Anda di halaman 1dari 29

Gastroesofegal

Reflux Disease
(GERD)
Definisi
• Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses
fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama
sesudah makan.
• GERD  kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung
berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan
menimbulkan berbagai keluhan.
• GERD  gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang
menyebabkan heartburn dan gejala lain.
• Terdapat 2 kelompok GERD :
1. GERD erosif (esofagitis erosif )  didefinisikan sebagai GERD
dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal
akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas
untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna
atas.
2. Penyakit reflux non erosif (NERD)  yang juga disebut
sebagai endoskopi negatif GERD. didefinisikan sebagai GERD
dengan gejala-gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa
esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.
Epidemiologi
• Prevalensi PRGE di Asia, termasuk Indonesia, relatif rendah
dibanding negara maju. Di Amerika, hampir 7% populasi
mempunyai keluhan heartburn, dan 20%-40% diantaranya
diperkirakan menderita PRGE.
• Prevalensi esofagitis di negara barat berkisar antara 10%-20%,
sedangkan di Asia hanya 3%-5%, terkecuali Jepang dan Taiwan
(13-15%).
• Tidak ada predileksi gender pada PRGE, laki-laki dan
perempuan mempunyai risiko yang sama, namun insidens
esofagitis pada laki-laki lebih tinggi (2:1-3:1)
• begitu pula Barrett's esophagitis lebih banyak dijumpai pada
laki-laki (10:1).
• PRGE dapat terjadi di segala usia, namun prevalensinya
meningkat pada usia diatas 40 tahun.
Etiologi
• ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor defensif
dari bahan refluksat.
• faktor defensif
1. ‘disfungsi’ SEB atau sfingter esophagus bawah (lower
esophagealsphincter/LES) , bersihan asam dari lumen
esofagus,dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomic SEB
yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari
sfingter, menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme
antirefluks. membersihkan dirinya dari bahan refluksat.
Kemampuan esophagus ini berasal dari peristaltik esofagus
primer, peristaltik-sofagus sekunder (saat menelan)
2. Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses
gravitasi saat berbaring.
3. Kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal (Sebagian isi
lambung memasuki rongga dada dan menyebabkan posisi
lambung tidak normal) mempermudah terjadinyarefluks.
4. Produksi saliva yang tidak optimal. Ketahanan epitel esofagus
berasal dari lapisan mukus di permukaan mukosa, produksi
mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel.
• faktor ofensif
1. Peningkatan asam lambung, dilatasi lambung, beberapa
kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi gastric
outlet dan delayed gastric emptying
• Tekanan lambung lebih tinggi • Gangguan faal
dari pada tekanan esofagus. • SEB longgar
• Obstruksi • Chalasia
• Stenosis pilorus • Adult-ringed esophagus
• Tumor abdomen • Obat–obat asma
• Makan terlalu banyak • Merokok
• Peningkatan peristalsis • Pemakaian pipa nasogastrik
• Gastroenteritis • Hiatal hernia
• Peningkatan tekanan abdomen • Penyakit gastrointestinal lain (
• Obesitas. penyakit Crohn )
• Memakai pakaian terlalu ketat • Eradikasi Helicobacter pylori
• Pemanjangan waktu • Faktor genetik
pengosongan lambung • Reaksi respon imun berlebihan
• Tekanan lambung sama dengan • Obat–obat yang mempengaruhi
tekanan esofagus. asam lambung; NSAIDs, calcium
