Anda di halaman 1dari 15

NAMA KELOMPOK :

RAFLY ADI SAPUTRA


RIZEKI ALDIANTORO
SAFRY AJI ZAMRONI
SANDRA TRIANTO
THAHIRULLAH KHALID
G 30 S PKI

LATAR MASA
TUJUAN KRONOLOGI
BELAKANG PENUMPASAN

HIPOTESA 1 HIPOTESA 2 HIPOTESA 3 HIPOTESA 1 HIPOTESA 1 HIPOTESA 1


LATAR BELAKANG

1. Nasakom
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia cenderung terbuka dengan
berbagai macam ideologi, baik ideologi nasionalis, agama, termasuk juga ideologi komunis.
Presiden Soekarno berpendapat bahwa ketiga ideologi itu bisa berjalan beriringan secara
seimbang baik secara politik maupun secara praktis dalam masyarakat - gagasan ini
kemudian biasa disebut dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis). Dengan dinamika
politik yang begitu beragam pada saat itu, masing-masing ideologi berusaha untuk saling
memperluas pengaruhnya baik kepada masyarakat maupun pada kaum yang berkuasa
pada pemerintahan Soekarno.

2. Dewan Jendral
Pada suatu kesempatan PKI mengarang cerita (menurut versi ORBA) bahwa ada kelompok
jendral-jendral Angkatan Darat yang membentuk kelompok yang dinamakan Dewan
Jendral, yang berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat perayaan
hari TNI, 5 Oktober 1965.
Pertama kali muncul, hipotesis ini dijabarkan oleh peneliti politik Indonesia asal Universitas
Cornell, AS, Benedict Anderson. Ada dua versi kecil dalam teori ini, yaitu yang berpendapat
bahwa:Mayjen Soeharto adalah dalang dari peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam
Jendral.
Soeharto tidak terlibat namun hanya diuntungkan dari situasi dari konflik internal TNI.
Konflik internal dalam TNI.Pada masa itu TNI terpecah menjadi 2 kubu
Kubu Soekarnois, Kubu ini sangat setia dengan Presiden Soekarno, walaupun mereka sebetulnya
kurang sepakat dengan ideologi Nasakom yang digagas oleh Soekarno. Salah satu figur utama
dalam kubu ini adalah Letnan Jendral Ahmad Yani (Kepala Staf Angkatan Darat/KSAD). A.Yani
dikenal sebagai pendamai ulung dalam setiap gerakan separatis yang mengancam kesatuan RI.
Jadi, kalo mau mendamaikan konflik apa-apa, Soekarno gak usah pusing, langsung aja turunin
A.Yani ke lapangan. Pemberontakan selesai, minim korban dan konflik! Selain A.Yani, kebanyakan
kubu Sokarnois dipenuhi oleh para perwira muda. Kubu Kanan, Kubu ini sangat khawatir terhadap
sikap politik Soekarno yang seringkali menganggap TNI sebelah mata, sehingga sering juga
Jendral-jendral dari kubu ini protes ke Soekarno. Perwira tertinggi dari kubu ini yang terkenal
adalah Jendral Sudirman, Jendral Tahi Bonar Simatupang, dan Jendral Abdul Harris Nasution.
Konflik Militer Pada masa itu (1962 - 1966), TNI cukup sibuk dengan adanya 2 konflik militer
yaitu upaya untuk merebut Irian Barat (1963) dan juga Konfrontasi dengan Malaysia (1962-
1966).

