Anda di halaman 1dari 24

Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang

berarti dari, untuk, atau yang berkaitan


dengan warga negara), adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Secara etimologi kata "politik" masih
berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata
"politis" berarti hal-hal yang berhubungan
dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-
orang yang menekuni hal politik.
Sejak didirikan pada tahun 1912 oleh K.H. Ahmad
Dahlan di Jogjakarta, Muhammadiyah memang
tidak memiliki orientasi langsung kepada politik.

Sebab visi yang diusung cukup jelas, yaitu ‘amar ma’ruf


nahi munkar’ yang tidak berfokus pada satu bidang
pembangunan saja, namun justru politik itu pun masuk
dalam bagian jargon ‘sakral’ Muhammadiyah tersebut,
atau dalam kata lain politik Muhammadiyah adalah amar
ma’ruf nahi munkar itu sendiri.
Berdirinya Muhammadiyah di tengah keadaan
perjuangan merebut kemerdekaan, memaksa secara
tidak langsung kepada Muhammadiyah untuk tidak
hanya memikirkan tujuan-tujuan organiasai yang
bersifat sosial keagamaaan, namun juga mulai
melebarkan kegiatan organisasinya ke dalam dunia
politik.

Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap


anggota maupun kadernya untuk menggunakan hak
pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani ,
penggunaan hak pilih tersebut merupakan
tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan
secara rasional dan kritis, sejalan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
organisasi.
C. Muhammadiyah dalam
Sejarah Perpolitikan
Indonesia
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum
perempuan Aisyiyah yang dipimpin istrinya Ny.
Walidah Ahmad Dahlan. Aisyiyah bermula dari
badan otonom SAPATRESNA, kelompok pengajian
wanita yang didirikan pada tahun 1914.

Tahun 1913-1918 beliau mendirikan 5 buah Sekolah Dasar.


Tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah.
Tahun 1920 dibentuk media massa yang dinamai Suara
Muhammadiyah. Pada tahun 1927 Muhammadiyah
mempunyai 176 cabang, dan Aisyiyah mempunyai 68
cabang yang tersebar di seluruh kekuasaan Hindia Belanda.
• Pada bulan Februari 1945, 3 orang pemimpin bangsa
Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ki
Bagus Hadikusumo diberi kesempatan audensi
dengan Kaisar Tenno Haika di Tokyo Jepang dengan
maksud untuk berkenalan serta menerima janji
kemerdekaan secara resmi sepulang dari Tokyo,
mereka membentuk BPUPKI yang beranggota 63
orang.

Panitia kecil berkerja merumuskan piagam


jakarta setelah melalui berdebatan dan
mendapat kesimpulan antara unsur islam,
nasionalis muslim dan nasionalis sekuler.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI meneruskan
rapatnya untuk mengesahkan rancangan UUD beserta
Mukodimah atau Preambul UUD yang dipimpin oleh
Soekarno, Dalam sidang tersebut muncul unsure yang
meniggalkan 7 kata “dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Bung Karno menjelaskan bahwa Ketuhanan Yang


Maha Esa adalah Tauhid (dalam islam). Demi
kesatuan dan persatuan serta tercapainya Negara
kesatuan meliputi seluruh wilayah Indonesia ( Hindia
Belanda) maka umat Islam bersedia berkorban
menerima hilangnya 7 kata prinsip tersebut.
”.
Muhammadiyah menyeleggarakan Mukatamar
ke-41 tahun 1985 di Surakarta dari tanggal 7
sampai 11 Desember 1985. Hasil yang
terpenting adalah keputusan Muktamar tentang
perubahan anggaran dasar dan diteteapkannya
Pancasila sebagai asas organisasi
Muhammadiyah.

Pada Muktamar 44 tahun 2000 Muhammadiyah merubah


Anggaran Dasarnya, menjadi Islam sebagai asas organisasi
dalam Bab 1 tentang Nama, Identitas, dan Tempat
Kedudukan
•pasal 1 ayat 2 berbunyi : “Muhammadiyah adalah gerakan
islam dan dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasas kan
islam, dan bersumber pada al-qur’an dan as-sunnah.”
Sejak berdiri muhammadiyah lebih memusatkan
perhatiannya pada kerja kerja konkrit di bidang
dakwah , santunan sosial dan kemanusiaan ssebagai
realisasi dan keimanan para anggotanya kepada allah.

