Anda di halaman 1dari 16

Spinal Cord Injury Tradition of Excellence

oleh
Nuhita Siti Rohmin
NIM 142311101042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
SPINAL CORD INJURY?
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cedera yang
terjadi karena trauma medulla spinalis atau Tradition of Excellence
tekanan pada medulla spinalis karena kecelakaan
yang dapat mengakibatkan kehilangan atau
gangguan fungsi baik sementara atau permanen di
motorik normal, indera, atau fungsi otonom serta
berkurangnya mobilitas atau perasa (sensasi)
(Muttaqin, 2008).

Etiologi/Penyebab:
1. Traumatik
Kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau
kekerasan.
2. Non-traumatik
Penyakit, infeksi atau tumor yang
mengakibatkan kerusakan pada tulang
belakang.
SPINAL CORD INJURY?
Epidemiologi: Tradition of Excellence
Angka mortalitas didapatkan sekitar 48%
dalam 24 jam pertama. Sekitar 80%
meninggal di tempat kejadian oleh karena
vertebra servikalis memiliki risiko trauma paling
besar, dengan level tersering C5, diikuti C4,
C6, kemudian T12, L1, dan T10. Kerusakan KLASIFIKASI:
medula spinalis tersering oleh penyebab
traumatik, disebabkan dislokasi, rotasi, axial Tingkat Tipe Gangguan medula spinalis
loading, dan hiperfleksi atau hiperekstensi A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik
medula spinalis (Pertiwi dan Berawi, 2017). sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik
terganggu sampai segmen sakral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level
tapi otot-otot motorik utama masih
mempunyai kekuatan <3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level,
kekuatan otot-otot motorik utama >3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
SPINAL CORD INJURY?
Tanda dan Gejala: Pemeriksaan penunjang: Tradition of Excellence
Menurut (Israr, 2008) berdasarkan anamnesis, gejala 1. Sinar X spinal
dan keluhan yang sering muncul adalah: 2. CT Scan
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar 3. MRI
sepanjang saraf yang terkena 4. Mielografi.
2. Paraplegia 5. Foto rontgen thorax,
3. Paralisis sensorik motorik total 6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume
4. Kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, tidal).
distensi kandung kemih)
5. Penurunan keringat dan tonus vasomotor Pemeriksaan khusus dan penunjang pada SCI
6. Penurunan fungsi pernapasan meliputi pemeriksaan berbagai refleks seperti any anal
7. Gagal nafas. sensasi (AAS), voluntary anal kontraksi (VAC),
bulbacavernosus refleks (BCR), anal cutaneous refleks
(ACR), dermatom, miotum.
SPINAL CORD INJURY?
Tradition of Excellence
Tradition of Excellence
Syok Spinal Sistem Respiratorik

Nuerogenik bladder KOMPLIKASI Kulit: Ulkus dekubitus

Cardiovascular disease Nuerogenik bowel


CONT’D
1. Syok spinal
3. Neurogenik Bowel
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik Tradition
Terjadi kerusanan pada S2, S3, dan S4. Menunjukkan bowel program of Excellence
yang
dibawah tingkat lesi hilang, otot flaksid, sama setiap hari
paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, 1. Anjurkan untuk diet dengan serat tinggi dan jumlah kalori sesuai
atonia gaster dan hipestesia. Juga di bawah kebutuhan (KKT= KKB+% KKB aktivitas fisik - %KKB faktor koreksi).
tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus 2. Minum setidaknya 8 gelas per hari/sesuaikan dengan kebutuhan cairan
vasomotor, keringat dan piloereksi serta tubuh (0,03 liter/kgBB)
fungsi seksual. Kulit menjadi kering dan pucat 3. Minum air hangat 30 menit sebelum melakukan bladder program
4. Posisikan pasien dengan posisi yang lebih tinggi/posisi duduk
serta ulkus dapat timbul pada daerah yang
5. Lakukan digital manual defekasi ketika pasien mengalami konstipasi.
mendapat penekanan tulang.
4. Sistem respiratorik
2. Neurogenik bladder Lesi yang berkatian langsung dengan
Kerusakan pada sistem saraf pusat atau fungsi pernapasan adalah lesi setingkat
pada sistem saraf perifer dan otonom. C5 keatas. Retensi sputum umumnya terjadi
Program kateterisasi intermiten dimulai saat dalam beberapa hari setelah cedera
fase subakut, ketika intake dan output cairan diakibatkan gangguan pada fungsi batuk
mulai stabil. Hal ini dilakukan untuk mencegah yang efektif, hal ini akan menyebabkan
terjadinya infeksi saluran kemih. Salah satu atelectasis dan pneumonia. Chest
tindakan yang dilakukan pada neurrologik physiotherapy, assisted cough dan latihan
bladder yaitu manajemen bladder dengan nafas secara reguler dapat mencegah
bladder trainning. atelektasis dan infeksi paru.
CONT’D
Tradition of Excellence
5. Cardiovaskular Diseases
Pada umumnya syok neurogenik terjadi pada lesi diatas T6 akibat
hilangnya dari tonus simpatis. Hilangnya tonus tersebut menyebabkan
vasodilasi dan bradikardia yang menyebabkan hipotensi dan syok. Pada
umumnya syok neurogenik terjadi pada lesi diatas T6 akibat hilangnya dari
tonus simpatis. Hilangnya tonus tersebut menyebabkan vasodilasi dan
bradikardia yang menyebabkan hipotensi dan syok.
Tatalaksana syok neurogenik, antara lain pemberian cairan IV, vasopressor
dengan karakteristik alpha dan beta adrenergik (seperti norepinefrin, 6. Kulit
epinefrin, dan dopamine), atropine untuk meningkatkan nadi, dan hindari Ulkus dikubitus akan selalu menjadi komplikasi
hipotermia akibat vasodilasi
CMS, oleh karena itu pencegahan perlu
dilakukan sejak dini. Pada fase akut, pasien
diposisikan miring kiri-miring kanan setiap 2 jam
untuk mencegah ulkus. Penggunaan matras busa
atau air bisa membantu mengurangi tekanan
pada tonjolan tulang, namun posisi pasien harus
tetap diubah tiap 2 jam.
SPINAL CORD INJURY
Penatalaksanaan farmakologi: Tradition of Excellence
Farmakoterapi standar pada SCI berupa
metilprednisolon 30 mg/kgBB secara bolus
intravena, dilakukan pada saat kurang dari 8
jam setelah cedera. Jika terapi tersebut dapat
dilakukan pada saat kurang dari 3 jam setelah
cedera, terapi tersebut dilanjutkan dengan
metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis Rehabilitasi:
5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam kemudian. 1. Balance
Jika terapi bolus metilprednisolon dapat 2. Standing
dikerjakan pada waktu antara 3 hingga 8 jam 3. Walking
setelah cedera maka terapi tersebut dilanjutkan 4. Braces
dengan metilprednisolon intravena kontinu 5. Wheelchair skills
dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 48 jam 6. Penggunaan Jewett brace
kemudian. 7. Penggunaan halo and vest
8. Penggunaan neck collars
9. Range of motion with a partner
Tradition of Excellence
Diagnosa keperawatan utama:
Disrefleksia autonimik berhubungan dengan distensi usus dan kandung kemih.
Tradition of Excellence
1. Identifikasi dan minimalkan rangsangan yang dapat
memicu disrefleksia (misalnya distensi kandung kemih,
batu ginjal,, infeksi, impaksi tinja, pemeriksaan dubur,
penyusupan supositoria, kerusakan kulit, dan pakaian
ketat)
NIC: 2. Monitor apakah terdapat tanda gejala disrefleksia
Manajemen disrefleksia otonom (hipertensi, bradikardi, takikardi, kemerahan
pada wajah, pucat dibawah tingkat cedera, sakit
kepala, hidung tersumbat dll)
3. Atasi penyebab munculnya sakit (distensi kandung
kemih, impaksi tinja, lesi kulit, pakaian tidur ketat dll)
4. Tempatkan kepada lebih rendah dari kaki/kaki lebih
tingggi dari kepala.
5. Monitor setiap 3-5menit
6. Berikan obat hipertensi
7. Arahkan pasien dan keluarga mengenai penyebab,
tanda gejala pengobatan, dan pencegahan
disrefleksia.
ANALISIS JURNAL
Tradition of Excellence
JUDUL : Outcomes of bowel program in spinal cord injury patients with neurogenic bowel dysfunction.
NAMA JURNAL : Neural Regeneration Research
PENGARANG : Zuhal Ozisler, Kurtulus Koklu, Sumru Ozel, Sibel Unsal-Delialioglu
TAHUN : 2015
EDISI : July 2015, Volume 10, Issue 7, Halaman: 1153-1158
HASIL : Program bowel efektif dalam menurunkan masalah pencernaan dan keparahan disfungsi
neurogenik bowel.
Tradition of Excellence
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas Bowel program :
program bowel pada masalah pencernaan dan 1. Lakukan pembersihan usus dengan enema (injeksi cairan untuk
keparahan disfungsi neurogenik bowel. Masalah yang mengosongkan usus) jika feses ada di rektum atau teraba
dekat ke kolon desenden pada awal program.
muncul antara lain: konstipasi, inkontinensia, nyeri perut,
2. Mengatur kelembutan feses dengan memberikan diet dan
distensi abdomen, kehilangan nafsu makan, wasir, asupan cairan yang sesuai.
perdarahan rektal. 3. Masukkan supositoria gliserin ke dalam rektum setelah makan
Penelitian dilakukan terhadap 55 pasien spinal cord injury jika pasien tidak dapat melakukan defekasi secara spontan.
yang memenuhi kriteria penelitian, kemudian pasien 4. Pasien duduk di toilet atau berbaring di sisi kiri tempat tidur
diberikan informed consent untuk menyatakan 20-30 menit setelah makan.
kesediaannya menjadi responden. 5. Lakukan stimulasi digital: mulai 15-20 menit setelah
penempatan supositoria dan ulangi setiap 5 menit.
6. Lengkapi perawatan usus jika feses tidak keluar setelah dua
stimulasi digital terakhir.
7. Obat oral berjangka waktu. Tambahkan obat pencahar oral
BOWEL PROGRAM pada terapi jika tidak bisa defekasi secara teratur. Obat
pencahar diminum 6-12 jam sebelum perawatan usus.
8. Jika defekasi terjadi kurang dari 10 menit setelah pemasukan
supositoria maka lanjutkan penetapan dengan teknik stimulasi
digital saja.
Cont’d
Tradition of Excellence
Bowel program akhirnya mencapai tujuan yang
efektif dan efisien dan dalam waktu periode yang
dapat diterima oleh masyarakat yang mengalami
konsistensi feses dan frekuensi BAB yang tepat. Diet
dan asupan serat pasien direncanakan sesuai untu
dapat mencapai konsistensi feses yang diinginkan.
Asupan cairan pasien ditingkatkan mengingat
mereka juga sedang dalam program perawatan
neurogenik bladder. Pada awal hingga akhir
program bowel obat-obatan seperti obat pencahar,
supositoria, enema dan metode evakuasi bowel
dengan stimulasi digital, masase perut, enema
semua dicatat sebagai bowel care. Bowel care disini
diartikan sebagai teknik terjadwal untuk evakuasi
feses.
RESULT Tradition of Excellence

Berofe

After
Tradition of Excellence

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai