SINONIM:
Trauma kapitis = Cedera Kepala = Head Injury =
Trauma Kranioserebral = Traumatic Brain Injury
DEFINISI:
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap
kepala, baik secara langsung menyebabkan
gangguan fungsi neurologis berupa gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial, temporer maupun
permanen.
Klasifikasi
3. Lesi fokal
1. Kontusio dan Laserasi serebri
2. Hematoma Intrakranial
1. Hematoma Ekstradural (Hematoma epidural)
2. Hematoma subdural
3. Klasifikasi berdasarkan SKG
Catatan:
1. Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase di gawat darurat
2. Jika abnormalitas CT scan berupa perdarahan intrakranial, penderita
dimasukan klasifikasi trauma kapitis berat.
Klasifikasi pasca perawatan
Minimal (simple head injury)
SKG 15, tidak ada penurunan kesadaran,
tidak ada amnesia pasca trauma (APT),
tidak ada defisit neurologi
Trauma kapitis ringan / mild head injury
SKG 13 – 15, CT Scan normal, Pingsan <
30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat
rumah sakit < 48 jam, amnesia pasca
trauma (APT) < 1 jam
Skala Koma Glasgow
Nilai SKG orang dewasa
Penilaian terhadap respon mata + motorik +
verbal (EMV)
Jumlah minimal 1+1+1=3 :koma dalam
Jumlah maksimal 4+5+6= :15 kompos mentis
Penegakan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
1. Anamnesis
Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan
kesadaran atau dengan interval lucid
Perdarahan/ottorhea/rhinorrhea
Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis Neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral,
tangensial.
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk fotoservikal.
Dari hasil foto dapat diperhatikan kemungkinan
adanya fraktur:
Linier
Impresi
Terbuka/tertutup
5. CT Scan Otak: untuk melihat kelainan otak yang
mungkin terjadi berupa
Gambaran kontusio
Gambaran edema otak
Gambaran perdarahan (Hiperdens)
Hematoma epidural
Hematoma subdural
Perdarahan subarakhnoid
Hematoam intraserebral
Pemeriksaan klinis umum dan neurologis
Penilaian kesadaran berdasarkan skala koma
Glasgow (SKG)
Penilaian fungsi vital tensi, nadi, pernafasan
Ottorhea, rhinorrhea
Ecchymosis periorbital bilateral / eyes /
hematoma kaca mata
Ecchymosis mastoid bilateral / battle’s sign
Gangguan fokal neurologik
Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
Refleks tendon,refleks patologis
Pemeriksaan fungsi batang otak :
Ukuran besar, bentuk, isokor / anisokor & reaksi
pupil
Refleks kornea
Doll’s eye phenomen
Monitor pola pernafasan:
Cheyne stokes ; lesi di hemisfer
Central neurogenic hyperventilation; lesi di
mesensefalon – pons
Apneustic breath; lesi di pons
Ataxic breath; lesi di medulla oblongata
Gangguan funsi otonom
Funduskopi
Hematoma epidural
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna –
duramater
Hematom bisa massif dan terjadi di fossa cranii
anterior, media dan posterior, akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus.
Tanda diagnostik klinik yg bisa membantu:
Lucid interval (+)
Kesadaran semakin menurun
Late hemiparese kontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+) kontralateral lesi
Fraktur didaerah temporal
Hematoma epidural di fossa posterior
Gejala dan tanda klinis:
Lucid interval tidak jelas
Fraktur kranii oksipital
Kehilangan kesadaran cepat
Gangguan serebellum, batang otak dan pernafasan
Pupil isokor
Penunjang diagnostik:
CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) antara
tulang tengkorak dan dura, umumnya didaerah temporal,
dan tampak bikonveks.
