Anda di halaman 1dari 109

BIOETIK DAN HUMANIORA

HUKUM & ETIKA


(PENGANTAR)

MANUSIA & NILAI


 Manusia dikodratkan / memiliki naluri untuk hidup
bersama / berkelompok
 Utk. memenuhi kebutuhan pokok: sandang,
pangan, papan, kes, pendidikan,  manusia akan
bertingkah laku tertentu
 Agar dlm kebersamaan tdk terjadi konflik 
manusia membutuhkan nilai (value)
 Nilai = sesuatu yg berharga / patut utk diwujudkan
 Utk mewujudkan nilai  diperlukan pedoman /
pegangan / ukuran
KAIDAH DAN PERATURAN
 Pedoman / pegangan / ukuran tsb disebut kaidah =
norma
 Kumpulan kaidah = peraturan
 Peraturan: - tertulis, - tidak tertulis
 Dlm kehidupan manusia tdp 2 bidang: - eksakta, -
sosial
 Eksakta: matematika, fisika, mekanika, kimia
 Sosial: - hukum, - non hukum
 Non hukum: agama, kesopanan, kesusilaan, moral-
etika, ketertiban
HUKUM
 Hukum = kumpulan peraturan hukum
 Peraturan hukum = kumpulan kaidah / norma
hukum
 Kaidah / norma hukum (norm) = pedoman /
pegangan / ukuran utk mewujudkan nilai hukum
 Nilai (value) hukum = sesuatu yg berharga / patut
utk diwujudkan
 Nilai hukum tdpt di dlm asas hukum
 Asas / prinsip / dasar hukum digunakan sebagai
dasar pembentukan hukum
BEBERAPA CONTOH ASAS
HUKUM
 kepastian hukum; - keadilan hukum; - Itikad baik; -
kepantasan; - kepatutan; - praduga tdk bersalah
(presumption of innocent); - kebebasan berkontrak;
 pacta sunt servanda; - audie et alteram partem; - ex
injura non oritur jus (dari perbuatan melawan hkm tidak
timbul hak); - in dubio pro reo; - unus testis nullus
testis; - nullum delictum nulla poena sine previa lege
punali; asas matrimonial (suami = kepala rmh tangga);
 lex neminem cogit ad impossibilia; - juro suo uti nemo
cogitur; - lex specialis derogat lex generalis; - lex
posterior derogat lex priori; - lex superior derogat lex
inferior; - dsb.
HUKUM DAN NON HUKUM
HUKUM NON HUKUM
 Mengatur yg boleh – tak  Mengatur yg baik – tak
boleh baik
 Berisi hak - kewajiban  Berisi kewajiban saja
 Tujuan: membentuk  Tujuan: membentuk
masyarakat yg ideal manusia yg ideal
 Pentaatan datang dari  Pentaatan datang dari
luar o.k takut sanksi dalam diri sendiri
 Hukum yg baik hanya  Mengatur hal-hal yg
mengatur hal² lahiriah baik rohani – jasmani
 Sanksi: oleh penguasa  Sanksi oleh masyarakat
 Daerah hukum: lebih luas  Daerah lebih sempit
HUKUM MATERIAL – HUKUM
FORMAL
 Hukum Material = kumpulan peraturan yang
berisi hak – kewajiban, yg mengatur perbuatan
hukum manusia: - KUHPer; - KUHPid; - KUHD; -
Hk Kes; - UUPK; - PP; - Permen; - Perda; - dst.
 Hukum Formal (Acara) = kumpulan peraturan
yg berisi pedoman beracara di pengadilan
apabila ada hak yg dilanggar / tdk melakukan
kewajiban: - KUHAP; - HIR (RIB); - RV
(Rechtsvordering)
IUS CONSTITUTUM – IUS
CONSTITUENDUM
 Ius constitutum (= hukum positif) 
Indonesia menganut sistem Eropa
Kontinental (kepastian hukum); sistem lain
mis. Singapura menganut sistem Anglo -
Saxon (keadilan hukum)
 Ius constituendum (RUU): dapat dibuat
oleh eksekutif atau legislatif / DPR
ETIKA – HUKUM
ETIKA HUKUM
 Aspirasi: moralitas  Aspirasi: kewajiban
 Apa yg baik dilakukan  Apa yg boleh / tdk boleh
 Sanksi oleh teman sejawat  Sanksi thd pelanggar
 Mengatur tingkah-laku disepakati masy dlm UU
secara umum  Mengatur tingkah laku
 Etika yg tertulis = kode etik manusia secara spesifik
 Etika ada yg >< hukum  Hukum tertulis=hk positif,
(mis. budaya carok di tidak tertulis = hk adat
Madura, koteka di Papua)  Hukum ada yg >< dg etika
ILMU PENGETAHUAN
 Ilmu pengetahuan (science) berisi pengetahuan,
terdapat sistematika dan selalu dapat diuji secara kritis
 Pengetahuan adalah kumpulan fakta
 Fakta adalah kebenaran relatif, hasil penelitian
 Fakta: fakta ilmiah dan fakta non ilmiah
 Fakta adalah kenyataan yg telah diungkapkan dengan
penelitian
 Penelitian: suatu proses yg dpt dilakukan secara ilmiah /
non ilmiah
 Penelitian non ilmiah: penemuan; akal sehat; intuisi; trial
and error; wibawa
 Penelitian ilmiah: dg melakukan langkah² ilmiah:
perumusan masalah, mengumpulkan data, analisis
 Teori: bbrp fakta yg diatur sedemikian rupa dan dpt
menjelaskan fenomena yg ada dlm kehidupan se-hari²
HUMANIORA - BIOETIK
 Humaniora (Latin: humanior) = ilmu pengetahuan
yg bertujuan membuat manusia lbh berbudaya;
 Humaniora meliputi: agama, filsafat, bahasa,
sastra, seni, hukum, dsb.;
 Bioetik: Bio = kehidupan; etik = aspirasi moral ttg
baik / tdk baik
 Biologi = ilmu pengetahuan ttg kehidupan
(manusia, flora, fauna)
 Bioteknologi: pertanian, peternakan, kedokteran
 Bioetik = ilmu pengetahuan ttg kehidupan
dihubungkan dg moral (etika)
BIOHUKUM
 Biohukum = ilmu pengetahuan ttg
kehidupan dihubungkan dg hukum
 Hukum dlm ilmu pengetahuan ttg kehidupan
mempermasalahkan ttg hak dan kewajiban
manusia itu sendiri mengenai kehidupannya
yg timbal-balik dg manusia lainnya
 Etika dlm ilmu pengetahuan ttg kehidupan
mempermasalahkan ttg kewajiban yg ada
dari dlm diri sendiri untuk menghargai
kehidupan
KEHIDUPAN
DAN
KEMATIAN
KEHIDUPAN – KEMATIAN
 Kehidupan: kapan dimulai kehidupan?; apakah saat
pertemuan sel mani dan sel telor?; apakah pd saat
nidasi zygote di dinding rahim?; stlh 12 minggu?;
apakah bila dianggap blm ada kehidupan kehamilan
dpt diakhiri?
 Kematian: kapan dimulai kematian?; pd saat slrh
fungsi tbh berhenti?; apakah kematian batang otak
dapat dijadikan ukuran kematian?
 Kriteria pengobatan: apakah pengobatan akan
dilakukan / dimulai?; apakah pengobatan akan
dihentikan?
BANTUAN PENGOBATAN YANG
SIA-SIA

