EFUSI PLEURA
DEXTRA
N I S A W I D I YA W A R D A N I
03013149
PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
Berat Badan : 38 kg
Tinggi Badan :145 cm
BMI :26,20 Kg/m2
kesan : Obesitas 1
STATUS GENERALIS
• Kepala : Normosefali, simetris, tidak ada deformitas, rambut putih, lurus, dan distribusi merata
• Wajah : Wajah simetris, tidak ada oedem, luka, ataupun jaringan parut
• Mata : tampak konjuntiva anemis dan tampak sklera ikterik.
• Telinga : Normotia, liang telinga lapang, tidak ada nyeri tekan
• Hidung : Bentuk simetris, tidak ada nafas cuping dan deviasi septum
• Bibir : Mukosa tidak tampak sianosis dan pucat
• Mulut : Tidak tampak Trismus, oral hygiene baik, arcus palatum simetris dengan mukosa
palatum berwarna merah muda
• Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, tidak hiperemis
• Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah
• Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak edema dan massa, tidak teraba pembesaran tiroid
maupun kelenjar getah bening
Thoraks:
• Jantung
– Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
– Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavikularis sinistra
– Perkusi :
• Batas atas jantung ICS III parasternalis sinistra
• Batas kanan jantung ICS III sampai V linea parastenalis dekstra
• Batas kiri jantung ICS V linea axilaris anterior sinistra
– Auskultasi : BJ I & BJ II regular, tidak terdengar murmur dan gallop
• Paru-paru
– Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak retraksi
dinding dada.
– Palpasi : vocal premitus melemah pada lapangan paru kanan
– Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri dan redup pada lapang paru kanan bawah
– Auskultasi : Suara napas vesikuler kiri +, suara nafas vesiluler kanan bawah melemah, didapatkan
rhonki di kedua lapang paru dan tidak didapat wheezing di kedua lapang paru.
Abdomen:
– Inspeksi : perut datar (-), smiling umbilicus (-)
– Auskultasi : Bising usus 3x/menit
– Perkusi : Timpani seluruh lapang perut, shifting dullnes (+)
– Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan di regio lumbal dan hipocondriaca kanan, undulasi (+),
hepatomegali (+)
Tanggal : 28-02-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
Protein Total
Total Protein 6.0 g/dL 6.4-8.3
Albumin 2.2 g/dL 3.5-5.2
Globulin 3.8 g/dL 2.6-3.4
Tanggal : 02-03-2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukin
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit 9.690 /µL 5,000-10,000
Eritrosit 3.09 Juta/µL 4.2- 5.4
Hemoglobin 8.9 g/dL 12-14
Hematokrit 2.6 % 37-45
Trombosit 259.000 Ribu/µl 150,000-450,000
Tanggal : 02-03-2018
Kimia Klinik
Protein Total
Tanggal : 03-03-2018
Hematologi
Darah Rutin
Hematokrit 29 % 37-45
07 februari 2018
RSUD Mampang Perapatan
Aorta elongasi
Jantung sedikit membesar
Vaskular paru prominen
Tampak infiltrat di perihiler,parakardial 27 februari 2018
kanan atas RSAL Mintohardjo
Sinus kostafrenikus, diafragma kanan
terselubung, kiri baik
Cor : Batas kanan tak tampak
Kesan : kardiomegali ringan Pulmo : Perselubungan hemithorax kanan
elongasi aorta Sinus, diafragma kanan suram
kongesti paru Tulang dan soft tissue baik
efusi pleura kanan Kesan : efusi pleura kanan
bronkopnemonia
• Hasil Pemeriksaan Bakteriologis TB
09-02-2018
– Sewaktu pagi : Negatif
– Sewaktu pagi : Negatif
• Laboratorium Histopatologi/Sitologi
27-02-2018
– Makroskopis : Cairan Pleura
– Mikroskopis : Hapusan efusa dextra merupakan sebaran eritrosit, sel-sel radang limfosit, histosit,
leukosit PMN dan mesothel reaktif
– Tak tampak tanda ganas pada sedian ini
– Kesimpulan : radang kronis non spesifik
PEMERIKSAAN CT SCAN THORAX
TANPA DAN DENGAN KONTRAS
Aorta dan mediastinum superior tidak membesar
Cor : besar dan bentuk normal, tampak terdorong ke kiri
Paru : paru kiri tampak baik, corakan bronkovaskuler kiri baik, tampak efusi
masive kanan dengan paru kanan colaps
Hepar : membesar, densitas parenkim diluar lesi homogen, permukaan reguler,
sudut tajam, vaskuler dan duktus bilier baik, tampak lesi kistik multiple di lobus kanan
dan kiri dengan ukuran terbesar lk. 9,5 x 6,5 x 13,5 cm, yang dengan pemberian kontras
tampak ring kontras enhacement.
GB : tak tampak jelas
Pankreas : bentuk, letak, ukuran dan densitas parenkim baik, tak tampak lesi
kistik/solid
Lien : besar dan bentuk normal, letak ukuran dan densitas parenkim baik.
Vaskuler tidak melebar
Ginjal Ka-Ki : bentuk, letak, ukuran dan densitas ginjal baik, tak tampak dilatasi
pelvocalyceal, tak tampak batu/kista.
Tak tampak pembesaran KGB paraaota
Kalsifikasi aorta decenden – aorta abdominalis
Osteofit formation di vetebra thoraculumbalis, soft tissue baik
Kesan :
Effusi Pleura Massive kanan dengan kolaps pasru kanan
Abses Hepar Multiple
DD: Hydatid cyst
Kalsifikasi aorta descenden – aorta abdominalis
Spondylosis Lumbalis
PEMERIKSAAN USG ABDOMEN
Hati :tampak membesar, tampak lesi anhypoechoik pada lobus kanan (8,68 x 9,77x
6,59 cm) vaskuler dan dal empedu intra hepatal tak melebar. Tampak ascites (+)
K. Empedu : dinding tak menebal, tak tampak rata
Pankreas : Besar Normal, echoparenchym homogen, tak tampak nodul
Lien : Besar Normal, echoparenchym homogen, tak tampak nodul
Ginjal : Besar kedua ginjal normal, cortex dan medulla baik tak tampak batu/pelebaran
kedua kalises
V.urinaria : Mukosa normal, tak tampak batu
Uterus : tak tampak kelainan
• PENATALAKSANAAN
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Ranitidin 2x1 amp
• Inj. Ondancentron 2x8 mg
• Inj ceftriaxone 2x1 gr
• Drip levofloxacin 1x500 mg
• Curcuma 3x1
• Nebulizer (vent:pumicort:Nacl) (1:1:1) 3x/hari
• PROGNOSIS
• Ad vitam : dubia ad malam
• Ad fungsionam: dubia ad malam
• Ad sanationam : dubia ad malam
1. Tanggal 27 februari 2018 – dr. James SP.PD
FOLLOW UP S: sesak (+), intake kurang, batuk (+) berdahak warna putih, nyeri perut (+)
mual (+) Muntah (+)
O: TD= 140/70 mmHg HR=107x/menit RR=25x/menit suhu=36,7˚C SPO2=
99%
Mata: CA -/- SI +/+
Pulmo: SNV /+ Wh -/- Rh +/+
Cor: S1 S2 reg M (-) G(-)
Abdomen: BU (+) NT + + + Asites (+) shifting dullnes (+)
+ +-
+ - -
Ekstremitas: AH + + OE - -
+ + ++
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal
4. Menurunnya tekanan intra pleura dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada
pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
a. Gagal jantung kiri
b. Sindrom nefrotik Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
c. Obstruksi vena cava superior a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk b. Tumor pada pleura
melalui saluran getah bening) c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
Jika tidak
Efusi pleura
DIAGNOSA 1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi
pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit.
Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk
dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan
efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain
melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai
pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum
terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan
oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi
pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara
radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila
jumlah cairan di atras 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan
adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan
pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.
4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai terapeutik.
PENATALAKSANAAN
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan
melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk
membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan
streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan a. Empiema
b. Kilotoraks Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening. diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi).
b. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan
cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan).2
ABSES HEPAR
• Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit,
jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.
• Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP).
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di
daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess.
DIAGNOSIS
1 Abses hati amebik 12,19
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat
demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu
bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang
tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi.
Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969),
kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
2 Abses hati piogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit
ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat
ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-
Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga
dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis
AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari
kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
diagnosis. 11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin 10,4-
11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati didapatkan
albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali
270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang
didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar
15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang. Uji serologi dan
uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini,
kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain
hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Real Time PCR
cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus penderita abses hepa
2 Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian kubah
diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses
paru. Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran
ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level
yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau
MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema
dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan
kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter
relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram.
Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak penyengatan pada dinding
abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase
porta
HIPOALBUMINEMIA
Albumin
• Albumin merupakan protein serum dengan jumlah
• Albumin menjaga tekanan onkotik koloid plasma sebesar 75-80 % dan merupakan 50 % dari
seluruh protein tubuh. Jika protein plasma khususnya albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan
osmotik koloid akan terjadi ketidakseimbangan tekanan hidrostatik yang akan menyebabkan
terjadinya edema.
• Albumin berfungsi sebagai transport berbagai macam substasi termasuk bilirubin, asam lemak,
logam, ion, hormon, dan obat-obatan.
• Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5-4,5 g/dl, dengan jumlah total 300-500 g
PENYEBAB HIPOALBUMIN
Malnutrisi protein, asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat dari defesiensi intake
protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma sel yang berpengaruh pada sintesis
albumin dalan sel hati.
Sintesis yang tidak efektif, pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis
albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal
ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati
Kehilangan protein ekstravaskular, kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik.
Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam. Kehilanan albumin juga dapat terjadi
pasien dengan luka bakar yang luas.
Hemodilusi, pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh mengakibatkan penurunan
kadar albumin walaupun sintesis albumin normal atau meningkat. Bisanya terjadi pada pasien
sirosis hepatis dengan ascites.
Inflamasi akut dan kronis, kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan akan menjadi
normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi terjadi
pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat resposn inflamasi pada stress fisiologis
(infeksi, bedah, trauma) mengakibatkan penurunan kadar albumin memlaui mekanisme:
(1) Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi ke ruang
ekstravaskular); (2) Peningkatan degradasi albumin; (3) Penurunan sintesis albumin
(TNF-α yang berperan dalam penuruanan trankripsi gen albumin).
ANEMIA
Normokom
• Cek retikulosit
• Jika meningkat, perdarahan akut/Hemolitik
• Jika menurun, terdapat defek di sumsum tulang ->
Normositer cek leukosit dan trombosit jika naik an.
Aplastik/leukimia. Jika menurun inf. Penyakit kronis
Hiperkrom
• Asam folat
• B12
Makrositer
ANALISIS MASALAH
Sesak sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS dan semakin memberat sejak 3 hari
SMRS. Sesak terus menerus, semakin memberat jika berbaring dan berkurang jika
posisi pasien miring kearah yang sakit atau dalam posisi duduk dan terdapat
keluhan nyeri dada. Hal ini sesuai dengan teori yaitu nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi
yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai
batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh
jumlah cairan efusi
batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna putih. Batuk terjadi
dikarenakan terjadi inflamasi di saluran pernafasan. Batuk di perlukan untuk
membuang produk –produk radang keluar.
perut kembung dan terasa nyeri. pasien mengeluhkan kaki bengkak sejak 2
minggu SMRS. Perut kembung dan kaki bengkak di karenakan hipoalbumin.
kulit kuning sejak 4 hari SMRS. Di karenakan fungsi hepar terganggu sehingga
pembentukan bilirubin terganggu.
Gejala klinis di atas diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang
didapatkan hasil: pemeriksaan mata tampak konjuntiva anemis dan tampak sklera
ikterik. Pemeriksaan dada di dapatkan vocal premitus melemah pada lapangan
paru kanan saat di palpasi, lapang paru kanan redup pada saat perkusi, suara nafas
vesikuler kanan melemah pada saat di auskultasi dan di dapatkan rhonki pada
kedua lapang paru, pemeriksaan abdomen di dapatkan shifting dullness (+) nyeri
tekan di regio lumbal dan hipocondriaca kanan, Undulasi (+), hepatomegali (+).
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah tampak edama dan pada pemeriksaan kulit
tampak ikterik.