Anda di halaman 1dari 21

KASUS KLINIK

KELOMPOK 5
KELAS KIMIA KLINIK B
SOAL KASUS 1

• Seorang pasien laki-laki masuk RS dengan keluhan susah berkemih,


sehingga dokter meminta pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan menunjukkan kreatinin serum 4.8 mg/dL (0.5-1.2
mg/dl), BUN 56 (9.4 -21.2 mg/dL), Na plasma: 122 mEq/L (135-145
mEq/L), K+ : 5.8 mEq/L (3.5-5 mEq/L), Cl-: 90 mEq/L (95-105 mEq/L).
Diskusikan dan bahas:
• kondisi apakah yang mungkin terjadi pada pasien?
• Dan apakah masih dibutuhkan pemeriksaan biomarker lain untuk
memastikan kondisi pasien?
• Bagaimanakan menentukan kondisi keparahan pasien.
HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Hasil Standar


Kreatinin serum 4.8 mg/dL 0,5-1.2 mg/dL
BUN 56 9.4-21.2 mg/dL
Na plasma 122 mEq/L 134-145 mEq/L
K+ 5.8 mEq/L 3.5-5 mEq/L
Cl- 90 mEq/L 95-105 mEq/L
KREATININ SERUM
Kreatinin serum 4.8 mg/dL 0.5-1.2 mg/dL
Kreatinin: produk sampingan dalam pemecahan kreatin fosfat otot yang
dihasilkan dari metabolisme energi.

diproduksi pada tingkat yang konstan tergantung pada massa otot orang dan
dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal. Produksi kreatinin konstan selama massa otot
tetap konstan.

Gangguan fungsi ginjal mengurangi ekskresi kreatinin, menghasilkan peningkatan


kadar kreatinin darah. Dengan demikian, tingkat kreatinin memberikan perkiraan
laju filtrasi glomerulus (GFR).
KREATININ SERUM
Peningkatan kadar kreatinin darah terjadi Beberapa faktor dapat mempengaruhi kadar
pada kondisi : kreatinin. mis.
a. Gangguan fungsi ginjal a. Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi
b. Nefritis kronik ginjal
c. Obstruksi saluran kemih b. Diet tinggi daging dapat menyebabkan
d. Penyakit otot (Gigantisme; Akromegali; peningkatan kadar kreatinin, dll.
Myasthenia gravis; Distrofi otot;
Poliomielitis)
e. Gagal jantung kongestif
f. Shock Dehidrasi
g. Rhabdomyolysis (kerusakan jaringan
otot skelet)
h. Hipertiroidisme
BUN
BUN 56 9.4-21.2 mg/dL
Urea terbentuk di hati dan, bersama dengan CO2, merupakan produk akhir dari
metabolisme protein.

Jumlah urea yang diekskresi bervariasi secara langsung dengan asupan protein
makanan, peningkatan ekskresi pada demam, diabetes, dan peningkatan aktivitas
kelenjar adrenal.

Tes untuk BUN, yang mengukur bagian nitrogen urea, digunakan sebagai indeks
fungsi glomerulus dalam produksi dan ekskresi urea.
BUN
Peningkatan kadar BUN (azotemia) terjadi Katabolisme protein yg cepat dan
pada kondisi: gangguan fungsi ginjal akan
a. Gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh menghasilkan peningkatan BUN.
kondisi berikut Gagal jantung kongestif; Peningkatan BUN dipengaruhi oleh
Pengurangan garam dan air; Shock; Stres; tingkat nekrosis jaringan, katabolisme
MI akut. protein, dan tingkat di mana ginjal
b. Penyakit ginjal kronis seperti mengeluarkan nitrogen urea.
glomerulonefritis dan pielonefritis Peningkatan nyata BUN adalah bukti
c. Obstruksi saluran kemih yang meyakinkan dari gangguan fungsi
d. Hemoragi menjadi saluran pencernaan glomerulus yang parah. Pada penyakit
e. Diabetes mellitus dengan ketoasidosis ginjal kronis, kadar BUN berkorelasi
f. Asupan protein berlebihan/katabolisme lebih baik dengan gejala uremia
protein seperti yang terjadi pada luka daripada kreatinin serum.
bakar atau kanker
g. Penggunaan steroid anabolik
NATRIUM
Na plasma 122 mEq/L 134-145 mEq/L
Natrium. kation yang paling melimpah (90% dari cairan elektrolit) dan basis
utama darah.

