Anda di halaman 1dari 21

Medical Emergency

Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam


RSUD JOMBANG
Dr AGATHA MAHARANI SpPD
Emergency Medicine

 Cardiopulmonary  Endocreen & Metabolic


 Chest pain  Diabetic coma
 Pulmonary Edema  Thyroid storm
 Cyanosis & Hypoxia  Hypocalcemia etc
 etc.  Naphrology
 Abdominal  Acute renal failure
 Abdominal Pain  Water Overload
 Acute diarrhea  etc.
 Gastrointestinal bleeding
 etc.  Other emergency
 Nervous System  Poisoning
 Syncope  Hypothermia
 Stroke  Bleeding disorders
 Seizures  etc
 Etc.
Syok
 Definisi: Suatu sindroma yang ditandai kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi dan fungsi seluler.
 Macam / Etiologi:
 Syok hipovolemik (perdarahan, GE + Dehidrasi, peritonitis, pankreatitis dsb.)
 Syok kardiogenik (CHF, CHD, Myocardiopathy dll.)
 Syok obstruksi vascular (Emboli paru masif,”Tension Pneumothorax”, dsb)
 Syok distributif (Anafilaksis, Sepsis, Neurogenik, Addison dsb).
 Komplikasi:
 Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
 “ARDS”
 Gagal Ginjal Akut
PENATALAKSANAAN
Tujuan Penatalaksanaan Syok
1. Pengenalan/diagnosis yang cepat dan tepat keadaan syok.
2. Koreksi kelainan awal sesuai diagnosis
3. Koreksi akibat lanjutan / komplikasi syok
4. Mempertahankan fungsi organ vital
5. Identifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang memperberat
A. Perawatan Umum
 Pasang infus D5%, NS atau RL.
 Lab: BJ plasma, Hb, gula darah, BUN, Kreatinin serum, analisa gas darah, elektrolit dan golongan
darah (reaksi silang)
 Pasang CVP  test beban cairan Hukum 2-5
 Bila CVP < 5 Cm H2O lakukan tes beban cairan dengan kecepatan 100 ml/10 menit 
sangat mungkin syok hipovolemik
 CVP tetap / meningkat <2 cm H2O  diulang(100 cc/10 menit)
 CVP meningkat 2-5 cm H2O tunggu 10 menit, ukur ulang
 CVP meningkat > 5 cm H2O  test beban cairan dihentikan
 Bila CVP >15 cm H20  kelebihan cairan, sangat mungkin syok kardiogenik
 Periksa EKG, pasang monitor jantung
 Pasang kateter Foley, ukur produksi urin setiap jam (n > 20 ml/jam)
 Berikan 02 lewat kateter hidung bila syok berat
B. PERAWATAN KHUSUS
1. Syok Hipovolemik
 Posisi penderita datar / ”trendelenberg”
 “Fluid replacement” dengan RL atau PZ tetesan cepat sesuai dengan perkiraan
kehilangan cairan (derajat dehidrasi, BJ plasma, jumlah pendarahan) atau sampai
perfusi jaringan perifer membaik.
 “Fluid replacement”: 2-4 x jumlah darah yang hilang
 Bila tekanan darah tetap belum membaik setelah resusitasi cairan,  koloid
(Haemacel / Dextran 40) tetesan cepat (Max. 1 l/24 jam)
 Perdarahan akut > 20%  transfusi
 Syok hipovolemik bukan karena perdarahan: cairan kristaloid sesuai perkiraan
defisit cairan / BJ plasma.
 Defisit cairan = BJ plasma - 1,025 x BB x 4 ml 0.001
II. Syok Septik
 Observasi TD, t ax./rect., ECG, produksi urin, analisa gas darah berkala.
 Biakan kuman dan tes kepekaan antibiotika (darah, urin, ujung kateter, infus, sputum, luka operasi dan tempat lain
yang diduga sebagai sumber infeksi)
 Tes faal hemostasis (termasuk tes untuk DIC)
 Pertahankan CVP antara 10 -12 cm H2O
 Antibiotika kombinasi intravena sesuai dengan peta kuman/sensitivitas antibiotika
 Gentamycin 60-80 mg/8 jam atau derivatnya (Amikin 250-500 mg/12 jam, Dibekacin 50-100 mg/12 jam) +
Ampicillin-Cloxacillin 1-2 gram/3-6 jam
 Gentamycin + Cephalosporin 1-2 gram setiap 6-12 jam
 Lincomycin 600 mg/8-12 jam + Gentamycin atau Cefalosporin
 Metronidazol 500-1000 mg setiap 8-12 jam + Gentarnycin + Cefalosporin / Ampicilin
(Gangguan faal ginjal  gentamycin diganti cefotaxim 3-6 gram sehari)
 Bila tekanan darah tidak dapat meningkat, dapat diberikana Vasopressor:
 Dopamin: 2-5 g/kg BB/menit, ditingkatkan sampai tekanan darah yang dikehendaki. (Dosis maksimal 20
mgfkg/menit).
 Isoprenalin (0,2 - 2 mg/1-10 ampul dalam 500 ml D 5%) 1-10 mcg permenit
 Pemberian obat vasodilator atau “alpha blocker” dapat dipertimbangkan bila TD tetap tidak meningkat dengan
terapi diatas
 Chlopromazin 2-5 mg iv, diulang tiap 1-4 jam sampai tampak reaksi dan tekanan darah
 Phenoxybenzamin 1 mg/kg BB dalam 500 cc D5% selama 1 jam
 Masih dipertentangkan, pemberian steroid dalain dosis tinggi jangka pendek.
 Perbaiki gangguan faal hemostasis.
 Tindakan bedah pada luka-luka yang diduga menjadi sumber infeksi.
III. Syok Kardiogenik
 Pasang kateter CVP, bila ada kateter Swan-Ganz
 Pertahankan CVP sekitar 10-15 cm H2O
 Cari penyebab syok, bila mungkin terapi kausal
 Konsultasi ke bagian cardiologi
IV. Penatalaksanaan Syok Anafilasis
 Hentikan pemberian obat penyebab anafllaksis.
 Upayakan segera mendapat bantuan tenaga
 Penderita tidurkan terlentang dengan kaki lebih tinggi, bebaskan jalan nafas, periksa orofaring bila ada
gigi palsu, segera dilepas.
 Berikan adrenalin lar. 1:1000, 0.2 - 0.5 ml subkutan
 Berikan oksigen: menggunakan ‘oxygen mask’, flow 4-6 L/min
 Pasang infus dengan larutan ‘Ringer Laktat’ atau PZ
o Bila tekanan darah tak terukur: digrojok (20 mI/Kg BB)
o Bila tekanan darah sistole < 100 mmHg  500 ml dalam 1/2 jam
o Bila tekanan darah sistole> 100 mmHg  500 ml dalam 1 jam
o Bila tekanan darah tak terukur atau sistole < 100 mmHg:
 adrenalin (1: 1000) 1 ml diencerkan dengan PZ 9 ml: 2-3 ml iv perlahan.
dapat diulang setelah 10 menit.
o setelah infus terpasang langsung diberikan:
 diphenhydramin 60 - 80 mg/iv
 hidrokortison 200 mg/iv
 Bila gagal memasang infus berikan adrenalin I : 1000, 0.2 - 0.5 ml intra muskuler
 Bila terdapat wheezing berikan: aminophylin I amp (240 mg)/iv perlahan-lahan dalam 20 menit
 Bila sampai tahap ini infus belum dapat terpasang tekanan darah tetap rendah atau tak terukur
upayakan untuk segera dipindahkan ke ICU
 Bila tekanan darah dapat normal dan keadaan klinis penderita membaik perlu dilakukan observasi
tanda-tanda vital secara ketat selania 6 jam berturut-berturut, setelah itu dapat dilakukan berkala tiap
2 jam bila keadaan tetap stabil baik.
 Perhatian: Sisa obat dalam ampul atau semprit/ataupun sempritnyajangan dibuang.
HEMATEMESIS MELENA
PERAWATAN UMUM
 Resusitasi.
 riwayat perdarahan < 500 ml, cukup observasi, kalau perlu infuse cairan Ringer laktat, dextrose 5 %
atau PZ;
 perdarahan antara 500 – 1000 ml, segera pasang infuse setelah diambil darah untuk pemeriksaan
laboraturium dan reaksi silang, kalau perlu mintakan darah (bila Hb < 9 gram % pada pemeriksaan
berulang);
 perdarahan lebih dari 1 liter, segera infuse dan mintakan darah biasa (whole blood), tak perlu fresh
meskipun Hb masih diatas 9 gram %; permintaan darah selanjutnya cukup sel darah merah yang
didapatkan (Packed Red Cell atau PRC) bila tidak jelas ada gangguan faal hemostasis;
 bila penderita presyok/syok, segera pasang 2 infus pada tempat yang berlainan, cairan kristaloid
diberikan dengan tetesan cepat (grojog atau guyur), pada jam pertama dapat diberikan 1 – 2 liter bila
syok berat; dapat ditambah cairan koloid (Haemaccel atau Dextran) bila tekanan darah tidak
meningkat setelah 1 – 2 jam, asal jangan melebihi 1 liter dalam 24 jam;
 jangan lupa memberi O2 lewat kateter nasal, bila tampak tanda-tanda syok berat dengan sianosis
HEMATEMESIS MELENA 2
 Pasang Naso-gastric tube (NG-tube) bila keadaan umum penderita tampak lebih
baik, untuk aspirasi dan lavas lambung dengan air es (Gastric cooling atau GC) bila
terdapat darah dalam aspirat lambung, setiap 2, 4 atau 6 jam kalau perlu.
 Sterilisasi usus : dilakukan dengan pemberian tab. Neomycin atau kps. Kanamycin 4 x
2, ditambah laktulosa 4 x 30 ml, diberikan pada setiap akhir GC.
 Hemostatika : vitamin K diberikan intravena 4 x 1 ampul. Bila ada gangguan faal
hemostasis dapat dimintakan tranfusi plasma segar (fresh plasma = TP) atau plasma
segar yang dibekukan (fresh frozen plasma = FFP).
 Antasida : dapat diberikan 1 sendok makan setiap 2, 4 atau 6 jam, atau drip
intragastrik bila perlu; dicampur bersama-sama dengan obat sterilisasi usus pada
setiap akhir GC.
 Cimetidine : dapat diberikan intravena maupun oral 200 mg setiap 6 jam.
 Klisma tinggi atau Lavement, dilakukan setiap 12 jam.
HEMATEMESIS MELENA 2
PERAWATAN KHUSUS
 Lavas air es + vasopresor intragastrik
 Indikasi : perdarahan minimal yang terus terjadi,
 EKG ada kelainan/usia diatas 70 tahun,
 Perdarahan non-varises/varises.
 Cara : bila lavas air es gagal menghentikan perdarahan dalam waktu tertentu (6 – 12 jam), dapat dicoba pemberian 1 – 2 ampul
Noradrenalin atau 1 – 2 ml Aramine yang diencerkan dengan 50 ml air es, dimasukkan ke dalam lambung pada setiap akhir lavas.
 Vasopressine
 Indikasi : perdarahan minimal/massif yang terus (+),
 EKG normal/usia dibawah 70 tahun,
 Perdarahan non-vatises/varises.
 Cara : 10 menit Pitressin atau Pituitary gland dilarutkan ke dalam 100 ml Dextrose 5 %, dikocok rata dan diberikan secara intravena dalam
waktu 20 menit tepat; dapat diulang setiap 6 jam sampai perdarahan berhenti; selama tetesan vasopressin dilakukan lavas lambung, juga 1
jam sesudah selesai tetesan.
 Sebelum pemberian vasopressine, penderita harus diperiksa EKG dulu.
 SB tube
 Indikasi. - perdarahan massif dari varises esophagus,
- EKG abnormal/usia di atas 70 tahun.
 Cara : kedua balon ditest dulu bocor atau tidak, kemudian keduanya dikempeskan, dan seluruh pipa dimasukkan ke dalam lambung lewat
lubang hidung. Setelah berada dalam lambung, balon lambung dikembangkan dulu, baru kemudian balon esophagus. Selama balon
esophagus dikembangkan penderita tidak boleh makan dan minum. SB tube baru boleh dilepas, setelah pengempesan balon selama 24
jam, tidak terjadi perdarahan ulang.
 Bila terjadi kegagalan dengan salah satu cara pengobatan di atas, dapat segera dipilih kedua cara pengobatan yang lain yang paling mendekati
indikasi sesuai dengan protocol TRISULA
KERACUNAN OBAT
INDIKASI MASUK
Setiap keracunan akut bahan kimia/obat, yang dapat atau diperkirakan dapat
menimbulkan kerusakan pada salah satu organ tubuh atau lebih. (Dapat dilakukan
observasi sampai 24 jam).

PROTOKOL PERAWATAN
1. PERAWATAN UMUM
a. Resusitasi (ABC)
 A (airway = jalan napas), jalan napas harus bebas dari sumbatan (bahan muntahan,
darah, lender, pangkal lidah, gigi palsu dll.).
 B (breathing = pernapasan), penderita harus dapat bernapas dengan baik, (bila perlu
dengan bantuan Ambubag, respirator)
 C (circulation = peredaran darah), tensi dan nadi penderita tetap terjaga baik,
bilamana perlu pasang infuse kristaloid; bila hipotensi tetap bertahan, dapat
ditambahkan koloid (Haemaccel).
b. Eliminasi:
 Emesis, merangsang penderita supaya muntah (penderita yang masih sadar).
 Katarsis, dengan pemberian laksans MgSO4, bila diduga racun telah sampai di
usus halus/besar.
 Kumbah lambung (K.L.) pada penderita yang kesadarannya mulai menurun
atau tidak kooperatif; dilakukan dengan ‘NG tube’; (cairan yang dipakai untuk
KL dicatat)
 Diuresis paksa (forced diuresis = FD), pada dugaan racun telah berada dalam
darah dan dapat dikeluarkan melalui ginjal; duiresis paksa ada 2 macam :
 diuresis paksa alkali (FDA),
 diuresis paksa netral (FDN).
 Hemo / peritoneal dialisis, terutama pada keracunan bahan-bahan yang dapat
didialisis.
 Emesis, katarsis dan KL tidak boleh dikerjakan bila :
 keracunan lebih dari 6 jam,
 keracunan bahan korosif,
 keracunan minyak tanah/bensin,
 Penderita koma derajat sedang sampai berat (tk. III-V).
Catatan: Pada dua yang terakhir ini, KL dapat dikerjakan dengan bantuan pipa
endotrakheal berbalon.

 “ Supportive “
Dikerjakan dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, elektrolit, asam-
basa, dan kalori.

 Antidotum:
Diberikan bila ada (mis: atropin sulfat  keracunan insektisida fosfat organik,
atau nalorphine  keracunan morphine).
2. PERAWATAN KHUSUS
1. Keracunan Insektisida fosfat organic (IFO)
– Hisap lendir, oksigenisasi, Infus Dextrose 5% (ABC).
– KL seefektif mungkin, katarsis, keramas rambut dengan sabun, juga
mandikan seluruh tubuh dengan sabun, ganti pakaian baru yang bersih.
– Antidotum: Sulfas atropine 2,5 mg bolus intravena, diteruskan ½ - 1 mg
setiap 5-10-15menit (tergantung beratnya keracunan) dengan monitor
pupil penderita sampai tercapai atropinisasi (mulut kering, muka merah,
pupil midriasis, jantung berdebar-debar, suhu tubuh meningkat, penderita
gelisah) kemudian dijarangkan, untuk dosis pemeliharaan (maintenance) :
½ - 1 mg setiap 1-2-4 atau 6 jam tergantung bentuk dan refleks pupil
penderita. Pemberian S.A. dihemtikan minimal setelah 2 x 24 jam.
– Konsultasi dengan Psikiater sebelum memulangkan penderita.
2. Keracunan sedative-hipnotika, analgetika.
 Penderita sadar: emesis, karbon aktif (norit) dan laksans.
Bila pasti dosis rendah  langsung pulang. Bila ragu-ragu  observasi selama 6 – 24
jam.
 Koma derajat I – II : KL dengan NG tube tanpa endotrakheal, diuresis paksa selama 12
jam.

Diuresis Paksa Netral :


 1 ampul kalsium glukonas intravena,
 infuse Dextrose 5 % + 10 ml KCL 15 % (untuk setiap 500 ml), diberikan dengan
kecepatan 3 liter dalam 12 jam,
 furosemide 1 ampul (40 mg) i.v. setiap 6 jam,
diuresis paksa alkali.:(untuk keracunan salisilat dan fenobarbital),
Protokol seperti tsb. Diatas ditambah 10 mEq Na-bikarbonat untuk setiap 500 ml D-5
% (= ¼ ampul Meylon),
Bila perlu diuresis paksa dapat diulang setiap 12 jam sampai penderita sadar.
 Koma derajat III -V : KL dengan pipa endotrakheal berbalon, selanjutnya duiresis paksa
netral/alkali, atau dialysis, tergantung jenis serta dosis obat yang diminum penderita.
 Bila koma berlangsung dalam jangka lama, lakukan terapi “supportive” untuk
mempertahankan alat-alat vital tubuh, sementara menunggu eliminasi seluruh obat,
hasil metabolic, maupun efeknya dari tubuh penderita.
 Bila timbul gejala-gejala ekstrapiramidal (akibat largactyl, stemetil, plasil dsb.) dapat
diberikan diphenhydramin (Delladryl) 50 – 100 mg intravena.
 Pada penderita yang gelisah/konvulsi, dapat diberi Valium 5 – 10 mg atau Luminal 50
– 100 mg intravena.

3. Keracunan pestisida lain (DDT, endrin, racun tikus dan lain-lain).


 Infus Dextrose 5 %, O2 kalau perlu.
 Emesis, katarsis, KL bila penderita sadar / apatis / somnolence.
 Valium 5 – 10 mg bila penderita gelisah / konvulsi.
 Terapi “supportive” samapi efek racun menghilang.
 Furosemide 40 mg i.v. bila terdapat tanda-tanda penurunan diuresis (terutama pada
keracunan fosfid/racun tikus).
Keracunan bahan korosif (air acu, asam keras, soda kaustik dan lain-lain).
 Jangan lakukan emesis, katarsis, maupun KL.
 minum air / susu sebanyak mungkin untuk mengencerkan bahan tersebut. Pengenceran terus
dilakukan walaupun penderita muntah-muntah.
 Infus Dextrose 5 %, kalau perlu dengan cairan koloid atau transfuse darah bila terdpat tanda-tanda
perdarahan (hematemesis melena) atau syok.
 Tindakan selanjutnya tergantung bahan yang diminum :
 Glucocoticoids (kontroversi) diberikan secara intravena selama 4 hari pertama (methyl-prednisolone 1-
2mg/kg BB), kemudian dosis dapat diturunkan, dan diberikan p.o. bila penderita sudah diperbolehkan
makan sampai minimal 2 minggu. Tidak berguna pada keracunan asam.
 Antibiotika spektrum luas, untuk mencegah efeksi sekunder yang dapat mempengaruhi penyembuhan
luka; dimulai dengan intravena, selanjutnya dapat per oral.
 Endoskopi paling baik dikerjakan antara 12-24 jam setelah keracunan.
 Bila lesi ringan, diit oral dapat segera dimulai, dan pemberian steroid/antibiotika dapat dipercepat.
 Bila lesi cukup luas, masukkan NG tube dengan tuntunan endoskop ke dalam lambung, selanjutnya pemberian
makanan dilakukan lewat NG tube.
 Pada lesi yang sangat luas/sirkuler, pemasangan NG tube sebaiknya dihindari, penderita dipuasakan, dan
semua obat/makanan diberikan secara parenteral, sampai terjadi penyembuhan luka pada saluran makanan.
 Keracunan basa/asam lemah (Lysol, Creoline dan lain-lain).
 Pada konsentrasi yang pekat dapat dianggap bahan korosif
ringan, karena itu penderita disuruh minum air hangat sebanyak
mungkin untuk mengencerkan bahan.
 Bila kesadaran penderita agak menurun, KL dilakukan dengan
NG Tube ukuran kecil.
 Selanjutnya berikan antasida, utnuk mencegah timbulnya ulkus
di kemudian hari.

 Keracunan isoniazide (INH)


 Vitamin B6 intravena, 1500 mg sehari selama 5 hari.
 Valium 10 mg intravena bila timbul konvulsi.
 Dapat dicoba FDN dalam 12 jam.
OBSERVASI KOMA
 INDIKASI MASUK RPI
Semua penderita koma yang tidak/belum jelas sebabnya.
 PROTOKOL PERAWATAN
1. PERAWATAN UMUM
 Pemeriksaan sito lab: sakar darah, BUN, kreatinin serum, elektrolit, SGOT, SGPT, BJ
plasma, dan analisis gas darah, amoniak darah, asam laktat.
 Perhatikan jalan napas dan frekwensi pernapasan. Kalau perlu : pasang oropharygeal-airway,
hisap lendir, respirator dan O2.
 Infuse : R.L., atau Dextrose 5 %, cairan koloid sesuai kebutuhan
 Bila ada keragu-raguan mengenai penyebab koma dapat diberikan Dextrose 40 % sampai 5
ampul.
 Tentukan derajat dalamnya koma, pada koma derajat II – III (refleks muntah neg., refleks
tendon/batuk pos.), dapat dipertimbangkan pemasangan ‘NG tube’ nutrisi.
 Bila koma sangat dalam (derajat V : refleks tendon/batuk neg.), sebaiknya pemberian
makanan seluruhnya dilakukan lewat parenteral (total parenteral nutrition). NG tube dapat
dipakai untuk pemberian obat-obat per oral dan dekompresi lambung bila perlu.
 Fisioterapi dada yang ekstensif disertai perubahan posisi tubuh setiap 2 – 4 jam, untuk
mencegah pneumoni hipostatik dan dekubitus.
 Mengukur produksi urine, (kateter Foley bila perlu).
OBSERVASI KOMA 2
 Bila refleks kornea menghilang,  tetes mata/ salep mata antibiotika untuk
mencegah terjadinya ulserasi pada kornea.
 Pemberian antibiotika sistemik hanya atas indikasi.
 Observasi intensif dilakukan terutama terhadap : tensi, nadi, suhu, respirasi,
kesadaran, produksi urine, keseimbangan elektrolit, asam-basa serta kalori.

 TERAPI KHUSUS
 Tergantung pada penyebab dari koma.

 INDIKASI KELUAR
 Koma telah diketahui penyebabnya, dan tidak termasuk dalam batasan perawatan
di rpi.
 Penyebab koma tetap kabur, keadaan umum tetap stabil “baik” selama 5 x 24 jam,
dan diperkirakan akan membutuhkan perawatan jangka lama.

Anda mungkin juga menyukai