*Deksametason 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV
Pengobatan karier