Teddy Anggoro
(Sarjana, Master, Doktor pada Universitas
Indonesia)
Company
Corporation
Business Organization
LAW
Form of Business
Organization
Sole Proprietorship
Corporation
General Partnership
Limited Partnership
Usaha Perseorangan
Persekutuan
Firma
Commanditaire Vennotschaap
Perseroan Terbatas
Esensi Usaha
Apa bentuknya?
(UNIFIKASI)
Undang-undang No. 40 Tahun 2007
KONSEPSI PERSEROAN
TERBATAS
Artificial Person;
Legal Entity;
Limited Liability.
Artificial Person
Oliver C. Schreiner, yang dicegah dari derivative action adalah manajemen yang tidak jujur
dari Direksi, , (The Shareholders Derivative Action – A Comparative Study of Procedures, South
African Law Journal 96, 1979, hal. 203.)
Thomas P. Kinney berpendapat bahwa yang dicegah adalah prilaku yang salah (wrongful
behavior) dari Direksi. (, Stockholders Derivative Suits: Demand and Futility Where the Board
Fails to Stop Wrongdoers, Marquette Law Review 78, 1994, hal. 172.)
The 1993 Companies and Securities Advisory Committee Report on a Statutory Derivative
Action adalah pendapat yang berhasil menyatukan berbagai macam perbedaan pendapat
tersebut, yaitu dengan menggunakan istilah “ achieving managerial accountability ”
sebagai kegunaan dari adanya shareholder derivative action, (Companies and Securities
Advisory Committee Report on a Statutory Derivative Action, July 1993, hal. 4.
Ian M. Ramsay and Benjamin B. Saunders menyatakan bahwa peranan derivative action
adalah menjamin corporate governance yang efektif yang di dalamnya terdapat aspek
akuntabilitas. (Litigation by Shareholders and Directors: An Empirical Study of the Statutory
Derivative Action, Legal Studies Research Paper, Melbourne Law School. Hal. 2.)
Sejarah Derivative Action
Robinson v. Smith pada tahun 1832, dalam perkara ini Chancellor Reuben H.
Walworth mengatakan bahwa beneficiary dapat membawa gugatan atas nama
(on behalf) trust terhadap faithless trustee yang menolak bertindak untuk
kepentingan trust dan melakukan kecurangan (fraudulent breach of trust).
Foss v. Harbottle Principles. Dalam Perkara Foss v. Harbottle, Richard Foss dan
Edward Starkie Turton sebagai minority shareholders dari Victoria Park Company
menggugat 5 (lima) orang Direksi korporasi yang terdiri dari Thomas Harbottle,
Joseph Adshead, Henry Byrom, John Westhead dan Richard Bealey karena telah
menjual 180 acres tanah yang sebelumnya dibeli pada bulan September 1835 di
atas harga pasar dan telah mengagunkan properti korporasi dengan harga yang
tidak layak (improper price). Dalam perkara ini, Vice Chancellor Sir James Wigram
menyatakan bahwa “ the corporation should sue in its own name and in its
corporate character, or in the name of someone whom the law has appointed to
be its representative.” Dengan kata lain bahwa yang berhak untuk menggugat
korporasi adalah korporasi itu sendiri sebagai subyek hukum atau individu yang
oleh hukum ditunjuk sebagai representasi korporasi. Oleh karena itu, gugatan
penggugat ditolak oleh pengadilan Inggris.
Reaksi dari Foss v. Harbottle
Principles.
Daniels v. Daniels, dalam perkara ini Bapak dan Ibu Daniels adalah Direksi dari
korporasi Daniels yang juga memegang mayoritas saham korporasi. Kemudian
korporasi menjual sepotong tanah kepada Ibu Daniels sebesar £4,250,-, harga ini
merupakan harga di bawah nilai kotor, hal ini ditunjukan dengan 4 (empat) tahun
kemudian tanah tersebut dijual kembali oleh Ibu Daniels dengan harga £120,000.
Atas keadaan ini pemegang saham yang lain mencoba menggugat Direksi atas
nama korporasi Daniels. Meskipun tanpa adanya dugaan kecurangan nyata
(actual fraud). Dalam gugatan ini Justice Tampleman berpegang bahwa
kelalaian atau pelanggaran kewajiban fidusia tidak hanya ditunjukan dengan
kerugian korporasi tetapi juga dihasilkannya keuntungan Direksi dari perbuatan
yang dapat dihitung sebagai kecurangan terhadap pemegang saham. Oleh
karena itu, gugatan pemegang saham minoritas atas nama korporasi Daniels
diterima.
The interest of justice exception
“If a case should arise of injury to a corporation by some part of its members, for which
no adequate remedy remains, except that of a suit by individual corporators ...,
the claims of justice would be found superior to any difficulties arising out of
technical rules respecting the mode in which corporations are required to sue.”
Menurut L.S. Sealy, interest of justice bukan sama sekali pengecualian tetapi hal
yang sangat mendasar dari niatan pengadilan untuk memberikan bantuan
kepada pemegang saham minoritas yang menuntut perbaikan dari kesalahan
korporasi. Lebih ekstrim lagi, mengenai hal ini, O.A. Osunbor berpendapat bahwa
interest of justice bukanlah pengecualian dari Foss v Harbottle Principles karena
pengecualian tersebut terlalu tidak jelas, samar dan sangat elastis.
Di Indonesia
Pasal 97 ayat (6)
Selain permasalahan diatas, Penggugat juga mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah gagal melakukan tindakan
manajemen korporasi dengan membiarkan General Manager mentransfer uang sebesar US$4,500,000.- dari salah satu rekening
PT. ICI Paints Indonesia di bank nasional ke Deutstche Bank Singapore, padahal saat itu Indonesia sedang menghadapi krisis
ekonomi dan terdapat himbauan Pemerintah agar seluruh warga negara dan badan usaha tidak melakukan transfer uang ke
negara lain.
Berdasarkan dalil-dalil Penggugat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusannya menyatakan bahwa tidak terbukti
penunjukan konsultan hukum Freshfield dan Makarim & Taira oleh Tergugat I dan Tergugat II adalah tidak sah menimbulkan
kerugian bagi PT. ICI Paints Indonesia dan atas tuduhan membiarkan transfer uang sebesar US$4,500,000.- ke Duetstche Bank
Singapore yang menimbulkan kerugian bagi PT. ICI Paints Indonesia juga tidak terbukti di pengadilan.
Atas pertimbangan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan Penggugat dan menghukum Penggugat
mengajukan permintaan maaf kepada Tergugat I dan Tergugat II di harian Kompas dan The Jakarta Post selama 3 (tiga) hari
berturut-turut. PT. Dwi Satrya Utama v Raymond Richard Spark dan Indradi Kosim, No. 59/Pdt.G/2002/PN. Jak-Sel (2002)
Corporate Opportunity
Daniel J. Layton, the concurrent chief justice, gave the lead judgment for the
Delaware Supreme Court. He started off by paying service to the general
principle against conflicts of interest.
"Corporate officers and directors are not permitted to use their position of trust
and confidence to further their private interests. While technically not
trustees, they stand in a fiduciary relation to the corporation and its
stockholders. A public policy, existing through the years, and derived from a
profound knowledge of human characteristics and motives, has established
a rule that demands of a corporate officer or director, peremptorily and
inexorably, the most scrupulous observance of his duty, not only affirmatively
to protect the interest of the corporation committed to his charge, but also
to refrain from doing anything that would work injury to the corporation, or to
deprive it of profit or advantage which his skill and ability might properly
bring to it, or to enable it to make in the reasonable and lawful exercise of its
powers."
Corporate Opportunity