Anda di halaman 1dari 50

FARMAKOLOGI

YENI VERA, S.Si, M. Biomed


PRESENTASI : 20%

PENUGASAN : 20%

UTS : 30%

UAS : 30%
Tujuan Instruksional

1. Menjelaskan pengertian
farmakologi dan
sejarahnya
2. Menjelaskan cabang
ilmu farmakologi
3. Menjelaskan arti obat,
sifat dan bentuknya
4. Menjelaskan masalah
obat dan pengawasannya
5. Menjelaskan
penggolongan obat
Sejarah Farmakologi
 Sejak zaman purbakala manusia  Tahun 1240 Kaisar Frederick II
telah dihadapkan pada masalah memberikan maklumat kepada
kesehatan yang memaksa dirinya rakyatnya tentang pemisahan
mencari pengobatan Para ahli Kedokteran dan Farmasi dengan
pengobatan memperoleh tujuan agar masyarakat mendapat
pengetahuan tentang obat dan cara perawatan medis yang layak serta
pengobatan hanya berdasarkan memperoleh obat ( farmacon )
intuisi dan pengalaman empiris. yang cocok yang dapat
 Baru pada 400 tahun sebelum dipertanggung jawabkan
masehi berdiri sekolah kedokteran
di Yunani yang salah satu alumninya
bernama Hipokrates yang
memperkenalkan cara-cara
pengobatan yang rasional dan etis .
Sejarah ilmu farmakologi
 Dibagi menjadi 2 periode :  Theophrastus von Hohenheim
(1493–1541 A.D.), atau Paracelsus
1. Periode kuno (sebelum th 1700)
: All things are poison, nothing is
 Ditandai dengan observasi empirik without poison; the dose alone
penggunaan obat causes a thing not to be poison.”
 Catatan tertua dijumpai pada  Johann Jakob Wepfer (1620–1695)
pengobatan Cina dan Mesir Æ the first to verify by animal
experimentation assertions about
 Claudius Galen (129–200 A.D.) orang
pharmacological or toxicological
pertama yg mengenalkan bahwa teori
actions
dan pengalaman empirik berkontribusi
seimbang dlm penggunaan obat
Sejarah ilmu farmakologi
2. Periode modern
 Pada abad 18-19, mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat,
tempat dan cara kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan
 Rudolf Buchheim (1820–1879) mendirikan the first institute of Pharmacology
di the University of Dorpat (Tartu, Estonia) in 1847 pharmacology as an
independent scientific discipline.
 Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist, Bernhard
Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi pertama
 John J. Abel (1857–1938) The “Father of American Pharmacology”, was among
the first Americans to train in Schmiedeberg‘s laboratory and was founder of
the Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics (published from
1909 until the present).
I. Sejarah Obat
Zaman Purba
daun/akar tanaman→dicoba (empiris)
→pengalaman →turun-temurun
(tradisional).
Racun untuk obat
 strichnin & kurare (racun panah
suku indian & afrika) →relaksan
otot.
 Nitrogen mustard (gas racun PD I)
→ sitostatika/anti kanker.
Obat nabati
 Yg digunakan : rebusan/ekstrak
→khasiat berbeda (asal tanaman,
waktu panen, cara pembuatannya
→kurang memuaskan.
Perkembangan Farmakologi
Perkembangan kefarmasian dibagi 3 periode
Farmakologi :
farmakon (obat) ; logos (ilmu) : ilmu yg mempelajari interaksi antara obat dengan
system biologik (MH/organisme).

 FARMAKOGNOSI  FARMAKODINAMIK
pengetahuan & pengenalan obat yg mempelajari efek yang terjadi pd
berasal dari tanaman (mineral & manusia / respon yg terjadi
hewan) & zat aktifnya. terhadap pemberian obat (obat
 BIOFARMASI mempengaruhi organisme)
meneliti pengaruh formulasi obat  TOKSIKOLOGI
terhadap efek terapetiknya pengetahuan tentang efek racun
 FARMAKOKINETIK dari obat terhadap tubuh
(termasuk farmakodinamik karena
mempelajari proses biologic yg efek terapetik berhubungan dg
dialami oleh obat /nasib obat pd efek toksik)
manusia sehat / pasien (MH /
organisme mempengaruhi obat)  FARMAKOTERAPI
nasib obat dalam tubuh : A D M E mempelajari penggunaan obat
untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit/gejalanya.
Obat jadi : sediaan / paduan bahan yg siap digunakan
untuk mempengaruhi / menyelidiki sistem fisiologi /
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan & kontrasepsi.
(Permenkes no.917/menkes/per/X)
Aspek –aspek biofarmasi obat
 Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tempat
kerjanya dalam tubuh obat harus mengalami banyak proses.
 Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan menyelidiki pengaruh
pembuatan sediaan obat atas kegiatan terapetiknya.
 Faktor formulasi yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh
adalah: bentuk fisik zat aktif (amorf, kristal, kehalusan),
keadaan kimiawi (ester, garam kompleks dan sebagainya), zat
pembantu (zat pengisi, zat pelekat, zat pelicin, zat pelindung,
dan sebagainya), serta proses teknis pembuatan sediaan
(tekanan mesin tablet).
Formulasi Obat dan
Pharmaceutical Availability (FA)

 Pharmaceutical Availability (FA) merupakan ukuran untuk bagian


obat yang in-vitro dibebaskan dari bentuk pemberiannya dan
tersedia untuk proses resorpsi, misalnyadari tablet, kapsul, serbuk,
suspensi, suppositoria dan sebagainya.
 Dengan kata lain FAmerupakan kecepatan larut dan jumlah dari
obat yang menjadi tersedia in-vitro dari bentuk farmasetisnya.
Bentuk tablet Bentuk cairan
 Setelah ditelan tablet akan pecah  obat berbentuk cairan (larutan, sirop)
(desintegrasi) di lambung menjadi banyak akan mencapai keadaan FA dalam
granul kecil yang terdiri dari zat aktif waktu yang jauh lebih singkat karena
tercampur zat-zat pembantu (gom, tidak harus melalui fase desintegrasi
gelatin, tajin). dari tablet, granul dan melarut.
 Baru setelah granul ini pecah, zat aktif Sebagai contoh asetosal.
dibebaskan. Bila daya larutnya cukup  Bila diberikan sebagai larutan, puncak
besar, zat aktif akan melarut dalam plasmanya (A) dicapai setelah lebih
lambung atau usus, tergantung dimana kurang 1 jam, sedangkan tablet salut
saat itu obat berada. enteric (ec), yaitu dengan lapisan tahan
 Hal ini ditentukan oleh waktu asam yang baru pecah dalam usus
pengosongan lambung yang berkisar menghasilkan kadar maksimal (B)
antara 2 sampai 3 jam setelah makan. setelah 4 jam dan hanya berjumlah
lebih kurang 50% dari (A).
 Setelah melarut, obat tersedia dan proses
resorpsi oleh usus dimulai.
 Peristiwa inilah yang disebut FA.
Biological Availability (BA)
 BA adalah persentase obat yang diresorbsi dari tubuh dari suatu dosis yang
diberikan dan tersedia untuk melakukan efek teurapeutisnya.
 Di beberapa Negara (AS, Jerman) mencakup juga kecepatannya dengan
mana obat muncul di sirkulasi darah.
 Biasanya obat baru berefek sesudah obat melalui sistem porta dan hati
kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikan ke seluruh
jaringan.
 BA dapat diukur secara in-vivo (pada keadaan sesungguhnya pasien) dengan
menentukan kadar plasma obat sesudah mencapai steady-state.
 Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat di semua jaringan
tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap
dan dieliminasi adalah sama.
 Antara kadar plasma dan efek teurapeutisnya pada umumnya terdapat
korelasi yang baik.
Cara pemberian obat
 Disamping faktor formulasi,
cara pemberian obat turut
menentukan kecepatan dan
kelengkapan resorpsi.
 Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek sistemis
(diseluruh tubuh) atau efek
lokal (setempat), keadaan
pasien dan sifat-sifat
fisikokimiawi obat dapat
dipilih banyak cara untuk
memberikan obat.
Efek Sistemik/Sistemis
Oral sublingual
 Pemberian obat melalui mulut adalah cara  Obat diletakkan di bawah lidah
yang paling lazim digunakan karena, sangat (sublingual) tempat berlangsungnya
praktis, mudah dan aman. resorpsi oleh selaput lender setempat
 Keberatan lain adalah obat setelah ke dalam vena lidah yang sangat banyak
diresorpsi harus melalui hati dimana dapat di lokasi ini.
terjadi inaktivasi sebelum diedarkan ke  Keuntungan cara ini adalah obat
tempat kerjanya. langsung masuk ke peredaran darah
 Untuk mencapai efek lokal di usus tanpa melalui hati.
dilakukan pemberian oral, misalnya  Oleh karena itu, cara ini dipilih jika
antibiotika untuk mensterilkan lambung- efek yang cepat dan lengkap diinginkan
usus pada infeksi atau sebelum  keberatannya adalah kurang praktis
pembedahan (streptomisin, kanamisin, untuk digunakan terus-menerus dan
neomisin) obat-obat ini justru tidak boleh dapat merangsang mukosa mulut.
diserap, begitu pula zat-zat kontras rontgen
 Hanya obat bersifat lipofil saja yang
guna membuat foto lambung-usus.
dapatdiberikan dengan cara ini.
Efek Sistemik/Sistemis
Injeksi Implantasi subkutan
 Pemberian obat secara parenteral (berarti  Implantasi/subkutan adalah
“di luar usus”) biasanya dipilih jika memasukkan obat yang berbentuk
diinginkan efek yang cepat, kuat dan pellet steril (tablet silindris kecil) ke
lengkap atau untuk obat yang merangsang bawah kulit dengan menggunakan
atau dirusak oleh getah lambung suatu alat khusus (trocar).
(hormone) atau tidak diresorpsi oleh usus  Obat ini terutama digunakan untuk
(streptomisin) begitu pula pada pasien yang efek sistemis lama, misalnya hormone
tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. kelamin (estradiol, testosterone).
 Keberatannya cara ini lebih mahal,nyeri Akibat resorpsi yang lambat, satu
serta sukar dikerjakan sendiri oleh pasien. pellet dapat melepaskan zat aktifnya
 Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi secara teratur selama 35 bulan atau
kuman (harus steril) dan bahaya merusak bahkan ada obat antihmil dengan lama
pembuluh darah atau saraf jika tempat kerja 3 tahun (Implanon, Norplant).
suntikan tidak tepat.
Efek Sistemik/Sistemis
Rektal
 Rektal adalah pemberian obat melalui
rectum (dubur) yang layak untuk obat
yang merangsang atau yang diuraikan oleh
asam lambung, biasanya dalam bentuk
supositoria, kadang-kadang sebagai cairan
(klisma 2-10 ml, lavemen 10-500 ml) Obat
ini terutama digunakan pada pasien yang
mual atau muntah-muntah (mabuk jalan,
migraine) atau yang terlampau sakit untuk
menelan tablet.
 Adakalanya juga untuk efek lokal yang
cepat, misalnya laksan (suppose,
bisakodil/gliserin) dan klisma (prednisone,
neomisin).
Efek Lokal : Mukosa lambung-usus dan rektum, juga
selaput lendir lainnya dalam tubuh, dapat menyerap obat
dengan baik dan menghasilkan terutama efek setempat.
Intranasal Inhalasi (intrapulmonal)
 Obat tetes hidung dapat digunakan pada  Gas, zat terbang atau larutan sering
selesma untuk menciutkan mukosa yang diberikan sebagai inhalasi (aerosol),
bengkak (efedrin, xylometazolin). yaitu obat yang disemprotkan ke dalam
mulut dengan alat aerosol.
 Kadang-kadang obat juga diberikan untuk
efek sistemisnya, misalnya vasopressin dan  Semprotan obat dihirup dengan udara
kortikosteroid (beklometason, dan resorpsi terjadi melalui mukosa
flunisonida). mulut, tenggorokan, dan saluran napas.
 Tanpa melalui hati, obat dengan cepat
Intra-okuler atau intra-aurikuler melalui peredaran darah dan
menghasilkan efeknya.
 Obat berbentuk tetes atau salep yang
digunakan untuk mengobati penyakit mata  Yang digunakan secara inhalasi adalah
atau telinga. anestetika umum (halotan) dan obat-obat
asma (isoprenalin, budesonide, dan
 Pada penggunaan beberapa jenis obat tetes
beklometason) dengan maksud mencapai
harus waspada karena obat dapat diresorpsi kadar setempat yang tinggi dan
dan menimbulkan efek toksis, misalnya memberikan efek terhadap bronkhia.
atropine.
Efek Lokal
Intravaginal Tropikal/Kulit
 Untuk mengobati gangguan  Pada penyakit kulit obat yang digunakan berupa
vagina secara lokal tersedia salep, krem atau lotion (kocokan).
salep, tablet atau sejenis  Kulit yang sehat dan utuh sukar sekali ditembus
suppositoria vaginal (ovula) obat, tetapi resorpsi berlangsung lebih mudah bila
yang harus dimasukkan ada kerusakan.
kedalam vagina dan melarut di
 Efek sistemis yang menyusul kadang-kadang
situ.
berbahaya, seperti dengan kortikosteroida (kortison,
 Contohnya ialah metronidazole betametason, dan lain-lain) terutama bila digunakan
pada vaginitis (radang vagina). dengan cara oklusi, artinya ditutup dengan plastik.
 Obat dapat pula digunakan  Resorpsi dapat diperbaiki dengan tambahan zat
sebagai cairan bilasan, keratolitis dengan daya melarutkan lapisan tanduk
penggunaan lain adalah untuk dari kulit, misalnya asam salisilat, urea, dan resorsin.
mencegah kehamilan dimana
 Obat ini biasanya mengandung analgetika
zat spermisid (dengan daya
(metilsalisilat, diklofenak, benzidamin, fenilbutason)
mematikan sperma)
dan zat terbang (mentol, kanfer, minyak permen,
dimasukkan dalam bentuk
minyak kayu putih).
tablet, busa atau krem.
 Cara terbaru adalah plester transdermal yang
dilekatkan pada kulit dan sebaiknya pada
bagian dalam pergelangan tangan, di belakang
telinga, atau tempat lain dengan kulit tipis
yang banyak mengandung pembuluh darah.
 Yang banyak digunakan adalah TTS
(Transdermal Terapeutic System): yaitu
plester yang melepaskan obat secara
berangsur-angsur dan teratur selama beberapa
waktu dan langsung memasuki darah.
 Contoh yang terkenal adalah
1. obat mabuk jalan skopolsmin (Scopoderm),
2. obat anti-angina nitrogliserin (Nitroderm TTS)
3. estradiol (Estraderm TTS).
OBAT DAN MASALAHNYA

 Obat adalah zat atau bahan yang  Perilaku masyarakat dalam


digunakan untuk mencari kesembuhan
diagnotis,pencegahan, pengobatan terhadappenyakit yang
( therapy ) dan pemulihan penyakit dideritanya berdasarkan SKRT
 Pengobatan dengan obat disebut dikategorikan sbb:
Farmakoterapi 1. Tidak berbuat apa-apa 5 %
 Pengobatan tanpa obat disebut 2. Pergi ke Dokter 18 %
Non Farmakoterapi a.l. 3. Mengobati Sendiri 77 %
Psychoterapi, Caranya sendiri
Fisioterapi,hydroterapi,
Ozon –terapi, color –  Minum jamu
therapi, music-therapy,  Menggunakan obat yang
speech-therapy etc. dijual bebas
Cara Memperoleh Obat

 Obat dapat diperoleh secara


bebas dipasaran apabila obat
termasuk golongan obat bebas
 Obat-obat keras termasuk
narkotika dan psikotropika
hanya dapat diperoleh dengan
resep dokter
Proses yang dialami obat dalam tubuh

Distribusi

Obat Absorpsi Metabolisme/Biotranformasi Eksekresi

Fase-fase obat di dalam tubuh :


Fase biofarmaseutik
Fase farmakodinamik
Fase farmakokinetik
Farmakokinetika

 Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana obat


mengalami proses dalam tubuh.
 Farmakokinetika juga dikenal dengan ilmu ADME yakni ilmu yang
mempelajari Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Sekresi
termasuk didalamnya dibahas tentang ketersedian bahan
aktif obat dalam tubuh ( bioavailabilitas )
Absorpsi