 Memulai tindakan medik


 Menghentikan tindakan medik
 Yang utama adalah informed consent kpd
pasien / kel ttg keuntungan / kerugian
dari memulai / menghentikan tindakan
medik
 Kepentingan pasien didahulukan
THE RIGHT OF SELF
DETERMINATION (TROS)
 Hak asasi pasien yg paling dasar utk
menentukan menerima / menolak tindakan
pengobatan
 Rhodes island case: The health care power
of attorney act (kasus Marcia Gray yg
mengalami mati klinis / hidup secara
vegetatip krn bantuan alat² medis  suami
minta menghentikan bantuan alat² dr.
menolak, namun pengadilan mengabulkan
permohonan suami Marcia)
 The right of terminally ill act
PENGAKHIRAN
KEHIDUPAN
 Pasien kompeten (sadar, dewasa, cakap):
menyatakan penolakan dengan tegas untuk
meneruskan pengobatan; telah mendapat informasi
yang jelas / akurat; menanda tangani surat
keterangan pulang paksa
 Pasien tdk kompeten: melalui keluarga / pengampu
 dlm kondisi terminal berhak utk menerima /
menolak bantuan secara vegetatif
 Kasus pasien terminal: yg penting diperhatikan
adalah kompetensi pasien dlm menentukan diri
sendiri + pendapat setidaknya dari 2 dokter lain yg
tdk ikut merawat pasien
 Demi kepentingan pasien bila ada keberatan dari
pihak lain, hendaknya dokter yg menentukan
KEMATIAN BATANG OTAK
 SK PB IDI No. 231/PB/A.4/07/90: seseorang dinyatakan
mati bila: - fungsi spontan pernapasan dan jantung tlh
berhenti secara pasti / ireversibel; - tlh terjadi kematian
batang otak
 Leenen: kematian otak = kriterium matinya seseorang
krn tlh berakhirnya intelektual dan psikis seseorang
 Kriteria kematian otak: otak mutlak tdk berfungsi dan
fungsi otak tdk dpt dipulihkan kembali  berdasarkan
ilmu ttg Neuro-elektrologi diukur dg alat EEG.
 Pertanyaan: bila tlh terjadi mati klinis tetapi pasien
masih hidup secara vegetatif  apakah kehidupan boleh
diakhiri?  Jawab: hukum tdk mengatur  diserahkan
kpd etika yg berlaku (+ fatwa IDI SK di atas)
PRINSIP KOPENHAGEN: PRINSIP
DASAR BIOETIKA DAN BIOHUKUM
 Otonomi, bebas dari paksaan (Beucham – Childress ttg
informed consent  yg perlu dijelaskan kemungkinan
akibatnya): pengungkapan-kejelasan; pemahaman;
sukarela; kompeten; persetujuan
 Martabat manusia (human dignity)  karena kemajuan
teknologi kemungkinan maju tanpa akhir Noelle
Lenoir: “Bioetik dan Biolaw  utk melindungi martabat
manusia dari kemajuan teknologi”
 Integritas: konsep filsafat yg terkait erat dg otonomi dan
martabat  memiliki dimensi spiritual dan dimensi tubuh
 Dimensi spiritual dpt diungkapkan sbg konsep yg tdk dpt
tersentuh; integritas psikis & fisik sekarang berkaitan dg
kemajuan teknologi kedokt muncul dlm manipulasi
genetik
 Vulnerable (kedudukan lemah): dipakai sbg dasar utk
melindungi yg lemah  dibuat berbagai norma etika /
hukum
EUTHANASIA
Pasal 344 KUHP: “Barangsiapa hilangkan nyawa
orang lain atas permintaan yg sungguh²
dipidana penjara < 12 tahun”
 Psl ini dianggap sbg dasar hukuman thdp
seseorang yg membantu menghilangkan nyawa
orang lain atas permintaan yg sungguh² dari
orang itu
 Sering disebut = euthanasia aktif krn adanya
permintaan yg diucapkan (pembunuhan atas
permintaan)
 Euthanasia pasif apabila tidak terdapat
permintaan dari orang ybs (pembunuhan tanpa
permintaan)
SEJARAH EUTHANASIA
 Belanda1951: seorang wanita tua menderita rapuh
tulang  sakit amat sangat + tdk dpt lakukan apa-
apa
 Ia meminta kpd anak perempuannya (seorang
dokter) utk mengakhiri hidupnya
 Pd mulanya anaknya selalu menolak krn takut
sanksi hukum  ibunya marah²  akhirnya si anak
menuruti kemauan ibunya  dg suntikan  sang
ibu †
 Di pengadilan  putusan hakim dokter dinyatakan
bersalah  pidana 1 hari penjara
UU TENTANG BANTUAN
PENGAKHIRAN KEHIDUPAN
 Diundangkan di Bld pd 1 April 2001
 Dasar: the right of self determination (TROS)
 Penghargaan thd kwalitas dari kehidupan (bio)
 Syarat utama: permintaan bebas dari pasien
 Syarat lain: sakit yg amat sangat; penyakit tdk
dpt disembuhkan / terminal; dilakukan oleh dr.
keluarga atas rekomendasi dr. spesialis
 Stlh dilaksanakan  lapor kejaksaan
PELAKSANAAN
EUTHANASIA
 Mengikut sertakan banyak pihak: pekerja sosial
 Bila perlu dpt diberikan bantuan psikolog,
rohaniwan
 Pasien betul² tlh siap, kalau ragu² ditunda
 Keluarga tdk berhak meminta/menolak euthanasia
 Dari thn ke thn permintaan euthanasia makin btbh
 Diperkirakan sblm UU diberlakukan tindakan
euthanasia tlh banyak dilakukan, trtm oleh dr.
EUTHANASIA DI
INDONESIA
 Pasal 344 KUHP masih berlaku 
euthanasia dilarang. Bila dilakukan 
penjara < 12 th + ⅓ bila pelakunya dr.
 Pbtkn uu ttg euthanasia dlm wkt dekat
tampaknya sulit, di samping apakah ada dr.
yang mau melakukan?
 Apakah secara diam-diam euthanasia tlh
dilakukan? Mungkin saja, namun krn
ancaman hukuman yg berat maka sulit utk
mengetahuinya
INSEMINASI BUATAN
 Negara yg membolehkan donor bukan
suami, cukup banyak
 Indonesia  donor harus suami
 Kerahasiaan donor yg bukan suami amat
dijaga, utk mencegah masalah di kemudian
hari
 Di Indonesia dokter yg melakukan
inseminasi buatan dengan donor bukan
suami = melakukan tindak pidana kejahatan
yg diancam pidana penjara / denda
STATUS ANAK
 Negara menetapkan bahwa anak yg lahir
dlm perkawinan = anak sah
 Sehingga dlm hal donor bukan suami, bapak
dari si anak adalah suami dari si wanita yg
mengandung
 Anak yg dilahirkan tidak dlm ikatan
perkawinan = anak luar kawin
 Anak luar kawin hanya mempunyai
hubungan hukum dengan ibu dan keluarga
ibu
IBU PIKUL (SURROGATE MOTHER)
 Sewa rahim?
 Sel telur dari pemesan, sperma pemesan (dari
pemesan dua-duanya atau salah satu)
 Kalau bukan dari pemesan, namanya bukan
surrogate mother
 Stlh anak lahir maka anak adalah anak sah si ibu
pikul dan suaminya
 Peralihan anak dengan adopsi
 Seringkali terjadi pemalsuan identitas, langsung
atas nama pemesan  di Indonesia sering
terjadi anak perempuan 15 th melahirkan  si
anak diaku anak dari kakek/nenek (= pemalsuan
identitas)
STATUS ANAK STLH ORTU
CERAI
 Anak tetap anak sah
 Di Jerman pernah terjadi bapak dari anak dari
inseminasi buatan yg tlh bercerai dg isterinya
mengadukan gugatan ke pengadilan bhw anak yg
didapat dari hasil inseminasi buatan bukan anaknya
(di Indonesia tidak bisa)  gugatan dikabulkan
 Hal tdk dpt dikabulkan di Indonesia krn status anak
sah tidak dpt diubah demi untuk kepentingan bapak
 Konsekwensi kpd warisan  anak berhak menjadi
ahli waris
PP NO. 18/1981: BEDAH MAYAT
KLINIS, ANATOMIS & TRANSPLANTASI
ORGAN
 Bab V, Pasal 10 s/d 19: hanya dpt dilakukan di
RS tertentu yg ditunjuk Pemerintah
 Transplantasi organ: tdk boleh dilakukan oleh
dokter donor
 Penentuan † dilakukan oleh 2 dokter yg tdk
bersangkutan dg tindakan transplantasi
 Ketentuan khusus: persetujuan ditanda tangani
di atas meterai dengan 2 saksi
DONOR
 Korban kecelakaan yang † harus dengan ijin
keluarga (kecuali tlh ada kodisil)
 Kodisil = pernyataan dari orang yg masih hidup,
bahwa bila † bersedia mendonorkan organnya
 Syarat kodisil: mampu berbuat hukum (dewasa,
cakap, sadar)
 Utk donor hidup harus betul² diberikan informasi
yang lengkap
 Dokter harus yakin bahwa donor tlh mengerti betul
ttg segala hal berkaitan operasi pengangkatan
organ
 Tidak boleh ada kompensasi dlm bentuk apapun
bagi donor / keluarga donor
LARANGAN
 Jual-beli organ / kompensasi dilarang
(norma etika / moral dijadikan norma
hukum)
 Menerima & mengirim organ dari & ke luar
negeri dilarang
 Kecuali untuk penelitian dan keperluan lain
yang ditetapkan oleh Menkes
 Ketentuan pidana: 3 bln penjara atau denda
Rp. 7.500,- (skr: + Rp. 20 jt.)
 Dpt pula ditambah hukuman administratif
PENGGUGURAN KANDUNGAN
(ABORSI)
Pidana Kejahatan
 KUHP: pelaku & perempuan yg digugurkan kandungan
diancam pidana penjara
 Tindak pidana kejahatan thd kemanusiaan
 UU 23/’92: utk menyelamatkan nyawa ibu dpt dilakukan
pengguguran (indikasi medis)
 Dilakukan oleh dokter tertentu di sarkes tertentu
 Melanggar UU 23/’92: dokter dihukum penjara dan atau
denda
 KUHP: dr. jadi pelaku  pidana + ⅓ -nya
 Di Bld sejak 1981 dg alasan apapun aborsi boleh
dilakukan siapa saja (hak individu + kesadaran hukum)
 Dr. Handoko Tjokroputranto: “krn kandungannya bumil
stres berat / ingin bunuh diri  boleh diaborsi
 Di Indonesia: 2 jt pengguguran kandungan / th (?)  †
…%  RUU Aborsi / revisi Pasal 15 UU 23/’92
INDIKASI MEDIS
 Untuk menyelamatkan nyawa ibu
 Hanya fisik  terancam nyawanya
 Kegagalan KB  dpt dilakukan tindakan
tertentu
 Hasil perkosaan  dpt dilakukan (bumil
stres berat / bahaya bunuh diri)
 Hak perempuan atas alat reproduksi dlm UU
23/’04: Penghapusan KDRT, tdk
memberikan hak untuk melakukan
pengguguran kandungan
BACAAN
 Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran,
Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991;
 FK UI, Pedoman Etik Penelitian Kedokteran
Indonesia, FKUI Jakarta, 1987;
 Guwandi, J., Bioethis & Biolaw (Kumpulan Kasus),
FKUI Jakarta, 2000;
 Soeprono, R., dkk., Kelahiran, Kehidupan dan
Kematian, FK UGM Yogyakarta, 1984;
 KERSI RSUD Dr. Soetomo, Etik dan Hukum di
Bidang Kesehatan, KERSI RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 2001;
 Munir Fuady, Sumpah Hipporates (Aspek Hukum
Malpraktek Dokter), PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005;
 Wila Ch. Supriadi,Bioetik dan Biohukum, (Monograf
Kuliah di Program S2 Magister Hukum Unika
Soegijapranata), Semarang, 2007
PENELITIAN
KEDOKTERAN
PENELITIAN KEDOKTERAN
 Penelitian dg orang sbg obyek  hrs memenuhi
syarat² tertentu
 Syarat² tsb a.l.: PP 18/’81: Bedah mayat klinis,
anatomis & transplantasi organ; Deklarasi
Helsinki; dsb.
 Syarat lain: informed consent (terpenting)
 Penelitian pd: - perempuan hamil; - anak²; -
orang sakit jiwa; - narapidana
 Orang sakit jiwa: ijin pengampu
 Narapidana: tetap hrs ada IC (ingat: menurut
hukum, penelitian kedokteran hanya dilakukan
pada orang bebas)
PRINSIP & TAHAPAN
PENELITIAN
Prinsip
 Infomasi; kriteria yg tegas; kerahasiaan
 Tdk boleh >< HAM; memenuhi syarat etis / hukum
Tahapan
 Persiapan: ‘ethical clearance’ dikeluarkan oleh
Komite / Panitia Etik
 Pengumpulan data: informed consent (+) & etika
 Pengolahan data: kerahasiaan
 Penulisan hasil penelitian: - judul makalah. – nama
para penulis, - alamat instansi, - ringkasan /
summary, - pendahuluan / introduction, - bahan &
cara kerja / materials & methods, - hasil / results, -
pembahasan / discussions tmsk kesimpulan, -
ucapan terima kasih / acknowledgement,- daftar
pustaka / references
AZAS ETIKA PENELITIAN
Enam Azas
 Menghormati perorangan (principle respect of person):
informed consent (+)
 Manfaat (principle of beneficience): dibuat protokol
penelitian; manfaat hrs sebanding dg risiko;
keselamatan/ kesejahteraan subyek dijamin
 Keadilan (principle of justice): risiko / manfaat yg
didapat utk kepentingan bersama
 Tidak merugikan (principle of non maleficience): ‘primum
non nocere’  resiko fisik, psikologik, sosial akibat
tindakan / pengobatan  seminimal mungkin
 Kejujuran (principle of veracity): kpd pasien, dokter
mengatakan dg jujur apa yg akan terjadi.
 Kerahasiaan (principle of confidentiality): dokter hrs
menghomati ‘privacy’ & kerahasiaan pasien, meskipun
pasien tlh meninggal.
LARANGAN

 Tdpt larangan untuk menguji


penemuan baru kpd manusia, kecuali
manusia percobaan tdk mempunyai
alternatif lain lagi (spt obat-obat AIDS)
 Tdpt larangan melakukan penelitian
thd manusia apabila membahayakan
kesehatan / keselamatan jiwa
DEKLARASI HELSINKI
 Pedoman bagi penelitian yg menggunakan manusia
sebagai orang yg diteliti
 Tanpa informasi & persetujuan = kejahatan thd
kemanusiaan
 Hanya untuk kepentingan pasien, bukan utk kepentingan
ilmu pengetahuan
 Orang harus dlm keadaan bebas dan tidak
membahayakan
 Manfaat penelitian hrs sebanding dg risiko yg dihadapi
subyek penelitian
 Btk & pelaksanaan penelitian hrs jelas / tertulis dan
dinilai oleh panitia yg independen
 Penelitian dilakukan oleh peneliti yg berkwalitas /
kompeten
 Penelitian hrs sgr diakhiri bila ternyata ada kemungkinan
kerugian, invaliditas atau kematian
Usia Subjek
 Sejak stlah lahir manusia sdh memiliki hak
 Ortu membantu anak memakai haknya
 2 klompok orang di bwh umur: - msh muda
(de jongere minder jarige) & - mendekati
dws (de oudere minder jarige)
 BW: umur 18 th dpt membuat testamen &
perjanjian; WVS: Umur 16 th dpt ajukan
klachtdelicten
 KUHPer: Ps 330  o. dws = > 21 th / tlh
kawin
ETIKA PENELITIAN PADA
MASYARAKAT & PADA HEWAN
Etika penelitian pd masyarakat
 Hrs berpegang pd etika
 Di pedesaan di mana terjadi kesakitan / kematian
krn bbg penyakit  perlu dilakukan penelitian
 Informed connset dpt diperoleh melalui key person
stlh mereka menjelaskannya kpd masyarakat
Etika penelitian dg hewan percobaan
 Hewan diperlakukan dg baik; menguragi rasa sakit
/ tdk enak terhadap hewan tsb.
BACAAN
 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning,
Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi
Organ, dan Eksperimen pada Hewan, PT
Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2004;
 FKUI, Pedoman Etik Penelitian Kedokteran
Indonesia, Jakarta 1987;
 KERSI RSUD Dr. Soetomo, Etik dan Hukum
di Bidang Kesehatan, Surabaya, 2001;
 Munir Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek
Hukum Malpraktek Dokter), PT Citra Adiitya
Bakti, Bandung, 2005
KESEHATAN JIWA
UU YANG TERKAIT DG KESWA

