Anda di halaman 1dari 26

THOHAROH

(BERSUCI)
KELOMPOK I:
AYU INDRIANI DJAMRAH
EKA GUSTIANI
NABILLA FARADYA JASMINE
Pengertian Thoharoh & Sarana
Untuk Bersuci
 Thoharoh menurut Bahasa: membersihkan kotoran yang berwujud maupun tak berwujud.
Menurut istilah: menghilangkan hadas, najis, dan kotoran, (dari tubuh, yang menyebabkan
tidak sahnya ibadah) dengan cara berwudhu, mandi besar, atau tayamum.
-Thoharoh hukumnya wajib.
 Sarana untuk bersuci:
1. Air
Ditinjau dari hukumnya air dibagi menjadi empat:
a. Air Mutlak, yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan, karena belum berubah sifat (warna,
rasa, dan baunya.)
b. Air Musyammas, yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan, namun makruh digunakan.
Misalnya air bertempat di logam yang bukan emas dan terkena panas matahari.
Pengertian Thoharoh & Sarana
Untuk Bersuci
c. Air Musta’mal, yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk
bersuci, meskipun air tersebut tidak berubah warna, rasa dan baunya.
d. Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kulah (216 liter). Karenanya
air tersebut tidak suci, dan tidak dapat dipakai mensucikan. Akan tetapi jika lebih dari dua kulah serta
tidak berubah warna, rasa, dan baunya, maka bias digunakan untuk bersuci.

Air yang dipakai bersuci adalah air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan. Yang tergolong air mutlak
ada tujuh macam:
– Air Hujan
– Air Laut
– Air Sumur
– Air Salju yang sudah mencair dan air embun
Pengertian Thoharoh & Sarana
Untuk Bersuci
2. Tanah, Pasir, Batu, dan Debu yang Suci
– Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bias
menggunakan air karena sakit, atau karena sebab lain. Allah berfirman
“……kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kalian
dengan tanah yang suci,” (QS. An-Nisa: 43).
– Rasulullah SAW bersabda, “Dijadikan bumi itu sebagai masjid dan suci bagiku,”
(HR. Ahmad).
Najis

Najis adalah kotoran yang wajib untuk dihilangkan dan dibasuh. Menurut
tingkatannya najis dibagi menjadi tiga:
1. Najis Mukhoffafah (ringan) adalah air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur dua tahun dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara
menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis tersebut.
2. Najis Mutawashitho (sedang). Yang termasuk najis ini adalah:
 Bangkai binatang darat yang mempunyai darah mengalirang mati tanpa disembelih atau
tidak disembelih menurut syariat islam. Termasuk juga sesuatu yang dipotong dan
binatang yang masih hidup seperti telinga/ekornya.
 Susu, tulang dan bulu hewan yang haram dimakan
 Nanah
Najis

 Darah, kecuali hati, limpah dan darah yang tersisa pada urat binatang yang
disembelih
 Muntahan
 Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, baik yang
biasa terjadi, seperti air kecil dan air besar, ataupun jarang terjadi seperti madzi dan
wadi
 Madzi adalah cairan encer yang keluar ketika syahwat memburu atau ketika
bercumbu rayu (dari pihak wanita disebut qadzi). Sedangkan wadi adalah cairan putih
kental yang keluar setelah buang air kecil atau ketika dalam keadaan letih.
 Nanah, darah, dan mutahan yang sedikit dan sulit untuk dihindarkan, maka
dimaafkan.
Najis

Najis Mutawashitto dibagi jadi dua yaitu:


a. Najis ‘Ainiyah yaituu najis yang berwujud dan dapat dilihat, misalnya kotoran
manusia atau binatang.
b. Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud dan tidak terlihat, seperti bekas
air kencing dan arak yang mudah mengering. Cara membersihkan najis
mutawashitto cukup dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najis (warna, rasa dan bau)nya
hilang.
3. Najis Mugholladzoh (berat) adalah yang berasal dari anjing dan babi
seperti air liur, daging, darah dan kotorannya. Cara menghilangkannya, dibasuh
sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan air yang bercampur dengan tanah.
Hadast

– Hadast adalah suatu keadaan tidak suci ang tidak dapat dilihat, tetapi wajib
disucikan untuk sahnya ibadah. Pembagian jenis hadast adalah,:
Hadast kecil (shugro). Penyebabnya antara lain; keluar sesuatu dari dubur
atau qubul, menyentuh kuliat lawan jenis yang bukan muhrimnya tanpa
penghalang (menurut madzhab Imam Syafii) dan tidur nyenyak dalam keadaan
tidak tetap. Cara bersuci dari hadas ini ialah dengan berwudhu.
Hadast besar (kubro). Penyebabnya antara lain: keluar air mani,
bersetubuh, wanita selesai haid, wanita yang baru melahirkan dan selesai masa
nifasnya dan seseorang yang baru masuk islam. Cara mensucikannya dengan mandi
wajib.
Thoharoh dari Najis

