Anda di halaman 1dari 32

Anatomi dan Fisiologi Hidung

dan Sinus Paranasal


Wayan Ferly Aryana, S.Ked
1118011139

Pembimbing
Dr. Nanang Suhana, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA,


HIDUNG, TENGGOROKAN, KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
Anatomi hidung

 Hidung Luar
 Hidung Dalam
Anatomi Hidung
Hidung luar dari atas ke bawah:
 Hidung luar disusun dari

Kerangka tulang terdiri dari:


 1) tulang hidung (os nasal)
 2) prosesus frontalis os maksila
 3) prosesus nasalis os frontal;

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri


 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior
 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
 3) anterior kartilago septum.
Anatomy
Hidung dalam

 Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka


superior, konka media, dan konka inferior.

 Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus


inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus
superior.
 Kavum nasi terdiri dari:
 Dasar hidung
 dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.
 Atap hidung
 terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os
nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan
korpus os sphenoid.
 Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa
yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang
berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan
menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
kranial konka superior.
 Meatus superior
Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid
terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.

 Meatus media
Di balik bagian anterior konka media, pada dinding lateral terdapat
celah yang berbentuk bulan sabitinfundibulum.
muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid
 Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai
muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril.

 Koana  pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring


 Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os
sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.
 Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri
atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid.

 Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya,


yang berbentuk piramid yang irregular
Perdarahan
 Bagian atas hidung  a. etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna.
 Bagian bawah rongga hidung cabang a. maksilaris interna, di
antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina
yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media.
 Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang –
cabang a.fasialis.
 Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang
a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan
a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).
 Pleksus Kiesselbach sumber epistaksis terutama pada anak.
Persyarafan

 Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris


dari n.etmoidalis anterior, cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V-1).
 Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari
n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis
mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior konka media.
 Nervus olfaktorius : saraf ini turun dari lamina kribrosa dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada
sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah
sepertiga atas hidung.
Anatomi SinusParanasal
• Terletak di tulang maksila kanan dan kiri
• Atap : dasar orbita
• Dinding medial sinus = Dinding lateral rongga hidung
• Dasar sinus berbatasan dengan akar gigi geraham atas
• Ostium di meatus nasi medius

Sinus Maksila (SM)


19
Sinus (sel) Etmoid (SE)
• Terdiri banyak sel di dalam
tulang etmod, dibagi : grup
anterior dan grup posterior
• Grup anterior drainase ke
meatus nasi medius di
SE SE KOM, Grup posterior ke
meatus nasi superior
SS • Atap berbatasan dengan
SS
fosa kranii anterior, dinding
lateral: lamina papirasea
(dinding medial orbita)

20
Sinus Frontal
(SF) SF
 Pada os frontal (tulang
dahi)
SF
 Sepasang, kanan dan kiri
 Ke atas dan belakang
berbatasan dengan fosa
kranii anterior
 Ke bawah berbatasan
dengan rongga orbita
 Ostium di meatus nasi
medius (di KOM)

21
Sinus Sfenoid
 Di tulang sfenoid,
kanan dan kiri
 Ke atas berbatasan
dengan hipofise
 Ke lateral berbatasan
dengan fosa kranii
medius
 Ke bawah
SS
SSS
berbatasan dengan
nsofaring

22
Kompleks Osteomeatal

 Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid


anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung.

 Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas


yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea.
Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus
unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid,
agger nasi dan ressus frontal
FISIOLOGI HIDUNG
 1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
mekanisme imunologik lokal;
 2) Fungsi Penghiduadanya mukosa olfaktorius pada
atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga
bagian atas septum.
 3) Fungsi fonetik  berguna untuk resonansi suara,
membantu proses berbicara dan mencegah hantaran
suara sendiri melalui konduksi tulang;
 4) Fungsi statistik dan mekanik  meringankan beban
kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas;
 5) Refleks nasal. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti.
Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung, dan pankreas
Transportasi Mukosiliar

 mekanisme mukosa hidung untuk


membersihkan dirinya dengan cara
mengangkut partikel-partikel asing yang
terperangkap pada palut lender ke arah
nasofaring.
 Merupakan fungsi pertahanan local pada
mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut
juga clearance mucosiliar atau sistem
pembersih mukosiliar
 Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang
bekerja simultan, yaitu gerakan silia dan palut
lendir.
 Ujung silia sepenuhnya masuk menembus
gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior
bersama dengan materi asing yang terperangkap di
dalamnya ke arah nasofaring.
 Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim
(muramidase), dimana enzim ini dapat merusak
bakteri. Enzim tersebut sangat mirip dengan
immunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah
beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi
sel. Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga
ditemukan pada sekret hidung
 Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan
masuk menembus gumpalan mukus kemudian
menggerakkannya ke arah posterior bersama
materi asing yang terperangkap ke arah faring.
SINUS PARANASAL
 Arti fisiologinya belum jelas, banyak hipotesa
tentang fungsi sinus paranasal.
 Aspek yang paling penting, karena cikal bakal
sinus sama dengan hidung dan indra penciuman.
 Hubungan sinus dengan penyakit hidung sangat
erat.
 Fungsi sinus paranasal
 Pengaturan suhu udara
 Resonansi vocal
 Organ vestigial olfactory
 Insulator panas
 Pembentukan sekunder dari penyesuaian pertumbuhan
tulang
 Pengganti tulang yg tidak berfungsi
 Membantu keseimbangan kepala
 Fungsi mukosa sinus
Dilakukan oleh propulsi silia yang ada di dalam sinus

Anda mungkin juga menyukai