Anda di halaman 1dari 30

Konsep kebutuhan rasa

aman dan nyaman


Oleh
Ns. Ika Cahyaningrum,S.Kep,.M.Kep
Materi Pembelajaran
 Kehilangan dan berduka
 Penyakit kronis
 Penyakit terminal
 Kecemasan
 Konsep kebutuhan memiliki dan dimiliki =
(Tugas)
 Konsep kebutuhan harga diri : konsep diri =
(Tugas)
 Konsep kebutuhan aktualisasi diri = (Tugas)
Kehilangan (Loss) dan
berduka (Grief)
 Kehilangan adalah suatu keadaan ketika
individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian
atau keseluruhan (Riyadi dan Purwanto,
2009).
 menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011)
disebut sebagai proses berduka, yang
merupakan suatu proses psikologis dan
emosional yang dapat diekspresikan secara
internal maupun eksternal setelah kehilangan
Tahapan Berduka (Kubler-Ross
(1969) (dalam Moyle & Hogan,
2006).
1. Fase pengingkaran (Denial)
 Perasaan tidak percaya, syok, biasanya
ditandai dengan menangis, gelisah,
lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak
seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan
dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan.
 Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada
saya!” umumnya dilontarkan klien;
2. Fase kemarahan (Anger)
 Perasaan marah dapat diproyeksikan pada
orang atau benda yang ditandai dengan
muka merah, suara keras, tangan mengepal,
nadi cepat, gelisah, dan perilaku agresif.
Individu mempertahankan kehilangan dan
mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang
dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini individu
akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah.
 Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan;
3. Fase tawar menawar (Bargaining)
 Individu mampu mengungkapkan rasa
marah akan kehilangan, ia akan
mengekspresikan rasa bersalah, takut
dan rasa berdosa. Individu berupaya
untuk membuat perjanjian dengan cara
yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan.
 Pada tahap ini, individu sering kali
mencari pendapat orang lain.
 Peran perawat pada tahap ini adalah
diam, mendengarkan, dan memberikan
sentuhan terapeutik;
4. Fase depresi (Depression)
 Fase ini terjadi ketika kehilangan disadari
dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Individu menunjukan
sikap menarikdiri, tidak mau bicara, putus
asa. Perilaku yang muncul seperti
menolak makan, susah tidur, dan
dorongan libido menurun.
 Peran perawat pada fase ini tetap
mendampingi individu dan tidak
meninggalkannya sendirian;
5. Fase penerimaan (Acceptance)
 Fase ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan, pikiran yang
berpusat pada objek kehilangan mulai
berkurang. Peran perawat pada tahap ini
menemani klien bila mungkin, bicara
dengan pasien, dan menanyakan apa
yang dibutuhkan klien.
Tanda dan Gejala Berduka
(Buglass, 2010),
1. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan,
rasa bersalah, kecemasan, menyalahkan diri
sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan;
2. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas
terhadap suara dan cahaya, mulut kering,
kelemahan;
3. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan,
kebingungan, mudah lupa, tidak sabar,
ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi,ketidaktegasan;
4. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur,
penurunan nafsu makan, penarikan sosial, mimpi
buruk, hiperaktif, menangis.
Akibat Berduka
 Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara
yang sangat berbeda. Tanpa melihat tingkat
keparahannya, tidak ada respon yang bisa dikatakan
maladaptif pada saat menghadapi peristiwa kehilangan
akut.
 Apabila proses berduka yang dialami individu bersifat
maladaptif, maka akan menimbulkan respon detrimental
(cenderung merusak) yang berkelanjutan dan berlangsung
lama (Carpenito, 2006).

 Proses berduka yang maladaptif tersebut akan


menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat
munculnya emosi negatif dalam diri individu. Dampak
yang muncul diantaranya perasaan ketidakberdayaan,
harga diri rendah, hingga isolasi sosial.
PENYAKIT KRONIK
 Penyakit Kronik mengacu pada gangguan
kesehatan yang tidak bisa disembuhkan
dengan tindakan bedah sederhana atau
terapi medis jangka pendek.
 Seseorang idkatakn menderita penyakit kronis
apabila ditemukan satu atau lebih keadaan
berikut pada saat didiagnosa atau dalam
masa perjalan penyakit: keterbatan fungsi,
kecatatan, ketergantungan terhadap obat-
obatan, menggunakan diet dan / teknologi
khusus.
 Penyakit
krinik merupakan suatu kondisi
yang mempengaruhi fungsi keseharian
selama > 3 bulan dalam 1 tahun
Dampak yang dapat ditimbulkan dari
penyakit kronik terhadap klien diantaranya
(Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
 Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam
perubahan perilaku, yaitu :
1) Klien menjadi pasif
2) Tergantung
3) Kekanak-kanakan
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
 Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang
ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan
penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan
keadaan penyakitnya.
Misalnya pasien penderita DM : Dampak ini
akan mempengaruhi hubungan sosial
sehingga hubungan social dapat terganggu
baik secara total maupun sebagian
Respon Klien Terhadap
Penyakit Kronik (Purwaningsih
dan kartina, 2009)
 Kehilangan kesehatan
 Kehilangan kemandirian
 Kehilangan situasi
 Kehilangan rasa nyaman
 Kehilangan fungsi fisik
 Kehilangan fungsi mental
 Kehilangan konsep diri
 Kehilangan peran dalam kelompok dan
keluarga
 Klien menarik diri dari lingkungan
PENYAKIT TERMINAL
Penyakit terminal adalah suatu penyakit
yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan.
Tahap-tahap Menjelang Ajal
1. Menolak (Denial)
2. Marah (Anger)
3. Menawar (Bargaining)
4. Kemurungan (Depresi)
5. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Perawatan Paliatif
 Paliativeberasal dari bahasa latin “
palllium” yang artinya menutupi atau
menyembunyikan. Perawatan paliatif
ditujukan untuk menutupi atau
menyembunyikan keluhan pasien dan
memberikan kenyamanan ketika tujuan
penatalksanaan tidak mungkin
disembuhkan (Muckaden, 2011)
Tujuan perawatan paliatif

Melindungi dan memperbaiki atau


mengatasi keluhan dan memaksimalkan
kualitas hidup pasien , dan dukungan pada
anggota keluarganya
KECEMASAN
 Respon indivudu terhadap suatu
keadaan yang tidak menyenangkan dan
dialami oleh semua makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hati (Herdman, 2010)
 Kecemasan sebagai respon dari
ancaman yang tidak diketahui, samar-
samar, internal, dan konfliktual (saddock,
2007)
Tingkat Kecemasan (Stuart,
2006)
 Ringan‘
 Sedang
 Berat
 Panik
Kecemasan Ringan
 Berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari
 Menyebabkan individu menjadi waspada
dan meningkatkan lapang persepsinya
 Ansietasi ini memotivasi belajar dan
menhasilkan pertumbuhan serta
krestivitas.
Ansietas Sedang
 Memungkinkan individu untuk fokus pada
hal yang penting dan mengesampingkan
hal lain.
 Mempersempit lapang persepsi
 Individu mengalami perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
Ansietas berat
 Sangat mengurangi lapang persepsi
individu
 Cenderung berfokus pada sesuatu yang
rinci dan spesifik serta tidak berpikir pada
hal lain
 Perlu banyak arahan untuk fokus pada
area lain
Panik
 Berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror.
 Individu tidak mempu melakukan sesuatu
meskipun dengan arahan karena kehilangan
kendali.
 Mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunkan kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional.
Instrumen untuk mengkaji tingkat
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
 Buglass, E. (2010). Grief and bereavement theories.
Nursing Standard. Vol.24, No.41, 44-47.
 Moyle, W.P., & Hogan, N.S. (2006). Grief theories
and models applications to hospice nursing
practice. Journal Of Hospice And Palliative
Nursing. Vol.10, No.6.
 Puri, B.K., P.J. Laking, & I.H. Treasaden. (2011). Buku
Ajar Psikiatri.Edisi 2. Diterjemahkan oleh: W. M.
Roan dan Huriawati Hartanto. Jakarta; EGC
 Riyadi, S & Teguh, P. (2009). Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta; GRAHA ILMU
 Videbeck, S.I. (2001). Psychiatric mental health
nursing. Philadelphia: Lippincott.

Anda mungkin juga menyukai