1. Istinja
Bersuci setelah buang air kecil atau air besar dinamakan istinja. Istinja menurut bahasa
artinya terlepas atau selamat, sedangkan menurut istilah syariah adalah bersuci sesudah buang
air kecil atau buang air besar.
Cara beristinja dapat dilakukan dengan salah satu dari cara berikut:
– Membasuh dan membersihkan tempat keluar kotoran dengan air sampai bersih. Ukuran
bersih ini ditentukan oleh keyakinan masing-masing.
– Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu. Kemudian dibasuh dan
dibersihkan dengan air.
– Membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu atau benda-benda kesat lainnya sampai
bersih. Membersihkan tempat keluar kotoran sekurang-kurangnya dengan tiga buah atau
sebuah batu yang memiliki tiga permukaan sampai bersih.
Thoharoh dari Najis

Syarat-syarat istinja’ dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat terdiri dari enam
macam:
– Batu atau benda itu kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk membersihkan najis
– Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati seperti bahan makanan atau batu masjid
– Sekurang-kurangnya dengan tiga kali usapan sampai bersih
– Najis yang dibersihkan belum sampai kering
– Najis itu tidak pindah dari tempatnya
– Najis itu tidak bercampur dengan benda lain, meskipun benda itu suci dan tidak terpecil oleh
air.
Thoharoh dari Najis

2. Adab Buang Air


– Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk tempat buang air (WC)
– Membaca doa masuk WC:
“bismillahi Allahumma innii’ a-udzubika minal khubutsi walk khoba-its” (Dengan mnyebut
nama Allah, Ya Allah aku berlindung kepada-Mu daripada kotoran dan dari segala yang kotor)
– Mendahulukan kaki kanan ketika keluar WC
– Membaca doa ketika keluar dari WC “Ghufroonakal hamdu lillahil ladzii adzhaba ‘annil adzaa
wa ‘aafaanii” (Aku mengharap ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan
kotoran yang menyakitkan diri saya dan Engkau telah menyehatkan saja)
– Pada waktu buang air kecil hendaknya menggunakan alas kaki
– Istinja hendaknya dilakukan dengan tangan kiri.
Thoharoh dari Najis

3. Hal-hal yang Dilarang Ketika Buang Air


a. Buang air ditempat terbuka. Dari Aisyah R.A: ia berkata : Bahwasanya Rasullullah
SAW bersabda “Siapa saja yang datang ke tempat buang air hendaknya ia
berlindung (di tempat tertutup).” (HR. Abu Daud)
b. Buang air yang tenang. Dari Jabir R.A :”Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang
buang air kecil di air yang tergenang” (HR Muslim)
c. Buang air di lubang-lubang karena kemungkinan ada binatang yang terganggu di
dalam lubang itu. Dari Qotadah RA: bahwa Rasullullah SAW melarang buang air
kecil di lubang. Sahabat-sahabat lainnya bertanya kepada Qotadah :Mengapa
dilarang buang air kecil di lubang? Ia menjawab “Lubang itu adalah tempat
kediaman jin” (HR. Ahmad, Nasa ‘I, Abu Daud, Hakim dan Baihaqi).
Thoharoh dari Najis

d. Buang air di bawah pohon yang sedang berbuah, sebab jika buah itu jatuh
akan terkena najis dan buah yang bernajis haram dimakan atau dijual
e. Bercakap-cakap kecuali terpaksa
f. Menghadap atau membelakangi kiblat, kecuali dalam tempat tertutup
g. Membawa ayat-ayat Al-Qur’an
h. Buang air sambil berdiri, karena bertentangan dengan kesopanan dan adab
yang baik
i. Membersihkan kotoran dengan tangan kanan.
Thoharoh dari Najis

4. Memercikkan Air
Bersuci dari Najis Mukhoffaf (ringan), cukup dengan dipercikkan saja pada
bagian yang terkena najis kecil mukhaffaf.
5. Mencuci dan Membasuh Dengan Air
Bersuci dari Najis Mutawasithoh (sedang), cukup dibasuh tiga kali dengan
air yang mengalir agar sifat-sifat najis (yakni warna, rasa dan baunya hilang).
6. Menyamak
Bersuci dari Najis Mugholazzoh (berat), cukup dengan dicuci tujuh kali
dengan air mutlak dan salah satunya dengan air tanah.
Thoharoh dari Hadast