Fungsi utama. Menjaga tekanan osmotik; keseimbangan asam-basa secara kimia


& untuk mengirimkan impuls saraf.

Tubuh memiliki kecenderungan kuat untuk mempertahankan kandungan dasar


total, dan hanya sedikit perubahan yang ditemukan bahkan di bawah kondisi
patologis.
NATRIUM
Mekanisme untuk mempertahankan tingkat natrium konstan dalam plasma dan
cairan ekstraseluler termasuk aliran darah ginjal, aktivitas enzim anhidrase
karbonat, aldosteron, aksi steroid lain yang tingkat plasma dikendalikan oleh
kelenjar pituitari anterior, sekresi enzim renin, ADH, dan sekresi vasopresin.

Kadar natrium digunakan untuk menentukan elektrolit, keseimbangan asam-basa,


keseimbangan air, keracunan air, dan dehidrasi.
NATRIUM
Hiponatremia berhubungan dengan kondisi:

• Luka bakar parah • Obstruksi pilorus


• Gagal jantung kongestif (prediktor • Sindrom malabsorpsi
mortalitas jantung) • Asidosis diabetik
• Kehilangan cairan berlebihan (mis., Diare • Obat-obatan seperti diuretik
berat, muntah, berkeringat) • Edema (dilusi hyponatremia)
• Induksi berlebihan dari cairan • Banyak air melalui mulut (keracunan air)
nonelectrolyte (mis., Glukosa) • Hypothyroidism
• Penyakit Addison (merusak reabsorpsi • Produksi hormon antidiuretik berlebihan
natrium) (ADH). Juga dikenal sebagai vasopressin,
• Nefritis berat (sindrom nefrotik) ADH disekresikan dari kelenjar pituitari
posterior.
KALIUM
K+ 5.8 mEq/L (3.5-5 mEq/L)
Kalium. elektrolit utama (kation) cairan intraseluler dan buffer utama di dalam
sel. 90% kalium terkonsentrasi di dalam sel; hanya sejumlah kecil yang terkandung
dalam tulang dan darah.

Sel yang rusak melepaskan kalium ke dalam darah. Tubuh disesuaikan untuk
ekskresi kalium yang efisien. Biasanya, 80% hingga 90% dari kalium sel
diekskresikan dalam urin oleh glomeruli ginjal; sisanya diekskresikan dalam
keringat dan feses.

Kalium memainkan peran penting dalam konduksi saraf, fungsi otot,


keseimbangan asam-basa, dan tekanan osmotik
KALIUM
Hiperkalemia terjadi ketika K bergeser dari sel ke cairan intraseluler dengan
ekskresi ginjal yang tidak adekuat dan dengan asupan K berlebihan, seperti yang
dapat terjadi pada kondisi berikut:
a. Gagal ginjal, dehidrasi, obstruksi, dan trauma
b. Kerusakan sel, seperti pada luka bakar, kecelakaan, operasi, kemoterapi,
koagulasi intravaskular diseminata (sel yang rusak melepaskan potasium ke
dalam darah)
c. Asidosis metabolik (drive potassium keluar dari sel), ketoasidosis diabetik
d. Penyakit Addison
e. Pseudohypoaldosteronism
f. Diabetes yang tidak terkontrol, penurunan insulin
g. Hiperkalemia primer, seperti pada lupus eritematosus sistemik, penyakit sel
sabit, interstisial nefritis, dan gangguan tubulus
h. Penolakan transplantasi ginjal
KLORIDA
Cl- 90 mEq/L 95-105 mEq/L
Klorida, elektrolit darah, adalah anion utama yang ada terutama di ruang
ekstraselular sebagai bagian dari natrium klorida atau asam klorida.

Klorida mempertahankan integritas seluler melalui pengaruhnya terhadap


tekanan osmotik dan keseimbangan asam-basa dan air.
KLORIDA

Penurunan kadar klorida darah terjadi pada kondisi :


a. Muntah parah
b. Penghisapan lambung
c. Asidosis pernapasan kronis
d. Luka bakar
e. Alkalosis metabolik
f. Kegagalan kongestif
g. Penyakit Addison (insufisiensi adrenal kronis)
h. Penyakit yang kehilangan garam (sindrom hormon antidiuretik yang tidak
sesuai [SIADH])
i. Overhidrasi atau keracunan air
j. Porfiria intermiten akut
k. Nefritis yang kehilangan garam
JAWABAN SOAL KASUS 1 A

Kondisi apakah yang mungkin terjadi pada pasien?


