Kelompok 3 :
Prayudi ahmad
Susilawati Febriani
Tika
Etna komalasari
Fani Andayani
Rissa N Arofah
PENDAHULUAN
Terjadinya Osteoarthritis tidak lepas
dari banyak persendian yang ada di
dalam tubuh manusia yang salah satu
penyusunnya adalah tulang rawan
(kartilago).
Tulang rawan sendi disusun oleh :
jaringan lunak kolagen, proteoglikan,
dan air .
Fungsi tulang rawan : meredam getar
antar tulang, pergerakan sendi
,mengurangi gesekan antar tulang dan
untuk pertumbuhan tulang.
DEFINISI
Merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.
Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA.
Berdasarkan data prevalensi di Amerika dari
Prevalensi
The National Centres for Health Statistic
diperkirakan 15,8 juta orang dewasa yang
berumur antara 25-74 tahun memiliki tanda
dan gejala dari OA. Diperkirakan pada tahun
2020 sekitar 18,2% penduduk amerika (59,4
juta orang) akan terkena penyakit OA.
Di indonesia, prevalensi OA sebanyak 34,3
juta orang pada tahun 2002 dan mencapai
36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan
40% dari populasi usia diatas 70 tahun
menderita OA dan 80% pasien OA
mempunyai keterbatasan gerak dalam
berbagai derajat.Diperkirakan 1 – 2 juta orang
ETIOLOGI,FAKTOR RESIKO
kondrosit gagal dalam menjaga
Ketidakseimbangan antara
sintesis dan degradasi kartilago
Etiologi sendi.
Degradasi > Sintesis
1. Obesitas
2. Pernah mengalami trauma dan
radang pada sendi
3. Usia
Faktor resiko 4. Pekerjaan dan olahraga
5. Genetik
KLASIFIKASI
OA PRIMER OA SEKUNDER
Berdasarkan :
1.Distribusi (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi
yang terkena,
2.Pemakaian Obat bersamaan.
3.Respon Alergi Pasen.
TERAPI OSTEOARTHRITIS
TERAPI OSTEOARTHRITIS
NON-FARMAKOLOGIS FARMAKOLOGIS
1.Edukasi (proses penyakit, prognosis, 1.Analgesik (Asetaminofen)
pilihan terapi) 2.AINS (Aintiinflamasi Non Steroid)
2.Diet (penurunan Berat badan) 3.Terapi Topikal (Capsaicin)
3.Terapi fisik dan rehabilitasi. 4.Glucosamine dan Chondroiitin.
4.Surgery (gagal fungsi dan nyeri 5.Kortikosteroid
hebat yang tidak dapat diatasi oleh 6.Injeksi Hyaluronate
terapi konservatif) 7.Disease Modifying Anti Osteoasthritis
Drugs (DMAOs)
(tetrasiklin,doxicyclin,glikosaminoglikan,kon
droitin sulfat,Vit C,Superoxide dismutase)
8.Analgesik Narkotika
ALGORITMA TERAPI
ACETAMINOPHEN
Farmakologi ,Mekanisme Kerja dan Farmakoterapi
•Diperkirakan bekerja pada SSP dengan Inhibisi (menghambat) sintesis
prostaglandins (mediator nyeri).
•Absorpsi baik pada pemberian oral (BA : 60% sampai 98%).
•Kadar puncak terjadi dalam darah tercapai 1 sampai 2 jam.
•Inaktivasi di hati melalui konjugasi dengan glukuronat atau sulfat, metabolit
diekskskresikan melalui ginjal.
Efikasi
•Menunjukan aktivitas meringankan nyeri OA ringan sampai sedang pada dosis 2,6
sampai 4 gram/hari.
•Sebanding dengan aspirin 650 mg 4 kali sehari, ibuprofen 1200 atau 2400 mg
/hari dan naproxen 750 mg/hari.
ACETAMINOPHEN
Efek Samping
•Walaupun asetaminofen merupakan salah satu analgesik yang paling aman,
penggunaanya membawa beberapa resiko.
•Terutama hepatotoksik , kemungkinan toksisitas terhadap ginjal dan perdarahan GI
(pemakaian jangka panjang)
Interaksi Obat
•Isoniazide dapat meningkatkan resiko heptotoksik.
•Meningkatkan efek antikoagulan warfarin.
•Makanan dapat menurunkan konsentrasi maksimal serum.
