Anda di halaman 1dari 40

LAPKAS BEDAH DIGESTIF

PERITONITIS

Amin P.B. Siagian (120100315)


M. Ary Guthama (120100084)
Harvinda Arya Pratiwi (130100117)
Hanifah Dwi Pratiwi (130100204)
Stephanie Sihombing (130100208)
David J. R. Pakpahan (130100086)
Rahmad Diansyah (130100107)
Fanny Fadhilah (130100123)
Dea Celine Sembiring (130100062)
Vani A/P Raveendran (130100427)

Pembimbing :dr. Syahbuddin, Sp. B-


KBD
PENDAHULUAN
peritonitis didefenisikan suatu proses inflamasi
membran serosa yang membatasi rongga
abdomen dan organ-organ yang terdapat
didalamnya.
Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan
benda asing.
peritonitis merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada penderita bedah dengan
mortalitas sebesar 10-40%.
Suatu perforasi dapat terjadi akibat trauma dan
non trauma.Non trauma misalnya akibat
volvulus, spontan pada bayi baru lahir, ingesti
obat-obatan, tukak, malignansi, dan benda
asing.Sedangkan trauma dapat berupa trauma
tajam maupun trauma tumpul, misalnya
iatrogenik akibat pemasangan pipa nasogastrik.
DEFINISI

 Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal


dapat berupa primer atau sekunder, akut atau
kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi
kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia.
Primer tidak berhubungan dengan gangguan
usus dasar (cth : sirosis dengan asites, sistem
urinarius) ; sekunder inflamasi dari saluran
gastrointestinal , ovarium/uterus, cedera
traumatik atau kontaminasi bedah.
ETIOLOGI

Etiologi peritonitis dibagi 3 yaitu :


A. Infeksi bakteri
 Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal
 Appendisitis yang meradang dan perforasi

 Tukak peptik (lambung / dudenum)

 Tukak thypoid

 Tukak disentri amuba / colitis

 Tukak pada tumor

 Salpingitis

 Divertikulitis
B. Secara langsung dari luar

 Operasi yang tidak steril


 Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida,
terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan
peritonitis lokal.
 Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur
hati
 Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius
vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.

C. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit


akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis
media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus
KLASIFIKASI
Peritonitis Primer
 Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus
infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis
bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
 Spesifik : misalnya Tuberculosis
 Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

Peritonitis sekunder
 Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi,
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-
organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.

Peritonitis tersier
Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya
cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses
inflamasi transmural dari organ-organ dalam (mis. Penyakit Crohn)
tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen
 Peritonitis kimia
Peritonitis kimia dapat disebabkan oleh iritasi empedu,
darah, barium, atau bahan lain atau oleh peradangan
transmural dari organ visceral (misalnya, Crohn’s
disease) tanpa inokulasi bakteri rongga peritoneal.
 E.Abses peritoneal

Pembentukan abses dapat merupakan komplikasi


operasi
PATOFISIOLOGI
1.Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran
2.Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ
3. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan da n elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk.
4. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum
5. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi
atoni dan meregang.
6. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria
7.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung -lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
GEJALA KLINIS
 Nyeri abdomen akut dan nyeri tekan
 Badan lemas

 Peristaltik dan suara usus menghilang

 Hipotensi

 Tachicardi

 Oligouria

 Nafas dangkal

 Leukositosis

 Terdapat dehidrasi.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK
 Perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,
suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen.Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok,
dan infeksi atau sepsis perlu di perhatikan juga.

 Inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi


menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit
dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh
gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut
yang membuncit dan tegang atau distended.

 Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan


viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale
adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian
lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna
sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian
yang nyeri.
 Perkusi.Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi
pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan
bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada
pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi.

 Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi


penurunan suara bising usus. Pasien dengan
peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus
ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis, hematokrit


yang meningkat dan asidosis metabolik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(FOTO ABDOMEN 3 POSISI)

 Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance).
 Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
 Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya
air fluid level dan step ladder appearance.
PENATALAKSANAAN
 pengantian cairan elektrolit yang hilang
 Pemberian antibiotik

 Tindakan bedah eksplorasi untuk memeriksa


adanya perlengketan serta penyebaran fokal
infeksi ke organ rongga abdomen lainnya.
KOMPLIKASI