 UU No. 3 / 1966: Kes. Jiwa (mencabut


Stbl. 1897 No. 54: Het Reglement op het
Krankzinnigenwezen;
 UU No. 23 / 1992: Kesehatan / UUK (tlh
tdk berlaku / diganti dg UU No. 36/2009)
SISTEMATIKA UU NO. 3/’66:
KESWA
 Bab I Ketentuan Umum: Ps 1-2
 Bab II Pemeliharaan Keswa : Ps 3
 Bab III Perawatan & Pengobatan Penderita
Peny. Jiwa: Ps 4-8
 Bab IV Harta benda milik Penderita: Ps 9
 Bab V Penampungan bekas Pend Peny Jiwa:
Ps 10
 Bab VI Pengawasan: Ps 11
 Bab VII Ketentuan Penutup: Ps 12-14
KESEHATAN JIWA: PS. 24,25,26,27
UUK
UU No. 23/’92: Kesehatan (UUK)
 Pasal 24: Ayat (1): “Kes. Jiwa diselenggarakan
utk mewujudkan jiwa yg sehat serta optimal
baik intelektual / emosional”; Ayat (2): “Kes.
Jiwa meliputi pemeliharaan, peningkatan
kesehatan jiwa, pencegahan dan
penanggulangan masalah psikososial dan
gangguan jiwa, penyembuhan dan pemulihan
penderita gangguan jiwa”; Ayat (3): ”Kes. Jiwa
dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan,
lingkungan masyarakat, didukung sarana
pelayanan kesehatan jiwa dan sarana kesehatan
lainnya”.
PENJELASAN AYAT 24 UUK
 Ayat (1): upaya keswa dilakukan utk
mewujudkan jiwa yg sehat secara optimal,
inetelektual / emosional mel pendekatan
peningkatan kes, cegah dan penyembuhan peny
& pemulihan kes, agar seseorang dpt tetap /
kembali hidup harmonis, dlm ling kel, ling kerja,
ling masy;
 Ayat (2): masalah psikososial = masalah psikis /
kejiwaan yg timbul sbg akibat terjadinya
perubahan sosial;
 Ayat (3): sarana lainnya = tempat tertentu yg
memberikan yan keswa, a.l. Lembaga Sos. &
Keagamaan
PASAL 25 UUK
 Ayat (1): “Pem. melakukan pengobatan &
perawatan, pemulihan & penyaluran bekas
pend ggn jiwa yg tlh selesai menjalani
pengobatan / perawatan ke dlm masy.”
 Ayat (2): “Pem. membangkitkan, membantu
& membina kegiatan masy. dlm pencegahan
& penanggulangan mslh psikososial & ggn
jiwa, pengobatan & perawatan pend. ggn
jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas
pend. ke dlm masy.”
PASAL 26 UUK
 Ayat (1): “Pend ggn jiwa yg dpt menimbulkan ggn
kam-tib umum wajib diobati & dirawat di
saryankeswa / saryankes lainnya”
 Ayat (2): “Pengobatan / perawatan pend ggn jiwa
dpt dilakukan atas permintaan suami / isteri / wali /
anggota kel atas prakarsa pejabat yg
bertanggungjawab atas kam-tib di wilayah stpt atau
hakim pengadilan bilamana dlm suatu perkara
timbul persangkaan bhw ybs adalah pend ggn jiwa”
PENJELASAN PASAL 26
UUK
 Ayat (1): pend. ggn jiwa mungkin
melakukan perbuatan yg mengganggu kam-
tib umum / keselamatan dirinya. O.k-nya di
samping utk menyembuhkan juga agar
masy tdk melakukan hal yg berttngan dg
nilai kemanusiaan thdp-nya, pend wajib
dirawat di sarkeswa. Saryankes lain = RSU /
Puskesmas;
 Ayat (2): hakim pengadilan = hakim yg
sedang menangani perkara tsb.
UPAYA PENANGGULANGAN
& ANCAMAN PIDANA
 Pasal 27: ketentuan mengenai keswa
dan upaya penanggulangannya
ditetapkan dg PP.
 Ketentuan pidana utk Pasal 26, {vide
Pasal 84 (4)}: “Barangsiapa
menghalangi pend ggn jiwa yg akan
diobati / dirawat pada sarkes, dipidana
kurungan < 1 th. dan / denda < Rp.
15 Jt.
KESWA DLM UU 36/2009:
KES
 Tdp dlm ps 144 – 151
 V R psikiatricum diatur dlm ps 150 (1)
V et R PSIKHIATRIKUM
 Diperlukan utk membuktikan adanya pend ggn jiwa
yg dpt menimbulkan ggn kam-tib umum;
 Pasal 44 KUHP: 1). Barangsiapa melakukan
perbuatan yg tdk dpt dipertanggungjawabkan kpd-
nya krn kurang sempurna akalnya / sakit berubah
akal, tdk dipidana; 2). Krn hal tersebut di atas,
hakim dpt memerintahkan memasukan ke RSJ utk
diperiksa selama < 1 th.; 3). Ketentuan di atas
berlaku bagi MA, PT, PN;
 Mnrt Ditkeswa Ditjenyanmed Depkes RI 1986, yg
berhak meminta VR Psikhiatrikum: - polisi, - jaksa, -
hakim, - terdakwa mel pejabat yg terkait, -
tersangka korban mel pejabat terkait, - penasehat
hukum,
BACAAN
 Hasan Basri Saanin Dt. Tan Pariaman, H.,
Psikiater dan Pengadilan, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983;
 KERSI RSUD Dr. Soetomo, Etik dan Hukum
di Bidang Kesehatan, Surabaya, 2001;
 Undang-undang No. 3 / 1966 tentang
Kesehatan Jiwa;
 Undang-undang No. 36/2009 sebagai
pengganti UU No. 23 / 1992 tentang
Kesehatan
MUTU YANMED, HOSPITAL
BYLAWS
&
ORGANISASI PROFESI
Guwandi:
 Dilihat dari sdt akreditasi  HBL
mrpkn btr² utk akreditasi & tlk ukur
dlm penilaian mutu (Q.A.) & cara
pemberian yankes di rs
 HBL versi Indonesia: 1. AD; 2. ART; 3.
Peraturan RS (Bid. Umum, Bid.
Medik); 4. SK; 5. Pengumuman
 AD  wewenang pemilik RS; • ART 
visi-misi, struk org rs, kebijakan²
strategis, urutan jenjang HBL, hub
pemilik-direksi, hak-kewajiban-tawab
direktur, dsb.
MUTU YANMED/KES
Mutu yanmed/kes diamanatkan dlm:
 Psl 73 UU 36/2009: Kes  Pem wajib
menjamin sarana informasi &
saryankes yg aman, bermutu, …;
 Pasal 3 b UUPK;
 Pasal 49 Ayat (2) UUPK (kendali mutu
/ biaya);
 Psl 44 UU 44/2009: RS  kewajiban
RS utk dilakukan akreditasi
 Salah satu upaya menjaga mutu
yankes/med dg pemanfaatan HBL
PROSEDUR MENJAGA/MENJAMIN
MUTU YANKES

Widodo Soetopo (makalah Infomega


Diliman, 1994):
 Akreditasi fasilitas

 Akreditasi tenaga

 Akreditasi teknologi: alat; obat;


prosedur; dsb.
 Standar yanmed/kes; SOP; RM
PEMANTAUAN MUTU YANKES

utilization quality peer


review assurance review

case identification medical care review


INDEPENDENT
PRACTICE
ASSOCIATION
MACAM² ASOSIASI PROFESI
 Kes: IDI, IBI, PPNI, … dsb.
 Non kes: PERADI (Advokat), PWI
(Wartawan), … (Notaris)
 Agama / Rohaniwan: MUI, SJ (?)

Hukum: Dokter, Advokat, Wartawan,


Notaris, & Rohaniwan = pejabat yg
memiliki hak Rahasia Jabatan
(beroepsgeheim) & Hak Undur Diri
(verschoningsrecht)
HAK ATAS RHS JAB &
UNDUR DIRI
 Ps 170 (1) KUHAP: ‘Mereka yg krn
pek, harkat martabat / jab-nya wajib
simpan rhs, dpt minta dibebaskan dari
kewajiban utk beri ket sbg saksi ttg
hal yg dipercayakan kpd mereka’
(verschoningsrecht).
 Ps 4/3 UU 40/’99 (UUPers): ‘Dlm per-
tawab-an pbritaan di dpn hkm, wtwn
punya hak tolak’.
UU NO. 40/’99: PERS
 Ps 1/10: Hak tolak = hak wtwn krn
profesinya utk nolak ungkapkan nama
&/atau identitas lainnya dari sbr brt yg
hrs dirahasiakannya.
 Ps 4/3: ‘… pers Nas punya hak cari,
peroleh & sebarluaskan gagasan &
informasi’.
 Ps 8: ‘Dlm laksanakan profesinya wtwn
mdpt perlindungan hkm’.
UU NO. 18/2003: ADVOKAT

 Konsideran: Menimbang … c. bahwa


Advokat sbg profesi yg bebas, mandiri,
 Ps 5 (1): ‘Advokat = penegak hkm,
bebas & mandiri … ‘.
 Ps 16: Dlm menjalankan profesinya
Advokat tdk dpt dituntut pdt/pid,
 Ps 19 (1): Adv wajib rahasiakan sgl
suatu ttg Klien,
 Ps 21 (2): Besarnya honorarium Jasa
Hukum ditetapkan secara wajar
berdasar persetujuan,
 Ps 22: Adv wajib memberi banhuk sec
cuma² kpd yg tdk mampu,
 Ps 28: Organisasi Advokat … (=
PERADI, penulis)
ORGANISASI PROFESI
(IDI)

KEBERADAAN MKEK di …?
Visi & Eksistensi IDI
 Visi: ‘Menjadikan IDI sbg satu²-nya
Org prof dr di Ind yg berwibawa,
punya peran bermakna dlm bangkes &
bang i. ked di Ind’ (Mukt XXII-1994)
 Disebutkan / tdpt dlm bbgai pasal
UUPK
 Berwenang (a.l) membuat SPM utk
disahkan oleh pem
 Dipercaya utk melakukan bin was
pradok bersama pem & KKI
Anggaran Dasar IDI
 Ps 2 IDI didirikan di Jkt 24 Okt 1950
 Ps 6 Tujuan: - tkt-kan drjt kes rakyat
Ind, - kbngkan i. kes & Iptek ked, -
bina & kbngkan puan prof anggota, -
tkt-kan jah ang
 Ps 7 Usaha: - bantu pem dlm
kelancaran progkes, - bantu masy tkt-
kan drjt kes, - pelihara/bina sph dok &
Kodeki, - pertinggi drjt i. kes/ked & i.
yg berkaitan, - perjuangkan/pelihara
harkat/martabat prof dok, - ks dg
bdn² lain, - usaha jah ang, - dll
Pasal 9 AD IDI
 Org IDI t.d.: Bd Leg, Bd Eks, Dwn
Pertimb, Bd² Kelengkpn, Bd² Khusus
 Bd Leg = Muktamar & rpt anggota
 Bd Eks = PB IDI, Peng Wil, Peng Cab
 Dwn Pertimb (DP) = Tua DP, Tua
MKEK, Tua MDSp, Tua MP2A & bbrp
anggota
 Bd Klkpn = PDSp, PDSm
 Bd Khusus = Bd yg dibtk oleh PB utk
melaks amanat Muktamar
ART IDI
 Ps 3 Hak ang biasa (a.l): berpdpt,
usul, tanya kpd pengurus, ikut giat
org, milih/pilih (ang muda tdk berhak
milih/pilih), perlind & pembelaan dlm
laks tugas IDI / pek dr
 Ps 4 Kewajiban: amalkan sph dok,
Kodeki, AD/ART, sgl peraturan & kep
IDI
Pokok-pokok Progja
 Dep Org
 Dep jah ang
 Dep dik prof
 Dep bang prof
 Dep Iltekdok
 Dep hublu
 Dep pengabdian prof
 Bid usaha
 Bendahara
STRUKTUR ORG PROF (IDI)
PB IDI IDI Cabang
 Ketua Umum  Ketua
 Wk. Ketua Umum  Sekretaris
 Sekjen  Bendahara
 Wkl Sekjen  Sie: - Ilmiah, - Pengabdian
 Bendahara Umum Masy., - Kesejahteraan
 Ketua-Ketua Departemen
Angg., - Sie-Sie lain sesuai
kebutuhan
IDI Wilayah  Dwn Ptbngan (otonom): -
 Ketua MKEK, - MP2A Cab., -
 Wk. Ketua  Cat: Dpt dibtk Dwn
 Sekretaris Penasihat IDI Cab
 Wk. Sekreatris
 Bendahara NB: mnrt kompendium
ORG. PB IDI SEJAK 17 DES.
2006 - SEKARANG
 Dewan Penasihat: Prof. DR. dr. Idris Idham, Sp.JP
(K), FESC, FIHA, cs 21 orang;
 Ketua Umum: DR. Dr. Fahmi Idris, M.Kes.
 Majelis-Majelis: MKEK; MKKI; MPPK;
 Pengurus Harian PB IDI: Wk. Ketua Umum 1, 2,
Ketua Purna, Sekjen, Wk. Sekjen 1, 2, 3, Ketua
Pusdalin & Manajemen Data Anggota, Ketua Bid.
Hub antar La & PR, Bendahara Umum, Wk.
Bendahara Umum 1, 2, dst.
 Badan-Badan Kelengkapan: Tua Ro Kum & Bin /
Bela Anggota; Tua Badan Bang Dik Prof
Berlanjutan; Badan Khusus (Tua Yayasan
Penerbitan IDI; Dewan Pakar); Kordinator-
Kordinator Regional
 Dst. (NB: Lihat lampiran)
PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA
KETUA UMUM
WAKIL KETUA UMUM
BENDAHARA SEKJEN
WAKIL BENDAHARA WAKIL SEKJEN

BADAN KELENGKAPAN PENGURUS HARIAN BADAN KHUSUS

BP2A BIDANG DIBENTUK PB


PDSp BIDANG UNTUK
MELAKSANAKAN
PDSM BIDANG AMANAT MUKTAMAR
PDsO BIDANG
PDsBI BIDANG
PENGABD.MASYARAKAT

PENGURUS WILAYAH

PENGURUS CABANG
IDI WIL JABAR TMT 3 MARET 2009
 Ketua; Wk. Tua (I-IV)
 Sekr; Wk. Sekr. (I-IV)
 Bendahara; Wk. Bendahara
 Koord. Wil: I – IV
 MKEK: Tua; - Sekr; - Anggota (5)
 Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian
(MPPK): Tua; - Sekr; - Angg (5)
 Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian
Berkelanjutan (BP2KB): Tua; Wkl Tua; Sekr; Wk.
Sekr.; Anggota (3)
 Biro Hkm & Bela Angg: Tua; Wk Tua; Sekr;
Anggota (3)
 Koperasi IDI Wil: Tua; Wk. Tua; Anggota (3)
BACAAN
 Guwandi, J., Merangkai Hospital Bylaws, FKUI,
Jakarta 2004;
 Hermien Hadiati Koeswadi, Hukum Untuk Perumah
Sakitan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002;
 PB IDI, Kompendium Tatalaksana Organisasi IDI,
PB IDI, Jakarta, 1997;
 SK Ketua Umum PB IDI No. 001 / KU / PB IDI / 12
/ 2006 tentang Susunan dan Personalia PB IDI
Masa Bakti 2006-2009;
 SK PB IDI No. 324 / PB / A.4 / 03 / 2009 tentang
Pengesahan Pembaruan Susunan Personalia
Pengurus IDI Wil. Jabar Periode 2007-2010
RUJUKAN PASIEN /
REFERRAL CONSULTATION
DASAR HUKUM / ETIKA RUJUKAN

 Asas hukum: ‘lex neminem cogit ad impossibilia’


 Norma Hukum:
- Pasal 1338 KUHPer (ttg akibat Persetujuan) 
Perikatan karena Persetujuan)
- Pasal 51 b. UUPK (ttg kewajiban merujuk pasien
oleh dokter ke dokter lain yang lebih ahli/mampu)
 Norma Etika: Pedoman Pelaksanaan KODEKI Pasal
10 (ttg Kewajiban Dokter Terhadap Pasien)
HUBUNGAN HUKUM DOKTER -
PASIEN
KUH Perdata:
 Hubungan Dr. – Pasien = hubungan persetujuan /
perjanjian / kontrak  Hak – Kewajiban para Pihak
 Pasal 1313 KUHPer: Persetujuan = perbuatan
mengikatkan diri thd 1 org / lebih
 Pasal 1320 KUHPer / Syarat sahnya persetujuan /
perjanjian: - kesepakatan; - kecakapan; - pokok
persoalan; - sebab yg tdk dilarang
 Pasal 1338: persetujuan yg dibuat sesuai uu
berlaku (mengikat) bagi yg membuatnya; tdk dpt
dibatalkan tanpa kesepakatan para pihak; hrs
dilaksanakan dg itikad baik
KEWAJIBAN DOKTER MERUJUK
PASIEN
 Asas Hukum: ‘Lex neminem cogit ad
impossibilia’’ = hukum tidak akan pernah
mewajibkan seorangpun berbuat sesuatu di
luar kemampuannya;
 Norma / Kewajiban Hukum: Pasal 51 b.
UUPK
 Norma / Kewajiban Etika: Pasal 10 Pedoman
Pelaksanaan KODEKI
SANKSI THD. PELANGGARAN
PASAL 51 b. UUPK
 Dokter dlm melaksanakan praktik
kedokteran, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan /
pengobatan, maka ia wajib merujuk pasien
ke dokter lain yang memiliki keahlian /
kemampuan yang lebih baik
 Sanksi (Pasal 79 c. UUPK): dipidana denda
< Rp. 50 Jt. setiap dokter yg dg sengaja tdk
memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 51 a, b, c.
PASAL 10 PEDOMAN
PELAKSANAAN KODEKI
 Setiap dokter wajib bersikap tulus-ikhlas &
mempergunakan sgl ilmu – ketrampilannya
utk kepentingan pasien. Dlm hal ia tdk bisa
melakukan suatu pem / pengobatan, maka
atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk
pasien kpd dokter yang mempunyai
keahlian dlm penyakit tsb.
 Untuk mencegah sesuatu yang tidak
diinginkan, pada waktu melakukan
pemeriksaan sebaiknya ada orang ketiga /
perawat, dsb. (kecuali thd kasus-kasus
psikhiatri)
RUJUKAN & KONSULTASI
Rujukan
 Kemajuan ilpengtekked  spesialisasi / sub
spesialisasi
 Dr. Umum hrs sadar keterbatasannya
 Bila tdk mampu konsult ke dr. Sp.
 Dr. Sp. mengirim kembali pasien + saran secara
tertulis, kecuali atas kesepakatan bahwa konsulen
akan meneruskan pengobatan sampai sembuh
 Konsulen menetapkan / menagih sendiri imbalan
jasanya kpd pasien
BILA KONSULEN TIDAK DAPAT LAGI
MENANGANI PASIEN ?
 Suatu saat karena keadaan pasien yg sedemikian
parah / dalam stadium terminal dokter konsulen
tidak dapat berbuat apa-apa
 Bolehkah konsulen memberikan obat, meski ia
yakin bahwa obat / tindakannya tidak ada
manfaatnya? Jawab: tidak boleh !
 Keterangan: dokter yg meyakini bahwa thd pasien
tdk dpt berbuat apa-apa lagi berarti = tidak
kompeten, sehingga bila tetap melakukan sesuatu
thd pasien = melakukan penganiayaan
 Lalu tindakan selanjutnya ? Jawab: informasikan
sejujurnya kpd keluarga pasien (hati-hati …!)
 Bila keluarga minta semua bantuan medis diakhiri ?
Jawab: turuti
 Dokter tidak salah ? Jawab: tidak, atas dasar asas
‘la dharar wa la dhirar’
BACAAN
 Depkes RI, Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
yang Baik di Indonesia, Depkes RI 2008;
 Hadi S., HM, Euthanasia dari Aspek Bioetik dan
Biohukum, Medika Kartika Vol.4 No. 1 April 2006,
FK Unjani, Cimahi 2006;
 MKEK IDI, KODEKI & Pedoman Pelaksanaan
KODEKI, MKEK IDI Pusat, Jakarta 2002;
 KUH PERDATA
 Undang-undang No. 29 / 2004 tentang Praktik
Kedokteran
ASPEK HUKUM REKAM
MEDIS
REKAM MEDIS DLM UU
PRAKTIK KEDOKTERAN
 Pasal 46: (1) dokter praktik wajib
membuat rekam medis; (2) rekam
medis hrs sgr dilengkapi + dibubuhi
tanda tangan petugas / Nakes
 Pasal 47: (1) dokumen RM milik
sarkes, isi milik pasien; (2) disimpan
sbg rahasia di sarkes; (3) ketentuan
ayat (1) dan (2) diatur dg Permenkes
PERMENKES 269 / 2008: REKAM
MEDIS
Susunan: (menggantikan Permenkes No. 749 a./1989)
 Bab I Ketentuan Umum: Pasal 1
 Bab II Jenis & Isi RM: Pasal 2 – 4
 Bab III Tata Cara Penyelenggaraan: Pasal 5 – 7
 Bab IV Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Kerahasiaan: Pasal 8 – 11
 Bab V Kepemilikan, Pemanfaatan, dan
Tanggungjawab: Pasal 12 – 14
 Bab VI Pengorganisasian: Pasal 15
 Bab VII Pembinaan & Pengawasan: Pasal 16 – 17
 Bab VIII Ketentuan Paralihan: Pasal 18
 Bab IX Ketentuan Penutup: Pasal 19 – 20
BAB I: KETENTUAN UMUM
Pasal 1
 1. Rekam Medis = berkas berisi catatan & dokumen
ttg identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan / pelayanan lain yg tlh diberikan kpd
pasien;
 4. Nakes ttt = Nakes yg ikut memberikan yankes
secara langsung
 7. Dokumen = catatan dr. dan/atau Nakes ttt,
laporan hasil rik-jang, catatan observasi, &
pengobatan harian & semua rekaman, baik foto
radiologi, gambar imaging, & rekaman elektro
diagnostik
 8. Organisasi profesi = IDI
BAB II: JENIS & ISI REKAM MEDIS
Pasal 2
(1) RM dibuat tertulis / secara elektronik, lengkap,
jelas
(2) RM dg elektronik diatur dg peraturan tersendiri
Pasal 3
(1) Isi RM rwt jln.: identitas pasien, tgl-wktu,
anamnesis, rik fisik + jangmed, diagnosis, ren
penatalaksanaan, pengobatan / tindakan, dst
tmsk IC;
(2) RM rwt inap: spt di atas + cttn observasi & hasil
pengobatan, ringkasan pulang, nama & tt dokter
/ Nakes ttt yg ikut menangani
(3) RM pasien UGD; (4) RM pasien dlm kead
bencana; (5) RM yan dokter spesialis; (6) Yan
dlm ambulan / pengobatan massal
Pasal 4
(1) Ringkasan pulang dibuat oleh dokter
yg menangani
(2) Isi ringkasan pulang: identitas
pasien; diagnosis masuk & indikasi
rawat; ringkasan rik fisik & jang,
diagnosis akhir; pengobatan / tindak
lanjut; nama / tt dokter
BAB III
TATA-CARA PENYELENGGARAAN
Pasal 5:
(1) dokter wajib membuat RM;
(2) RM harus sgr dibuat & dilengkapi;
(3) segala tindakan hrs dicatat / didokumentasikan;
(4) tiap catatan hrs dibubuhi nama, wkt & tt;
(5) kesalahan pencatatan dpt dibetulkan;
(6) cara pembetulan dg cara mencoret, mengganti
dg tulisan yg benar dan diparaf.
Pasal 6: Dr. / Nakes hrs bertanggung jawab atas
tulisan yg dibuat dlm RM
Pasal 7: Sarkes wajib menyediakan fasilitas
penyelenggaraan RM
BAB IV
PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN
KERAHASIAAN
Pasal 8
(1) RM disimpan < 5 th;
(2) Stlah 5 th RM dpt dimusnahkan kecuali Ringkasan
Pulang (RP) & PTM;
(3) RP & PTM disimpan < 10 th.;
(4) Penyimpanan RM & RP dilakukan oleh petugas yg
ditunjuk oleh pimpinan sarkes;
Pasal 9
(1) RM di sarkes non RS disimpan < 2 th.;
(2) stlh 2 th. dpt dimusnahkan
Pasal 10
(1) Informasi yg ada dlm RM hrs dijaga
kerahasiaannya;
(2) Informasi dlm RM dpt dibuka dlm hal: utk
kepentingan pasien; permintaan penegak hukum;
permintaan / persetujuan pasien; permintaan La
berdasar UU; kepentingan lit, dik, audit medis
tanpa menyebut identitas pasien;
(3) Permintaan RM tsb ayat (2) dilakukan secara
tertulis;
Pasal 11
(1) Penjelasan isi RM dilakukan oleh dr. yg merawat
seijin tertulis pasien / berdasar UU;
(2) Pimpinan sarkes dpt menjelaskan isi RM kpd
pemohon tanpa ijin pasien berdasar peraturan /
UU;
BAB V: KEPEMILIKAN, PEMANFAATAN, DAN
TANGGUNG JAWAB
Pasal 12
(1) Berkas RM milik sarkes;
(2) Isi RM milik pasien;
(3) Isi RM tsb (2) dlm btk ringkasan RM;
(4) Isi RM tsb (3) dp diberikan, dicatat, dicopy oleh pasien /
orang yg diberi kuasa (tertulis) / keluarga;
Pasal 13
(1) RM dp dipakai utk: harkes / pengobatan lanjutan,
alat bukti, dik-lit (c), administrasi pembayaran /
biaya, statistik;
(2) Pemanfaatan tsb (1) c. atas persetujuan tertulis
pasien;
(3) Dik-lit utk kepentingan negara tdk perlu
persetujuan;
Pasal 14: Pimpinan sarkes bertanggung jawab atas hilangnya
RM, pemalsuan / penggunaan oleh yg tdk berhak
BAB VI: PENGORGANISASIAN
Pasal 15: pengelolaan RM dilaksanakan sesuai organisasi / tata kerja sarkes
BAB VII: BIN-WAS
Pasal 16
(1) Bin-was oleh Kadinkes Prop/Kab/Kota & Org Profesi;
(2) Bin-was ditujukan utk tingkatkan mutu yankes;
Pasal 17
(1) Dlm rangka bin-was Menkes, Kadinkes, dp ambil tindakan administratif;
(2) Dak-min berupa teguran lisan / tertulis – cabut ijin;
BAB VIII: KTTN PERALIHAN
Pasal 18: dokter / sarkes hrs sesuaikan aturan ini dlm 1 thn
BAB IX: KTTN PENUTUP
Pasal 19: Permenkes No. 749a / 1989: RM tdk berlaku
Pasal 20: Permenkes No. 269 / 2008 berlaku tmt 12 Maret 2008
BACAAN