channel blockers, dan lain–lain.
Eradikasi Helicobacter pylori
• Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan GERD. Hanya
sedikit bukti yang menunjukkan bahwa infeksi H. pylori
mempunyai peranpatogenik langsung terhadap kejadian
GERD.
• Tidak terdapat korelasi antara infeksi H. Pylori dan esofagitis,
tetapi infeksi galur (strain) virulen organisme tersebut, yang
ditandai oleh CagA positif, berbanding terbalik dengan
esofagitis, esofagus Barrett (dengan atau tanpa displasia) dan
adenokarsinoma esofagus. Setiap pengaruh infeksi H. pylori
pada GERD terkait dengan gastritis yang ditimbulkannya dan
efeknya pada sekresi asam lambung.
• Efek eradikasi H. pylori pada gejala refluks dan GERD
bergantung pada dua faktor: (i) distribusi anatomis gastritis;
dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya.
Gejala klinis
• Heartburn (nyeri dada)  oleh karena asamlambung yang naik ke
dada menyebabkan rasa spt terbakar.
- pada epigastrium atau retrosternal bagian bawah
- Nyeri tidak menyebar
- Nyeri biasanya tdpt setelah makan
- Gx hilang biasanya dengan minum obat asam lambung spt antisida.
- Tidak disertai dgn keringat dingin.
• Mulut terasa pahit  Ketika asam lambung naik, maka zat asam
dapat menyebar ke bagian belakang tenggorokan (faring), sehingga
akan menimbulkan sensasi asam atau pahit di mulut seperti akan
tersedak atau muntah (refluks).
- Biasanya gejala ini datang di malam hari ketika sedang beristirahat
atau berbaring, akibat dari konsumsi makanan berlebih, konsumsi
makanan pedas atau waktu makan yang tidak tepat.
• Suara serak mendadak setelah makan  emungkinan besar ini
merupakan ciri-ciri asam lambung naik. Naiknya asam lambung
hingga ke kerongkongan (esofagus) mengiritasi pita suara, sehingga
suara akan terdengar serak dan berbeda dari biasanya.
• Sakit tenggorokan  yang tidak disertai dengan demam etc.
• Batuk dan Sesak napas  Naiknya asam lambung secara terus-
menerus dapat mempersempit saluran pernafasan dan
menimbulkan peradangan. Kondisi ini lambat laun dapat
menyebabkan penderitanya mengalami batuk-batuk dan kesulitan
bernapas. Para ahli juga menduga, naiknya asam lambung dapat
memicu saraf di dada untuk menyempitkan tabung pernafasan
sebagai respon pencegahan masuknya asam lambung.
• cegukan
• Mual  ciri asam lambung naik berikut ini diakibatkan oleh rasa
nyeri yang hebat di lambung dan ulu hati ( epigastrium ), sehingga
penderita GERD seringkali merasa mual bahkan muntah-muntah.
• Hipersalivasi (produksi air liur berlebih ) Seseorang yang
mengalami acid reflux atau asam lambung naik biasanya akan
mengalami peningkatan air liur yang berlebih. Kondisi ini merupakan
respon alami tubuh untuk menetralisir asam lambung yang naik ke
tenggorokan.  parah tjd penurunan produksi saliva.
• Sulit menelan  Naiknya asam lambung secara terus menerus,
seiring waktu akan melukai kerongkongan dan memicu timbulnya
jaringan parut atau pembengkakan yang menyebabkan terjadinya
penyempitan kerongkongan, sehingga membuat penderitanya
mengalami kesulitan atau nyeri saat menelan makanan.
Diagnosis
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang
- Endoskopi saluran cerna bagian atas  pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD. dapat menilai perubahan makroskopik
dari mukosa esophagus dengan ditemukannya mucosal break
di esophagus (esofagitis refluks). Apabila tdk ditemukan
mucosal break ( NERD )
- Pemeriksaan histopatologi  juga dapat memastikan adanya
Barrett’s esophagus, displasia, atau keganasan.