Dalam pandangan muhammadiyah berpolitik itu penting,


tetapi muhammadiyah tidak melibatkan diri secara
organisatoris, cukup kader-kader muhammadiyah yang
bebakat saja yang terjun ke dalam nya dengan catatan
mereka tetap membawa misi dakwah muhammadiyah dalam
partai manapun, yaitu doktrin amar ma’ruf nahi munkar
dijadikan acuan utama dalam berpolitik.
Tahun 1938 beberapa tokoh muhammadiyah mendirikan
partai politik yang bernama “partai islam Indonesia” di solo.

Pada waktu membentuk MIAI (Majelis Islam al-a’la)


muhammadiyah sebagai bagian utama dalam kegiatan
politik.

Tanggal 19 Oktober 1964, Muhammadiyah ikut juga


membidani lahirnya SekBer Golkar(cikal bakal Golongan
Karya).
Berdasarkan keputusan Presiden
No.70 tahun 1968 tanggal 20
Februari 1968 disahkan berdirinya
“Partai Muslimin Indonesia” atau
lebih dikenal dengan “Parmusi”.

Bahkan dalam kepengurusan


Parmusi tokoh tokoh
Muhammadiyah duduk sebagai
ketua umum dan sekretaris
umum,
Muhammadiyah Muhammadiyah
adalah Gerakan
melaksanakan amar
Dakwah Islam yang
beramal dalam ma’ruf nahi munkar
bidang kehidupan secara kontruktif dan
manusia dan positif terhadap Partai
masyarakat Muslimin Indonesia

Muhammadiyh dalam
melakasanakanpembangunan
Setiap anggota mummadiayah nasional,mengamanatkan
sesuai dengan hak asasi nya , kepada pimpinan pusat
dapat tidak memasuki / Muhhamadiyah untuk
memasuki organisasi lain, menggariskan kebijaksanaan
sepanjang tidak menyimpang dan mengambil langkah –
dari Anggran Dasar langkah dalam pembangunan
ekonomi, sosial dan mental
spiritual.
Rumusan tersebut menyatakan bahwa politik dalam pengertian nya
yang luas merupakan subsistem dari oergerakan dakwah. Rumusan
mengenai masalah dakwah dan politik dalam struktur pemikiran
Muhammadiyah dapat dimasukan sebagai bagian dari konsepsi
muhammadiyah tentang teori dan trategi keperjuangan nya.

Lahirnya orde baru, merupakan era baru kehidupan social, politik di


Indonesia sebagai koreksi total terhadap sistem kehidapan
sebelumnya ( Orde Lama ). Muhammadiyah selalu berperan aktif
dalam setiap kebijakan politik yang diambil oleh Orde Baru, selama
kebijakan itu menyangkut kehidupan agama. Misalnya,
muhammadiyah aktif menumpas pemberontakan PKI, ikut
memberikan sumbangan pikiran berdasarkan ajaran Islam terhadap
usulan pemerintah kepada DPR tentang Rancangan Undang –
Undang Perkawinan.
Pedoman penyiaran bantuan luar negeri terhadap
kegiatan keagamaan di Indonesia, masalah aliran
kepercayaan, masalah Asas Tunggal, RUU,
Pendidikan Nasional, RUU, Peradilan Agama, dan
kebijakan politik lainnya.
E. Pada Era
Reformasi
F. Muhammadiyah Pascareformasi

Reformasi 1998 memang membuahkan hasil yang paling


dibutuhkan masyarakat Indonesia. Yaitu kebebasan politik.
Dalam kebebasan ini, masyarakat bebas mengartikulasikan
hak-hak sosial-politiknya. Baik melalui jalur politik formal
(partai politik), maupun gerakan sosial.

Prinsip politik Muhammadiyah dengan istilah ‘hight politics’ atau


politik tinggi atau bisa juga politik kebijaksanaan. Hal ini
dimaksudkan bahwa pada saat Muhammadiyah berhadapan
dengan negara, Muhammadiyah memposisikan diri sebagai
pemberi masukan dan penasihat pemerintah dalam menjalankan
pemerintahannya. Sebab dalam pandangan Muhammadiyah,
berpolitik itu tidak dimaknai hanya dengan keterlibatan secara
praktis, namun juga bisa sebagai pemberi pandangan, solusi,
kritik, dan turut mendukung pemberdayaan masyarakat.
Fenomena Islam politik dan ormas Islam yang banyak
lahir pascareformasi memberikan tantangan tersendiri
bagi Muhammadiyah . Munir Mulkhan berpendapat
keberhasilan itu tidak terlepas dari peran Muhammadiyah
dalam mengembangkan keterbukaan, menghargai
perbedaan, toleransi dan semacamnya kepada para
anggotanya melalui berbagai macam aktivitas atau forum
seperti pengajian, training, dan pertemuan pengurus-
anggota di berbagai tingkatan (Muktamar, Musyawarah
Wilayah, Musyawarah Daerah, Cabang dan Musyawarah
Ranting).
Saat ini tidak jauh berbeda Muhammadiyah memiliki sarana
dengan apa yang sudah pendidikan dari mulai jenjang
digariskan dan dilakukan Taman Kanak-kanak (TK) hingga
sejak awal pendirian perguruan tinggi dan tidak
Muhammadiyah tahun 1912 terkecuali pesantren-pesantren
oleh K.H. Ahmad Dahlan. seperti yang dilakukan secara
Pascareformasi khusus oleh Nahdlatul ulama
Muhammadiyah terus dan (NU). Di bidang kesehatan
tetap konsisten dengan fokus melalui berbagai rumah sakit
pengembangan dan yang didirikan, menjadi salah
pemberdayaan masyarakat satu bukti keterlibatan partisipasi
melalui pendidikan, langsung organsasi ini di dalam
kesehatan, dan ekonomi. pemberdayaan dan
kesejahteraan masyarakat.
Bidang perhatian lagi yang juga sangat
penting dan mendapatkan perhatian luas,
yaitu pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemberdayaan bidang ekonomi oleh
muhamamdiyah adalah dengan dibentuknya
baitul mal wa tanwil yang bergerak dibidang
pengumpulan dana dari masyarakat untuk
dipergunakan dalam program pemberdayaan
ekonomi dan peluang usaha, dan lazismu
semacam lembaga amal zakat. Inilah upaya
dan partisipasi politik muhammadiyah

arah politik Muhammadiyah sepeti apa dan bukan


arah politik seperti pada umumnya organisasi politik.
Kedekatan yang lebih besar kepada masyarakat
daripada negara bisa dilihat dari fokus
Muhamamdiyah yang tinggi dalam bidang
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Inilah sikap
politik Muhammadiyah ketika memposisikan diri
terhadap negara
Di era reformasi dengan tema-tema kerterbukaan dan kebebasan berpolitiknya,
tidak menjadikan muhamamdiyah khawatir dengan semakin banyak
bermuculannya ormas-ormas islam baru yang memiliki latar dan tujuan berbeda.
Selama ormas islam yang bermunculan itu sejalan dan sama-sama berlandaskan
al-quran dan sunah, maka muhamadiyah akan sama-sama mendukung dan
menjadi mitra dalam perjuangan politik menegakan nilai-nilai islam. Sebab, untuk
pillihan partai politik bagi kader dan simpatisannya pun muhamamdiah tidak
pernah membatasi apalagi menghalangi pilihan akan partai politik manapun.

Bahwa dalam peran dan posisinya di tengah upaya kebebasan dan partisipasi
politik pascarefomasi, meski tidak seketat di masa orde baru—ketika
berhadapan dengan pemerintah—, muhammadiyah tidaklah kehilangan
identitas dan konsistesi pada arah politiknya yang sudah digariskan sejak
awal.

Anda mungkin juga menyukai