Presentasi Sejarah - Gerakan 30 September
Presentasi Sejarah - Gerakan 30 September
LATAR MASA
TUJUAN KRONOLOGI
BELAKANG PENUMPASAN
1. Nasakom
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia cenderung terbuka dengan
berbagai macam ideologi, baik ideologi nasionalis, agama, termasuk juga ideologi komunis.
Presiden Soekarno berpendapat bahwa ketiga ideologi itu bisa berjalan beriringan secara
seimbang baik secara politik maupun secara praktis dalam masyarakat - gagasan ini
kemudian biasa disebut dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis). Dengan dinamika
politik yang begitu beragam pada saat itu, masing-masing ideologi berusaha untuk saling
memperluas pengaruhnya baik kepada masyarakat maupun pada kaum yang berkuasa
pada pemerintahan Soekarno.
2. Dewan Jendral
Pada suatu kesempatan PKI mengarang cerita (menurut versi ORBA) bahwa ada kelompok
jendral-jendral Angkatan Darat yang membentuk kelompok yang dinamakan Dewan
Jendral, yang berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat perayaan
hari TNI, 5 Oktober 1965.
Pertama kali muncul, hipotesis ini dijabarkan oleh peneliti politik Indonesia asal Universitas
Cornell, AS, Benedict Anderson. Ada dua versi kecil dalam teori ini, yaitu yang berpendapat
bahwa:Mayjen Soeharto adalah dalang dari peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam
Jendral.
Soeharto tidak terlibat namun hanya diuntungkan dari situasi dari konflik internal TNI.
Konflik internal dalam TNI.Pada masa itu TNI terpecah menjadi 2 kubu
Kubu Soekarnois, Kubu ini sangat setia dengan Presiden Soekarno, walaupun mereka sebetulnya
kurang sepakat dengan ideologi Nasakom yang digagas oleh Soekarno. Salah satu figur utama
dalam kubu ini adalah Letnan Jendral Ahmad Yani (Kepala Staf Angkatan Darat/KSAD). A.Yani
dikenal sebagai pendamai ulung dalam setiap gerakan separatis yang mengancam kesatuan RI.
Jadi, kalo mau mendamaikan konflik apa-apa, Soekarno gak usah pusing, langsung aja turunin
A.Yani ke lapangan. Pemberontakan selesai, minim korban dan konflik! Selain A.Yani, kebanyakan
kubu Sokarnois dipenuhi oleh para perwira muda. Kubu Kanan, Kubu ini sangat khawatir terhadap
sikap politik Soekarno yang seringkali menganggap TNI sebelah mata, sehingga sering juga
Jendral-jendral dari kubu ini protes ke Soekarno. Perwira tertinggi dari kubu ini yang terkenal
adalah Jendral Sudirman, Jendral Tahi Bonar Simatupang, dan Jendral Abdul Harris Nasution.
Konflik Militer Pada masa itu (1962 - 1966), TNI cukup sibuk dengan adanya 2 konflik militer
yaitu upaya untuk merebut Irian Barat (1963) dan juga Konfrontasi dengan Malaysia (1962-
1966).
Angkatan Kelima Di tengah-tengah 2 operasi militer tersebut, TNI merasa terganggu dengan
gagasan dari PKI untuk membentuk Gerakan yang bernama Angkatan Kelima. Angkatan
Kelima ini intinya adalah gerakan untuk mempersenjatai sipil terutama kaum buruh dan
petani, agar bisa membantu Indonesia dalam konfrontasi militer dengan Malaysia, dengan
alasan bahwa jumlah petani dan buruh sangat banyak. Dengan adanya usulan ini, pihak
militer menanam kecurigaan bahwa gerakan Angkatan Kelima ini adalah upaya PKI untuk
memobilisasi buruh dan petani (yang merupakan simpatisan PKI) untuk melakukan kudeta
dan merebut kekuasaan
Nah, inilah yang jadi awal perpecahan yang berujung ke peristiwa G30S, yang menurut para
pendukung hipotesis ini, peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam Jendral merupakan
gerakan murni yang dilakukan oleh TNI. Ada tiga bukti yang selalu dijadikan alasan kuat oleh
para pendukung hipotesis ini. Pertama adalah hasil penelitian Benedict Anderson yang
dikenal dengan Cornell Paper. Kedua adalah pembelaan diri dari Kolonel Latief (salah satu
terdakwa G30S/PKI), dan ketiga adalah hasil otopsi terhadap para jendral yang jadi korban
G30S.