Hematoma Subdural
Perdarahan yang terjadi diantara durameter – arakhnoid,
akibat robeknya “bridging vein” (vena jembatan)
Jenis
1. Akut : Interval lucid 0 – 5 hari
2. Subakut : Interval lucid 5 hari – bbrp minggu
3. Kronik : interval lucid > 3 bulan
Hematoma subdural akut
Gejala dan tanda klinis:
Sakit kepala
Kesadaran menurun + / -
Penunjang diagnostik:
CT Scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara
durameter dan araknoid, umumnya karena robekan dari
bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit
Hematom intraserebral
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis:
- keluarnya cairan likuor melalui hidung / rhinorea
- perdarahan bilateral periorbital ecchymosis / racoon
eye
- anosmia
2. Media
gejala dan tanda klinis:
- keluarnya cairan likuor melalui telinga / otorrhea
- Gangguan n. VII & VIII
3. Posterior
Penunjang diagnosis:
CT Scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang
subarakhnoid
Konsensus Manajemen di Unit Gawat
Darurat
Penanggulangan Trauma Kapitis Akut
sesuai dengan beratnya trauma kapitis
(ringan,sedang, berat);
1. Survei Primer, guna; menstabilkan kondisi pasien,
meliputi;
A = Airway (jalan nafas)
bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan
dan mengeluarkan darah, gigi yang patah,
muntahan dan sebagainya. Bila perlu lakukan
Intubasi (waspadai adanya fraktur tulang leher)
B = Breathing (pernafasan)
Pastikan pernafasan adekuat.
Perhatikan frekuensi, pola nafas (pernafasan dada
atau perut) dan hemithoraks kanan dan kiri (simetris).
Bila ada gangguan pernafasan, cari penyebab
apakah sentral (otak dan batang otak) atau perifer
(otot pernafasan atau paru-paru). Bila perlu, berikan
oksigen sesuai dengan kebutuhan dengan target
saturasi O2 > 95%
C = Circulation (sirkulasi)
Pertahankan tekanan darah Sistolik > 90 mmHg.
Pasang infus. Berikan cairan intervena drip, NaCl
0.9% atau Ringer. Hindari cairan hipotonis. Bila perlu
berikan obat vesopresor dan / inotropik.
D = Disability (untuk mengetahui lateralisasi
dan kondisi umum dengan pemeriksaan
cepat status umum dan neurologi)
- Tanda vital: tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu
- Skala koma glasgow
- pupil; ukuran, bentuk dan refleks cahaya
- pemeriksaan neurologi cepat; Hemiparesis,
refleks patologis
- Luka-luka
- Anamnesis
2. Survei Sekunder; meliputi pemeriksaan dan
tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil
E = Laboratorium
Darah : Hb, Leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit,
ureum, keatinin, gula darah sewaktu, analisis gas
darah dan elektrolit
Urine : Perdarahan (+) / (-)
Radiologi :
- Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial
- CT Scan otak.
- Foto lainnya sesuai indikasi (termasuk foto
servikal)
F = Manajemen Terapi
• Siapkan untuk operasi pada pasien yang
mempunyai indikasi
• Siapkan untuk masuk ruang rawat
• Penanganan luka-luka
• Pemberian terapi obat-obatan sesuai
kebutuhan
Indikasi Operasi Penderita trauma
kapitis
1. EDH (epidural Hematoma):
a. > 40 cc dengan midline shifting pada daerah
temporal / frontal / parietal dengan fungsi batang otak
masih baik.
b. > 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-
tanda penekanan batang otak atau hidrosefalus
dengan fungsi batang otak masih baik.
c. EDH progresif.
Catatan ; EDH tipis dengan penurunan kesadaran
bukan indikasi operasi.
2. SDH (Subdural hematoma):
a. SDH luas (> 40 cc / MS > 5 mm) dengan GCS > 6,
fungsi batang otak masih baik.
b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan
indikasi operasi.
c. SDH dengan edema serebri / kontusio serebri
disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih
baik.
3. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma.
indikasi operasi ICH pasca trauma:
a. penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda
gangguan nafas (cushing refleks)
c. perburukan defisit neurologi fokal.
4. Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe.
5. Fraktur Kranii dengan laserasi serebri
6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-
kranial)
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan
TIK, dipertimbangkan operasi dekompresi.
Kasus ringan (Simple Head Injury)
1. Pemeriksaan status umum dan neurologi
2. Perawatan luka-luka
3. Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh
keluarga selama 48 jam.
bila selama dirumah terdapat hal-hal sebagai berikut;
- Pasien cendrung mengantuk
- Sakit kepala yang semakin berat
- muntah proyektil
4. Pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal berikut
- ada gangguan orientasi
- Sakit kepala dan muntah
- Tidak ada yang mengawasi dirumah
- Letak rumah jauh atau sulit untuk kembali ke RS.