 Absorpsi obat dalam lambung sangat tergantung pada PH (keasaman


Lambung )
 Pada umumnya obat yang sukar mengalami ionisasi mudah diabsorpsi
 PH dapat mengalami perubahan karena zat-zat makanan tertentu
sehingga inilah sebabnya mengapa obat diberikan sebelum makan ,
sesudah makan atau waktu sedang makan
 Pemberian obat sebelum makan terutama dimaksudkan untuk
melindungi mukosa lambung dan bersifat basa atau menambah asam
lambung seperti obat stomachica atau appetizer atau bila sifat obat
mudah dirusak oleh asam lambung seperti penicillin
 Obat dalam bentuk tablet yang dimaksudkan tidak bileh larut dalam
lambung tapi larut dalam usus diberi nama enteric coated tablet
 Obat yang kelarutannya secara bertahap dan terus menerus diberi
nama retard`atau sustained release
Absorpsi

 Pemberian obat dengan cara suntik dimaksudkan untuk penderita yang


tidak dapat memakai obat secara oral atau obat tersebut cepat dirusak
oleh getah lambung
 Suntikan dengan cara subcutan hanya dilakukan untuk obat yang tidak
menimbulkan iritasi pelepasan obat dari suntikan harus sedikit demi
sedikit seperti pada penyuntikan pada penderita diabetes
 Suntikan intra muskuler diberikan untuk obat yang diperlukan
memberi pengaruh dalam waktu singkat atau bila obatnya dilarutkan
dalam minyak atau obatnya bersifat iritatif
 Suntikan intravena hanya boleh dilakukan untuk obat yang larut dalam
air Suntikan ini diperlukan untuk keadaan gawat
 Suntikan intratekal hanya diperlukan untuk radang otak dan
penyuntikan dilakukan secara langsung kedalam ruang sub arachnoid
pada medula spinalis
Distribusi & Metabolisme
 Distribusi obat terjadi ketika obat dapat menembus membran sel
setelah melalui cairan plasma, cairan interstisiil, transeluler
(interseluler ), cairan intraseluler
 Beberapa obat dapat mengalami interaksi dengan obat lainnya yang
menimbulkan efek berlawanan atau potensiasi
 Biotransformasi obat sebagian besar terjadi di hepar terutama oleh
enzym mikrosomal untuk mengurangi toksisitas dan ekskresi
 Reaksi kimia yang terjadi dalam biotransformasi dapat dibedakan
kedalam 2 golongan :
1. Reaksi sintetik ( konyugasi ) yang dapat mengurangi toksisitas :
Reaksi ini memerlukan ATP sebagai sumber energi
2. Reaksi non –sintetik berupa oksidasi, reduksi dan hydrolisa:
Reaksi ini memerlukan NADPH ( Nicotinamida Adenin
Dinucleotide Phosphate Hydrogen )
Eksekresi
 Ekskresi obat dilakukan oleh organ tubuh
seperti :
Renal
Hepar
Pulmo
Kelenjar ASI
Kelenjar Keringat
Kelenjar ludah

 Obat-obat yang tidak dapat diabsorpsi


dikeluarkan lewat feces
Therapi
 Therapi diterjemahkan dengan pengobatan
 Pengobatan dapat dilakukan dengan obat yang diistilahkan dengan
farmakoterapi.

 Pengobatan tanpa obat disebut non farmakoterapi


OBAT DAN PENGAWASANNYA

 Mengapa obat harus


diawasi ?
1. Obat adalah ibarat
madu disatu sisi dan
racun disisi lainnya
2. Obat adalah
kebutuhan dasar
masyarakat
cenderung dapat
disalah gunakan
 Siapa yang mengawasi
obatdi Indonesia ?
Pengawasan obat dulu
dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan dan
kini dilakukan oleh
Badan Pengawasan
obat dan Makanan
(Badan POM )
Penggolongan obat
Penggolongan obat
1. Berdasarkan tujuan terapinya : 3. Berdasarkan vital tidaknya
 Obat Diagnotis bagi penyediaan disarana
 Obat Farmakodinamis pelayanan kesehatan seperti
 Obat Chemoterapeutika rumah sakit
 Obat Substitusi  Vital
2. Berdasarkan ketentuan pembatasan  Esensial
pemakaian di pasaran  Non Esensial
 Obat Bebas
 Obat Bebas Terbatas (DaftarW)
 Obat Keras ( Daftar G)
 Obat Psikotropika
 Obat Narkotika ( Daftar O)
3. Berdasarkan ketentuan nama dalam
perdagangan
 Obat paten
 Obat Generik
Penggolongan obat
 Obat Generik : obat dengan
nama resmi yg ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia atau INN
(International Non-Proprietary Name)
untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya.
 Obat Patent/Spesialite : obat
jadi dengan nama dagang yg
terdaftar atas nama si pembuat atau Nama kimia Nama generik Nama patent
yg dikuasakannya & dijual dg Asam asetil Asetosal Aspilets
bungkus asli dari pabrik yg salisilat (medifarma)
memproduksinya. Aspirin (bayer)

 WHO → daftar obat dg nama parasetamol


Asetaminofen Sanmol (sanbe)
resmi → official/generic name
Pamol (interbat)
Penggolongan obat
III. Obat Keras & Psikotropika
Obat Keras (Daftar G =
“Gevaarlijk”)
- Obat yg hanya boleh dibeli di
apotek dg resep dokter
- Dapat diulang tanpa resep
baru jika prescriber
mencantumkan “iter” pada
resep asli.
- Pada kemasan obat keras
tertera huruf K dalam
lingkaran merah dengan garis
tepi hitam.
- Con : antibiotika, hormon,
obat suntik (semua).
Psikotropika (UU RI no.5 th. 1997) Narkotika (UU RI no.22 th.1997)
- Adalah zat/obat baik alamiah maupun - Adalah zat/obat yg berasal dari
sintetis bukan narkotik, yg berkhasiat tanaman/bukan tanaman baik
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sintetis maupun semi sintetis yg
susunan saraf pusat yg menyebabkan dapat menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental & penurunan/perubahan kesadaran,
perilaku. hilangnya rasa, mengurangi sampai
Cont. psikotropika : menghilangkan rasa nyeri &
menimbulkan ketergantungan.
 Gol. I (26 zat), a.l. : Lisergida (LSD)
Cont narkotika :
 Gol. II (14 zat), a.l. : Amfetamin
(Benzedrine) - Gol. I (26 bahan), a.l. : Papaver
Somniferum L., kokain, heroin.
 Gol.III (9 zat), a.l. : Flunitrazepam
(Rohypnol) - Gol. II (87 zat/sediaan), a.l. :
metadon, morfina, petidina.
 Gol. IV (60 zat), a.l. : Alprazolam
(Xanax), Bromazepam (Lexotan), - Gol. III (14 zat/sediaan), a.l. :
Diazepam (Valisanbe, Valium), etilmorfin, kodein.
Fenobarbital (Luminal), Klobazam
(Frisium), dll.
Pengembangan dan Penilaian Obat
1. Pengujian Pada Hewan Coba (Uji  Studi toksikologidilakukan pada 2-3
Praklinik) spesies hewan coba.
 Suatu senyawa yang baru ditemukan  Uji toksikologi pada hewan coba
terlebih dahulu diuji dengan serangkaian meliputi:
uji 1. toksisitas akut, efek-efek dosis
 farmakologi pada organ terpisah dan tunggal yang besar hingga letal;
hewan coba. Jika ditemukan aktivitas 2. toksisitas kronis, efek-efek dosis
farmakologi yang bertingkat pada penggunaan yang
 mungkin bermanfaat maka senyawa yang panjang;
lolos penyaringan akan diteliti lebih 3. teratogenisitas;
lanjut.
4. karsinogenisitas;
 Sebelum calon obat dapat dicobakan
5. mutagenisitas;
pada manusia dilakukan penelitian sifat
farmakokinetik, farmakodinamik, dan 6. uji ketergantungan.
efek toksiknya pada hewan coba.
Pengembangan dan Penilaian Obat
2. Uji Klinik b. Fase II
 Pada dasarnya uji klinik memastikan efikasi,  Dilakukan pada pasien yang kelak akan
keamanan dan gambaran efek samping yang diobati oleh obat ini, tanpa penyakit
sering timbul pada manusia akibat penyerta.
pemberian suatu obat. Uji klinik terdiri dari  Subjek 100-200 pasien.
fase I sampai fase IV.
 Yang diteliti efek terapi (khasiat obat
a. Fase I pada manusia).
 Biasanya dilakukan pada sukarelawan sehat.  Studi kisaran dosis, untuk menetapkan
 Subjek 20-50 org. dosis optimal.
 Yang diteliti keamanan dari obat,  Keamanan obat.
menentukan dosis maksimal yang dapat  Obat baru dibandingkan dengan
ditoleransi sebelum timbul efek toksik yang plasebo atau obat standar, secara acak
tidak dapat diterima. dan tersamar ganda.
 Diteliti sifat farmakodinamik dan  Dilakukan oleh dokter ahli
farmakokinetik pada manusia. farmakologi klinik atau dokter ahli
 Dilakukan terbuka dan tanpa pembanding klinik dalam bidang yang
oleh dokter ahli. bersangkutan.
Pengembangan dan Penilaian Obat
c. Fase III d. Fase IV (Post marketing
 Dilakukan pada pasien yang kelak akan surveillance)
diobati oleh obat ini, dengan penyakit Pengamatan terhadap obat yang beredar
penyerta atau mendapat terapi lain. di pasaran.Yang diamati:
 Subjek paling sedikit 500 pasien.  Efek samping pada frekuensi
 Memastikan efek terapi, dan efek samping penggunaan rendah atau bertahun-
lain yang tidak terlihat pada fase II. tahun.
 Keamanan obat.  Efektivitas obat pada pasien
berpenyakit berat, ganda, anak-anak,
 Obat baru dibandingkan dengan obat sama
usia lanjut, penggunaan berkali-kali.
dengan dosis berbeda, plasebo, obat standar.
 Masalah penggunaan berlebihan,
 Pengujian dilakukan secara acak dan
penggunaan yang salah,
tersamar ganda.
penyalahgunaan (abuse) dan lain-lain.
 Dilakukan oleh dokter yang kurang ahli.
 Efek obat terhadap morbiditas, dan
 Jika lulus pada fase III dapat diberikan izin mortalitas.
pemasaran.
 Efek baru dari obat
Beberapa Istilah Dalam resep
Terkait dengan pemberian dan Penggunaan Obat