 Dua komplikasi pasca operasi paling umum


adalah eviserasi luka dan pembentukan abses.
 Komplikasi pembedahan dengan laparotomi
eksplorasi memang tidak sedikit.Secara bedah
dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula
enterokutan, kematian dimeja operasi, atau
peritonitis berulang jika pembersihan kuman
tidak adekuat
BAB 3 : STATUS ORANG SAKIT
 Identitas Pasien
 Nama : Soji Okman
 NomorRM : 73.10.56
 JenisKelamin : Laki – Laki
 Tanggallahir : 20 Oktober 1982
 Usia : 35 tahun 3 bulan
 Alamat : Parak Karakah No 6 Padang Timur
 Agama : Islam
 Status Pernikahan : Duda
 Pendidikan Terakhir : Tamat SMA
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Tanggal Masuk : 13 Januari 2018

 Anamnesis
 Keluhan Utama : Nyeri perut
 Telaah : Hal ini telah dialami pasien sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
perut dirasakan di seluruh area perut. Nyeri tidak menjalar, dan bersifat terus
menerus. Nyeri memberat ketika pasien menggerakkan anggota gerak bawah. Awalnya
pasien sedang makan malam pada pukul 20.30 WIB, kemudian terjadi petikaian
sehingga OS ditusuk oleh preman setempat. OS ditusuk di bagian dada kiri bawah,
tepatnya di sekitar daerah rongga Iga 9. OS kemudian dibawa ke IGD rumah sakit
RSUP HAM. Sesak nafas dijumpai. Riwayat trauma di tempat lain tidak dijumpai.
Penurunan kesadaran dijumpai, muntah dijumpai. Kejang tidak dijumpai.
 Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
 Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas

 Pemeriksaan Fisik
 Status Presens
 Sensorium : Apatis
 Tekanan Darah : 100/60 mmHg
 Nadi : 90 x/1’
 Frekuensi Nafas : 20 x/1’
 Temperatur : 36,8

 Primary Survey
 A : Clear
 B : Spontan, RR = 20 x/i
 C : TD = 100/60 mmHg, HR = 94 x/i
 D : GCS 12, pupil isokor, RC = +/+
 E : Log roll ; undressed
 Status Generalisata
 Kepala
 Mata : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm / 3mm ), konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-), preorbital edema (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Dalam batas normal
 Hidung : Dalam batas normal
 Tenggorokan : Dalam batas normal
 Mulut : Dalam batas normal

 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-) TVJ : R + 2
CmH20

 Toraks
 Inspeksi : Simetris Fusiform, Ketinggalan bernafas (-)
 Palpasi : Stem Fremitus, kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh kedua lapanagan paru
 Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler
 Suara Tambahan : - / -

 Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di 1 cm medial ICS V/VI LMCS
 Perkusi : Atas : ICS II LMCS , Kanan : ICS IV LPSD
 Kiri : 1 cm medial ICS V/VI LMCS
 Auskultasi : S1 normal, S2 normal, murmur (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Simetris, dullness (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+) pada seluruh lapangan
abdomen , defans muskular (+),
 Peritoneal sign (+)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus menurun

 Genitalia : Laki – laki

 Inguinal
 Inspeksi : Dalam batas normal
 Palpasi : Dalam batas normal

 Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, edema (-)
 Inferior : Akral hangat, edema (-)

 Diagnosa Kerja : Penerating abdomen injury with Diffuse Peritonitis



 Terapi
 IVFD Ringer Laktat guyur 4 Fl 500 ml
 Injeksi Ceftriakson 1gr/ 12 jam
 Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam
 Injeksi Ketorolac 30 mg/ 12 jam

 Rencana
 Cek Laboratorium : Darah Lengkap, Elektrolit, RFT,
KGDs
 Foto Abdomen 3 Posisi
 Foto Thorax Pa Erect
 Konsul Anestesi
 Laparatomy di Kamar Bedah Emergensi IGD RSUP
HAM
 Radiologi
 -Abdomen 3 posisi (13/01/2018)

 Hasil : tidak tampak batu radioopaque


 Spondilosis lumbalis
 Thorax AP Erect (13/01/2018)

