Anda di halaman 1dari 21

Penggerak Mula

Motor Bensin
(Spark Ignition Engine )

Penyalaan dilakukan dengan menggunakan


busi (spark plug) yang mengeluarkan bunga api
pada akhir langkah kompresi.
Untuk motor bensin konvensional diperlukan
karburator untuk mencampur bahan bakar dan
udara dalam ukuran yang tepat.
Yang dihisap dan dikompresi adalah campuran
gas (bahan bakar & udara).
Karburator
Pengaturan daya/
power dilakukan dengan
mengubah jumlah
campuran gas dengan
pembukaan katup throttle
pada karburator.
Siklus idealnya adalah
siklus Otto dimana
proses pembakarannya
dianggap berlangsung
sangat cepat sehingga
perubahan volume
selama proses
pembakaran sangat kecil
sekali.
Motor Diesel
(Compression Engine )

Penyalaan dilakukan dengan menginjeksikan


bahan bakar ke dalam silinder yang bertekanan
dan bertemperatur tinggi dengan menggunakan
injektor. Karena temperatur dalam silinder lebih
tinggi dari pada titik nyala bahan bakar maka
pembakaran dapat terjadi .
Yang dihisap dan dikompresi adalah udara saja.
Pencampuran bahan bakar dan udara dilakukan
di dalam silinder.
Injector
Pengaturan daya
dilakukan dengan
mengubah jumlah bahan
bakar yang masuk dalam
silinder.
Siklus ideal untuk motor
kecepatan rendah adalah
siklus Diesel dimana
proses pembakarannya
berlangsung relatif
lambat sehingga
perubahan volume cukup
besar  perubahan
tekanan sangat kecil
(konstan) .
Untuk motor kecepatan tinggi
siklusnya adalah siklus Dual dimana
proses pembakaran pada awalnya
berlangsung sangat cepat (volume
konstan) dan kemudian lebih lambat
(tekanan konstan)
Perbandingan Motor Bensin (SIE)
dan Motor Diesel (CIE )

Item SIE CIE


Rasio kompresi 6  12 12  24
Tekanan akhir kompresi  10kg/cm2  25 kg/cm2
Bahan bakar bensin, gas diesel fuel
Berat mesin ringan berat
Harga mesin murah mahal
Biaya operasi mahal murah (?)
Biaya perawatan murah mahal
Volume maksimum kecil besar
Daya maksimum putaran tinggi putaran rendah
Efisiensi puncak rendah tinggi
Siklus ideal motor bakar

Asumsi-asumsi:
fluida kerja adalah gas ideal dengan komposisi
kimia tetap.
proses pembakaran bisa dianggap sebagai
proses penambahan kalor dihisap dan
dikompresi adalah udara saja.
proses pembuangan gas bisa dianggap sebagai
proses pembuangan kalor.
Motor Bensin

1-2: langkah kompresi


secara isentropis.
2-3: langkah penambahan
kalor secara isokhorik
(volume konstan).
3-4: langkah ekspansi/kerja
secara isentropis.
4-1: langkah pembuangan
kalor secara isokhorik.
Apabila kalor jenis fluida kerja bisa
dianggap konstan maka,

Kalor yang disuplai : qc = cv(T3 – T2)

Kalor yang dibuang : qe = cv(T4 – T1)

Kerja bersih/netto : wnet =qc – qe


Efisiensi termal :
wnet (T4 – T1) T4 (1 –T1 / T4)
 t= =1– =1–
qc (T3 – T2) T3 (1 –T2 / T3)
langkah 1 – 2:
k–1
T2 v1
Tv k–1
1 1 =Tvk–1
2 2  =
T1 v2

langkah 3 – 4:
k–1
T3 v4
Tv k–1
3 3 =Tvk–1
4 4  =
T4 v3

v1 v4 T2 T3 T1 T2
Karena: =  =  =
v2 v3 T1 T4 T4 T3

T4
t = 1 – = 1 – 1 =1 – 1
k–1
=1 – 1k–1
T3 T3/T4 v4/v3 rc
dimana rc adalah rasio kompresi yang
merupakan perbandingan antara volume
silinder pada TMB dan TMA. Untuk motor
bensin rasio kompresi berkisar antara 712.

Dari persamaan di
atas dapat dikatakan
semakin besar rasio
kompresi maka
efisiensi termalnya
semakin tinggi.
Motor Diesel
(Diesel Cycle)

1-2: langkah kompresi secara


isentropis.
2-3: langkah penambahan
kalor secara isobaris (tekanan
konstan).
3-4: langkah ekspansi/kerja
secara isentropis.
4-1: langkah pembuangan
kalor secara isokhorik.
Apabila kalor jenis fluida kerja bisa
dianggap konstan maka,

Kalor yang disuplai : qc = cp(T3 – T2)


Kalor yang dibuang : qe = cv(T4 – T1)
Kerja bersih/netto : wnet =qc – qe
Efisiensi termal :
wnet cv(T4 – T1) 1 T1 (T4/T1 –1)
 t= =1– =1–
qc cp(T3 – T2) k T2 (T3/T2 –1)
langkah 1 – 2:
k–1
T2 v1

k–1 k–1 k–1
Tv
1 1 =Tv
2 2 = = rc
T1 v2

langkah 3 – 4:
k–1 k–1
T4 v3 v3 v2 r k–1
T3v3k–1 = T4v4k–1  = = = rf
T3 v4 v2 v4 c

di sini rf adalah rasio cut-off yang merupakan


perbandingan volume akhir dan volume awal
langkah pembakaran (penambahan kalor).
langkah 2 – 3
T2 T3 T3 v3
=  = = rf
v2 v3 T2 v2

langkah 4 – 1:
T4 T4 T3 T2 rf
= = r f r c k–1
T1 T3 T2 T1 rc

Sehingga,

k–1 rf k – 1
 t = 1 – 1 r1
k c rf – 1
Dari persamaan di atas, pada rc tertentu kenaikan rf
akan menurunkan efisiensi termal. Sehingga pada
suatu rc tertentu bila dibandingkan dengan motor
bensin, efisiensi termal motor diesel lebih kecil.

Tetapi di sini yang perlu


diperhatikan, karena rasio
kompresi dalam motor
diesel lebih tinggi dari
motor bensin (berkisar
1224) maka efisiensi
puncak motor diesel lebih
tinggi dari motor bensin.
Motor Diesel Kecepatan Tinggi
(Dual Cycle)
Efisiensi termal :
k–1 r pr f k – 1
 t = 1 – r1
c (r p – 1) + kr p(r f – 1)

di sini rp adalah rasio tekanan


p3 dan p2.

Anda mungkin juga menyukai