Barret’s Esophagus
• klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi
pada pasien GERD :
• Klasifikasi Los Angeles
Derajat Gambaran endoskopi

kerusakan
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa
saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen
D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi
seluruh lumen esophagus)
• Pemantauan pH 24 jam  Episode refluks gastroesofageal
menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat
dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH
pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus
bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
• Tes Bernstein  Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan
memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal
esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini
bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-
pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan
rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan
larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap
positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya
nyeri yang berasal dari esophagus.
• Pemeriksaan Darah Samar  Perdarahan di dalam saluran
pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun
kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi
muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau
mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena). Jumlah
darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak
merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan
hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus,
kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur,
dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan
pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah
ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah
bila terdapat darah.
Tatalaksana
• Prinsip :
- Modifikasi gaya hidup
- Medikamentosa
- Bedah
• Tujuan :
- Menyembuhkan lesi esophagus
- Menghilangkan gejala/keluhan
- Mencegah kekambuhan
- Memperbaiki kualitas hidup
- dan Mencegah timbulnya komplikasi.
Non medikamentosa
• Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan
primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha
ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta
mencegah kekambuhan.
- Meninggikan posisi kepala pada saat tidur
- Menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk
meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah
refluks asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan
terakhir 3-4 jam sebelum tidur.
- Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena
keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara
langsung mempengaruhi sel-sel epitel.
- Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
- Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi
tekanan intraabdomen
- Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh,
peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat
menstimulasi sekresi asam
- Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat
menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin,
diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone
- Hindari stress
Medikamentosa
• Menggunakan obat-obatan, seperti :
1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan
meninggikan tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB
2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur dan Betanekol : 0,1
mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur.
2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan
menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya
menggunakan antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB
2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg .
3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari,
diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.
4. Antasida Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau
sebelum tidur, untuk menurun-kan refluks asam lambung ke
esofagus.
• Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer
terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus
bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung
aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
• Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat
ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika
diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat
ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
• Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD
karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas.
Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung
pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
- Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek
samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak
melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi
keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan,
golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
• Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak
memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai
buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena
bekerja secara topikal (sitoproteksi).
• Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa
proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung.

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi


inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
Pencegahan
• Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci
mencegah asam mengalir dari kerongkongan sebagaimana
seseorang tidur.
• Makanan dan obat-obatan yang menjadi penyebab harus
dihindari, sama seperti merokok.
• Pemberian obat bethanechol atau metoclopramide juga biasa
digunakan untuk membuat sphincter bagian bawah lebih
ketat.
• Makanan dan minuman yang secara kuat merangsang perut
untuk menghasilkan asam atau yang menghambat
pengosongan perut harus dihindari sebaiknya.
Prognosis
• Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil
tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu.
Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi
pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila
perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-obatan
selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada
kekambuhan sampai gejala hilang.
• Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan
gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya
(perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi
pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada
tatalaksana GERD.
• AD BONAM
Komplikasi
• Penyakit asam lambung atau GERD yang berlangsung dalam
kurun waktu lama dan tidak ditangani bisa menyebabkan
komplikasi. Komplikasi yang terjadi adalah:
• Luka pada dinding esofagus atau tukak esofagus. Asam
lambung bisa mengikis dinding esofagus dengan sangat parah,
ini yang menyebabkan luka atau tukak terbentuk. Tukak
esofagus bisa berdarah dan menyebabkan munculnya rasa
sakit dan kesulitan saat menelan.
• Penyempitan saluran esofagus. Dinding bagian bawah dari
esofagus bisa rusak karena teriritasi asam lambung secara
terus-menerus. Iritasi yang terjadi dalam jangka waktu lama
ini bisa menyebabkan terbentuknya jaringan tukak di dalam
esofagus dan mempersempit saluran yang dilewati oleh
makanan.
• Esofagus Barrett. Perubahan sel-sel pada dinding esofagus
bisa terjadi setelah teriritasi asam lambung berulang kali.
Kondisi ini disebut Esofagus Barrett dan bisa dianggap sebagai
kondisi prakanker. Perubahan sel yang terjadi belum memiliki
sifat-sifat kanker. Tapi di kemudian hari, sel-sel ini bisa memicu
munculnya sel kanker walau terhitung jarang.
• Kanker esofagus. Selain akibat GERD yang berkelanjutan,
terdapat beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko
munculnya kanker esofagus. Risiko akan meningkat jika
penderita adalah perokok, peminum alkohol, atau orang yang
mengalami obesitas atau kegemukan. Gejala kanker esofagus
yang paling umum adalah kesulitan dan rasa sakit saat
menelan, serta penurunan berat badan.
Sumber
• https://mediskus.com/penyakit/ciri-ciri-asam-lambung-naik-
gejala-gerd
• http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary.pdf
• http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Penya
kit_Refluks_Gastroesofageal.pdf
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/274
75/Chapter%20II.pd?sequence=3
• https://id.scribd.com/doc/44359177/Gastroesophageal-
Refluks-GERD

Anda mungkin juga menyukai