1. Wudhu Perintah wajib wudhu ini turun bersama dengan perintah wajib shalat.
Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu hendak mengerjakan
sholat maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu
serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki,” (QS. Al-Maidah: 6). Sabda Rosululloh
SAW, ‘Allah SWT tidak akan menerima sholat seseorang yang berhadast sehingga ia
berwudhu. “ (HR. Abu Daud).
Syarat Wudhu ada 5 (lima):
– Islam
– Baligh
– Tidak berhadast besar
– Memakai air yang mutlak (suci dan mensucikan)
– Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah & cat
Thoharoh dari Hadast

Rukun Wudhu ada 6 (enam):


– Niat
– “sesungguhnya amal perbuatan itu hanya tergantung dari niat. Dan sesungguhnya, setiap
orang hanaya akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya… “ (HR.
Bukhori & Muslim)
– Membasuh muka sebatas dari tempat tumbuh rambut di kepala sampai kedua tulang dagu
dan dari batas telinga kanan sampai batas telinga kiri.
– Membasuh kedua tangan sampai kedua mata siku
– Mengusap sebagian kepala
– Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
– Tertib atau beraturan
Thoharoh dari Hadast

Sunnah Wudhu ada 12 (dua belas) :


– Diawali dengan membaca basmalah.
– Membasuh telapak tangan sampai pergelangan
– Berkumur-kumur (Madhmadhah)
– Bersiwak (menggosok gigi)
– Mengirup air ke lubang hidung (Istinsyaq) dan mengeluarkannya dengan keras (Istinsyar)
– Mengusap kedua telinga luar dan dalam
– Menyela-nyela jemari tangan dan kaki
– Mendahulukan membasuh anggota wudhu bagian kanan
– Membasuh anggota wudhu sampai tiga kali, kecuali kepala hanya satu kali.
– Menggosok-gosok anggota wudhu agar lebih bersih
– Tidak diseka, kecuali ada hajat, seperti kedinginan
– Membaca doa setelah berwudhu
Thoharoh dari Hadast

Perkara yang dapat membatalkan wudhu ada 6 (enam)


– Keluar sesuatau dari dua pintu (kubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik air besar,
air kecil,angin, air mani atau yang lainnya.
– Hiilangnya akal karena gila, pingsan ataupun mabuk.
– Bersentuhan kulit laki-laki dewasa dengan kulit perempuan dewasa kecuali mereka itu masih
muhrim
– Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan batin telapak tangan,baik milik sendiri
maupun milik orang lain, baik dewasa maupun anak-anak
– Tidur, kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak berubah
kedudukannya), dimana dubur tertutup selama tidur
– Memkan daging unta. Karena ketika Rosululloh Saw ditanya: “Apakah kami harus berwudhu
karena makan daging unta? Nabi menjawab :”ya” “ (HR. Muslim)
Thoharoh dari Hadast

Tata cara Berwudhu Sesuai Tuntunan Rosululloh SAW – Mengusap seluruh kepala sebanyak satu kali. Kedua tangan yang masih
basah, dijalankan dari depan ke belakang hingga tengkuk lalu kembali
– Berniat lagi ke depan tempat semula
– Mengucapkan “Bismillah” – Kemudian membasuh telinga, yaitu dengan memasukkan kedua jari
– Mencuci kedua telapak tangan sebanyak tiga kali dan menyela-nyela telunjuk ke dalam telinga dan kedua ibu jari di bagian luar telinga
di antara jari jemari kedua tangan – Membasuh kaki kanan sebanyak tiga kali, dari ujung jari ke mata kaki,
– Madhmadho (berkumur-kumur) dan istinsyaq (menghirup air ke dengan cara mencuci mata kaki dan menyela-nyela jari-jemari, lalu
dalam lubang hidung) dengan telapak tangan kanan lalu istinsyar membasuh kaki kiri seperti itu pula.
(menyemburkan air ke luar) dengan tangan kiri sebanyak tiga kali – Membaca doa setelah berwudhu
– Membasuh muka sebanyak tiga kali. Batasan muka adalah dari
telinga satu ke telinga yang lain dan dari batasan tempat tumbuhnya
rambut kepala di atas kening/dahi hingga dagu
– Membasuh tangan kanan sebanyak tiga kali lalu tangan kiri . Dimulai
dari ujung jari dengan menyela-nyela jari-jemari,lalu menggosok-
gosokan air ke lengan, kemudian mencuci siku. Demikian pula
dengan tangan kiri atau dimulai dari siku hingga ujung jari.
Thoharoh dari Hadast

Tayamum – disebabkan oleh satu:


Tayamum menurut Bahasa sama dengan “al-qoshdu”, artinya menuju. – Bila tidak ada air, atau ada air tapi tidak mencukupi untuk
Menurut Syariah, tayamum adalah mengusap muka dan dua tangan bersuci.
degan debu yang suci dan dengan niat agar dapat mengerjakan shalat
– Tidak bias menggunakan air karena adanya sebab dari
atau ibadah lain (buukan berniat menghilangkan hadast). Ini adalah
beberapa sebab syar’i.
rukhsoh (keringanan) bagi orang yang tidak dapat memakai air dalam
bersuci karena alas an tertentu. – Ketika ada air yang jaraknya dekat tetapi untuk
mengambilnya dikhawatirkan keselamatan jiwa atau
– Syarat-syarat Tayamum:
hartanya.
– Telah masuk waktu shalat. Tayamaum tidak sah bila dilakukan
– Karena airnya sangat dingin dan dikhawatirkan akan terjadi
sebelum waktu shalat dan dikhawatirkan bila menunggu adanya air
kemudaratan bila memakainya.
akan habis waktu shalat.
– Mencari air terlebih dahulu.
– Tidak ada penghalang yang menghalangi sampainya media debu yang
diusapkan pada anggota tayamum sepeti minyak dan pasta.
– Adanaya udzur yang
Thoharoh dari Hadast

Rukun-rukun tayamum: Sunnah Tayamum: Perkara yang Membatalkan


– Niat – Mengawali dengan bacaan Tayamum:
basmalah – Segala yang membatalkan wudhu
– Menyapu muka dengan tanah
– Menahulukan anggota juga membatalkan tayamum.
– Menyapu kedua tangan (ada yang
tayamum sebelum kanan. – Mendapatkan air sebelum sholat.
berpendapat hingga siku, ada pula
pendapat hingga pergelangan – Bersiwak – Murtad
tangan saja). – Meniup debu ditelapak
– Tertib atau berurutan. tangan agar menjadi tipis.
Thoharoh dari Hadast

– Tata Cara Tayamum Sesuai Tuntunan


Rasulullah:
– Memukulkan dua telapak tangan ke
tanah/debu dengan sekali pukulan.
– Meniup atau mengibaskan
tanah/debu yang menempel pada
kedua telapak tangan tersebut.
– Mengusap wajah terlebih dahulu
maupun luarnya ataupun mengusap
telapak tangan dahulu baru
setelahnya mengusap wajah.
Thoharoh dari Hadast

3. Mandi Wajib Sebab-sebab Mandi:


Mandi menurut bahasa sehari-hari – Bersetubuh, baik mengeluarkan
adalah membersihkan badan dengan air. mania atau tidak
Adapun mandi menurut istilah syar’i – Keluar mani baik disengaja maupun
adalah, menghilangkan hadast besar . tidak di sengaja
dasar hukumnya dalam firman Allah
SWT: “Dan jika kamu junub maka – Meninggal dunia, kecuali mati syahid
mandilah” (QS. Al Maidah: 6 dan An – Sehabis masa haid/menstruasi bagi
Nisa: 43). wanita
– Sehabis nifas,yaitu mengeluarkan
darah setelah melahirkan
Thoharoh dari Hadast

Larangan atas Orang Junub:


Rukun Mandi Besar ada 3 (tiga):
– Melaksanakan sholat
– Niat
– Melaksanakan thowaf
– Menghilangkan kotoran dan najis pada badan
– Menyentuh dan membawa mushaf
– Meratakan air ke seluruh tubuh
– I’tikaf (berdiam diri di masjid )
Mandi Sunnah:
Sunnah Mandi Besar Ada 4 (empat):
– Mandi bagi orang yang akan melaksanakan shalat jum’at
– Diawali dengan membaca Basmallah
– Mandi ketika hendak wukuf di Arofah, sebelum hari Raya idul Fitri
– Berwudhu sebelum mandi
dan Idul Adha
– Menggosok seluruh tubuh dengan tangan
– Mandi bagi orang yang baru sembuh dari gila
– Mendahulukan Bagian kanan dari yang kiri
– Mandi menjelang haji dan umrah
– Mandi sehabis memandikan mayat
– Mandi bagi orang yang baru menyatakan diri memeluk islam
Thoharoh dari Hadast

Tata cara Mandi Wajib: 2. Membasuh seluruh anggota badan


– Setiap mandi wajib maupun sunnah akan menjadi – Setiap orang yang akan mandi
sah apabila dipenuhi rukun-rukunnya. Jika tidak, maka menghilangkan hadast,wajib meratakan
mandi yang dilakukan seseorang akan terhitung mandi air di sekujur tubuhnya, yang dikatakan
biasa yang akan mendapatkan kebersihan badan. Rukun- (hakikatnya) mandi adalah membasuh air
rukun mandi tersebut adalah : ke seluruh anggota badan.
1. Niat
– Tanpa niat mandi tidak akan sah menjadi mandi wajib atau
mandi sunnah. Niat yang membedakan mandi biasa, mandi
wajib dengan mandi sunnah. Orang yang akan mandi wajib
harus berniat menghilangkan hadast besar dan yang
melakukan mandi sunnah harus berniat melakukan mandi
sunnah.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai