“ Penyakit klinis yang ditandai dengan onset akut hipertonia dan
kontraksi otot yang nyeri (biasanya otot rahang dan leher) dan spasme otot general yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan clostridium tetank" EPIDEMIOLOGI
o Ditemukan di negara-negara yang kurang dan sedang berkembang,
padat penduduk, iklim hangat dan lembab. o Spora bakteri terdistribusi pada tanah dan saluran pencernaan serta feses hewan ternak. Transmisi spora C. tetani terjadi melalui luka yang kotor (terkontaminasi) atau cidera jaringan lain. o Faktor risiko utama : o status imunisasi tetanus yang tidak lengkap o cidera jaringan o praktik obstetrik o injeksi obat yang tidak aseptik
o Faktor risiko lain :
o tindakan bedah abdomen o akupunktur o tindik telinga o tusuk gigi o infeksi telinga tengah ETIOLOGI • batang gram positif • bersifat obligat anaerob • menghasilkan spora
• Spora hanya dapat mati pada suhu 120ºC
selama 15 menit.
• dapat ditemukan pada tanah yang kering,
debu, kotoran hewan
• Masuk ke jaringan host (manusia) melalui
luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan yang kurang vaskularisasi. PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani dalam bentuk spora
masuk melalui luka. Spora bentuk vegetatif jika:
-keadaan tekanan oksigen rendah -nekrosis jaringan tumbuh menjadi bentuk vegetatif -berkurangnya potensi oksigen.
menghasilkan tetanospasmin
mempunyai efek neurotoksik
Hilangnya inhibisi sentral menimbulkan kontraksi otot yang terus menerus (spasme) yang terjadi sebagai respon terhadap stimuli normal seperti suara atau cahaya dan hiperaktivitas autonomik. Port of entry melalui: 1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar. 2. Luka operasi yang tidak dirawat dan di bersihkan dengan baik. 3. caries gigi. 4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril. 5. Penjahitan luka robek yang tidak steril. MANIFESTASI KLINIK TETANUS LOKAL
• spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada otot-
otot di sekitar tempat infeksi tanpa tanda-tanda sistemik. • Kontraksi dapat bertahan selama beberapa minggu sebelum perlahan-lahan menghilang.
TETANUS SEFALIK
• mempengaruhi otot-otot nervus kranialis terutama di
daerah wajah. • Fasial palsi akibat paralisis nervus VII (paling sering), disfagia, dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis nervus III. TETANUS GENERAL
• trismus (lockjaw) yaitu ketidakmampuan membuka mulut akibat spasme
otot maseter. Trismus dapat disertai gejala lain seperti kekakuan leher, kesulitan menelan, rigiditas otot abdomen, dan peningkatan temperatur 2-4°C di atas suhu normal.
• Spasme otot-otot wajah menyebabkan wajah penderita tampak
menyeringai dan dikenal sebagai risus sardonicus (sardonic smile).
• Spasme otot-otot somatik yang luas menyebabkan tubuh penderita
membentuk lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus dengan fleksi lengan dan ekstensi tungkai serta rigiditas otot abdomen yang teraba seperti papan
• Kejang otot yang akut, paroksismal, tidak terkoordinasi, dan menyeluruh
• Overaktivitas autonom (fluktuasi ekstrim tekanan darah )
TETANUS NEONATORUM
• Gambaran klinis tetanus neonatorum serupa dengan
tetanus general. • Gejala awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap 3-10 hari setelah lahir. • Gejala lain termasuk iritabilitas dan menangis terus menerus (rewel), risus sardonikus, peningkatan rigiditas, dan opistotonus Diagnosis • Anamnesis : tempat masuknya infeksi contohnya luka • Klinis : stadium tetanus • Pewarnaan gram • DD : Infeksi lokal daerah mulut trismus, Meningitis ,encephalitis , histeria . Diagnosis klinis • pada anak. – Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. – Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. – Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan. • Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari : – Stadium 1 : trisnus – Stadium 2 : opisthotonus – Stadium 3 : kejang rangsang – Stadium 4 : kejang spontan penatalaksanaan 1. Pemberian antitoksin tetanus 2. Penatalaksanaan luka 3. Pemberian antibiotika 4. Penanggulangan kejang 5. Perawatan penunjang 6. Pencegahan komplikasi Penatalaksanaan 1. Pemberian antitoksin tetanus. selama 2 – 5 hari berturut – turut – ATS : 10.000 – 20.000 IU IM (dewasa) dan 10.000 IU IM (anak). – HTIG : 3.000 IU – 6000 IU IM (dewasa) dan 3000 IU IM (anak). 2. Penatalaksanaan luka. – Cross Incision dan debridemen luka segera. – Rawat terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. – Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS. 3. Pemberian antibiotika. – Penisilin Penisilin sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM (dewasa) selama 5 hari. 50.000 IU/kg BB/hari (anak), dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas. – Tetrasiklin 4x 500 mg/hari (dewasa). 40 mg/KgBB/hari (anak), dibagi dalam 4 dosis. ◦ Metronidazol 3 x 1 gram IV. Penatalaksanaan 4. Penanggulangan kejang – Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. – Pemberian anti kejang • Fenobarbital • Klorpromazin • Diazepam • Klorhidrat • Midazolam – Bila belum teratasi, • -> muscle relaxant + ventilator -> ICU Penatalaksanaan 5. Perawatan penunjang – tirah baring – oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur – cairan infus dan diet – Monitoring kesadaran, trismus, asupan / keluaran, elektrolit – konsultasikan ke bagian lain bila perlu Penatalaksanaan 6. Pencegahan komplikasi – Angka kematian 30 -60 % - upaya pencegahan – Perawatan luka yang adekwat – Imunisasi aktif dan pasif . -- Aktif : toksoid anti tetanus -- Pasif : Serum anti tetanus homolog dan heterolog . didasarkan atas riwayat imuniasi pasien sebelumnya. Prognosis • Prognosis ditentukan oleh : – masa inkubasi – periode awal pengobatan – Imunisasi – lokasi fokus infeksi – penyakit lain yang memberatkan – penyulit yg timbul Komplikasi • Anoksia otak • Aspirasi, penumonia • Low intake, Dehidrasi • Disfungsi otonom: – hiper/hipotensi, hiperhidrosis • Kematian