Anda di halaman 1dari 41

ERUPSI OBAT

(Cutaneous Reaction to Drug)

PEMBIMBING : Prof.DR.dr. Irma D. Roesyanto,SpKK(K)


PENYAJI : dr. Leny Indriani Lubis
Komplikasi pemberian obat
penyebab utama Morbiditas

Angka kematian yang


signifikan pada penderita

• Reaksi obat dapat terbatas pada kulit→reaksi sistemik,seperti


sindroma hipersensitivitas obat atau Nekrolisis Epidermal
Toksik(NET).
• Erupsi obat adalah suatu penyakit yang jelas secara keseluruhan dan
harus di tangani sebagaimana penyakit kulit lainnya.
 Diagnosis yang tepat dari bentuk reaksi dapat membantu mengetahui
penyebab yang mungkin→obat yang berbeda umumnya reaksi berbeda.
• EPIDEMIOLOGI
• Boston Collaborative Drug Surveillance Program :
• prevalensi cutaneous adverse drug reactions (ADR) : 2,2 %
•  penyebab utama : antibiotik
• The Harvard Medical Practice Study : 14 % ADR di RS
• manifestasi pada kulit atau alergi

• ETIOLOGI
• Evaluasi penderita ADR  riwayat pengobatan terperinci,
termasuk penggunaan obat tanpa peresepan
• Obat yang dikonsumsi 6 minggu sebelumnya  penyebab
potensial sebagian besar erupsi kulit
• PATOGENESIS

• Faktor konstitusi :
•  variasi farmakogenetik enzym metabolisme obat
•  Human Leukocyte Antigen (HLA)
• Fenotip asetilator  lupus diinduksi obat yang
disebabkan hidralazin, prokainamid, dan isoniazid
• HLA-DR4  lupus diinduksi obat disebabkan hidralazin
• HLA  nevirapin, abakavir, karbamazepin, alopurinol.
• Berbagai obat yang dikaitkan→reaksi idiosinkrasi berat di
metabolisme oleh tubuh hingga membentuk produk obat yang
reaktif atau toksik.
• Produk yang reaktif ini hanya terdiri dari proporsi kecil
metabolit obat yang biasanya cepat →detoksifikasi.

• Penderita sindroma hipersensitivitas obat,sindrom
steven Jhonson (SSJ) dan TEN→ disebabkan antibiotik
sulfonamids dan anti konvulsan aromatic
(Karbamazepin,fenitoin,fenobarbital,primidon dan
okskarbazepin)→Sensitivitas pada pengukuran in vitro
terhadap metabolit oksidatif reaktif,dari obat-obat tersebut di
bandingkan dengan kontrol.
Faktor didapat(acquired)
• Infeksi virus aktif dan penggunaan obat lain berkaitan dengan
frekuensi→ erupsi obat.
• Interaksi dan reaksi→gabungan berbagai faktor antara
lain→perubahan dalam metabolisme
obat,detoksifikasi,pertahanan anti oksidan dan reaktivitas
sistem imun.
Faktor host→infeksi virus,usia tua dan keganasan.
PENDEKATAN MORFOLOGI ERUPSI OBAT
Morfologi erupsi obat dapat berupa:

Eksantematosa,urtikarial,bula Atau pustular

Morfologi reaksi dapat →Dapat ditegakkan diagnosis spesifik →Fixed


Drug Eruption (FDE) atau Acute Generalized Exanthematous Pustulosus
(AGEP)