Konflik perang dinginSetelah masa perang dunia II, terjadi ketegangan antara kedua kubu besar
yang mengambil andil besar dalam mengalahkan Jerman dan Jepang, yaitu kubu Blok Timur (Uni
Soviet, Cina,Warsaw Pact) yang mayoritas beridiologi komunis dengan Blok Barat (Amerika dan
NATO) yang sebagian besar beridiologi kapitalis. Indonesia dipandang oleh kedua kubu sebagai
wilayah yang sangat strategis. Tentu saja kedua kubu ini ingin sekali mengambil hati negara
Indonesia untuk bisa bergabung dengan aliansi mereka masing-masing.
Keesokan harinya setelah aksi pembunuhan tersebut, Letkol Untung dengan di bawah pengawalan
pasukan tidak dikenal mengumumkan lewat Radio RRI bahwa dini hari itu dia melakukan "pengamanan"
terhadap Presiden dari para jendral yang akan melakukan kudeta. Kejadian penculikan ini kemudian
diketahui Mayjend Soeharto, yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad).
Esoknya, Soeharto langsung menggerakan pasukannya untuk mencari para Jendral yang hilang dan
mengusir pasukan-pasukan tidak dikenal tersebut. Sampai pada tanggal 1 Oktober siang hari, Soeharto
berhasil ngambil alih RRI dari tangan pasukan yang menurutnya disusupi PKI, dan mengumumkan bahwa
terjadi penculikan jenderal-jenderal yang diduga digagas oleh PKI.
Beberapa hari setelah itu, muncul berita-berita di media cetak asuhan TNI seperti Angkatan Bersendjata dan Berita
Yudha yang intinya mengatakan bahwa dalang penculikan terhadap jendral-jendral itu adalah PKI, termasuk berita
bahwa jendral-jendral itu mengalami penyiksaan terlebih dahulu hingga akhirnya dibunuh.
Dampak
Terjadilah serangkaian skenario "pembersihan" PKI dan simpatisannya di setiap pelosok penjuru Indonesia.
Sampai pada akhirnya Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang berisi perintah
yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)
untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai
terlarang di Indonesia.
MASA PENUMPASAN
Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi
hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua Biro
Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa
ditangkap, dan dibunuh. Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau
siapa pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi yang
diidentikan komunis, seperti Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI),
Gerakan wanita Indonesia (Gerwani), dll. Sebagian terbunuh. Sejumlah laporan menyebut,
jumlah yang dibunuh begitu saja setidaknya mencapai 500.000 orang di berbagai daerah,
khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Berbagai kelompok turun ke jalan, menuntut pembubaran
PKI. Sebagian juga menghancurkan markas PKI di berbagai daerah, dan menyerang
lembaga-lembaga, toko, kantor, juga universitas yang dituding terkait PKI. Puluhan ribu
orang dibuang ke Pulau Buru, dipekerjakan, tanpa pengadilan. Termasuk sastrawan yang
namanya mendunia, Pramoedya Ananta Toer.
Dan akhirnya, G 30 S menandai naiknya Mayjen Soeharto dan jatuhnya Presiden Soekarno.
Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
MASA PENUMPASAN
Massa Islam menghancurkan universitas Res Oktober 1965: Sejumlah mahasiswa dari beberapa
Publica, perguruan tinggi yang diidentikkan kelompok Islam dalam demonstrasi di jakarta
dengan PKI dan Partai Komunis Cina,. menuntut pembubaran PKI.