• Dari keluhan yang dialami yaitu susah berkemih dan hasil laboratorium yang
diperoleh kemungkinan menderita gangguan atau masalah terkait fungsi ginjal.
Ditandai dengan peningkatan Serum kreatinin dan BUN. Selain itu terjadi
penyimpangan terhadap beberapa elektrolit (Na, K,Cl) yang terukur.
• Ginjal berfungsi sebagai organ eksresi, termasuk kreatinin. Jika terjadi
gangguan pada ginjal akan mengurangi eksresi kreatinin dan meningkatkan
kadarnya dalam darah. BUN terkait dengan fungsi glomerulus dalam produksi
dan ekskresi urea. Jika mengalami peningkatan menandakan masalah terkait
glomerulus pada ginjal yang berkaitan dengan fungsi ginjal sebagai organ
eksresi khususnya urea.
• Ginjal berfungsi menjaga keseimbangan elektrolit. Adanya ketidakseimbangan
menandakan masalah terkait ginjal. Misalnya keseimbangan natrium salah
satunya dipengaruhi aliran darah pada ginjal.
JAWABAN SOAL KASUS 1 A (LANJ.)

Kemungkinan pasien menderita AKI (Acute Kidney Injury). AKI


merupakan penurunan cepat fungsi ginjal yang menyebabkan
keketidakmampuan menjaga keseimbangan elektrolit dan
kemampuan mengeksresikan sisa nitrogen. Hal ini ditandai elektrolit
yang tidak normal, selain itu ditandai dengan peningkatan BUN dan
serum kreatinin (yang merupakan tanda lab dari AKI) ,dan gejala
yang dimiliki yaitu susah berkemih.
JAWABAN SOAL KASUS 1 B

Dan apakah masih dibutuhkan pemeriksaan biomarker lain untuk


memastikan kondisi pasien?
• Masih diperlukan. Biomarker lain yang perlu dilakukan pemeriksaan yaitu
jumlah kandungan protein dalam urin guna lebih memastikan kondisi terkait
abnormalitas pada ginjal, khususnya yang berhubungan dengan glomerulus.
• Selain itu biomarker perlu dilakukan tes urinalisis terkait sedimen dan
hematuria yaitu kandungan darah pada urin, baik secara tes dipstick dan
mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan kondisi renal maupun
ekstra renal.
• Perlu dilakukan pemeriksaan urin kreatinin guna menghitung guna menentukan
FEna.
JAWABAN SOAL KASUS 1 C

Bagaimanakan menentukan kondisi keparahan pasien ?


• Kondisi keparahan pasien dapat ditentukan dengan menentukan
GFR dari pasien. GFR memberikan gambaran fungsi ginjal pada
tingkat glomerulus. Semakin rendah nilai GFR yang diperoleh menandakan
keparahan terhadap gangguan yang diderita.
• Keparahan pasien dapat dicocokkan dengan mengukur pengeluaran urin dan
mencocokkan dengan kriteria KDIGO, baik serum kreatinin maupun
pengeluaran urin.
SOAL KASUS 2
1. Seorang anak laki-laki 14 tahun terlihat jaundice, urin kehitaman dan tinja
berwarna pucat. Hasil lab sebagai berikut:
• Hct : 36 (37–47%)
• Total Bilirubin 4.2 (0.2–1.2 mg/dL)
• Direct Bilirubin 1.2 (0.0-0.4 mg/dl)
• Albumin 4.2 (3.5–5.2 g/dL)
• Alkali fosfatase 212 (38–126 U/L)
• AST 40 (13 - 40 U/L)
• ALT 34 (10 – 59 U/L)
• GGT 83 (5 – 36) IU/L
Jenis penyakit/gangguan hati apakah yang mungkin terjadi pada pasien
tersebut
SOAL KASUS 2
Jenis penyakit/gangguan hati apakah yang mungkin terjadi pada pasien
tersebut ?
Dari hasil laboratorim dan gejala yang diderita kemungkinan pasien menderita
obstruksi biliaris. Hal ini ditandai dari gejala yang diderita Jaundice, urin
kehitaman, dan feses berwarna terang. Selain itu ditandai dengan
peningkatan bilirubin baik direct maupun indirect (2 x normal). Selain itu
ditandai peningkatan Alkaline fosfatase yang terlampau tinggi.
REFERENSI

1. Fischbach, F. T., & Dunning, M. B. (2015). A manual of laboratory


and diagnostic tests. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.
2. DIPIRO.
3. Medical Current
4. Bahan kuliah

Anda mungkin juga menyukai