Angkatan Kelima Di tengah-tengah 2 operasi militer tersebut, TNI merasa terganggu dengan
gagasan dari PKI untuk membentuk Gerakan yang bernama Angkatan Kelima. Angkatan
Kelima ini intinya adalah gerakan untuk mempersenjatai sipil terutama kaum buruh dan
petani, agar bisa membantu Indonesia dalam konfrontasi militer dengan Malaysia, dengan
alasan bahwa jumlah petani dan buruh sangat banyak. Dengan adanya usulan ini, pihak
militer menanam kecurigaan bahwa gerakan Angkatan Kelima ini adalah upaya PKI untuk
memobilisasi buruh dan petani (yang merupakan simpatisan PKI) untuk melakukan kudeta
dan merebut kekuasaan

Nah, inilah yang jadi awal perpecahan yang berujung ke peristiwa G30S, yang menurut para
pendukung hipotesis ini, peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam Jendral merupakan
gerakan murni yang dilakukan oleh TNI. Ada tiga bukti yang selalu dijadikan alasan kuat oleh
para pendukung hipotesis ini. Pertama adalah hasil penelitian Benedict Anderson yang
dikenal dengan Cornell Paper. Kedua adalah pembelaan diri dari Kolonel Latief (salah satu
terdakwa G30S/PKI), dan ketiga adalah hasil otopsi terhadap para jendral yang jadi korban
G30S.
Konflik perang dinginSetelah masa perang dunia II, terjadi ketegangan antara kedua kubu besar
yang mengambil andil besar dalam mengalahkan Jerman dan Jepang, yaitu kubu Blok Timur (Uni
Soviet, Cina,Warsaw Pact) yang mayoritas beridiologi komunis dengan Blok Barat (Amerika dan
NATO) yang sebagian besar beridiologi kapitalis. Indonesia dipandang oleh kedua kubu sebagai
wilayah yang sangat strategis. Tentu saja kedua kubu ini ingin sekali mengambil hati negara
Indonesia untuk bisa bergabung dengan aliansi mereka masing-masing.

Sementara itu, Soekarno menetapkan Indonesia sebagai penganut Non-Aligned


Movement(Gerakan Non-Blok). Sampai pada tahun 1957-1958 Indonesia menghadapi 2 ancaman
pemberontakan dari Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat
tahun 1958 dan pemberontakan Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat
Permesta di Makasar dan kawasan Indonesia Timur. Dalam upaya meredam pemberontakan ini,
Indonesia menyadari bahwa adanya intervensi dari Blok Barat, CIA, dan Amerika yang
mendukung kaum pemberontakan. Salah satunya adalah dengan tertangkapnya Allen Lawrence
Pope seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA untuk membantu pemberontakan PRRI dan
Permesta.
Sejak saat itu, pandangan politik Presiden Soekarno berubah drastis terhadap Blok
Barat dan cenderung lebih menjalin hubungan baik dengan Blok Timur. Puncaknya
pada tahun 1964, Soekarno memulai kampanye anti-Amerika dengan melarang
peredaran film, buku, dan musik dari Amerika, penolakan segala macam bantuan dari
Amerika, sampai pemenjaraan dari group band Koes Plus karena bandel tetap
memainkan musik dengan gaya rock and roll ala Amerika. Kondisi tersebut diperparah
ketika Indonesia memutuskan keluar dari PBB pada 7 January 1965 dan membentuk
kebijakan politik luar negeri menjadi poros Jakarta–Beijing–Moscow–Pyongyang–Hanoi.
Tentu saja serangkaian gerakan politik Indonesia pada tahun 1964-1965 itu sangat
amat mengkhawatirkan bagi pihak Blok Barat. Amerika terancam tidak bisa
membangun hubungan bilateral yang baik, jalur perdagangan terputus, kerjasama
dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam gak lagi bisa dilakukan, dsb. Sampai
ketakutan dari Amerika yang paling utama adalah jika Indonesia secara resmi
tergabung dengan Blok Timur dan ikut menganut ideologi komunis.
TUJUAN

1. menghancurkan NKRI dan menjadikannya sebagai negara komunis.


2. menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan ingin merebut kekuasaan pemerintahan.
3. mengkomuniskan Indonesia dan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis
4. mewujudkan cita-cita dari ideologi komunis yang akan membentuk pemerintah komunis sebagai
alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
Salah satu petinggi PKI Sjam Kamaruzzaman bekerjasama dengan komandan Resimen Cakrabirawa
(pasukan pengaman presiden), Letkol Untung Syamsuri untuk menggagalkan rencana kudeta tersebut
dengan cara menculik perwira tinggi yang diduga tergabung dalam Dewan Jendral. Para jenderal
tersebut kemudian diculik, disiksa, dan dipaksa oleh oleh anggota-anggota PKI dan organisasi-organisasi
bawahannya seperti Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat)
menandatangani surat pernyataan (sebelum akhirnya dibunuh) yang menyatakan bahwa mereka adalah
anggota Dewan Jenderal.