Dosis
•Untuk OA kronis : 325-650 mg, empat kali sehari. Atau sampai dosis maksimal 4
gram/hari.
ANTIINFLASI NON-STEROID (AINS)
Farmakologi dan Mekanisme Kerja
•Meringankan Nyeri dan inflamasi :blokade sintesis prostaglandin melalui inhibisi
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2)
Farmakokinetika
•Beberapa Obat AINS menunjukan persmaan farmakokinetik,termasuk : Availabilitas
tinggi (oral), ikatan protein tinggi, serta absorpsi obat dalam bentuk aktif.
•Perbedaan : waktu paruh yang berkisar dari 1 jam sampai 50 jam.
•Eliminasi: inkativasi oleh hati
•Ekskresi : ginjal
Efikasi
•Digunakan jika terapi dengan asetaminofen tidak efektif atau pasien dengan
inflamasi OA.
•Efek analgesik dimulai dalam hitungan jam.
•Antiiflmasi : memerlukan terapi 2 – 3 minggu
•Respon tiap orang berbeda .
ANTIINFLASI NON-STEROID (AINS)
Efek Samping
• Efek gastrointestinal : mual, kembung, diare, anoreksia, dispepsia, perdarahan,
perforasi.
•Gangguan ginjal : insufisiensi ginjal, nefropati, hiperkalemia.
•Reaksi hipersentif
•Gangguan Saraf pusat : mengantuk, pusing, sakit kepala, depresi.
•Kerusakan hati,meningitis aseptik,pankreatitis (jarang ).
Interaksi Obat
• Penghambat ACE,antihipertensi,beta bloker : antagonis
•Antasida dan adsoben :menurunkan absorpsi
•Antikoagulan : resiko perdarahan meningkat.
• kortikosteroid : menambah resiko perdarahan
•Sitotoksika : menurunkan eksresi metotrexate
•Diuretika : meningkatkan resiko nefrotoksik
•Antidiabetika : meningkatkan efek sulfonylurea
Penggolongan dan Dosis AINS
TERAPI TOPIKAL (KAPSAISIN)
Mekanisme kerja
Capsaicin, isolasi dari lada merah, menyebabkan pelepasan dan pengosongan
substansi P dari serabut saraf.
Indikasi
Menghilangkan rasa sakit pada OA
Dosis dan cara pemakaian
Digunakan sendiri atau kombinasi dengan analgesik oral atau obat AINS
Digunakan teratur sehari 2 -4 kali sampai 2 minggu.
Peringatan
Tidak mengoleskan krimpada mata atau mulut, cuci tangan setelah penggunaan.
Efek Samping
Pada beberapa pasien : rasa terbakar dan sengatan untuk sementara pada
area yang dioleskan.
GLUKOSAMIN DAN KONDROITIN
Mekanisme Kerja
•Stimulasi sintesis proteoglikan pada kartilago.
• menunjukan aktivitas analgesik.
Kegunaan
•Efektif meringankan nyeri, meningkatkan pergerakan.
•Glukosamin ( mengurangi penyempitan ruang sendi dan menurunkan keterbatasan
fungsi fisik)
•Dipasarkan sebagai suplemen makanan.
KORTIKOSTEROID
Mekanisme Kerja
Interaksi dengan protein reseptor spesifik, mengatur suatu ekspresi genetik selanjtnya
menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain.
Protein terkahir akan mengubah fngsi seluler organ target sehingga diperoleh efek.
Contoh efek : retensi Na, glukoneogenesis, anntiinflamasi
Indikasi
Inflamasi,
Leukemia akut, dermatitis eksfoliatif, penolakan akut terhadap cangkokan (dosis
besar jangka lama)
Kolitis ulseratif (sistemik dan topikal)
Hiperplasia adrenal
Udem otak
Reaksi hipersensitif
Asma bronkial
Prognosis SLE
KORTIKOSTEROID
Kotraindikasi
Infeksi sistemik, kecuali bila diberikan antibiotik sistemik.
Peringatan
Supresi renal dapta terjadi pada penggunaan jangka lama.
Pengurangan dosis yang tiba-tiba setelah penggunaan lama (lebih dari 7 hari)
dapat menyebabkan insufisiensi ginjal dan hipotensi..
Interaksi Obat
Analgetik : meningkatkan resiko perdarahan.
Antibakteri : rifampisin menurunkan efek kortikosteroid.
