Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

DIPLOPIA
Oleh: Paulus Pradatama Raga Come, S.Ked.
Pembimbing: dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
1
PENDAHULUAN
• Diplopia berasala dari kata Diplos (ganda) dan ops (melihat) 
Diplopia = penglihatan ganda
• Diplopia merupakan manifestasi awal sebuah penyakit
• Insiden di IGD sebesar 1,4%
• Diplopia dapat berbahaya karena bisa menimbulkan bahaya seperti
saat berkendara dan produktivitas menurun
• Anak kecil jarang mengeluh dapat berlanjut jadi Amblyopia

2
ANATOMI MATA

3
OTOT PENGGERAK MATA

4
PENGLIHATAN BINOKULAR

Syarat Penglihatan
Binokular:
1. Penglihatan Simultan
2. Fusi
3. Penglihatan Stereokopis

5
PENGLIHATAN BINOKULAR (2)

6
DIPLOPIA

7
DEFINISI

Diplopia adalah
keluhan melihat 2
gambar pada sebuah
objek yang dilihat atau
secara awam disebut
pengelihatan ganda.
8
PATOFISIOLOGI

Gangguan
Koordinasi Perubahan
Transmisi Cahaya
Neuromuskular fungsi optik
ke Retina

9
JENIS DIPLOPIA

Diplopia Diplopia
Monokular Binokular

10
Diplopia Monokular
• Diplopia yang terjadi bila melihat dengan satu mata
• Sekitar 11% dari keseluruhan kejadian diplopia
• Lebih sering terjadi karena masalah intraokular dibanding sentral
(kortex visual)
• Jika pakai pinhole tidak membaik  kortex visual

11
DIPLOPIA BINOKULAR
• Diplopia yang menghilang jika salah satu matanya ditutup matanya
• 89% kasus diplopia

Jenis Diplopia Binokular

Diplopia Horizontal: Diplopia horizontal adalah objek terlihat ganda di


kiri dan kanan. Terjadi akibat kelemahan N. VI dan kelemahan otot-otot penggerak
mata secara horizontal yakni m. rectus medius dan m. rectus lateralis

Diplopia oblik vertikal: menyebabkan bayang terlihat di atas bayangan


lainnya dan agak diagonal. Ada kelemahan otot oblik yakni m. obliqus superior dan
m. obliqus inferior dan otot vertikal yakni m. rectus superior dan m. rectus
inferior. Nervus yang terlibat yakni N. III dan N. IV

12
DIPLOPIA BINOKULAR: Bentuk

Diplopia homonim merupakan Diplopia heteronim merupakan


keadaan dengan mata juling ke luar
keadaan pada mata dengan juling ke (eksodeviasi), dimana bayangan yang
dalam (esodeviasi), dimana bayangan terlihat mata juling berada disisi
terlihat oleh mata yang juling ke kontralateral, atau bayangan yang terlihat
dalam terletak disisi luar yang sama di mata kanan seolah – olah terletak di
dengan benda aslinya. Diplopia ini sebelah kiri dan bayang yang terlihat
terjadi akibat kelemahan m. rectus mata kiri seolah – olah terletak di sebelah
lateralis. kanan. Diplopia ini terjadi akibat
kelemahan m. rectus medius.

13
DIPLOPIA BINOKULAR: Penyebab
• Kelemahan N. III, IV dan VI
• Tumor
• Thyroid Ophtalmopathy
• Myasthenia Gravis
• Penyakit Parkinson
• Infeksi
• Obat-obatan

14
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik

HARUS DICARI PENYEBAB DASARNYA!!!

15
ALGORITMA EDINBURGH

16
TATALAKSANA DIPLOPIA

Non-Bedah Bedah
• Menutup satu mata • Pembedahan strabismus
• Lensa oklusif stick-on • Kemodenervasi
• Prisma Fresnel
• Latihan ortoptik

TATALAKSANA UTAMA ADALAH MENGATASI PENYEBABNYA!


17
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Komplikasi:
Pada bayi dan balita, diplopia dapat menyebabkan
supresi atau ambliopia

Prognosis:
Tergantung penyebab dasarnya dan derajat
sakitnya
18
KESIMPULAN
• Diplopia merupakan salah satu gejala klinis yang didapatkan. Penyakit yang
mendasari yakni sistemik dan mata.
• Diplopia terdiri dari diplopia monokuler yang lebih sering terjadi akibat
kelainan pada mata dan diplopia binokular yang lebih sering terjadi akibat
kelainan sistemik.
• Penatalaksanaan diplopia mencakup non pembedahan dan pembedahan.
Tetapi secara umum tatalaksana yang penting adalah mengatasi penyebab
dasar dari diplopia, untuk itu diperlukan langkah penegakkan diagnosis
yang cermat untuk meneggakan diagnosis penyakit mendasari.
• Prognosis pasien dengan gejala diplopia tergantung dari penyebabnya.
Pada diplopia dengan penyebab sentral (neurologi) memiliki prognosis
yang buruk.
19
REFERENSI
1. Dudee J. Diplopia (Double Vision) [Internet]. Medscape. 2017 [cited 2018 Mar 21]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1214490-clinical
2. Martini F, Nath J, Bartholomew E. Fundamental of Anatomy & Physiology. San Fransisco: Pearson Education;
2012.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmi Penyakit Mata. Edisi Keli. Badan Penerbit FKUI; 2015.
4. Najem K, Margolin E. Diplopia. Toronto, Canada: StatPearl Publishing; 2017.
5. Adriana ID, Mihaela TC, Nicolae A, Elena G. Management of Diplopia. Rom J Ophtalmol. 2017;61(3):166–70.
6. Faisal MA, Hartono. Diplopia Binokuler Akibat Paresis N III, IV dan vi di RS Mata Dr. Yap Yogyakarta. J Oftalmol
Indones. 2007;5(3):214–5.
7. Lutwak N. Binocular Double Vision – A Review. Am J Clin Med. 2011;Vol. 8:166–9.
8. Colmain UO, Gilmour C, Macewen CJ. Acute – Onset Diplopia. Acta Ophtalmol. 2014;(2011):382–6.
9. Alves M, Narciso MR, Mieiro L, Fonseca T. Diplopia : A Diagnostic Challenge with Common and Rare
Etiologies. 2015;220–3.
10. Butler L, Yap T, Wright M. The Accuracy of the Edinburgh Diplopia Diagnostic Algorithm. Eye [Internet].
2016;30(6):812–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/eye.2016.44

20
TERIMA KASIH....
TUHAN MEMBERKATI

21

Anda mungkin juga menyukai