 Kesan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo


BAB IV
FOLLOW UP
BAB V
DISKUSI KASUS
Manifestasi Klinis Pada pemeriksaan fisik abdomen yang
dilakukan pada pasein dijumpai:
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara Inspeksi: simetris, dullness(+), Palpasi:
klinis dengan adanya nyeri abdomen Dijumpai nyeri tekan pada seluruh
(akut abdomen) dengan nyeri yang lapangan abdomen, defans muscular
tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (+),
(peritoneum visceral) yang makin lama Perkusi: timpani,
makin jelas lokasinya (peritoneum Auskultasi: bising usus menurun.
parietal). Nyeri abdomen yang hebat
biasanya memiliki punctum maximum Vital Sign:
ditempat tertentu sebagai sumber TD: 100/60 mmgHg (Normotensi)
infeksi. Dinding perut akan terasa HR: 90x/menit
tegang karena mekanisme antisipasi HR: 20x/menit
penderita secara tidak sadar untuk T: 36,8
menghindari palpasinya yang
menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan
pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatorium disease.
Gejala Klinis menurut Ahmad H. Hasil laboratorium pada pasien
Asdie, 1995: 1612 dijumpai:
Nyeri abdomen akut dan nyeri tekan Hb/ Eri/ Leu/ Ht/ PLT: 8,4/ 3.13/16.230/
Badan lemas 25/ 113.000
Peristaltik dan suara usus menghilang Kesan: anemia+ leukositosis+
Hipotensi trombositopenia
Tachicardi
Oligouria
Nafas dangkal
Leukositosis
Terdapat dehidrasi.
Penegakan Diagnosis Kesimpulan foto abdomen 3 posisi:
Tidak tampak batu radio opaque.
Pada peritonitis dilakukan foto polos Spondilosis lumbalis
abdomen 3 posisi yaitu
Tidur telentang (supine), sinar
dari arah vertikal dengan
proyeksi anteroposterior
Duduk atau setengah duduk
atau berdiri kalau
memungkinkan dengan sinar
dari arah horizontal proyeksi
anteroposterior
Tiduran miring ke kiri (left
lateral decubitus), dengan sinar
horizontal proyeksi
anteroposterior
Sebelum terjadi peritonitis, jika
penyebabnya adanya gangguan pasase USG:
usus (ileus) obstruktif maka pada foto
polos abdomen 3 posisi didapatkan
gambaran radiologis antara lain :
Posisi tidur, untuk melihat distribusi
usus, preperitoneal fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh
yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding
usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance). Hepatorenal pouch: collectomy fluid (+)
Posisi LLD, untuk melihat air fluid Splienrenal pouch : collectomy (-)
level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga
gangguan pasase usus. Bila air fluid
level pendek berarti ada ileus letak
tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di
kolon.Gambaran yang diperoleh
adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
Posisi setengah duduk atau berdiri. Rectovesica pouch collecting fluid (-)
Penatalaksanaan d. Lavase peritoneum dilakukan
pada peritonitis yang difus, yaitu
a. Penggantian cairan dan dengan menggunakan larutan
elektrolit yang hilang secara kristaloid (saline).Bila
ingravena. Resusitasi dengan peritonitisnya terlokalisasi,
larutan saline isotonik sangat sebaiknya tidak dilakukan lavase
penting. peritoneum, karena tindakan ini
b. Antibiotik spektrum luas akan dapat menyebabkan
diberikan secara empirik dan bakteria menyebar ketempat
kemudian diubah jenisnya lain.
setelah hasil kultur keluar. e. Drainase (pengaliran) pada
Antibiotika berspektrum luas peritonitis umum tidak
juga merupakan tambahan dianjurkan, karena pipa drain itu
drainase bedah. Harus tersedia dengan segera akan
dosis yang cukup pada saat terisolasi/terpisah dari cavum
pembedahan, karena bakteremia peritoneum, dan dapat menjadi
akan berkembang selama tempat masuk bagi kontaminan
operasi. eksogen. Drainase berguna pada
c. Pembuangan fokus septik atau keadaan dimana terjadi
penyebab radang lain dilakukan kontaminasi yang terus –
dengan operasi laparotomi. Insisi menerus (misalnya fistula) dan
yang dipilih adalah insisi diindikasikan untuk peritonitis
vertikal digaris tengah yang terlokalisasi yang tidak dapat
menghasilkan jalan masuk ke direseksi.
Pada pasien telah diberikan tatalaksana farmakologi:
Inf. Asering 20 gtt/I (makro)
Inf. Kabiven 1 fls/24 jam
Inj. Meropenem 1 gr/8 jam
Inf. Metronidazole 500mg
Inj. Omeprazole 1 vial/24jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Dilakukan pemasangan WSD
Dilakukan laparotomi explorasi.
KESIMPULAN

 Seorang pria berusia 35 tahun didiagnosis


dengan penerating abdomen injury with diffuse
peritonitis dan diberikan tatalaksana:
 IVFD Ringer Laktat Cor 4 Fl

 Injeksi Ceftriakson 1gr/ 12 jam

 Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam

 Injeksi Ketorolac 30 mg/ 12 jam

 Eksplorasi Laparotomi emergensi


TERIMA KASIH..

Anda mungkin juga menyukai