Antihipertensi : antagonis
Glikosida jantung : meningkatkan toksisitas
Diuretik : antagonisme efek diuretik
Efek Samping
Diabetes, osteoporosis (penggunaan lama)
Nekrosis avaskular , sindrom Cushing (dosis tinggi)
Gannguan mental ,euphoria dan miopati.
Gangguan pertumbuhan pada anakHipertensi, retensi Na, hipokalemia
KORTIKOSTEROID
Perbandingan Antar Obat
Indikasi
Dilaporkan dapat menurunkan rasa sakit pada pasien OA
Efek samping
Pembengkakan sendi akut dan reaksi kulit lokal ( rash, pruritus)
Sediaan
Sodium Hyaluronat (Hyalgan), Hylan G-F
20 (Synvics)
Disease Modifying Anti
Osteoasthritis Drugs (DMAOs)
Golongan ini tidak bertujuan untuk meringankan
rasa sakit.
Merupakan obat-obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan tulang rawan sendi
pada pasien OA.
Termasuk ke dalam golongan ini : tetrasiklin,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vit C dan
Superoxide dismutase.
ANALGESIK NARKOTIKA
Mekanisme Kerja :
Analgesik narkotika dosis rendah sangat berguna pada
pasien yang tidak sembuh dengan asetaminofen,
AINS,Injeksi intra-articular, atau terapi topikal.
Berguna untuk pasen yang tidak dapat menggunakan
AINS (pasen dgn gangguan ginjal) dan pasien dengan
resiko pembedahan.
Sediaan lepas lambat memberikan pengelolaan nyeri
yang lebih baik sepanjang hari, penelitian : oxymorfin
XR 40-50 mg sehari 2 kali meringankan
nyeri,meningkatkan fungsi sendi dan kulaitas hidup.
ANALGESIK NARKOTIKA
Indikasi
Nyeri sedang sampai berat
Kontaindikasi
Depresi nafas akut,Alkoholisme akut,Resiko ileus paralitik
Peringatan
hipotensi, hipotiroidime, asma, hipertrofi prostat, wanita hamil dan menyusui, memicu
koma hepatik, ketergantungan.
Interaksi Obat
Alkohol : menaikan efek sedatif
Antibakteri : rifampisin mengurangi efek metadon, analgetik opioid menurunkan
kadar plasma siprofloxacin
Antipsikotik : menaikan efek sedatif dan efek hipotensif
Metoklopramid dan domperidone : antagonisme efek saluran cerna.
Obat antiulkus : simetidin menghambat metabolisme analgetik opioid.
Efek samping
Mual, muntah, konstipasi, rasa mengantuk. Dosis besar menimbulakn depresi
nafas dan hipotensi.
DATA FARMAKOLOGI ANALGESIK
NARKOTIKA
DEPRESI
OBAT ANALGESIK ANTITUSIF KONSTIPASI SEDASI EMESIS
PERNAPASAN
Kodein + +++ + + + +
Hidrokodon + +++ - + - -
Hidromorfon ++ +++ + ++ + +
Levorfanol ++ ++ ++ ++ ++ +
Morfin ++ +++ ++ ++ ++ ++
Oksimorfin ++ + ++ +++ - +++
Alfentanil ++ - - - - -
Fentanil ++ - - + - +
Meperidin ++ + + ++ + -
Sufentanil +++ - - - - -
Metadon ++ ++ ++ ++ + +
Remifentanil +++ - + ++ - ++
PIRAMIDA PENATALAKSANAAN OA
EVALUASI HASIL TERAPI
Monitor Efikasi
Penilaian sumber rasa sakit : Visual Analogue Scale (VAS)
Rentang pergerakan sendi : fleksi,ekstensi, abduksi, adduksi
Pengukuran Radiograf
Dokumentasi banyaknya sendi yang terlibat,dan mengikuti perkembangan
penyakit.
Clinician’s global assesment
Sejarah aktivitas dan keterbatasan yang disebabkan oleh OA
Monitor efek samping
Misal:Ruam kulit,sakit kepala, rasa kantuk, kenaikan berat badan, atau
hipertensi akibat Obat AINS.
Identifikasi toksisitas spesifik thd sist.organ,organ atau jaringan
Pengukuran kreatinin serum, profil hematologi dan transaminasw serum
interval 6 hingga 12 bulan.