Reaksi dapat muncul sebagai Sindroma→Reaksi menyerupai serum


sickness,atau Sindroma Hipersensitivitas.
• Erupsi Eksantematosa

• Disebut juga morbiliform atau makulopapular


• Paling banyak dijumpai  95 % dari reaksi kulit
• Eksantem sederhana tanpa bula atau pustul
• Berawal dari batang tubuh  ke perifer  simetris
• Pruritus (+)
• Terjadi 1 minggu setelah pengobatan,berakhir setelah
7-14 hari
• Diagnosis banding : eksantema viral, penyakit kolagen
vaskular, dan infeksi bakteria maupun riketsia
• Penyebab : penisilin, sulfonamid, nevirapin, anti
epilepsi
• Reaksi eksantematosa yang berkaitan dengan demam
dan keterlibatan organ dalam (hati,ginjal, susunan
saraf pusat)  Hypersensitivity Syndrome Reaction
(HSR)
• Penyebab : antikonvulsan aromatik, lamotrigin,
sulfonamid, dapson, nitrofurantoin, nevirapin,
minosiklin dan alopurinol
• Terjadi 1-6 minggu setelah paparan pertama
• Demam, malaise  gejala yang paling
• Keterlibatan organ  asimptomatik
• Defek proses detoksifikasi antikonvulsan, sulfonamid
 metabolit toksik  HSR
• Penderita HSR sulfonamid  hindari prokainamid,
dapson, dan
• asebutolol  potensi reaktivitas silang
• HSR dapat bersifat familial  perlu konseling
keluarga dan penelusuran resiko
• Erupsi Urtikarial

• Ditandai dengan adanya benjolan merah, pruritik, ukuran


bervariasi
• Lesi umumnya hilang dalam waktu kurang dari 24 jam
• Jika bagian dalam dermis dan subkutis juga terlibat  angioedema
• Angioedema : unilateral,tidak gatal  1-2 hingga 2-5 hari
• Reaksi hipersensitivitas yang diperantarai IgE

• Reaksi seperti serum sickness : demam, rash (umumnya urtikarial)


dan nyeri sendi  1-3 minggu setelah pengobatan
•  Perbedaan dengan serum sickness yang sebenarnya :
kompleks imun, hipokomplemenemia, vaskulitis dan lesi ginjal (-)

• Penyebab reaksi seperti serum sickness : sefaklor, sefprozil,


bupropion, minosiklin, rituximab, infilximab.
• Erupsi Pustular

• Erupsi akneiformis :
• Penyebab : iodida, bromida, glukokortikoid, isoniazid,
• androgen, litium, aktinomisin D, fenitoin
• Bersifat monomorf. Tidak dijumpai komedo
• Tidak terjadi pada usia pre pubertas  faktor
hormonal
• Jika penyebab tidak dapat dihentikan  tretinoin
topikal.
• Acute Generalized Exanthematous Pustulosis (AGEP) :
• Erupsi demam akut yang sering disertai leukositosis
• 1-3 minggu setelah pemberian obat  deskuamasi
2 minggu kemudian
• Lesi dimulai dari wajah atau lipatan kulit utama
• Penyebab : antibiotik ß laktam, makrolid,Ca-channel
blockers
• Penatalaksanaan : penghentianterapi,kortikosteroid.
• Erupsi Bulosa
• Pseudoporfiria :
• Kelainan fototoksik kulit
• Pseudoporfiria varian porfiria kutanea tarda :
kerapuhan kulit, bula dan skar dengan fotodistribusi 
kadar porfirin normal
• Pseudoporfiria menyerupai protoporfiria eritropoetik :
rasa terbakar, eritema, vesikulasi, skar ,penebalan kulit
seperti lilin
• Erupsi : 1 hari - 1 tahun setelah pengobatan
• Resiko skar permanen pada wajah  obat penyebab
harus dihentikan
• Dianjurkan penggunaan tabir surya dan pakaian
pelindung
• Penyakit linier Ig Ayang diinduksi obat :
•  Perbedaan dari bentuk idiopatik : lesi mukosa dan
konjungtiva lebih jarang dijumpai, remisi spontan
setelah penyebab dihentikan, deposit imun menghilang
setelah resolusi lesi.
• Pemfigus :
• Penyebab : penisilamin dan obat golongan thiol 
gambaran = pemfigus foliaseus
• Interval onset rata-rata selama setahun
• Berkaitan dengan antibodi anti nuklear  25 %
• Pemfigus diinduksi obat golongan nonthiol  gambaran
klinis, histologis, imunologis = pemfigus vulgaris
idiopatik
• Pengobatan : penghentian obat, gukokortikoid sistemik
• Pengamatan setelah remisi  memantau kadar
autoantibodi  deteksi relaps.
• Pemfigoid bulosa yang diinduksi obat
•  Perbedaan dengan bentuk idiopatik : umumnya
usia penderita lebih muda
• Eritema multiform mayor, SSJ, dan NET :
• Perbedaan  gambaran lesi kulit serta luas area yang dikenai
• Patogenesis ADR berat tidak diketahui, deteksi adanya proliferasi
sel T spesifik terhadap obat  sel T terlibat dalam erupsi berat

• Pengobatan eritema multiform, SSJ, dan NET : penghentian obat,


usaha suportif  perawatan luka, hidrasi dan dukungan nutrisi
• Kortikosteroid dalam SSJ dan NET  kontroversial.

• Imunoglobulin intravena (IVIg, 0,4-1 g/kgBB/hari selam 2-4 hari)


• Penderita yang pernah mengalami ADR berat tidak boleh terpapar
ulang/menjalani desensitisasi dengan obat penyebab tersebut.
• Fixed Drug Eruptions
• Makula soliter, eritematosa, merah terang maupun
gelap  plak edematosa; lesi bulosa
• Paling sering dijumpai pada genitalia dan perianal
• Terjadi mulai dari 30 menit hingga 8-16 jam setelah
pemberian obat
• Berakhir dalam beberapa hari – minggu 
hiperpigmentasi residual
• Pemberian kembali obat (rechallenge)  lesi pada
tempat yang sama,sering diikuti dengan lesi baru.
• Penyebab : lebih dari 100 obat  antara lain
ibuprofen, sulfonamid, naproksen, dan tetrasiklin
• Uji provokasi atau pemberian obat yang dicurigai
diagnosis
• Uji tempel pada lokasi lesi sebelumnya (+)  43 %
penderita.
Nekrosis Kulit yang Diinduksi Antikoagulan

• Terjadi 3-5 hari setelah pengobatan


• Penyebab : kumarin, heparin
• Predileksi : daerah yang banyak mengandung jaringan
adiposa  payudara, bokong dan pinggang
• Plak merah, terasa nyeri  bula, ulserasi, atau menjadi
daerah nekrotik.
• Insidensi : wanita 4x lebih besar, puncak pada dekade
ke-6 dan 7
• Pengobatan : penghentian kumarin, vitamin K, infus
heparin dalam dosis terapetik, fresh frozen plasma dan
konsentrat protein C
• Perawatan suportif  terapi utama
Patogenesis

• perkembangan paradoksikal trombus oklusif pada


pembuluh darah kulit dan subkutis yang disebabkan
hiperkoagulasi yang bersifat sementara (transient
hypercoagulable state)
• Ini disebabkan→ supresi antimkoagulan alamiah
Protein C pada tingkat yang lebih↑ dibandingkan supresi
faktor prokoagulan alami.
• Erupsi Likenoid yang Diiduksi Obat
• Perbedaan dengan liken planus idiopatik :
• melibatkan area yang luas pada batang tubuh
• umumnya membran mukosa dan kuku tidak terkena
• Penyebab : ß- blocker , penisilamin, inhibitor Angiotensin
Converting Enzyme (ACE)  t.u kaptopril
• Periode laten rata-rata :
• 2 bulan hingga 3 tahun  penisilamin
• 1 tahun  ß- blocker
• 3-6 bulan  inhibitor ACE
• Jika sebelumnya pernah terpapar dengan obat tersebut  periode
laten menjadi lebih singkat
• Resolusi : 2-4 bulan
• Pemberian kembali obat  reaktivasi gejala dalam 4-15 hari
• Pseodolimfoma Kulit yang Diinduksi Obat