Keesokan harinya setelah aksi pembunuhan tersebut, Letkol Untung dengan di bawah pengawalan
pasukan tidak dikenal mengumumkan lewat Radio RRI bahwa dini hari itu dia melakukan "pengamanan"
terhadap Presiden dari para jendral yang akan melakukan kudeta. Kejadian penculikan ini kemudian
diketahui Mayjend Soeharto, yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad).
Esoknya, Soeharto langsung menggerakan pasukannya untuk mencari para Jendral yang hilang dan
mengusir pasukan-pasukan tidak dikenal tersebut. Sampai pada tanggal 1 Oktober siang hari, Soeharto
berhasil ngambil alih RRI dari tangan pasukan yang menurutnya disusupi PKI, dan mengumumkan bahwa
terjadi penculikan jenderal-jenderal yang diduga digagas oleh PKI.
Beberapa hari setelah itu, muncul berita-berita di media cetak asuhan TNI seperti Angkatan Bersendjata dan Berita
Yudha yang intinya mengatakan bahwa dalang penculikan terhadap jendral-jendral itu adalah PKI, termasuk berita
bahwa jendral-jendral itu mengalami penyiksaan terlebih dahulu hingga akhirnya dibunuh.

Dampak
Terjadilah serangkaian skenario "pembersihan" PKI dan simpatisannya di setiap pelosok penjuru Indonesia.
Sampai pada akhirnya Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang berisi perintah
yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)
untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai
terlarang di Indonesia.
MASA PENUMPASAN
Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi
hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua Biro
Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa
ditangkap, dan dibunuh. Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau
siapa pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi yang
diidentikan komunis, seperti Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI),
Gerakan wanita Indonesia (Gerwani), dll. Sebagian terbunuh. Sejumlah laporan menyebut,
jumlah yang dibunuh begitu saja setidaknya mencapai 500.000 orang di berbagai daerah,
khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Berbagai kelompok turun ke jalan, menuntut pembubaran
PKI. Sebagian juga menghancurkan markas PKI di berbagai daerah, dan menyerang
lembaga-lembaga, toko, kantor, juga universitas yang dituding terkait PKI. Puluhan ribu
orang dibuang ke Pulau Buru, dipekerjakan, tanpa pengadilan. Termasuk sastrawan yang
namanya mendunia, Pramoedya Ananta Toer.

Dan akhirnya, G 30 S menandai naiknya Mayjen Soeharto dan jatuhnya Presiden Soekarno.
Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
MASA PENUMPASAN

Markas Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jakarta,


pada 8 Oktober, hancur lebur oleh amukan 13 Oktober 1965: Sekelompok mahasiswa Muslim
massa, menyusul Peristiwa G30S. membakar markas Pemuda Rakyat di Jakarta.
MASA PENUMPASAN

Seorang mahasiswa keturunan Cina melindungi


mukanya saat dicemooh dan diserang secara fisik oleh
sejumlah pemuda yang menyerang Universitas Res
Publika, pada 15 Oktober. Polisi dan tentara
Seorang terduga simpatisan G30S dipriksa di menangkap 40 mahasiswa -tak seorang pun di
bawah todongan senjata. antaranya yang merupakan pengunjuk rasa.
MASA PENUMPASAN

Massa Islam menghancurkan universitas Res Oktober 1965: Sejumlah mahasiswa dari beberapa
Publica, perguruan tinggi yang diidentikkan kelompok Islam dalam demonstrasi di jakarta
dengan PKI dan Partai Komunis Cina,. menuntut pembubaran PKI.

Anda mungkin juga menyukai