 R/ =berikanlah / terimakanlah  PIM = berbahaya bila ditunda


 Cito = lekas  o.s. = oculo sinister = mata kiri
 Statim = segera  o.c = oculo dexter = mata kanan
 S3dd = 3 x sehari  dcf = da cum formula = berikan
 o.n =omni nocte = tiap malam dengan resepnya
 o.m = omni mane = tiap pagi  i.c = inter cibos = antara 2 waktu
makan
 p.c = post coenam = sesudah
makan  Per os = melalui mulut

 a.c = ante coenam = sebelum  s.u.e = signa usus externus + tandai


makan obat luar
 d.c. = durante coenam = pada saat  M.f.l.a = misce fac lege artis =
makan campur dan buat sesuai aturan
 S.u.c = sigan usus cognitus = aturan  Instill = teteskanlah
pakai sudah tahu  Mane et vespere = pagi dan malam
 statim = segera
Tugas
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang penggolongan obat berdasar peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi
2. Jelaskan faktor-faktor lain selain proses teknik pembuatan sediaan yang dapat
memengaruhi FA!
3. Jelaskan mengapa BA lebih disukai dan lazim digunakan dibanding FA!
4. Jelaskan keuntungan, kerugian dan contoh obat oral.
5. Bilamana/kapan pemberian salep atau krem dapat bersifat sistemik?
6. Jelaskan berapa persen bioavailabilitas obat yang melintasi saluran cerna!
7. Jelaskan apa yang Anda ketahui mengenai difusi pasif obat bersifat asam lemah dan
basa lemah di lambung!
8. Bagaimana suatu obat dapat menimbulkan efek terhadap organ yang spesifik?
9. Apa yang dimaksud dengan indeks terapi, apa hubungannya dengan keamanan
penggunaan obat?
10. Apa bedanya antagonisme fisiologis dengan antagonisme pada reseptor?

Anda mungkin juga menyukai