Konsensus diruang rawat
Pelayanan medis: tujuan yang paling utama dan
tata laksana trauma kapitis tertutup harus
maksimal terhadap proses fisiologi dari
perbaikan otak itu sendiri
A. Kritikal – SKG 3-4
Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/
ICU (bila fasilitas tersedia)
B. Trauma kapitis berat dan sedang SKG 5-12
1. Lanjutkan penanganan ABC
2. Pantau tanda vital (suhu, pernafasan, tekanan
darah), pupil , SKG, gerakan Ekstremitas, sampai
pasien sadar.
Cegah hipotensi; membahayakan pasien
terutama yang telah banyak kehilangan cairan.
Batasi cairan; mengurangi terjadinya edema
otak;
sampai kondisi berikut terjadi:
- tekanan darah sistolik < 90 mm Hg
- Suhu > 38 derajat celcius
- Frekuensi nafas > 24 x / menit
3. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan
tinggi intrakranial, dengan cara;
1. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
2. Bila perlu dapat diberikan Manitol 20% (hati-
hati kontraindikasi). Dosis awal 1 gr/kg BB,
berikan dalam waktu ½ - 1 jam, drip cepat,
dilanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 gr /
kg BB cepat, ½ - 1 jam setelah 12 jam dan
24 jam dari pemberian pertama
3. Berikan analgetika, dan bila perlu dapat
diberikan sedasi jangka pendek.
4. Atasi komplikasi:
1. Kejang : profilaksis OAE selama 7 hari untuk
mencegah Immediate dan early seizure pada kasus
risiko tinggi.
2. Infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka :
profilaksis antibiotika, sesuai dosis infeksi
intrakranial, selama 10 – 14 hari
3. Gastrointestinal – perdarahan lambung
4. Demam
5. DIC : pasien dengan trauma kapitis tertutup
cenderung mengalami koagulaopati akut
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
6. Roboransia, neuroprotektan (citicholine,
nootropik )sesuai indikasi.
Trauma Kapitis Ringan (komosio
serebri)
Di rawat 2 x 24 jam
Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30
derajat
Obat-obat simptomatis seperti analgetik ,
anti emetik, dan lain-lain sesuai indikasi
dan kebutuhan.
SPINAL CORD
INJURIES
Dr Roezwir SpS
Definition
i) Direct trauma
ii) Compression by bone fragments /
haematoma / disc material
iii) Ischemia from damage / impingement on
the spinal arteries
Statistics:
National Spinal Cord Injury Database
{ USA Stats }
MVA 44.5%
Falls 18.1%
Violence 16.6%
Sports 12.7%
1) Posterior column:
Fine touch
Light pressure
Proprioception
2) Lateral corticospinal tract :
Upper limbs:
C5 - Deltoid
C 6 - Wrist extensors
C 7 - Elbow extensors
C 8 - Long finger flexors
T 1 - Small hand muscles
Lower Limbs :
L2 - Hip flexors
L3,4 - Knee extensors
L4,5 – S1 - Knee flexion
L5 - Ankle dorsiflexion
S1 - Ankle plantar flexion
Spinal Cord Injury Classification
Quadriplegia :
injury in cervical region
all 4 extremities affected
Paraplegia :
injury in thoracic, lumbar or sacral
segments
2 extremities affected
Injury either:
1) Complete
2) Incomplete
Complete:
i) Loss of voluntary movement of parts
innervated by segment, this is
irreversible
ii) Loss of sensation
iii) Spinal shock
Incomplete:
Clinically:
Loss of power
Decrease in pain and sensation below lesion
Dorsal columns remain intact
ii) Posterior Cord Syndrome:
Hyperextension injuries with fractures
of the posterior elements of the vertebrae
Clinically:
Proprioception affected – ataxia and
faltering gait
Usually good power and sensation
iv) Brown – Sequard Syndrome:
Hemi-section of the cord
Either due to penetrating injuries:
i) stab wounds
ii) gunshot wounds
Fractures of lateral mass of vertebrae
Clinically:
Paralysis on affected side (corticospinal)
Loss of proprioception and fine discrimination (dorsal
columns)
Pain and temperature loss on the opposite side below
the lesion (spinothalamic)
v) Cauda Equina Syndrome:
Due to bony compression or disc protrusions
in lumbar or sacral region
Clinically
Non specific symptoms – back pain
- bowel and bladder dysfunction
- leg numbness and weakness
- saddle parasthesia