Anda di halaman 1dari 25

KOREKSI FISKAL

KENAPA TERJADI KOREKSI


FISKAL
1. PERBEDAAN PENGAKUAN
2. PAJAK FINAL

KOMERSIAL FISKAL

PENDAPATAN & BIAYA


OBYEK PAJAK PENGHASILAN
(Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000)

 Setiap tambahan kemampuan ekonomis


yang diterima atau diperoleh wajib pajak
 Baik berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia
 Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan wajib pajak
 Dengan nama dan dalam bentuk apapun,
yang dapat dikelompokkan menjadi :
 Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas, seperti ; gaji, honorarium, penghasilan
dari praktek dokter, notaris, aktuaris, pengacara, dsb.
 Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
 Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun
harta tak gerak seperti ; bunga, dividen, royalty, sewa,
keuntungan penjualan harta atau hak yang dipergunakan
untuk usaha, dsb.
 Penghasilan lain-lain, seperti ; pembebasan utang, hadiah,
dan sebagainya
Jenis-Jenis Obyek Pajak
Penghasilan
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang PPh
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan
dan penghargaan
 Laba usaha
 Keuntungan penjualan atau pengalihan harta
(capital gain)
 Penerimaan kembali pajak yang semula telah
dibebankan sebagai biaya
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan
karena pengembalian utang
 Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Royalti, yaitu imbalan sehubungan dengan
penggunaan
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
 Penerimaan atau perolehan pembayaran secara
berkala
 Keuntungan karena pembebasan utang
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
 Premi asuransi yang diterima atau diperoleh
perusahaan asuransi dari para peserta asuransi
(pemegang polis)
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
 Tambahan kekayaan netto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak
Tidak Termasuk Sebagai
Obyek Pajak Penghasilan
 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang
diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga
Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan yang diterima oleh yang berhak
serta harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menteri
Keuangan sepanjang tidak ada hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
 Warisan
 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna,
dan asuransi bea siswa.
 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan atau
sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib
pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
 Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan baik dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
 Penghasilan dana pensiun tersebut dari modal
yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota
dari perseroan komanditer, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham.
 Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh
perusahaan reksa dana selama 5 tahun pertama
sejak pendirian perusahaan atau sejak pemberian
ijin usaha.
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura, berupa bagian laba
dari pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang
perusahaan pasangan usaha tersebut ;
 merupakan perusahaan kecil atau menengah (penjualan
bersih setahun tidak melebihi Rp 5 juta) atau yang
menjalankan usaha dalam sektor usaha yang ditetapkan
Menteri Keuangan (250/KMK.04/1995)
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia
PENYUSUTAN DAN
AMORTISASI
 Yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun yang
digunakan untuk mendapatkan menagih, dan memelihara penghasilan (obyek
pajak), kecuali tanah.
 Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan
perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas
karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
 Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual
(dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih
antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya
negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
 Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung
secara pro-rata.
 Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan
mulai pada bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan
Harga Perolehan Aktiva Tetap
 Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta
yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam transaksi
jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa (Pasal 18 UU
Nomor 17 TAHUN 2000). Apabila dipengaruhi adanya hubungan
istimewa, harga perolehan dihitung berdasarkan jumlah yang
seharusnya dikeluarkan (harga pasar wajar).
 Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar,
dalam hal harta tersebut diperoleh dengan tukar-menukar.
 Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar,
dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka likuidasi,
penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang
ditetapkan oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena
sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi
syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU Nomor 17 TAHUN 2000
 Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut
diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c UU Nomor 17
TAHUN 2000).
 Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
 Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva
tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya
yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non
deductible).
 Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal
dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir
dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur
harga perolehan).
Metode Penyusutan Aktiva
Tetap
Kelompok Harta Masa Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan
Berwujud Manfaat Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun
I. Kelompok I 4 Tahun 25% 50%
Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%

II. Bangunan :
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak 10 Tahun 10%
Permanen
Harta Tak Berwujud Yang
Dapat Diamortisasi

Pengeluaran untuk memperoleh harta tak


berwujud dan pengeluaran lainnya (termasuk
biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai) yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun, yang
digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan. Metode
amortisasinya sbb :
Kelompok Harta Masa Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan
Tak Berwujud Manfaat Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun
Ganda

I. Kelompok I 4 Tahun 25% 50%

Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%

Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%

Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%


PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000)
 Pajak Penghasilan yang terutang dihitung
dengan mengalikan tarif pajak dengan
Penghasilan Kena Pajak.

 Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan


bruto wajib pajak dikurangi dengan
pengurang penghasilan bruto.
Pengurang Penghasilan Bruto
terdiri dari :
 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, yaitu biaya-biaya yang berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha yang penghasilannya merupakan
objek pajak. Dengan demikian, biaya-biaya yang digunakan
untuk mendapakan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak atau pengenaan
pajaknya bersifat final tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun, sepanjang harta yang disusutkan atau
diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan (objek pajak).
 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
 Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia.
 Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan dengan
memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan.
 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat (
KEP-238/PJ./2001 )
 Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu (maksimum 5
tahun)
 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi
Tidak Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto
 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun,
seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali ;
 cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa
guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi
 cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh
wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak
orang pribadi yang bersangkutan (wajib dipotong PPh Pasal 21).
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali ; (Lihat
633/KMK.04/1994 Jo 466/KMK.04/2000 )
 Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan
secara bersama-sama.
 Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
di daerah tertentu.
 Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
 Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan,
kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh
wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib
pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
 Pajak Penghasilan
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
 Gaji yang dibayarkan kepada anggota perseutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang tidak dapat
dikreditkan karena :
 Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan UU PPN (Faktur
Pajak Setandar cacat), kecuali dapat dibuktikan bahwa PPN
tersebut nyata-nyata telah dibayar.
 Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang termasuk
dalam Pasal 9 ayat 1 UU PPh.
 Lihat PP Nomor 138 TAHUN 2000.
 Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang
pengenaan pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan
Norma Penghitungan Khusus.
 PPh yang ditanggung pemberi penghasilan, kecuali PPh Pasal
26, sepanjang PPh tersebut ditambahkan sebagai dasar
penghitungan untuk pemotongan PPh PPh Pasal 26 tersebut.
 Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek
Pajak.
Hal – hal lain :
 Penilaian Persediaan dalam Rangka Menghitung Harga
Pokok Penjualan
 Biaya Bunga
 Biaya Entertainment
 Selisih Kurs Mata Uang Asing
 Cadangan yang Boleh Dibebankan Sebagai Biaya
 Bank Umum
 Bank Perkreditan Rakyat
 Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
 Asuransi Kerugian
 Asuransi Jiwa
 Cadangan Reklamasi Pertambangan

Anda mungkin juga menyukai