 Undang-undang No. 29 / 2004: Praktik


Kedokteran
 Permenkes No. 269 / Menkes / Per /
III / 2008 tentang Rekam Medis
HEALTH INFORMATION
SYSTEM
DEFINISI SISTEM
Sistem = suatu susunan kesatuan, di
mana masing-masing hal di dalamnya
tidak diperhatikan hakikatnya sendiri,
tetapi dilihat fungsinya terhadap
keseluruhan susunan kesatuan itu.
Dlm suatu sistem, masing-masing hal
atau unit dan keseluruhannya sebagai
kesatuan saling bergantung, saling
menentukan dan membutuhkan.
HEALTH INFORMATION
Kepmenkes No. 131/2004: SKN  Bab IX Subsistem Manajemen
Kes: - Pengertian, - Tujuan, - Unsur² Utama, - Prinsip, - Btk
Pokok (1. Minkes; 2. Informasi Kes.)
Informasi Kesehatan (IK) = hasil pengumpulan dan pengolahan
data yg merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di
bidang kesehatan.
Prinsip IK: - mencakup slrh data yg terkait dg kes, baik dari sektor
kes / sektor pbngunan lain; - mendukung proses
pengambilan kptsn di bbg jenjang minkes; - disediakan
sesuai kebutuhan u/ pengambilan kptsn; - hrs akurat + tpt
wkt; - hrs dpt padukan pul data mel cara² rutin (pencttn &
pelaporan) + cara non rutin (survei, dll.); - akses thd IK hrs
penuhi aspek kerahasiaan
HEALTH INFORMATION SYSTEM
Heath information system = sistem informasi kes (SIK)
a. SIK Nas dikembangkan dg memadukan SIK Rah & sistem
informasi lain yg terkait
b. Sbr data SIK adalah dari SARKES mel pencatatan +
pelaporan yg teratur & berjenjang serta dari masy yg didpt
dari survei, surveilans, dan sensus
c. Data pokok SIK mencakup derajat kes, upaya kes, biaya kes,
SDM kes, obat & bek kes, pemberdayaan masy di bid kes, &
manajemen kes
d. Pengolahan & analisis data + pengemasan informasi
diselenggarakan sec berjenjang, terpadu, multi disipliner, &
komprehensif
e. Penyajian data & informasi dilakukan sec multimedia guna
diketahui masy luas u/ pengambilan kptsn di bid kes

Anda mungkin juga menyukai