• Pseudolimfoma : proses yang menyerupai limfoma


namun bersifat lebih jinak dan tidak memenuhi kriteria
untuk limfoma maligna.
• Pseudolimfoma diinduksi antikonvulsan  1 minggu - 2
tahun setelah paparan
• Gejala menghilang 7-14 hari setelah penghentian obat
• Erupsi : lesi tunggal, dapat pula berupa papul, plak,
nodul eritematosa  menyebar luas
• Demam, limfadenopati, hepatosplenomegali, dan
eosinofilia.
• Vaskulitis yang Diinduksi Obat
• Penyebab : propiltiourasil, hidralazin, alopurinol,
sefaklor, minosiklin, penisilamin, fenitoin, dan
isotretinoin
• Interval rata-rata timbulnya vaskulitis : 7-21 hari setelah
pengobatan
• Gambaran klinis khas : purpura yang dapat dipalpasi
(palpable purpura)  ekstremitas bawah
• Gejala lain : bula hemorhagik, ulkus, penyakit Raynaud,
dan nekrosis digital
• Dapat melibatkan organ dalam  mengancam
kehidupan
• Eosinofilia jaringan  indikator keterlibatan obat dalam
vaskulitis
• Pengobatan : penghentian obat, glukokortikoid sistemik
• Lupus yang Diinduksi Obat

• Gejala khas : keluhan muskuloskeletal, penurunan BB,
keterlibatan pleuropulmonar  kelainan kulit lupus
eritematosus (-)
• Kelainan serologik : antibodi anti nuklear (+) pola
homogen
• Perbedaan dengan lupus eritematosus idiopatik :anti ds
DNA (-), sedangkan anti ss DNA sering (+)
• Minosiklin  lupus yang diinduksi obat :
• terjadi setelah 2 tahun pengobatan
• Gejala: poliartritis simetris, livedo retikularis, nodul yang
nyeri pada tungkai bawah
• Antibodi antihiston terkadang (+)
• Berkaitan dengan HLA-DR4 atau HLA-DR2

• Lupus eritematosus kulit sub akut yang diinduksi obat :
• lesi kulit papuloskuamosa atau anular, umumnya
fotosensitif
• keterlibatan sistemik ringan maupun (-)
• Antibodi anti Ro (+)
• Penyebab : tiazid, Calcium channel blockers, dan
inhibitor ACE
• DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

• Obat sebagai penyebab harus dipertimbangkan dalam


diagnosis banding  t.u jika gambaran atau perjalanan
penyakit kulit tidak khas
• Beratnya keterlibatan sistemik tidak tercermin dari
manifestasi kulit  perlu pemeriksaan fisik lengkap dan
laboratorium
• Tidak ada gold standard untuk konfirmasi obat
penyebab  diagnosis dan perkiraan penyebab
meliputi analisis :
• waktu paparan obat dan timbulnya reaksi
• perjalanan reaksi setelah penghentian obat atau
pemberian lanjutan
• waktu dan bentuk klinis erupsi rekurens pada
pemberian ulang
• riwayat respon yang sama terhadap obat-obat dengan
reaksi silang
• laporan sebelumnya mengenai reaksi yang sama
terhadap obat yang sama
• Erupsi obat tidak selamanya bergantung dengan dosis
• Reaksi yang berpotensi mengancam kehidupan 
penghentian obat segera, disertai penghentian seluruh
obat lainnya yang dapat memperlambat eliminasi dari
obat yang diduga sebagai penyebab
• Pada kasus berat : prednison 1-2 mg/kgBB/hari 
kecuali pada penderita SSJ dan NET
• Antihistamin, kortikosteroid topikal  mengurangi
gejala
• Penderita yang pernah mengalami reaksi serius 
pemberian obat kembali (rechallenge) tidak boleh
dilakukan.
• PENCEGAHAN

• Penderita dengan hipersensitivitas dan reaksi berat 


pemakaian gelang MedicAlert, peringatan pada
catatan medis penderita
• Faktor host berperan penting dalam sejumlah reaksi.
• Beberapa erupsi obat bersifat diturunkan  kerabat
derajat pertama memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami reaksi terhadap obat yang sama maupun
reaksi silang.
• Hal ini penting dalam kasus SSJ,NET, dan Sindroma
hipersensitivitas obat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai